Paradigma Signifikansi Integrasi Keilmuan

65 Ghazali, bisa dikatakan tidak mencetuskan ide-ide kesatuan ilmu pengetahuan. Ia justru sibuk dengan usahanya mengkasifikasikan ilmu pengetahuan berdasarkan “asas-asas dikhotomi keilmuan”, dimana ia secara sadar memisahkan antara ilmu-ilmu agama religious ukhrawifardhlu„ain dan ilmu- ilmu umum intelekduniawifardhu kifayah. 6 Usaha Natsir untuk mengintegralkan sistem pendidikan Islam direalisasikan dengan mendirikan sistem pendidikan Islam, yang menyatukan dua kurikulum, antara kurikulum yang dipakai sekolah-sekolah tradisional yang lebih banyak memuat pelajaran agama dengan sekolah Barat yang memuat pelajaran umum Arief, 2002: ii. Begitu juga pembaharuan sistem pendidikan Islam yang dilakukan oleh Mukti Ali dalam usahanya memformulasasikan lembaga madrasah dan pesantren dengan cara memasukkan materi pelajaran umum ke dalam lembaga- lembaga yang pendiriannya diorientasikan untuk tafaqquh fi al-din. Begitu juga tidak jauh berbeda gagasan yang dikembangkan harun Nasution dalam upayanya menyatukan menghilangkan dikotomi antara ilmu- ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu umum di lembaga pendidikan tinggi Islam, khususnya IAIN Jakarta dengan cara pendekatan kelembagaan dan kurikulum. Pendekatan kelembagaan telah”memaksa” IAIN Jakarta merubah statusnya menjadi UIN Jakarta yang berimplikasi pada perubahan kurikulum. Menurut Armai Arief, berbagai dikotomi antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum pada kenyataannya tidak mampu diselesaikan dengan pendekatan modernisasi sebagaimana yang pernah dilakuka Abduh, Ahmad Khan, Mukti Ali dan Harun Nasution, maka Ismail Raji al-Faruqi dan Naquib al-Attas melakkan pendekatan berbeda dalam rangka Islamisasi pengetahuan, yakni pendekatan purifikasi atau penyucian Arief, 2002: 38. Al-Faruq menyatakan bahwa sistem pendidika Islam telah dicetak dalam karikatur Barat sehingga dipandang sebagai inti malaise atau penderitaan yang dialami umat. Ia juga menambahkan sistem pendidikan yang kini berjalan di dunia Islam terbelah atas dua cabang “modern” yang sekuler dan sistem “tradisional” 6 Ilmu religius meliputi ilmu tentang prinsip-prinsip dasar al-ushul; ilmu tentang ke- esaan Tuhan al-ilm al-tauhid; ilmu tentang kenabian, termasuk di dalamnya tentang para sahabt; ilmu tentang akherat atau eksatologi; ilmu tentang sumber pengetahuan religious. Sedangkan keriteria ilmu-ilmu intelektual didominasi oleh ilmu-ilmu umum seperti: matematika, aritmatika, geometri, astronomi, music, logika, fisika, atau ilmu alam, meteorology, kedokteran, dan lain sebagainya. ia terjebak pada proses dikhotomi, dengan maksud membahas perbedaan antara ilmu fadhlu kifayah dan ilmu fardlu „ain. 66 Pendikotomian ini menurutnya merupakan symbol kejatuhan peradaban umat Islam. Karena sesungguhnya setiap aspek harus dapat mengungkapkan relevansi Islam dalam ketiga sumbu tauhid. Pertama, kesatuan pengetahuan, Kedua, kesatuan hidup, Ketiga, kesatuan sejarah al-Faruqi, 1984: ix-xii. Sementara itu, menurut al-Attas, tantangan terbesar yang tengah dihadapi umat Islam dewasa ini adalah berupa tantangan pengetahuan, bukan dalam bentuk sebagai kebodohan tetapi pengetahuan yang dipahamkan dan disebarkan ke seluruh dunia oleh peradaban Barat. Dikotomi ilmu-ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu umum juga disebabkan karena adanya kolonialisme Barat atas dunia Islam sejak abad ke-18 hingga abad ke-19, dimana Negara-negara Islam tidak mampu menolak upaya-upaya yang dilakkan Barat, terutama injeksi budaya dan peradaban. Karena itu, budaya Barat mendominasi budaya tradisional setempat yang telah dibangun sejak lama. Dikotomi ini pada kelajutannya, berdampak negative terhadap kemajuan Islam. Setidaknya ada empat masalah akibat dikotomi ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama. Pertama, munculnya ambivalensi dalam sistem pendidikan Islam, dimana selama ini, lembaga-lembaga semacam pesantren dan madrasah mencitrakan dirinya sebagai lembaga pendidikan Islam yang bercorak tafaqquh fi al-din yang menganggap persoalan mu‟amalah bukan garapan mereka; sementara itu, modernisasi sistem pendidikan dengan memasukkan kurikulum pendidikan umum ke lembaga tersebut telah mengubah citra pesantren dan madrasah sebagai lembaga tafaqquh al-din tersebut. Akibatnya telah terjadi pergeseran makna bahwa mata pelajaran hanya menjadi stempel yang dicapkan untuk mencapai tujuan sistem pendidikan modern yang sekuler Arief, 2002: 132. Kedua , munculnya kesenjangan antra sistem pendidikan Islam dan ajaran Islam. Sistem pendidikan yang ambivalen mencerminkan pandangan dikotomis yang memisahkan antara ilmu-ilmu angama dan ilmu-ilmu umum. Pandangan ini jelas bertentangan dengan konsep ajaran Islam sendiri yang bersifat integral, dimana Islam mengajarkan keharusan adanya keseimbangan antara urusan dunia umum dengan urusan akhirat agama. Ketiga , terjadinya distintegrasi pendidikan Islam, diman masing-masing sistem modernumum Barat dan agama Islam tetap bersikukuh mempertahankan pendiriannya. Meski jalan kompromi semisal modernisasi telah diusahakan, tetapi Karena adanya hegemoni sistem umum atas sistem agama, maka tetap memunculkan dikotomi sistem keilmuan. 67 Keempat , munculnya inferioritas pengelola lembaga pendidikan Islam. Hal ini disebabkan karena sistem pendidikan Barat yang pada kenyataannya kurang menghargai nilai-nilai kultural dan moral telah dijanjikan tolak ukur kemajuan dan keberhasilan sistem pendidikan bangasa kita Ikhrom, 2001: 87- 89. Dengan demikian, paradigma integrasi ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum muncul sebagai bentuk kekhawatiran sebagian pemikir muslim terhadap ancaman yang sangat dominan terhadap pandangan non-muslim, khususnya pandangan ilmuan Barat sehingga umat Islam harus menyelamatkan identitas dan otoritas ajaran agamanya. Integrasi antara ilmu-ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu umum berarti usaha mengislamkan atau melakukan purifikasi terhadap ilmu pengetahuan produk Barat yang selama ini dikembangkan dan dijadikan acuan dalam wacana pengembangan sistem pendidikan Islam, agar diperoleh ilmu pengetahuan yang bercorak “khas Islami”. Watak intelektual keislaman IAIN UIN yang moderat, rasional dan terbuka seperti inilah yang sekali lagi, menjadi faktor penting terhadap tingginya akseptabilitas masyarakat dan bangsa terhadap alumni IAIN UIN Jakarta. Hampir tidak ada kesulitan yang sangat berarti untuk menentukan alumni IAIN UIN di LSM NGO, Ormas Islam, lembaga pendidikan, majelis ta‟lim, pengurus masjid, partai politik, birokrasi, dunia usaha, lembaga- lembaga advokasikonsultan rasional maupun internasional. Berdasarkan kepada realitas seperti ini maka berpikir integrative menjadi penting untuk terus diperkuat dan dikembangkan. Itulah sebabnya, secara akademik UIN Jakarta mengembangkan apa yang disebut dengan prinsip “integrasi keilmuan;” UIN menolak adanya dikotomi Islam dan Ilmu Pengetahuan karena disamping memang tidak sesuai dengan prinsip yang diajarkan dalam al- Qur‟an juga preseden historisnya menunjukkan bahwa masa kejayaan Islam The golden age of Islamic History era pertengahan dulu terwujud karena semangat integrative. Terlepas dari tema Ismail al- Faruqi tentang “Islamaztion of Knowledge ”, UIN hingga sekarang terus berupaya memperkokoh bangunan ilmu pengetahuan yang integrative agar alamuninya memiliki bekal dan alat- alat keilmuan yang cukup untuk memahami, mengerti dan mengurusi kehidupan lebih tepat Halim, 2012: 103-105. Melalui integrasi keilmuan ini akan membuka peluang semakin luas bagi alumni UIN untuk berkiprah. Teori-teori ilmu sosial dan ekonomi modern misalnya, melalui sekema integrasi ini akan mendapatkan atau diperkaya dengan persepektif baru yaitu “keindonesiaan dan keislaman” dan tentu saja ini 68 akan jauh lebih produktif karena UIN tidak menjadi konsumen intelektual teori-teori Barat. Riset-riset akan terus dikembangkan melalui persepektif atau sudut pandang baru ini dengan hasil yang bisa lebih memberikan manfaat kemaslahatan bagi umat Islam dan bangsa. Ini memang peluang besar UIN dan para almuninya pada saat teori-teori ilmu konvensional saat ini mulai mendapatkan kritikkan tajam karena dinilai telah gagal untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Memang harus diakui bahwa gagasan integrasi tentu bukanlah sulapan yang dalam waktu singkat berubah. Hal ini membutuhkan proses serius, panjang dan melibatkan banyak pihak. Tahun 2006, masa Azumardi Azra menjadi rector. Sudarnoto Abdul Halim terlibat mnjadi salah satu anggota tim integrasi keilmuan. Setelah melakukan serangkaian diskusi yang melibatkan banyak pihak, tim berhasil menyusun sebuah buku penting “ Integrasi Keilmuan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menuju Universitas riset”. Diantara pakar yang ikut memberikan catatan, komentar dan kritik terhadap konsep yang kemudian dibukukan ialah Mulyadi Kartanegara. Tentu saja buku ini sifatnya lebih kongkrit dan praktis agar integrasi ini benar-benar terwujud. Mulyadi Kartanegara tentu sudah mendahului menulis soal integrasi ini. banyak gagasan yang sangat bermanfaat dalam rangka integrasi ini. Sudanoto pun sangat sependapat misalnya dengan komentar Quraish Shihab bahwa “Intgerasi belum berjalan; yang ada adalah penyandingan Islam dan Ilmu.” Trendnya sudah benar, akan tetapi butuh kerja keras agar bangunan ilmu di UIN ini benar-benar tegak kokoh dan berdampak konstruktif bagi banyak orang. Konsep integrasi keilmuan yang dikembangkan di UIN se-Indonesia, secara subtansial sesungguhnya pada muara yang sama, yakni peniadaan dikotomi antara kebenaran wahyu dan kebenaran sains. Dengan kata lain, integrasi keilmuan sesngguhnya ingin memadukan kebenaran wahyu agama dengan kebenaran sains yang diimplementasikan dalam konsep pendidikan Rifa‟i, 2014: 27. 69 BAB III SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM A. Ilmu Pengetahuan Islam di Era Rasulullah SAW. Ketika Islam diturunkan, bangsa Arab dikenal dengan sebutan kaum Jahili. Ahmad Amin, Guru Besar Sastra Universitas Al Qahirah mengemukakan bahwa pada awal kemunculan Islam Kaum Quraisy penduduk Makkah sebagai bangsawan di kalangan bangsa Arab hanya memiliki 17 orang yang pandai baca dan tulis. Nabi Muhammad Saw. menganjurkan pengikut-pengikutnya belajar membaca dan menulis. Suku Aus dan Kharaz penduduk Yatsrib Madinah hanya memiliki 11 orang yang pandai membaca Amin, 1965; 141, Arief, 2005: 56. 1 Hal tersebut menyebabkan bangsa Arab masih sedikit sekali yang mengenal ilmu pengetahuan dan kepandaiaan lain. Kehidupan mereka mengikuti hawa nafsu, berpecah belah, saling berperang atau dengan yang lain karena sebab yang sepele, yang kuat menguasai yang lemah, wanita tidak ada harganya, berkelakuan hukum rimba, yakni siapa yang kuat maka ialah yang berkuasa. Keistimewaan orang Arab hanyalah ketinggian dalam bidang syair-syair jahili yang disebarkan secara hafalan. Agama warisan Nabi Ibrahim As. Dan Nabi Islamil as.hanya tinggal bekas-bekasnya yang telah diselewengkan. Di lain pihak bangsa-bangsa lain di dunia pada saat yang bersamaan. Bangsa Byzantium, Persia, dan India yang lebih maju menjelang Islam lahir, tak kurang-kurangnya kebejatan moral dan kerusakan aqidah mereka. Para raja-raja mereka berlaku aniaya dan agama mereka telah jatuh pada kemusyrikan. Menghadapi kenyataan itulah Nabi Muhammad diutus oleh Allah dengan tujuan untuk memperbaiki akhlak, baik akhlak untuk berhubungan dengan Tuhan maupun dengan sesama manusia. Pada masa Nabi gerakan ilmu hanya tertuju pada telaah agama, maka kemudian berkembang menjadi luas Poeradisastra, 2008: 12. Dalam masalah ilmu pengetahuan perhatian Rasul sangatlah besar. Rasulullah Saw. memberi contoh revolusioner bagaimana seharusnya mengembangkan ilmu. Rasulullah mendapatkan hal-hal yang akan menjadi 1 Umat Islam pada masa awal membutuhkan pemahaman al- Qur‟an sebagaimana adanya, begitu juga dalam keterampilan membaca dan menulis. Dalam tulisannya, dikatakan bahwa Siti Aisyah Istri Nabi, Zaid bin Tsabit disuruh belajar tulisan Ibrani dan Suryani. Budak-budak belian dibebaskan apabila mereka telah mengajar sepuluh orang Muslim membaca dan menulis. Sebagaimana Maksum dalam tulisan Armai Arief, mengemukakan bahwa Ibnu Khaldun mencatat bahwa pada awal kedatangan Islam orang-orang Quraisy yang pandai membaca dan menulis hanya berjumlah 17 orang dan kesemuanya adalah laki-laki. 70 landasan dasar dalam usahanya yaitu: Pertama, Wahyu pertama yang diterima Rasul berbunti Iqra bacalah. Perintah ini sebetulnya adalah perancangan dan juga pemberantasan buta huruf, atau membebaskan manusia bebas dari ketidak tahuan. Kedua, Bangsa Arab adalah bangsa yang kuat hafalannya. Hal tersebut merupakan salah satu alat untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Oleh karenanya umat Islam diperint ahkan untuk menghafal Al Qur‟an dengan sungguh-sungguh. Ketiga. Adanya budaya menulis dan juga mencatat dari Nabi. Semua para sahabat yang dapat membaca dan menulis diangkat oleh beliau menjadi juru tulis, baik mecatat wahyu yang turun di berbagai lembaran, seperti pelepah kurma, kayu, kulit hewan, batu dsb. Ada dua sumber pokok ajaran Islam yaitu al- Qur‟an dan al-Hadits yang harus ditulis dan di hafal secara utuh untuk mendorong kaum Muslimin awal untuk bersungguh-sungguh mementingkan kepandaian tulis baca Yunus, 1996: 42. Dengan semangat yang tinggi dari Nabi Muhammad dan juga dorongan yang kuat untuk belajar pada permulaan wahyu, maka saat itu munculah tempat atau lembaga untuk belajar menulis, membaca dan menghafal Al- Qur‟an. Keempat. Al Qur‟an merupakan sumber ilmu pengetahuan, yang memuat kisah-kisah terdahulu, segala macam hukum dasar dalam Islam, sifat-sifat Allah. 2 Dengan landasan diatas Rasulullah mulai membangun jiwa umat Islam. Rasul membimbing sahabt-sahabat untuk beriman dan juga berilmu. Berawal dari rumah Rasulullah sendiri digunakan untuk berdakwah, kemudian Nabi membuat satu tempat pertemuan di rumah sahabat yang bernama Abu al-Arqam, di luar kota Makkah. Tempat itulah yang dikenal Dar al-Arqam. Lembaga Dar al Arqam merupakan pusat kegiatan ummat Islam awal. Mula-mula secara sembunyi-sembunyi karena khawatir terhadap tindakan suku Quraisy yang tidak menyukai Rasul. Dalam perkembangannya menjadi tempat yang terbuka untuk umum. Kegiatannya pun bertambah banyak. Bangsa Arab sebelum Islam, secara struktural kelihatannya tidak mementingkan lembaga pendidikan formal. Hal tersebut berkaitan dengan budaya mereka yang bertumpu pada tradisi lisan. Pendidikan mereka didasrakan pada ikutan atau taqlid. Anak-anak berkembang atas dasar mengikuti dan mencontoh perilaku orang dewasa. Sebagaimana kabilah dan suku memang telah mengajarkan prinsip-prinsip hidup yang dibanggakan, seperti sya‟ir-sya‟ir. Beberapa ilmu yang berkembang sebelum Islam adalah: Ilmu nasab, sejarah, dan agama. Abu Bakar ahli di bidang tersebut dan ia juga ahli dalam ilmu cuaca Fanani, 2006: 41-42. 2 Q.S. Ali Imron:191. “yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata: Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. ” 71 B. Ilmu Pengetahuan Islam di Era Khulaur ar-Rasyidin. Setelah kelanjutan perkembangan ilmu dan juga pendidikan Islam di era Rasulullah, lalu dilanjutkan oleh para khalifah Khulafaur ar-Rasyidin yaitu: Abu Bakar al-Shidiq berkuasa selama kurang lebih dua tahun 632-634 M, dilanjutkan oleh Umar bin Khatab, berkuasa selama 10 tahun 634-644 M, Usman bin Affan, berkuasa selama 12 tahun 644-656 M, Ali bin Abi Thalib, berkuasa selama kurang lebih lima tahun 656-661 M. dengan demikian, masa kekhalifahan Khulaur ar-Rasyidin berlangsung 29 tahun Yatim, 1994; 35-36, Nasution, 1977; 22-23, al-Usairy, 2003; 139-177. Kelanjutan dari meluasnya kekuasaan Islam ada dua gerakan perpindahan manusia, orang Arab Muslim keluar jazirah Arab, orang Arab datang ke jazirah Arab. Dua gerakan perpindahan ini membawa dampak tersendiri, baik positif maupun negatife.Orang Ajam yang berasal dari luar Arab adalah bangsa yang pernah mewarisi kebudayaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bangsa Arab. Walaupun nyala api ilmu pengetahuan mereka hampir padam, namun bekasnya masih nyata. Hal ini terlihat pada adanya kota-kota tempat perkembangan kebudayaan Yunani seperti Iskandariyah, Antioka, Yonde, Harran dan Shapur. Kedatangan mereka ke jazirah Arab, dimana kemudian mereka masuk Islam dan berbahasa dengan bahasa Islam Arab serta berkeyakinan dengan keyakinan Islam. Mendorong penguasa waktu itu yakni Umar bin Kahatab, memerintahkan untuk membuat tata bahasa Arab agar mereka terhindar dalam membaca Al- Qur‟an dan Hadits Nabi. Menurut Musyrifah Sunanto, Ali bin Abi Thalib-lah pembuatan pertama dasar-dasar ilmu nahwu yang selanjutnya disempurnakan oleh Abu al-Aswad al Duwaly. Selain itu perlu menafsirkan ayat Al- Qur‟an sehingga mereka terhindar dari kesalahan dalam memahami. Maka bertindaklah beberapa sahabat dalam menafsirkan al- Qur‟an seperti yang didengan oleh Nabi dan dari pemahaman mereka sendiri sebagai ahli bahasa. Mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Ibn Abbas, Abdullah bin Mas‟ud, Ubay bin Kaab. Merekalah yang dianggap sebagai mufasir pertama dalam Islam. Untuk kepentingan pengajaran di luar jazirah Arab, dikirim guru-guru yang terdiri dari sahabat- sahabat ahli ilmu, yaitu, Abdullah bin Mas‟ud pergi ke Kuffah, Abu Musa Al- Asy‟ari dan Anas bin Malik pergi ke Bashrah, Muadz, Ubadah, Abu Darda dikirim ke negri Syam, Abudllah bin Amr bin Ash dikirim ke negri Mesir. Melalui tangan-tangan merekalah berkembang ilmu pengetahuan keIslaman dinegeri-negeri tersebut dan menghasilkan banyak ulama ahli ilmu. Selanjutnya umat Islam mulai bergerak untuk mempelajari adat istiadat mereka, kaedah-kaedah orang Yahudi, Nasrani, ilmu-ilmu yang berkembang di kalangan mereka. Hanya saja usaha-usaha mulia khalifah Umar itu tidak berlangsung lama, karena Umar terbunuh oleh orang yang sakit hati padanya. Namun umar tetap diakui oleh sarjana muslim dan bukan muslim bahwa ia 72 adalah orang kedua sesudah Nabi yang paling menentukan jalannya kebudayaan Islam. Kedudukan khalifah selanjutnya diganti oleh Usman bin Affan, seorang yang lemah lembut. Walaupun ia mempunyai beberapa kelebihan, tetapi dalam hal pemikiran kreatif Usman tidak muncul. Justru kelemah-lembutannya dipergunakan oleh keluarga bani Ummayah yang pernah memegang kekuatan politik sebelum Islam untuk meningkatkan dan mengembalikan kedudukannya sebagai pemimpin kaum Quraisy pada masa Islam. Peluang yang dimanfaatkan oleh keluarga bani Ummayah untuk menduduki jabatan penting menyebabkan timbulnya berbagai protes dan sikap oposisi yang datang hampir dari seluruh daerah. Gerakan itu berakhir dengan pembunuhan terhadap kholifah ketiga, Usman bin Affan. Diduga terjadinya pembunuhan Usman merupakan malapetaka besar yang menimpa umat Islam. Dikalangan umat Islam terjadi benturan antara ajaran islam yang diturunkan melaui Nabi Muhammad yang berbangsa Arab dengan alam pemikiran yang dipengaruhi kebudayaan Helenesia dan Persia. Perbenturan itu membawa kegoncangan-kegoncangan dan kericuhan dalam beberapa bidang sebagai berikut: a. Bidang bahasa Arab Pada masa Jahiliyah, ketika bangsa Arab belum bergaul luas dengan bangsa lain, bahasa mereka msih murni sehingga bangsawan Quraisy yang ingin anak-anaknya fasih berbahasa Arab selalu mengirim anak-anak mereka ke dusun. Namun sesudah perluasan Islam keluar Jazirah Arab dan bangsa Arab bergaul luas dengan bangsa Persi, Mesir, Syam, maka beraburlah bahasa-bahasa ini sehingga menimbulkan kekacauan dalam tata bahasa. b. Bidang Akidah Di luar Jazirah Arab terdapat agama-agama Yahudi, Nasrani, Zoroaster, Kafir Yunani dan Romawi, Manes, Hindu. Yang akidahnya jauh berbeda dengan akidah Islam.Ditambah lagi agama Nasrani sangat dipengaruhi oleh filsafat Helenesia. Bertemunya akidah Islam dengan akidah-akidah lain di luar Islam menimbulkan aliran-aliran, antar lain aliran, antara lain aliran Mujassimah yang meyakini bahwa Allah memiliki jisim seperti jisim wujud fisik manusia. Oleh karena itu sejarahnya mesti dipelajari untuk dapat menjalankan nasiti policy ketatanagaraan, hukum, serta penyebaran agama Islam secara jitu Poeradisastra, 2008: 14. c. Bidang Politik Politik Islam yang diajarkan Nabi adalah system musyawarah. Segala sesuatu berdasarkan musyawayah termasuk dalam pemilihan kepala negara. Di luar Jazirah Arab berlaku system monarki absolut, yaitu segala sesuatu dalam kekuasaan mutlak raja termasuk dalam penentuan calon pengganti 73 raja. Bergumullah dua system itu beberapa tahun sesudah pertemuannya. Pergumulan itu menyebabkan umat Islam pecah menjadi beberapa firqah kelompok. Persoalan pertama kali timbul pada saat wafatnya Rasulullah adalah persoalan politik. Dalam perkembangan selanjutnya dari persoalan politik kemudian berkembangan menjadi persoalan teologi. Hal ini berarti bahwa masalah politik menjadi faktor pendorong perkembangan pemikiran dalam Islam, dan faktor tersebut sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam Islam Nasution, 1996: 1. Dalam suasana yang demikian timbul suatu kelompok yang netral yang bersikap moderat dan toleran karena mempunyai tujuan untuk tetap menggalang solidaritas dan kesatuan umat. Untuk keperluan tersebut mereka meninggalkan politik dan menyibukkan diri dalam pendalaman ilmu terutama untuk mengkaji sunah Nabi Muhammad Saw.dan menggunakannya untuk memahami dan mendalami agama secara lebih luas. Diantara mereka adalah Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas. Kelompok ini karena pengalamannya dalam mengahadapi berbagai golongan yang mempunyai pandangan yang berbeda akhirnya dianggap sebagai kelompok yang banyak dianut oleh mayoritas ummat Sunanto, 2007: 34. Disamping itu ketekunan mereka terhadap kajian as-Sunah menyebabkan as-Sunah mendapat perhatian umat Islam dan pada akhirnya as-Sunah menjadi terpelihara. Tak diragukan lagi bahwa usaha bagi pertumbuhan ilmu pengetahuan Islam pada khususnya dan agama Islam pada umumnya karena as-Sunah merupakan sumber agama Islam yang kedua sesudah al- Qur‟an. Hanya saja usaha ini masih bersifat hafalan dan belum dibukukan, as-Sunah baru dibukukan oleh al-Zuhri atas perintas khlaifah Umar bin Abdul Aziz pada masa Daulah Bani Umayyah I. Meskipun demikian usaha mereka ini merupakan rintisan bagi kajian baru dalam sejarah pemikiran secara rasional dalam as-Sunah.

C. Ilmu Pengetahuan Islam di Era Bani Umayyah

Setelah berakhirnya kekholifaan Ali bin Abi Thalib. Setelah Ali bin Abi Thalib meninggal dunia, pemerintahan Islam sempat di pegang oleh Hasan bin Ali, putra Ali bin Abi Thalib selama 6 bulan, lalu pemerintahn di serahkan oleh Mu‟awiyah dikarenakan Hasan menginginkan kedamaian dan agar tidak terjadi perselisihan dalam umat Islam Hamka, 1978: 47. maka pemerintahan Islam dilanjutkan dengan berdirinya dinasti Umayyah adalah Mu‟awiyah ibn Abi Sufyan, berkuasa selama kurang lebih selama Sembilan belas tahun 661-680 M. Abdul al Malik Ibn Marwan, berkuasa berkuasa selama kurang lebih dua puluh tahun 685-705 M.al-Walid bin Abd. Al Malik, berkuasa selama sepuluh tahun 705-715 M. Umar ibn Abd.Aziz, berkuasa selama kurang lebih tiga tahun 717- 720 M.dan Hisyam bin Abd. Malik, berkuasa selama kurang lebih selama 74 Sembilan belas tahun 724-743 M Nasution, 1977; 78-91, Yatim, 1994; 41-42, Usairy, 2003; 179-211. Benturan kelompok-kelompok di kalangan umat Islam, khususnya dalam bidang politik, berakhir dengan kemenangan Muawiyah bin Abi Sufyan, yang memproklamirkan Bani Umayyah, sebagai pemimpin daulah Islamiyah. Muawiyyah menjadi kholifah dengan berbagai cara, dan telah mengubah sistem musyawarah, menjadi sistem monarki. Hal tersebut banyak di dukung oleh kondisi umat Islam pada waktu itu. Sistem musyawarah dapat berjalan hanya pada satu generasi saja, yakni pada generasi didikan Nabi sendiri. Mu‟awiyah termasuk orang yang berhasil memadukan sistem musyawarah dengan sistem monarki dan daulat Islamiyah dapat dikuasai karena dia banyak memperhatikan riwayat dan kisah-kisah raja besar sebelumnya, baik dari kalangan Arab ataupun bukan Arab, untuk meniru serta meneladani siasat dan politik mereka dalam menghadapi pergolakan yang terdapat didalamnya Amin, 1965: 166. Menurut Musyrifah, Salah satu aspek dari kebudayaan adalah mengembangkan ilmu pengetahuan. Jikalau pada masa Nabi dan masa Khulafaur ar-Rasyidin perhatian ilmu pengatahuan pendidikan terpusat pada usaha memperdalam pengajaran Aqidah, akhlak, ibadah, mua‟amalah dan kisah-kisah al- Qur‟an, maka perhatian sesudah itu, sesuai dengan kebutuhan zaman, yakni tertuju ada ilmu-ilmu yang diwariskan oleh bangsa-bangsa sebelum munculnya Islam Sunanto, 2007: 38. Dalam daerah kekuasan Bani Umayyah, Ibu kota Daulah Umayyah terletak di Dasmaskus, suatu kota tua dinegri Syam yang berpenilnggalan kebudayaan maju. selain meneruskan wilayah taklukan pada masa Nabi dan Khulafaur ar-Rasyidin, bani Umayyah memperluas wilayah kekuasaannya di Andalus, Afrika Utara, Syam, Irak, Iran, Khurosan sampai benteng Tiongkok. terdapat kota-kota pusat kebudayaan seperti: Yunani, Iskandariyah, Antiokia, Marran, Yunde dan Sahpur, yang dikembangkan ilmuwan-ilmuwan beragama Yahudi, Nashrani dari Zoroaster. Setelah masuk Islam para Ilmuwan itu tetap memelihara ilmu-ilmu peninggalan Yunani, bahkan mendapatkan perlindungan. Sedikit banyaknya, perkembangan ilmu pengetahuan diluputi oleh para ilmuwan yang mendapatkan jabatan tinggi di istana khalifah. Seperti ada yang menjadi dokter pribadi, bendaharawan atau wajir Sunanto, 2007: 38. Oleh karena itu, berbagai bahasa, sistem tata Negara, kebudayaan, dan sejarahnya mesti dipelajari untuk menjalankan ketatanegaraan, hukum, serta penyebaran agama Islam secara jitu. Dalam perjumpaan dan percakapan dengan agama dan kepercayaan lain untuk membela agama Islam terhadap sisa-sisa agama dan kepercayaan lain itu, kaum Muslimin mulai mempelajari dan mempergunakan filsafat Yunani, tetapi dengan membersihkannya dari kekafiran. Oleh karena itu, mereka menerjemahkan karya-karya filsafat Yunani dan pengetahuan Yunani melalui bahasa Suryani karena aslinya telah musnah terbakar di perpustakaan-perpustakaan Iskandariyah ketika penyerbuan Julius