79
Gambar 4.3. adalah Bapak Durahman, Camat Serpong yang dalam hal ini mewakili Wali Kota Tangerang Selatan. Dalam sambutannya Durahman
merasa senang dengan diadakannya acara folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat
Tajug” ini.
“Ini merupakan hal yang luar biasa, menunjukkan bahwa Tangerang Selatan ini memang betul-betul kota yang religius. Saya mewakili ibu Airin, Wali Kota Tangerang
Selatan mengucapkan banyak terimakasih kepada para panitia dan sekaligus apresiasi saya dalam perayaan ini. Semoga kedepan perayaan seperti ini dapat dikemas lagi
sedemikian rupa, sehingga semua masyarakat dari berbagai golongan dapat mengikuti acara ini dengan baik dan sempurna.
”
6
Demikian sambutan yang disampaikan oleh Durahman. Selain dari itu, Durahman juga menyampaikan beberapa hal yang menjadi agenda kegiatan
pemerintah kota Tangerang Selatan berikutnya. Setelah sambutan dari Durahman selesai, dilanjutkan oleh Mehdi Solihin sebagai Lurah Cilenggang.
Mehdi Solihin juga termasuk bagian dari keturunan dari keluarga besar Tubagus Atief.
Gambar 4.4. Lurah Cilenggang, Mehdi Solihin, S.Sos memberikan sambutan
Dalam sambutannya, Mehdi Solihin memberikan himbauan kepada masyarakatnya agar selalu hidup dalam kerukunan dan kedamaian. Mehdi
6
Pengamatan langsung di lapangan, Cilenggang 25 Januari 2013.
80
Solihin juga menghimbau agar dengan adanya acara tahunan ini dapat dijadikan sarana untuk saling menjaga tali silaturrahmi antara masyarakat
setempat baik pendatang maupun yang asli masyarakat cilenggang.
7
Dalam kesempatan
wawancara juga
Mehdi Solihin
juga menyampaikan bahwa kegiatan folklor ini sangat bermanfaat bagi
masyarakat Cilenggang.
“Itu kan benda-benda peninggalan orang tua yang memang benar-benar bersejarah kan, jadi menurut saya warga baik yang pendatang maupun yang asli masyarakat
Cilenggang perlu tahu itu. Adapun perayaannya kan tidak disakralkan, kita hanya untuk mengenang saja. Biar tahu bahwa dulu beliau ini adalah orang tua kita sebagai
pejuang yang memperjuangkan agama islam, dan itu memang sudah rutin dilaksanakan. Tidak ada seremonial yang khusus gitu
, hanya dalam bentuk do’a yang memang biasa dibaca. Buat saya ini mah hal sangat bagus sekali, kan dari sini warga
saya jadi lebih mengenal sejarah dari kampung nya sendiri. ”
8
3. Komunikasi Antara Subkultur dengan Kultur yang Dominnan
Dalam folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug” komunikasi jenis ini terjadi pada kelompok pemilik budaya yang mendominan dengan
kelompok orang yang dari luar pemilik budaya, dalam hal ini antara keturunan keluarga Tubagus Atief dengan masyarakat biasa yang hadir.
Gambar 4.5. Masyarakat sedang menunggu sebagian keluarga besasar keturunan
Tubagus Atief
7
Pengamatan langsung di lapangan, Cilenggang 25 Januari 2013.
8
Wawancara pribadi dengan Bapak Mehdi Solihin S.Sos, Tangerang Selatan 23 Juni 2013.
81
Pada gambar 4.5. tampak sekelompok masyarakat yang sedang menunggu Tubagus Imamudin, Tubagus Tubagus Sos Rendra, Tubagus H.
Imamudin dan beberapa orang dari keturunan Tubagus Atief untuk menempati tempat paling depan, dekat dengan pemakaman Tubagus Atief.
“Itu mah tidak ada peraturan khusus yang menjelaskan kenapa harus begini dan begitu. Termasuk siapa yang harus duduk di depan atau di belakang.
Kami semua sama sih. Tapi mungkin yang menjadi pertimbangannya karena kami keturunan dari pada Tubagus Atief dan H.Imamudin itu kakak kami yang dituakan,
maka hal tersebut terjadi begitu saja. ”
9
Menurut keterangan H. Mu’in hal tersebut tidak wajib adanya. Artinya tidak ada hukum tertentu yang mengatur agar yang duduk di depan
itu keturunan Tubagus Atief saja. Walaupun demikian, mereka yang mendominasi jalannya acara folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug”
adalah mereka dari keturunan Tubagus Atief. Selain itu juga terjadi pada orang dewasa dengan anak-anak. Hal ini
dapat dilihat dari sebagian mereka yang mengikuti acara folklor “Haul Cuci
Pusaka Keramat Tajug” ini adalah anak-anak. Mereka adalah anak-anak warga Cilenggang yang dengan sengaja hadir ke makam Keramat Tajug
untuk mengikuti kegiatan folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug”
Jumlah anak-anak di kelurahan Cilenggang ini cukup besar. Anak-anak yang dimaksud adalah anak-anak yang dalam hitungan usia mereka berusia
kisaran 15 sampai 19 tahun.
10
Data ini diperkuat juga melalui wawancara peneliti saat perayaan folklor berlangsung. Mereka juga berasal dari santri Ust. Ghozali yang
dibawa dari pesantren yang tempatnya tidak jauh dari makam Keramat Tajug.
9
Wawancara Pribadi dengan Bapak H. Mu’in. Tangerang Selatan, 23 Juni 2013.
10
Lihat Bab III pada table 3.1.
82
Gambar 4.6. Anak-anak yang hadir sedang menyimak sejarah perjuangan
Tubagus Atief
Dalam acara ini panitia menyediakan tempat khusus untuk anak- anak. Mereka ditempatkan di sebelah kanan makam Tubagus Atief. Ini
dimaksukan agar pada saat perayaan berlangsung anak-anak yang hadir tidak terlalu mendekat ke depan dan berdekatan dengan pencucian Penutup
Pusar. Ada bagian khusus untuk anak-anak baik laki-laki dan perempuan
4. Komunikasi antara Jenis Kelamin yang Berbeda
Komunikasi antara jen is kelamin yang berbeda pada folklor “Haul
Cuci Pusaka Keramat Tajug” terjadi antara kaum laki-laki dengan perempuan. Pada perayaan folklor ini, laki-laki lebih berperan banyak
dalam acara. Sementara perempuan hanya sebagai juru masak, penerima tamu dan lebih berada di belakang.
Hal tersebut menjadi bukti dalam perayaan ini terjadi maskulinisasi. Yaitu anggapan bahwa laki-laki lebih siap secara mental
jiwa nya dibandingkan dengan perempuan.
11
Hal ini terbukti dari sebagian besar kegiatan folklor didominasi oleh laki-laki. Mulai dari
11
Departemen Pendidikan Nasional, Tim Penyusun Kamus, Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003, h.