98
Masyarakat yang terdiri dari Sunda, Jawa dan Betawi dapat menikmati dan mengambil pelajaran dari kisah Tubagus Atief yang telah disampaikan.
Mereka sejenak mengenyampingkan eksistensi budaya yang mereka punya.
Selain dari bahasa Sunda yang sering muncul dalam perayaan ini, ada juga nyanyian-nyanyian daerah yang dipertahankan dari zaman dulu
dan dibacakan saat pawai obor berlangsung. Tidak hanya selawat yang berbahasa Arab saja, melainkan selawat yang juga terdiri dari bahasa
Sunda, Jawa dan bahasa Indonesia Betawi sesekali dilantunkan secara bersamaan dalam pawai obor ini. Dari keterangan ini, jelas bahwa ada
upaya untuk mempertahankan bahasa budaya lama dalam perayaan tersebut.
C. Pembahasan
Pembahasan adalah bagian khusus yang dibuat untuk membahas temuan-temuan yang berada diluar teori yang dipakai dalam penelitian.
Temuan yang dimaksud adalah hal yang muncul dari kegiatan folklor yang peneliti tidak analisis melalui teori yang ada. Ada dua macam temuan besar
yang peneliti akan sampaikan di pembahasan ini. Yaitu tentang beberapa kegiatan folklor yang mengarah pada hal positif dan kegiatan komunikasi
antarbudaya yang menghasilkan kesamarataan budaya. Beberapa temuan yang mengarah pada hal yang positif antara lain sebagai berikut:
99
1. Beberapa Kegiatan Folklor yang Positif
a. Bahasa Indonesia sebagai pengantar kisah perjuangan Tubagus
Atief
Dalam menyampaikan cerita perjuangan Tubagus Atief yang menggunakan bahasa Indonesia, dimaksudkan untuk mempermudah
pemahaman orang. Hal ini sekaligus menjadi bukti bahwa dalam perayaan tersebut tidak kaku lagi atas budaya yang ada.
Menurut peneliti, berubahnya bahasa yang digunakan dalam penyampaian kisah perjuangan Tubagus Atief tidak serta merta
berubah begitu saja, melainkan mempunyai proses budaya yang cukup lama.
b. Tidak Disampaikannya Fungsi Masing-masing Pusaka Kepada
Para J ama’ah
Awalnya pengetahuan mengenai fungsi pusaka yang konon masing-masing pusaka mempunyai kekuatan supranatural itu sangat
kental. Hampir setiap keturunan mengetahui dan menjaga atas pengetahuan mengenai fungsi-fungsi pusaka peninggalan tersebut.
Akan tetapi dalam perayaan folklor “Haul Cuci Pusaka Keramat
Tajug” tidak lagi disampaikan. Menurut Tubagus Muhammad Aris ini dimaksudkan untuk menghindari dari hal kemusyrikan.
“Sekarang saya atau barangkali semua keluarga Tubagus Atief sudah pada enggak tahu kali ya, kalau dulu-dulunya mah ada yang tahu dan suka
menceritakan kepada kami. Misalnya, tongkat ini fungsinya ini, keris ini fungsinya ini dan seterusnya. Dulu, hal itu ada tapi sekarang sudah tidak
diperhatikan lagi meski kayaknya ada dari keluarga yang mengetahui tentang hal itu. Lagian kan kalau disampaikan ke orang-orang takutnya tanggapan orang itu
salah, misalnya percaya terhadap benda, kan itu tidak boleh. Menurut saya benda itu kan tergantung orangnya, kalau yang menggunakan benda itu sakti ya benda
itu menjadi sakti, sebaliknya jika yang menggunakan benda itu salah kaprah maka sama saja bohong
.”
22
22
Wawancara Pribadi dengan Tubagus Muhammad Haris. Tangerang Selatan, 28 Mei 2013.
100
Dengan demikian kekantalan budaya yang dianggap sudah tidak efektif lagi untuk masyarakat sudah tidak dipakai kembali.
c. Melarang Keras Jama’ah untuk Meminum Air Cucian Pusaka
Penutup Pusar
Dalam acara pencucian pusaka Penutup Pusar ini melibatkan seluruh jama’ah yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menumbuhkan
sikap peduli dan sikap saling tolong menolong. Walau demikian masing-masing orang yang hadir pada perayaan tersebut mempunyai
pemikiran yang berbeda-beda. Gambar 4.15.
Air bekas cucian pusaka Penutup Pusar
Menurut penjelasan Tubagus Sos Rendra masih banyak masyarakat yang hadir mempunyai keyakinan atas benda pusaka
peninggalan Tubagus Atief.
23
d. Melibatkan Aparatur Pemerintah
Seperti penjelasan pada bagian jenis budaya di atas, bahwa dalam perayaan
“Haul Cuci Pusaka Keramat Tajug,” pihak panitia
23
Wawancara pribadi dengan Tubagus Tubagus Sos Rendra. Tangerang Selatan, 28 Mei 2013.