Kesamarataan Budaya dalam Pembacaan Tahlil

106 Paguyuban Keluarga Besar Tubagus Atief mengatakan hal itu semata- mata untuk menguatkan keyakinan kepada Allah, menambah semangat keyakinan kepada Allah. Benda itu hanya sabagai simbol saja, bukan berarti ada maksud mengutamakan benda dari apa yang telah dilaksanakan pada pencucian Penutup Pusar itu. Gambar 4.20. H. Tubagus Imamudin Memulai Mencuci Pusaka Penutup Pusar Memang agaknya butuh pembahasan yang sangat mendalam mengenai hal ini, namun bagi peneliti hal ini tak ubahnya orang berdzikir menggunakan tasbih sebagai alat penghitung dan pengingat. Tasbih selama digunakan sebagai alat menghitung jumlah bacaan yang kita baca sekaligus mengingatkan kita saat kita lalai atas dzikir yang biasa kita baca itu hal yang wajar dan hal yang dibolehkan dalam kacamata syariat. Tapi jika kemudian muncul keyakinan lain dari tasbih itu atau dari benda lain maka itu lah yang tidak dibolehkan. Memang secara logika sepertinya tidak masuk akal namun kembali lagi pada penafsiran masing-masing mereka. 107 Menurut penuturan H. Mu’in dalam wawancara dengan peneliti mengenai tanggapan pihak pengelola acara pemilik folklor dari keluarga besar Tubagus Atief terkait dengan misalnya ada anggapan miring tentang acara ini, mereka menganggap bahwa hal itu merupakan sesuatu yang wajar. Perbedaan pendapat itu hal yang wajar menurutnya. “Memahami barokah kan setiap orang berbeda-beda. Kita yang ada di zaman modern ini jika berbicara barokah seperti yang ada pada cerita salaf masyarakat zaman dulu seperti hal yang tidak pernah ada, padahal semua itu ada. Nabi Muhammad dengan segala mukjizatnya, para wali dengan segala karomahnya, nah sekarang tinggal kita bagaimana memahami dan meyakini itu. Memahami dalam arti semua yang terjadi itu semata-mata hanya dari Allah. Meyakini itu adalah meyakini bahwa kekuatan Allah itu memang benar-benar ada dan mutlak adanya. Tinggal bagaiamana kita memahaminya saja, benda yang memang peninggalan para wali kekasih Allah jika kita menisbatkannya kepadanya bisa jadi sebab itu benda tersebut dikeramatkan, sebaliknya kalau bukan karena kekuatan Allah apalah arti sebuah benda. Jangankan benda Al- Quran saja kalau kita tidak meyakini akan kekuatan Allah Al-Qur ’an sendiri tidak akan berarti apa-apa bagi orang tersebut .” 26 Pengamatan langsung peneliti, dalam acara cuci pusaka Penutup Pusar memang sebagian masyarakat yang hadir ada yang mengusapkan air cucian itu ke muka ada pula yang tidak. Alasannya pun variatif. Ada yang manganggap bahwa hal itu dilakukan untuk mendapatkan berkah. Sedangkan alasan mereka yang tidak mengusapkannya ke wajah mereka menganggap bahwa itu adalah hal yang biasa saja.

d. Kesamarataan Budaya dalam Pembacaan Maulid Nabi

Muhammad SAW Pembacaan Maulid Nabi Muhammad dibaca secara bersamaan juga. Maulid yang dibaca pada “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug”kali ini adalah maulid Al-Barzanji. Dalam setiap tahunnya maulid yang dibaca tidak tetap, tahun ini maulid yang dibaca adalah maulid Al- 26 Wawancara Pribadi dengan Bapak H. Mu’in. Tangerang Selatan, 23 Juni 2013.