Mengembangkan Ilmu Epistemologi Ilmu dalam Perspektif Islam
42
1 Metode Penelitian Ilmu Pengetahuan
Uraian sebagaimana pada pembahasan sebelumnya, menyatakan bahwa dengan bersumber pada alam jagat raya akan dihasilkan sains natural
sciences ; dengan bersumber pada prilaku manusia akan dihasilkan ilmu-ilmu
sosial social sciences; dengan bersumber pada akal, akan menghasilkan filsafat, dan dengan bersumber pada hati indra batin akan menghasilkan
tasawuf, dan dengan bersumber pada wahyu akan dihasilkan ilmu agama. Berbagai macam ilmu ini lahir karena menggunakan metode penelitian sebagai
berikut: a
Penelitian Empiris dan Eksperimen Penelitian empiris adalah penelitian yang bersifat induktif, yaitu dimulai
dari mengupulkan data-data melalui pengamatan, pencatatan, dan percobaan terhadap berbagai fenomena alam raya, seperti: sistem tata surya, matahari,
bulan, bintang, benda-benda padat, benda-benda cair, ruang waktu, tumbuh- tumbuhan, binatang, dan lain sebagainya, dapat diperoleh informasi tentang
hukum-hukum yang serba tetap yang ada di dalamnya. Hukum-hukum tersebut kemudian diberi kode, identitas, symbol, dan logo, dituangkan dalam sebuah
rumus, dan direkonstruksi menjadi sebuah teori yang siap dibuktikan kebenarannya. Teori-teori tersebut kemudian disusun secara sistemik,
komperhensif dan konsisten, sehingga dilahirkan ilmu-ilmu murni. Ilmu-ilmu murni ini kemudian diaplikasikan ke dalam praktik atau kegiatan yang
melibatkan penggunaan alam jagat raya, dan diujicobakan di laboratorium, dari peroses ini selanjtnya dihasilkan ilmu terapan, seperti ilmu kedokteran, ilmu
kesehatan, ilmu farmasi, ilmu astronomi, dan berbagai macam ilmu terapan lainnya applied sciences. Ilmu terapan ini kemudian dipadukan dengan
teknik, maka lahirlah teknologi. Yaitu penerapan teori-teori ilmu dalam praktik.
Penelitian empiris dan eksperimen ini dikenal dengan riset burhani dan riset ijbari. Riset burhani adalah riset yang di dasarkan pada bukti-bukti
empiris yang dapat dilihat, diamati, dipegang, disentuh, diukur, ditakar, ditimbang, dan sebagainya. Hasil riset burhani ini adalah ilmu-ilmu murni.
Sedangkan riset ijbari adalah riset yang bersifat uji coba, yakni menguji coba kebeneran sebuah teori yang dihasilkan melalui riset burhani. Hasil riset ijbari
ini adalah ilmu terapan. Dalam riset ijbari terlebih dahulu harus didasarkan pada hipotesis yang ingin dibuktikan.
b Penelitian Sosial
Penelitian sosial adalah penelitian yang bersifat induktif, yakni di mulai dengan mengumpulkan data-data fenomena kehidupan manusia dan
43
masyarakat, yakni fenomena kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya, hukum, dan lain sebagainaya. Data-data tersebut dikumpulkan melalui
observasi, wawancara, angket, diskusi, dan sebagainya. Dalam penelitian ini seorang peneliti tidak menetapkan hipotesis atau prakonsepsi lainnya. Data-
data yang dikumpulkan melalui berbagai cara tersebut dikumpulkan sedemikian rupa, secara utuh dan komperhensif, kemudian didialogkan antara
satu data dengan data lainnya, kemudian dianalis dengan menggunakan berbagai pendekatan ilmu-ilmu tersebut, atau berdasarkan kebijakkan,
kecenderungan, dan berbagai kepentingan lainnya. Dalam penelitian ini terkadang dapat pula digunakan data-data yang bersifat kuantitatif dan
kualitatif.
Dalam tradisi Islam, penelitian sosial yang menghasilkan ilmu-ilmu sosial ini dikenal dengan istilah
riset istiqra‟ yaitu penelitian yang sifatnya menetapkan atau menentukan atau merumuskan sebuah temuan berdasarkan
informasi yang dapat dikumpulkan dari lapangan Nata, 2011: 218.
c Penelitian Falsafi
Penelitian falsafi adalah penelitian yang dilakukan dengan cara menggunakan akal ratio yang berkerja secara sistemik, radikal, universal,
mendalam, komperhensif, dan spekulatif, dalam rangka menemukan hakikat atau inti tentang segala sesuatu. Untuk dapat berpikir secara sistemik ini, maka
digunakan bantuan ilmu logika, yaitu ilmu yang mengatur cara berpikir agar terhindar dari kesimpulan yang keliru. Melalui penelitian ini dapat dihasilkan
filsafat tentang berbagai hal sebagaimana tersebut di atas.
Untuk mendapatkan ilmu filsafat harus menggunakan penelitian falsafi atau nama lainnya adalah metode penelitian jaddali yang dilakukan dengan
cara berpikir sebagaiman di atas. Secara harfiyah jaddali artinya perdebatan atau bantahan. Di kalangan
para ahli ada yang mengatakan bahwa filsafat berada pada gray area, yaitu antara ilmu dan filsafat. Ia tidak dapat disebut ilmu karena kurang memenuhi
ciri-ciri ilmu. Yang sebenarnya adalah filsafat yang telah melahirkan ilmu. Seperti pasukan marinir yang membuka jalan atau wilayah agar pasukan yang
lain dapat dimasuki. Akan tetapi setelah jalan terbuka dan pasukan lain pun memasuki wilayah yang telah terbuka, marinir tidak ikut ke wilayah tersebut.
Filsafat adalah induk ilmu, namun setelah ilmu dilahirkan dan tumbuh besar, ilmu melupakan filsafat, sebagaimana kacang melupakan kulitnya.
44
d Penelitian Intuitif
Penelitian intiusi adalah penelitian yang dilakukan dengan cara menggunakan indra batin, yakni an-nafs, ar-ruh, al-qalb, al-fuad, al-lub, as-sir,
al-zauq dan sebagainya yang dilakukan dengan cara membersihkannya dari
segala dosa dan maksiat, serta menyertainnya dengan akidah yang kokoh, ibadah yang intensif baik yang wajib maupun yang sunah, wirid, zikir,
muhasab, muraqabah, mujahadah tazkiyah al-nafs, sebagaimana yang
dialami Zunun al-Misri dan al-Gahazali, almahabbah sebagaimana yang dialam Rabi‟ah al-Adawiyah.
Penelitian ini disebut juga metode penelitian irfani untuk mendapatkan ilmu makrifat, yang dilakukan dengan melakukan riyadah dan mujahadah
disertai dengan pembersiahan diri dari dosa serta maksiat. Adapun penelitian ini berupaya memproleh makrifat, isyrakiyah, muhubbah, ladunni, futuh, atau
wangsit yang dilakuakn dengan riyadah atau melatih diri dan mengendalikannya dari perbuatan dosa. Untuk hanya mengingat, medekati,
mencintai Allah . Penelitian ini dilakukan oleh para ahli tasawuf yang hasilnya ia sampaikan dalam ungkapan-ungkapan batin dalam bentuk syair yang mereka
susun berdasarkan pengalaman batin mereka.
e Penelitian Penjelasan
Penelitian penjelasan adalah penelitian yang dilakukan dengan cara memahami kandungan ayat al-
Qur‟an dengan bantuan ilmu-ilmu al-Qur‟an, ilmu bahasa Arab dengan berbagai cabang, ilmu istimbat, hukum, ilmu-ilmu
bantu yang relevan, ilmu sejarah dan sebagainya. Penelitian ini antara lain dapat dilihat pada cara yang dilakukan para puqaha dalam menetapkan sebuah
hukum berdasrkan al- Qur‟an dan al-Sunah, para mufasir dengan metode
penafsirannya. Paham determinisme, dikembangkan oleh William Hamilton dari doktrin
Thomas Hobbes, yang menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak yang bersifat universal Bidin,
2003: 68. Aliran flsafat ilmu ini merupakan lawan dari paham fatalism yang berpendapat bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang telah ditetapkan
lebih dulu Suriasumantri, 1990: 75.
Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar bagi seseorang untuk mengambil keputusan, dimana keputusan itu didasarkan kepada penafsiran
kesimpulan ilmiah yang bersifat realtif. Dengan demikian, maka kata akhir dari suatu keputusan terletak pada ilmuan yang didukung teori-teori keilmuan.
Keputusan yang didasarkan pada penafsiran ini memerlukan asumsi terhadap
45
ilmu dan interpretasi yang mendalam. Untuk mengembangkan asumsi ini, maka harus diperhatikan beberapa hal, yaitu: Pertama, asumsi ini harus relevan
dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan. Kedua, asumsi ini harus disimpulkan dari keadaan sebagaimana adanya, bukan bagaimana
keadaan seharusnya. Asumsi dalam kajian filsafat ilmu membantu batasan- batasan penjelajahan. Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman
manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Ilmu diharapkan membantu manusia, dan persoalan mengenai hari kemudian tidak akan
ditanyakan kepada ilmu, melainkan pada agama. Sebab agamalah pengetahuan yang mengkaji masalah-masalah seperti itu Anshari, 1987: 57. Oleh sebab itu,
ilmu tanpa bimbingan moral agama adalah buta, sedangkan agama tanpa ilmu adalah pincang.
Tujuan pencarian ilmu dalam Islam adalah untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat fi al-dunya hasanah wa fil akhirati
hasanah . Oleh sebab itu, tujuan pencarian ilmu tidak sekedar untuk
memperoleh manfaat materi atau memenuhi kebutuhan fisik saja, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan moral dan spiritual yang bersifat ruhani.Tujuan
dari pencarian ilmu selaras dengan tujuan penciptaan manusia, yaitu untuk mengetahui, ibadah dan untuk mencapai ridhla dan kedekatan dengan-Nya
taqarrub. Seperti disimpulkan oleh Hazm, bahwa tujuan ilmu adalah untuk memperoleh ridhla untuk mendekatkan diri kepada-Nya, serta untuk
memperoleh kesejahteraan di dunia yang meliputi manusia secara keseluurhan Chenje, 1982: 80.
Dengan demikian, tujuan dari pencarian ilmu adalah untuk membawa manusia kepada fitrahnya yang asal, yakni menjadi manusia yang baik. Seperti
dinyatakan oleh Sayed M. Naquib al- Attas, bahwa tujuan dari pencarian ilmu adalah untuk menanamkan kebaikan atau keadilan pada manusia sebagai
manusia dan diri pribadi, dan bukan hanya pada manusia sebagi warga Negara atau bagian integral dari masyarakat al-Attas: 1978: 141.
Berbagai faktor di atas mendorong kemajuan umat Islam dalam bidang ilmu pengetahuan antara satu dan lainnya saling melengkapi. Berbagai faktor
ini, terutama yang berkaitan dengan tradisi ilmiah perlu ditumbuhkan kembali dalam dunia Islam. Berbagai pandangan yang menganggap bahwa mempelajari
ilmu pengetahuan umum sebagai yang terlarang, haram dan mengikuti budaya Barat, sama sekali tidak sesuai atau bertentangan dengan ajaran Al-
Qur‟an dan hadits serta peraktik kehidupan ulama shalih di zaman klasik. Pandangan
bahwa mempelajari ilmu pengetahuan sebagai terlarang dan mengikuti budaya Barat sepintas dapat dimaklumi, karena yang menguasai ilmu pengetahuan dan
46
teknologi di masa sekarang adalah orang-orang Eropa dan Barat yang mendasarkan ilmunya pada pandangan sekularistik dan antroposentris, yakni
hanya berdasarkan pada penalaran umat Islam semata, serta tidak melibatkan landasan nilai moral, spiritual dan akhalak mulia Nata, 2011: 373.
Lahirnya pandangan yang diharapkan, menganggap bahwa ilmu agama dan ilmu umum adalah berasal dari Allah Swt.
Oleh sebab itu, antara satu objek dan kajiannya saja yang berbeda, sedangkan hakikatnya adalah ayat-ayat Allah
yang harus disandingkan. Hanya dengan pandangan integralistiklah umat Islam akan mencapai kejayaan kembali sebagaimana yang terjadi di zaman klasik
dan dapat merebut kembali supermasi sebagai pemandu perkembangan kebudayaan dan peradaban dunia. Inilah yang dijanjikan Allah Swt dalam Q.S
al-Mujadalah ayat 11.
1