Kesamarataan Budaya dalam Pembacaan Maulid Nabi

109 mempunyai ciri khas. Seperti dalam karangan imam Al-Barzanji, maulid ini hampir secara keseluruhan mengandung puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW. berikut sebagian dari syair yang ditulis oleh imam Al-Barzanji. Anta syamsun anta badrun Anta nurun fauqa nurin Anta iksiru waghali Anta mishbahusshuduri “Engkau bagaikan matahari, engkau bagaikan rembulan. Engkau cahaya di atas cahaya, Engkau sumber kehidupan, Engkau penerang hatiku.” 27

e. Kesamarataan Budaya melalui Ceramah Agama

Ceramah agama disampaikan oleh dua orang penceramah Da’i. Mereka adalah Ust Ghozali dan Tubagus H. Imamuddin. Ust Ghozali adalah tokoh ulama setempat. Ia merupakan tamu undangan yang dengan sengaja diundang oleh panitia pelaksana. Ceramah agama memang awalnya tidak ada pada acara “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” ini. Akan tatapi semenjak haul cuci pusaka dilaksanakan di makam Keramat Tajug barulah ada ceramah agama. Menurut H. Mu’in ini dimaksudkan agar masyaraka setempat juga dapat menambah ilmu agama dari pelaksanaan Cuci p usaka ini. H. Mu’in juga menambahkan bahwa semua acara yang ada pada “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” ini hanya merupakan tambahan saja. 27 Al-Barzanji, Kumpulan Maulid, Solawat dan Doa Penutupnya Amalia: Surabaya, h. 36-39. 110 “Cuci pusaka ini memang apa adanya, lihat saja kerisnya juga masih apa adanya tidak ada yang berubah dari peninggalan nenek moyang. Tapi sekarang ditambah-tambahkan, seperti ada ceramah agama, sedekahan, tahlilan. Ini dimaksudkan untuk menghindari kemusyrikan, jadi kita arahkan ke sana. Jadi ini merupakan budaya yang tidak bertentangan dengan agama. Adapun kegiatan- kegiatan seperti obor, rebana rebana ini hanya tambahan saja dalam rangka syiar agama. ” 28 Hal ini dimaksudkan agar dapat mengimbangi kebutuhan masyarakat yang hadir pada saat itu. Dalam pengamatan peneliti memang pada saat Tubagus H. Imamuddin memberikan Ceramahnya masih banyak bahasa Sunda sebagai bahasa pengantarnya, sehingga sangat mungkin sekali diantara mereka yang hadir jama’ah tidak dapat memahami apa yang disampaikan. Berbeda dengan Ust Ghozali, beliau menyampaikan ceramah dengan bahasa Indonesia yang mudah dimengerti. dalam pelaksanaan “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” ini dimaksudkan untuk memberikan pengarahan kepada masyarakat. Tema yang disampaikan adalah tema tentang ajaran Islam yang berkaitan dengan sejarah dakwah Rasulullah yang dikaitkan pula dengan adanya pelaksanaan cuci pusaka Keramat Tajug. Menurut peneliti di sinilah letak adanya kesamarataan budaya dari masing-masing budaya yang ada. Jelas saat ceramah disampaikan dengan bahasa Sunda ini mencirikan bahwa memang folklor itu sangat kental dengan subjektifitas pemiliknya, sehingga tidak mudah bagi orang yang bukan pemilik folklor untuk dapat mengerti folklor tersebut. Hal itu juga menjadi sulit difahami oleh masyarakat yang hadir. Menurut peneliti sangat tepat sekali tindakan panitia 28 Wawancara Pribadi dengan Bapak H. Mu’in. Tangerang Selatan, 23 Juni 2013. 111 mengundang tokoh agama dari luar pemilik folklor yang dapat menetralisir kekentalan budaya yang ada dalam folklor tersebut. Inilah analisis peneliti mengenai bentuk komunikasi antar budaya yang terdapat dalam folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” Dari hasil temuan dan analisis ini akan disimpulkan pada bab berikutnya.