Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
3
Demikian pentingnya keterampilan berkomunikasi ini akan sangat disadari bagi setiap orang, baik individu maupun sosial. Terlebih ketika
orang-orang tersebut berada dalam lingkungan baru, dengan manusia- manusia baru dan kebiasaan budaya baru. Orang-orang itu secara sadar
maupun tidak akan memikirkan tentang kebiasaan dari lingkungan lamanya. Mereka akan berusaha bagaimana cara menyeimbangkan kebiasaan lama
dengan kebiasaan baru yang dihadapi. Usaha tersebut dilakukan untuk dapat berkomunikasi dengan baik. Di sinilah proses pertukaran budaya tidak bisa
dihindari. Karena pada dasarnya, lingkungan baru bagi seseorang yang berbeda budaya sarat dengan kegagalan, baik dari segi bahasa, dan bahkan
maksud dari penyampaian pesan itu sendiri.
6
Setiap sesuatu yang berkaitan dengan cara hidup manusia adalah budaya. Setiap manusia pun akan berusaha berada dalam tatanan budaya
tersebut. Misalnya cara berbicara, kebiasaan makan dan minum, bahasa sehari-hari, dan kegiatan agama tertentu. Hal tersebut merupakan hasil dari
penyesuaian serta respons manusia, baik individu maupun sosial, terhadap pola-pola budaya yang dikenalnya. Mereka lahir dan dibesarkan dalam bentuk
budayanya masing-masing.
7
Dalam kajian komunikasi antarbudaya, kita mengenal dengan subbudaya, yaitu komunitas yang menjadi pembeda dengan subkultur lainnya.
Dalam kebudayaan masyarakat yang ada dalam lingkungan tempat tumbuh berkembangnya komunitas tersebut ataupun di tempat lain. Adapun yang
6
Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009, h. 179.
7Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya, h. 18.
4
menjadi pembeda pada komunitas subbudaya adalah ras, etnik, regional, ekonomi, dan bahkan prilaku sosial yang menjadikan ciri tersendiri bagi
komunitas tersebut.
8
Salah satu fenomena yang dapat kita temukan dalam kelompok masyarakat atau golongan tertentu adalah folklor. Yaitu cerita rakyat yang
lahir dari zaman ke zaman dalam kurun waktu yang cukup lama. Sampai saat ini masih banyak ditemukan folklor yang tersebar di seluruh Indonesia.
Terbentuknya folklor bermula dari kelompok-kelompok tertentu. Tumbuh secara turun temurun serta akan menyisakan cerita. Cerita itu kemudian akan
diwariskan melalui proses yang cukup lama dari mulut ke mulut. Adanya folklor ini menjadi sebuah tatanan sosial bagi masyarakat yang menjalaninya.
9
Pada prosesnya, folklor tentu berkisar dalam kurun waktu yang lama. Bisa sampai dengan ratusan tahun lamanya. Sebagai contoh, penulis
menggambarkan dalam kebiasaan penulis sendiri. Dalam keluarga penulis ada banyak peraturan semi resmi yang dianut bersama-sama oleh anggota keluarga
penulis. Misalnya tidak boleh duduk di pintu dengan alasan menurut keluarga penulis katanya mempersulit rezeki. Cerita ini akan menyisakan adat dari
pengikutnya yang telah lama menggejala dan dilakukan secara turun temurun pula. Semua yang mengikuti apa yang telah menjadi kebiasaan dari pengikut
sekelompok tersebut secara tidak langsung telah dipengaruhi oleh peraturan adat tersebut.
8
Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya, h. 18.
9
Supanto dkk, Risalah; Sejarah dan Budaya Seri Folklor Yogyakarta: Balai Penelitian Sejarah dan Budaya, 1981-1982, h. 48.
5
Sejalan dengan pernyataan Margarete Schweizer, bahwa kebudayaan daerah memberikan pengaruh besar atas kehidupan sosial, tingkah laku dan
bahkan sampai pada pendirian hampir setiap orang Indonesia sekarang. Menurutnya, hal ini dapat dilihat dari bahasa keseharian, struktur ekonomi,
gaya interaksi, norma-norma, dan pemikiran serta sejarah sosial.
10
“Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” merupakan salah satu bentuk folklor yang penulis temukan. Terjadinya folklor tersebut tepatnya di daerah
Serpong Kelurahan Cilenggang, Tangerang Selatan. Haul secara bahasa dapat diartikan dengan kekuatan, kekuasaan, serta selamatan arwah yang dilakukan
rutin setiap satu tahun sekali.
11
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, Haul berarti peringatan hari wafat seseorang yang diadakan setahun
sekali biasanya disertai selamatan arwah.
12
Dalam konteks ini, kita dapat mengambil pengertian yang terakhir, yaitu selamatan arwah yang dilakukan
secara rutin setiap satu tahu sekali. “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” ini memang dilakukan setiap satu
tahun sekali. Dilakukan setiap tanggal 14 Rabi’ul Awal pada perhitungan
tahun Hijriah setiap tahunnya. Adapun pada perhitungan tahun Masehi kali ini bertepatan pada tanggal 25 Januari 2013 yang lalu. Tidak diketahui pasti
kapan awal dimulainya kegiatan Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug ini. Diperkirakan telah berlangsung sekitar 400 tahun yang lalu.
13
10
Dikutip dari Deddy Mulyana dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya Bandung: Remaja Rosda Karya,
2009, h. 215.
11
Ananda Santoso dan A.R. Al Hanif, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Surabaya: Alumni, h. 147.
12
Departemen Pendidikan Nasional, Tim Penyusun Kamus, Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 2003, h. 393.
13
Wawancara Pribadi dengan Sos Rendra, Tangerang Selatan, 28 Mei 2013.
6
Keramat Tajug adalah tempat pemakaman keluarga dari kerajaan pangeran Tirtayasa pada zaman kerajaan Banten. Bentuk geografis
pemakaman tersebut seperti bukit kecil yang orang setempat menyebutnya gunung Puyuh. Terdapat sebuah tajug atau musala,
14
dalam istilah bahasa setempat. Di dalamnya terdapat makam pangeran Tubagus Atief, putra
keenam dari pangeran Tirtayasa. Kegiatan tahunan ini dimulai dari pencucian benda-benda pusaka
peninggalan Tubagus Atief 1651. Masyarakat setempat menyebutnya “Nyiraman” atau cuci pusaka. Kemudian disambung dengan warna-warni
kemeriahan pawai obor. Adapun puncak dari kegiatan Haul “Cuci Pusaka
Keramat Tajug ” ini adalah pembacaan tahlil dan pembacaan Maulid Nabi. Hal
ini dilakukan untuk mengenang perjuangan Tubagus Atief pada masa hidupnya. Bersamaan dengan pembacaan tahlil dilakukan juga pencucian
pusaka tutup pusar Tubagus Atief 1651. Menjadi ketertarikan tersendiri bagi penulis, karena di tengah kota
besar yaitu di daerah Serpong Tangerang Selatan terdapat folklor semacam ini yang mampu dipertahankan. Masyarakat sekitar yang kehidupannya tergolong
masyarakat modern Mitropolite memiliki kebudayaan yang beragam. Hal ini terjadi karena masyarakat yang ada di kelurahan Cilenggang sangat antusias
dengan kegiatan “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” ini. Kegiatan tersebut kemudian mencirikan bahwa masyarakat Cilenggang sudah termasuk kategori
masyarakat yang mempunyai keragaman budaya multibudaya. “Haul Cuci
Pusaka Keramat Tajug ” ini kemudian dengan apik dikemas oleh pihak panitia
14
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia musala berarti tempat salat, langgar, surau, tikar salat, sajadah.
7
sebagai ajang peringatan haul dan pencucian pusaka peninggalan Tubagus Atief. Kegiatan ini diikuti oleh masyarkat Cilenggang dan sekitarnya.
Dari latar belakang ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan pengkajian mendalam dalam bentuk skripsi dengan judul
“Komunikasi Antarbudaya Melalui Folklor
“Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” di Kelurahan Cilenggang Serpong Tangerang Selatan.
”