Ilmu Hadis Pertumbuhan Ilmu Naqli Ilmu Agama Islam
85
3 Masa sahabat kecil dan Tabi‟in 40 H661 M – Akhir abad ke-1 H
Pada masa sahabat kecil dan Tabi‟in,
7
kekuasaan Islam yang sudah dirintis masa khulafa al-Rasyidin sudah semakin meluas, sehingga menyebabkan
terjadinya perlawatan para sahabat ke kota-kota lain. Di kota-kota yang baru banyak berkumpul orang-
orang Arab dan „Ajam non-Arab untuk mendapatkan ilmu dari kalangan sahabat.Kegiatan itu menghasilkan banyak ilmuwan di
kalangan Tabi‟in. Namun, pada masa itu mulai terjadi pertemuan atau pergumulan antara
berbagai agama dan budaya, antara agama dan budaya Islam dengan agama dan budaya-budaya lainnya. Pertemuan itu menimbulkan perbedaan pendapat yang
membawa kepada pertentangan antar golongan. Disamping itu, mulai juga terjadi pertentangan antar berbagai kepentingan politik. Masing-masing
golongan berusaha untuk menguatkan dan memenangkan hujjah politik dan golongannya masing-masing. Jika mereka tidak mendapatkan hujjah yang
didukung Al-
Qur‟an da Hadis, sebagian mereka tidak segan-segan membuatnya sendiri. Disisi lain pertentanga politik Ali dan Mu‟awiyah, permusuhan Ali,
Aisyah, dan Mu‟awiyyah, pertentangan antara Arab dan non-Arab, juga menjadi pemicu lahirnya hadits-hadits palsu. Keadaan pertentangan yang membawa
terjadinya banyak pemalsuan hadits seperti itu, akhirnya mendorong para sarjana muslim untuk mempelajari hadits dengan telitii sehingga dapat membedakan
hadis yang shahih atau yang palsu. Kegiatan terhadap rangkaian dan kesinambungan perawi hadis melahirkan ilmu Rijal al Hadits yang mempelajari
masing-masing perawi hadits, sehingga dapat diketahui perawi yang jujur dan yang berbohong. Penelitian lain dari kesesuian hadits dengan prinsip-prinsip
agama melahirkan ilmu Dirawah al-Hadits.
4 Masa Pembukuan Hadis secara resmi Abad ke-2 H
Pada masa Rasulullah dan Tabi‟in periwayatan hadis masih lebih banyak mendasarkan pada kekuatan hafalan. Sedangkan sahabat kemudian banyak yang
wafat. Hal ini akhirnya mendorong khalifah Umar ibn Abdul al-Aziz dari daulah Bani Umayyah untuk membukukan Hadis. Khalifah Umar meminta gubernur
Madinah Muhammad ibn Amr ibn Hazm. Untuk menuliskan hadis-hadis Rasul. Ternyata, Ibn Hazm menuliskan hadis-hadis yang didapati dari Amrah binti
Rahman al-Anshariyah dan Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakar. Pada masa ini, seorang ulama besar di bidang Hadis pada masanya, juga membukukan
7
Disebut sahabat kecil, karena mereka masih kanak-kana pada saat hidupnya Nabi Muhammad dan tidak jauh usiannya dengan mereka yang lahir sesudah priode sahabat ini.dan
generasi berikutnya sesudah sahabat ini, yakni generasi yang tidak bertemu langsung dengan nabi Muhammad, hanya bertemu dengan sahabat yang masih hidup, mereka disebut dengan tabi‟in.
generasi yang paling utama, terkadang sering disebut denga tabi;in besar.
86
Hadis yang ada di Madinah. Sesudah itu, para ulama berlomba-lomba untuk membukukan Hadis.
Para ulama di abad ke-2 H. ini membukukan Hadis secara keseluruhan tanpa penyaringan, mana yang dari Nabi, Sahabat dan Tabi‟in, sehingga, kitab-
kitab Hadis susunan ulama pada masa ini masih terdapat Hadis marfu yang mauquf
dan maqthu‟.
8
Di antara kitab-kitab hadis dihasilkan diabad ke-2 H. ini, yang termashur adalah kitab al-Muwaththa susunan Imam Malik, yang
mengandung 1726 hadis. Selain itu juga kitab Musnad susunan as- Syafi‟i,
Musnad Abu Hanifah dan al-Jami susunan Imam Abd al-Razzaq ibn Hammam. 5
Masa Pentashihah dan Penyaringan Hadis Abad ke-3 H Masa pembukuan hadis di abad ke-2 H. masih bercampur, baik yang
datang dari Nabi Muhammad, sahabat maupun Tabi‟in. Begitu juga, masih bercampurnya antara Hadis-hadis yang
shahih, hasan, dan dha‟if. Hal tersebut membuat ulama Hadis pada abad ke-3 H. tergugah untuk meneliti hadis secara
lebih seksama, memisahkan hadis yang shahih dari hadis yang tidak shahih, serta hadis yang kuat dari hadis yang lemah. Untuk itu, mereka mempelajari
sejarah rawi dan perjalanan hidupnya, mempelajari sifat-sifat rawi yang baik dan yang cacat, lalu memberitahukannya kepada umum dan membukukannya.
Berkenaan dengan hal ini, para ulama membuat ketentuan untuk menetapkan mana rawi yang boleh diterima hadisnya dan mana yang tidak. Ketentuan hal ini
disebut dalam ilmu
Jarh wa Ta‟dil yang membahas tentang cacat dan keadilan perawi hadis Yunus, 1955: 11.
Ulama yang mula-mula menulis hadis dengan menyaring hadis-hadis yang shahih adalah Imam al-Bukhary w. 256 h yang hadis terkenal dengan
kitab al-Jami al-Shahih, kemudian diikuti oleh muridnya yaitu Imam Muslim W. 261 H dengan kitab hasil karyanya Shahih Muslim. Dengan usaha yang
dilakukan oleh keduannya, maka terbentuklah sumber hadis yang bersih. Sesudah itu, muncul beberapa imam ahli hadis yang menyaring hadis-hadis yang
belum disaring oleh kedua imam tersebut, Imam Abu Daud w. 275 H al- Turmudzi w.279 H, al-Nasai w 303 H, Ibn Majah w 273 H, yang masing-
masing menyusun kitab hadis denagn sebutan Sunan.Kitab-kitab tersebutlah yang disebut kitab induk yang enam kutub al-Sittah. Sesudah itu muncul Imam
Ahmad ibn Hanbal w. 241 H yang kitabnya disebut Musnad Ash-Shiddieqy, 2000, 63. Usaha pelestarian Hadis di masa mutaakhirin jika dibandingkan
dengan masa mutaqaddimin, dibagi menjadi beberapa tahap dengan ciri tersendiri, baik sistemnya maupun pen-tadwin-an pembukuan. Para
mutaqaddimin
mengumpulkan hadisnya dengan cara menemui sendiri para
8
Istilah Marfu ‟ dalam ilmu hadis adalah hadis riwayatnya sampai kepada nabi
Muhammad.Istilah hadis Mauquf adalah perkataan sahabat Nabi, sehingga riwayatnya pun hanya sampai kepada sahabat dan hadis Maqthuf adalah hadis yang sanadnya hanya sampai kepada
Tabi‟in atau generasi di bawahnya.
87
penghafalnya yang tersebar di seluruh pelosok tanah Arab, Persia, dan lain- lainnya, kemudian memilih dan menyaring, maka ulama
muta‟akhirin melalui cara mutaqaddimin.
Masa ini ulama mempergunakan sistem istidrak dan istikhraj.
9
Kitab- kitab istidrakini disebut Mussirak
, misalnya tiga Mu‟jam yaitu Mu‟jam Kabir, Mu‟jam Ausath, Mu‟jam Shaghir susunan Imam Sulaiman ibn Ahmad al-Tabani
w. 360 H Mustadrak susunan al-Hakim Naisaburi w. 405 H, shahih ibn Huzaimah w. 311 H, Mustadrak al-Taqsim wa al-Anwa susunan Abi Hakim
Muhammad ibn Hiban w. 354 H dan lain-lain. di antara kitab-kitab mustakhraj adalah Mustakhraj Shahih al-Bukhari karangan al-Hafidz Abu Bakar al-Barkoni
w. 425 H, dan lain-lain. dengan demikian pada akahir abad ke-4 dapat dikatakan pembinaan dan pelestarian Hadis yang diterima dari Nabi Muhammad
Saw. telah selesai.
Pada abad ke-5 sampai abad ke-7, para ulama hanya berusaha untuk memperbaiki susunan kitab, mengumpulkan Hadis al-Bukahari dan Muslim
dalam kitab, mempermudah jalan pengambilannya, mengumpulkan Hadis hukum dalam satu kitab, mengumpulkan Hadis taghrib dan tarhib dalam satu
kitab, memberikan syarat terhadap susunan Hadis yang ada, menyusun kitab atraf dan lain-lain, dalam abad ini timbulah istilah al-jami, al-jawami, al-takhrij
Ash-Shiddqiey, 2000: 93-94.
10