161
mengherankan jikalau banyak para pelajar dari berbagai penjuru dunia untuk menuntut ilmu dan mencari guru yang termasyhur, „alim dan
sholeh. Misalnya, Imam Syafi‟i. Walaupun ia sudah menguasai dan menghafal al-Muwaththa, ia pergi langsung ke Madinah untuk mepelajari
kitab itu secara langsung dari mulut imam Malik. Selanjutnya tatkala Imam Syafi‟i datang ke Mesir disambut oleh Ibnu Abdul Hakam dengan
sambutan kehormatan yang luar biasa serta dimuliakannya dan dihormatinya sebagai ulama yang besar. Kemudian dianugrakannya Imam
Syafi‟i 1.000 dinar dari harta bendanya sendiri, 1000 dinar dari Ibnu „Isamah dan 1000 dinar dari saudagar Yunus, 1992: 132.
La in halnya dengan Imam Syafi‟i, al-Jahiz pada mulanya adalah
seorang penjual roti dan ikan di sahan dan kehidupannya amat sangat sederhana. Tetapi kehidupannya berubah cepat ketika ia dikenal sebagai
orang yang memiliki ilmu yang luas dan dalam, sehingga dari buah pikiran dan kerjakerasnya melimpah kekayaan. Ia pernah menghadiahkan
buku karangannya sendiri Kitab al-Hayawan, kepada Muhammad bin Abdul Malik, lalu dianugrahinya uang sebesar 5000 dinar, dan ia
menghadiahkan Kitab al-Bayan wa al-Tabyin kepada Ibnu Abu Dawud, lalu dianugrahinya 5000 dinar dan ia hadiahkan Kitab al-
Zar‟uwan Nahl kepada Ibrahim bin Abbas al-Suhly, lalu diberikannya uang 5000 dinar.
Kemudian ia keluar dari Bashrah dan seolah-olah ia memiliki kebun yang amat sangat luas Yunus, 1992: 132. Wajar kiranya jika sejak zaman
dahulu sampai sekarang tradisi menulis membuahkan hasil yang tak terkira, dari hasil pikiran dan kerja keras dalam mengembangkan ilmu,
sehingga dapat merubah konsisi sosial menjadi lebih maju, baik dalam hal finansial sampai kepada kehormatan.
Ketiga , Komitmen murid untuk mewariskan hasil-hasil pemikiran
para guru. Jika ditelusuri dalam proses kesejarahan seorang tokoh, ia menjadi besar setelah ilmunya secara khusus dikembangkan oleh para
muridnya. Para murid tidak mengembangkan ilmu orang lain, kecuali ilmu yang diperoleh dari gurunya secara langsung. Karena memang setiap
pelajar yang sudah menguasai satu disiplin ilmu dari guru syekh lalu di berikan ijazah oleh syekh tersebut sebagai tanda boleh mengajarkan ilmu
tersebut kepada orang lain, bukan oleh lembaga tempat ia belajar. Ibn Hisyam w.834 M adalah seorang murid dari Ibn Ishaq w. 768 M yang
berjasa meneruskan karya gurunya tersebut dalam penulisan sejarah nabi sirat Rasul Allah pada zaman al-
Ma‟mun Hasan, .t.t. 135. Sejatinya, komitmen dari seorang murid terhadap gurunya yaitu
yang dianggap cocok dengan pemahaman murid tersebut. Sebab, adakalanya murid melakukan modifikasi ilmu yang berbeda dari gurunya.
Hal ini wajar, karena murid tidaklah belajar pada satu guru saja, akan tetapi kepada banyak guru yang di temuinya
162
g. Tradisi Mengoleksi Buku dan Membangun Perpustakaan
Dinasti Abbasiyah terutama pada fase pertama yang di pimpin oleh Khalifah Abu Ja‟far al-Mansur, Khaolifah Harun al-Rasyid dan Abdullah
al- Ma‟mun, merupakan kholifah-kholifah yang sangat cinta sekali pada
ilmu pengetahuan, yang dengan kecintaan itulah kholifah sangat menjaga dan memelihara buku-buku, baik yang bernuansakan agama atau umum,
baik hasil karya ilmuwan Muslim atau sebaliknya dan baik karya-karya ilmuwan yang semasanya atau sebelumnya. Hal semacam ini kiranya
menjadi wajar, jika Kholifah Harun al-Rasyid pernah berpesan kepada para tentaranya untuk tidak merusak kitab apa pun yang ditemukan dalam
medan perang Umma, dkk. 1995: 67. Begitupun juga dengan Kholifah al-
Ma‟mun, dengan cara menggaji para penerjemah-penerjemah dari golongan agama apa saja, baik Muslim maupun non Muslim untuk
menerjemahkan buku-buku Yunani, sampai akhirnya masih pada pemerintahan atau zaman al-
Ma‟mun berkuasa, kota Baghdad menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan Yatim, 1994: 53.
Jika melihat fenomena diatas, bahwasanya seiring dengan lahirnya tradisi meneliti, membaca, menulis mensyarah atau mentahqiq, timbul
tradisi mengoleksi buku dan membangun perpustakaan sebagaimana pada zaman al-
Ma‟mun yang membangun Baitul Hikmah. Saking kecintaanya, tidak sedikit para kholifah Abbasiyah diatas, tidak segan-segan memburu,
mendapatkan buku, memberikan upah yang tinggi pada penulis buku, melakukan pengembaraan, memfasilitasi ilmuwan dan ulama agar mau
menulis buku. Budaya semacam ini yang jarang sekali ada di belahan dunia, termasuk Indonesia pada saat ini. Buku-buku yang telah ditulis
mereka simpan di perpustakaan, mulai dari perpustakaan pemerintahan pusat, pemerintah daearh, hingga perpustakaan pribadi. Banyaknya buku
yang mereka simpan dan miliki pada perpustakaan, sebetulnya akan menjadi symbol kejayaan, keunggulan, dan perkembangan pusat
pemerintahan. Mayoritas akan mengatakan bahwasanya perpustakaan adalah jantung yang menggerakan urat nadi dan pergerakan kebudayaan
dan peradaban Islam. Sungguh elok kiranya mengapa zaman al-
Ma‟mun disebut-sebut sebagai zaman puncak kejayaan Umat Islam, adalah ia
sangat perduli sekali dengan keberadaan perpustakaan pada pemerintahannya.
h. Tradisi Meneliti
Menurut al- Qur‟an dan Hadis, bahwa cara mendapatkan
pengembangan ilmu epistemologis sangat beragam. Untuk mendapatkan ilmu agama yang berdasar pada wahyu harus menggunakan metode
163
penelitian bayani
12
dengan menggunakan langkah-langkah sebagaimana yang dilakukan para mujtahid dengan berbagai syarat yang harus
dimilikinya. Selanjtnya, untuk mendapatkan ilmu alam yang berdasar pada alam jagat raya harus menggunakan metode ijbari,
13
yakni observasi dan eksperimen yang dilakukan di laboratorium. Untuk mendapatkan ilmu
sosial yang berdasar pada perilku manusia harus menggunakan metode penelitian burhani,
14
yang dilakukan dengan mengumpulkan data dan fakta di lapangan. Untuk mendapatkan ilmu filsafat harus menggunakan metode
penelitian ijbali
15
yang dilakukan dengan menggunakan cara berfikir sistematik, radikal, universal, mendalam, dan spekulatif. Untuk
mendapatkan ilmu makrifat harus menggunakan metode penelitian irfani
16
12
Penelitian bayani adalah penelitian yang berupaya menjelaskan kandungan ayat-ayat al-
Qur‟an dan as-Sunah, menjelaskan berbagai aspek ajaran yang terdapat di dalamnya, baik yang berkenaan dengan akidah ilmu Aqaid, ibadah dan hukum Islam
fikih, akhlak tentang etika dan sopan santun. Untuk dapat memahami dan menarik hukum yang terdapat di dalam al-
Qur‟an tersebut para ahli misalnya berusaha berijtijad dengan menggunakan berbagai kaidah ushul fiqih, ilmu bahasa, ilmu al-
Qur‟an, ilmu Hadis dsb. Melalui penelitian bayyani dengan menggunakan metode ijtihad dan ini
lahirlah para ulama mujtahid dalam bidang fiqih, tafsir dan sebagainya.
13
Secara harfiyah, ijbari artinya memaksa atau mencoba. Adapun dalam penelitian, ijbari maksudnya mengadakan percobaan atau eksperimen di laboratorium
berkenaan dengan benda-benda alam, baik yang padat, cair atau gas, binatang atau manusia secara fisik. Caranya antara lain membandingkan antara satu benda dengan
benda lain, memasukkannya ke dalam tabung, mencampurkannya dengan unsur benda lainnya, mengamati, dan mencari reaksi yang ditimbulkannya yang dilakukan secara
berulang-ulang dan selanjtnya menarik kesimpulan sebagai teori. Selanjutnya teori yang sudah ada dipadukan dengan cara teknik pembuktiannya, maka melalui penelitian dan
percobaan serta penerapan teori ini, maka lahirlah teknologi.
14
Secara harfiyah, burhani artinya fakta atau bukti-bukti. Adapun dalam penelitian, burhani artinya mengumpulkan data-data melalui penyebaran angket,
observasi, wawancara, keterlibatan secara langsung dsb. maka dapat di ketahui tentang sifat dan karakter tentang fenomena sosial yang kemudin disimpulkan dalam sebuah
pernyataan atau pendapat yang diperkuat dengan data-data. Penelitian burhani bisa digunakan untuk ilmu-ilmu sosial, ekonomi, politik, budaya dan agama.
15
Secara harfiyah ijbali adalah perdebatan atau bantahan. Namun dalam penelitian, jadali artinya mengerahkan segenap kemampuan akal untuk memikirkan
segala sesuatu secara mendalam, sietemik, radikal, universal, spekulatif, dialektif dan komperhensif lalu dihasilkan sebuah pemikiran yang matang dan mendalam sehingga
secara logs dapat diterima oleh akal orang laindan sulit terbantahkan, kemudian digunakan untuk menjelaskan tentang sesuatu. Misalnya, filsafat tentang kejadian alam
dsb. Filsafat tidak bisa di katakan ilmu karena kurang memenuhi ciri-ciri ilmu. Akan tetapi filsafat adalah induk ilmu dan yang melahirkan ilmu .
16
Secara harfiyah irfani adrtinya tentang pengetahuan Tuhan secara mendalam. Adapun dalam penelitian irfani adalah berupaya memperoleh makrifat, laduni, futu,
mauhubah yang dilakukan dengan cara melatih diri riyadhah dan mengendalikan diri dari dosa mujahadah untuk hanya mengingat, mendekati dan mencintai Allah Swt.
Penelitian irfani menggunakan berbagai potensi rohani yang dimiliki manusia, yaitu