3.5.1. Pertumbuhan Jemaat Gereja Batak
Sejak awal dalam pertumbuhan gereja di tanah Batak oleh penginjilan yang dilakukan badan zending Barmen RMG Jerman, kantong-kantong pekabaran Injil
masih dalam bentuk posko PI Pekabaran Injil. Sebelum penginjilan dilakukan pada daerah-daerah baru, lebih dahulu dipilih sebuah kampung menjadi pusat pekerjaan
zending. Dari tempat inilah dilancarkan usaha-usaha penyebaran kekristenan ke desa- desa kecil lainnya. Cara ini dipilih sebagai suatu strategi pengembangan yang efektif.
Di berbagai daerah, usaha pekabaran Injil selalu dimulai dari kampung yang besar sebagai pangkalan atau sentral pengembangan. Dengan cara ini, diharapkan akan
muncul pos-pos dengan membentuk jemaat baru. Jadi, jemaat baru adalah cabang dari jemaat induk dari kawasan sekitarnya.
Tata Gereja Mission-Batak pada tahun 1881 lebih menyempurnakan peranan sebuah jemaat yang berdiri sendiri. Dalam pasal 1 didefenisikan, sebuah jemaat baru
adalah sekelompok orang dalam sebuah desa yang berpenghuni sekurang-kurangnya 10 kepala keluarga. Awalnya, jemaat yang baru belum mandiri perihal penatalayanan
dan keuangan. Lebih banyak jemaat induk memberi kontribusi untuk jemaat baru, dikarenakan masih minimnya jumlah anggota di jemaat baru itu. Mereka belum dapat
dikatakan sebagai gereja, sebatas kumpulan orang yang bersekutu untuk beribadah dan menerima pengajaran firman Tuhan. Disamping jumlah kwantitas yang belum
memadai, jumlah pendetapun masih sangat minim. Sehingga pelayanan gereja terhadap jemaat selalu berorientasi kepada seorang pendeta yang melayani di jemaat
induk.
Universitas Sumatera Utara
Dalam perjalanannya, gereja-gereja Batak sekarang ini telah memiliki nama masing-masing. Kemandirian ini dimulai sejak keluarnya semua pendeta Eropa dari
tanah Batak tahun 1932, beberapa kelompok lembaga gereja membuat organisasi gereja dengan nama masing-masing. Semua gereja dibawah naungan badan zending
Jerman yang saat awalnya bernama Batak-Mission beralih nama menjadi Huria Kristen Batak HKB yang disempurnakan menjadi Huria Kristen Batak Protestan
HKBP pada tahun 1931. Selain HKBP, ada nama gereja lain dalam komunitas masyarakat Batak Toba
yang mandiri tanpa campur tangan pihak RMG, antara lain Huria Kristen Indonesia berasal dari nama gereja HChB pada tahun 1926 telah mandiri, gereja ini adalah
salah satu organisasi yang tidak berafliasi pada zending bernuansa Eropa. HKI berangkat dari rasa nasionalis kebangsaan yang dipelopori oleh Pdt. Sutan Malu
Panggabean bersama Gr. HM. Manullang, mereka adalah pendiri HKI lihat Sejarah berdirinya HKI.
Gereja lain, yang dianggap cukup tua hadir bersama zending RMG adalah GMB Gereja Mission Batak, GPKB Gereja Punguan Kristen Batak. Gereja dalam
aliran Protestan lain yang tumbuh dalam komunitas ini diantaranya: GKPI Gereja Kristen Protestan Indonesia; GKPS Gereja Kristen Protestan Simalungun
sebelumnya disebut HKBP-S; GKPA Gereja Kristen Protestan Angkola sebelumnya disebut HKBP-A; GKPPD Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi sebelumnya
disebut dengan HKBP Simerkata Pakpak; GBKP Gereja Batak Karo Protestan. Disamping gereja-gereja lain yang memiliki ajaran yang sama Protestan dan aliran
Universitas Sumatera Utara
lain seperti Lutheran, Calvinis, Wesleyan dan Kharismatik banyak bertumbuh di Sumatera Utara.
Gereja yang beraliran Protestan Lutheran membentuk wadah dalam sebuah persekutuan gereja-gereja di Indonesia. Di Sumatera Utara mereka tergabung dalam
PGI Wil.SU.
48
Disamping beberapa perkumpulan antara gereja yang dibentuk sebagai wadah interdenominasi gereja, ada juga organisasi gereja yang tidak mau ikut bergabung
dengan perhimpunan gereja-gereja tersebut. Mereka membentuk wadah hanya gereja mereka sendiri saja. Diantara perkumpulan itu dapat disebut dengan BKAG Badan
Kerjasama Antar Gereja yang ada di tingkat-tingkat II, ada juga organisasai BAMAG Badan Musyawarah Antar Gereja dan Sekber UEM Sekretariat Bersama
United Evangelical Mission yang memiliki tata ibadah yang sama, mulai dari lagu- lagu rohani dan ayat-ayat Alkitab yang akan disampaikan pada Ibadah Minggu.
Sebuah perhimpunan gereja-gereja beraliran Protestan yang terdapat hampir di seluruh Indonesia. Kantor pusat PGI, berada di Jakarta dan memiliki
cabang hampir di seluruh propinsi di Indonesia. Sekarang ini, gereja yang beraliran kharismatik sudah turut bergabung dalam wadah PGI Wil. Sumut. Seperti GBI,
masuk dalam perkumpulan PII Persekutuan Injili Indonesia.
48
PGI Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia adalah wadah beberapa induk gereja yang beraliran Lutheran Protestan di Indonesia berkantor pusat di Jakarta dan dipimpin seorang Ketua Umum. Di
beberapa propinsi, PGI membentuk organisasinya dengan menyebut PGI Wilayah. Misalnya, PGI Wilayah Sumut. Terdapat pula organisasi himpunan gereja-gereja sesuai dengan aliran, ajaran dan
kepentingannya, seperti: PII Persekutuan Injili Indonesia; BKAG Badan Kerjasama Antar Gereja; BAMAG Badan Musyawarah Antar Gereja; Sekber UEM Sekretariat Bersama United Evangelical
Mission
Universitas Sumatera Utara
No Organisasi Induk Gereja
Kantor Pusat
1 Kantor Pusat Huria Kristen Protestan HKBP
Tarutung-Taput 2
Pimpinan Pusat Huria Kristen Indonesia HKI Pematang Siantar
3 Pimpinan Pusat Gereja Kristen Protestan Indonesia GKPI
Pematang Siantar 4
Pucuk Pimpinan Gereja Kristen Protestan Angkola GKPA Padang Sidempuan
5 Pimpinan Pusat Gereja Kristen Protestan Mentawai GKPM
Kepulauan Mentawai 6
Pimpinan Pusat Gereja Kristen Protestan Simalungun GKPS Pematang Siantar
7 Banua Niha Keriso Protestan BNKP
Gunung Sitoli-Nias 8
Moderamon Gereja Batak Karo Protestan GBKP Kabanjahe Karo
9 MPH Majelis Sinode Gereja Punguan Kristen Batak GPKB
Jakarta Pusat 10 Pimpinan Pusat Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi GKPPD
Sidikalang 11 Gereja Angowuloa Masehi Indonesia Nias Gereja AMIN
Nias 12 Gereja Kristen Lutheran Indonesia GKLI
Parlilitan-Humbahas 13 Gereja Protestan Persekutuan GPP
Medan 14 Gereja Mission Batak GMB
Medan 15 Gereja ORAHUA Niha Keriso Protestan ONKP
Nias 16 Gereja Angwuloafa’awosa Kho Yesu AFY
Nias 17 Gereja Protestan Di Indonesia Bagian Barat GPIB
Jakarta 18 Gereja Kristen Indonesia di SUMUT GKI SUMUT
Medan 19 Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud GMIST
NTT 20 Gereja Kristen Injili Di Indonesia GEKISIA
Medan 21 Gereja Siding-Sidang Jemaat Allah GSJA
Medan 22 Gereja Gerakan Pantekosta GGP
Medan 23 Gereja Bethel Injil Sepenuh GBIS
Medan 24 Gereja Pantekosta Pusat Surabaya GPPS
Surabaya 25 Gereja Bethel Indonesia GBI
Jakarta 26 Gereja Tuhan di Indonesia GTdI
Medan 27 Gereja Methodist Indonesia GMI
Medan 28 Gereja Kristen Kalam Kudus GKKK
Medan 29 Gereja Kristen Muria Indonesia GKMI
Medan 30 Gereja Kristen Setia Indonesia GKSI
Medan 31 Gereja Kristen Perjanjian Baru
Medan 32 Gereja Kristus Rahmani Indonesia GKRI
Medan 33 Gereja Protestan Soteria di Indonesia GPSI
Medan Tabel. 5. Gereja-gereja yang tergabung dalam PGI Wilayah Sumatera Utara
Sumber: Almanak Huria Kristen Indonesia, 2012. hlm.463. Pematang Siantar-Sumut
Dalam konteks ini, gereja dari denominasi Katholik tidak masuk dalam wilayah perhimpunan PGI. Katholik sejak awal, mendirikan perhimpunan gereja-
Universitas Sumatera Utara
gereja mereka yang berpusatkan di Vatikan Roma. Di setiap daerah di Indonesia mereka membentuk KWI Konferensi Wali Indonesia.
3.5.2. Peranan Evangelis di Gereja Batak Peranan evangelis akan tugas dan kewajiban yang diutarakan dalam
membantu penyebaran penginjilan di tanah Batak, dapat dipahami bahwa seorang penatua yang diangkat penginjil Barat menjadi evangelis adalah seorang penginjil.
Tidak banyak arsip dan data tertulis yang menyebutkan peranan evangelis ini. Penulis, melihat penginjilan tidak berjalan dengan baik tanpa keterlibatan mereka.
Namun, informasi yang di dapat dari hasil wawancara dari para guru zending yang masih hidup meyebutkan, mereka bekerja membantu missionaris untuk merawat
kehidupan rohani jemaat dan mengurus soal-soal diakoni. Sekali dalam seminggu mereka turut memberitakan Injil dalam kebaktian di kampung atau tempat yang
ditentukan missionaris, dan harus menyediakan sepenuh waktunya untuk tugas pekabaran Injil. Namun demikian mereka tidak pernah disebut penginjil. Para
evangelis ini melaksanakan pekerjaannya secara sukarela dan tanpa bayaran. Di satu sisi, para penginjil mendapat santunan penuh dari zending yang mengutus mereka.
Dalam melaksanakan tugas pemberitaan Injil para evangelis hanya bertugas melayani di dalam sektor wilayahnya. Bagi seorang missionaris yang diperbantukan
pada Ephorus pimpinan tertinggi gereja Mission-Batak, mereka dikirim ke daerah- daerah lain untuk memberitakan Injil. Dalam perkembangan selanjutnya, para
penginjil yang dikirim ke tengah penganut agama suku Batak di daerah lain,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan para evangelis dipekerjakan menjadi pekerja-pekerja dalam jemaat dan hanya melakukan pemberitaan Injil di lingkungan jemaat itu.
Proses pemilihan menjadi seorang evangelis diangkat dari kalangan penatua, orang yang dianggap sudah memahami Injil. Mereka adalah orang-orang yang
dipercaya, yang dianggap mampu mengadakan hubungan dengan orang Batak animis. Syarat lain bagi evangelis yakni sudah meresapi pimpinan Roh Kudus. Pada dasarnya
tidak terdapat sekolah atau kursus tertentu untuk jabatan evangelis. Bagi mereka yang dipilih atau dihunjuk untuk pekerjaan itu mendapat pelajaran secara pribadi dari
missionaris. Dari penjelasan tersebut, dapat disebutkan bahwa jabatan serta tugas seorang evangelis tidak semua dapat tercover. Disebutkan bahwa dalam sidang
zending pada tahun 1890 disebut, bahwa hanya missionaris yang berhak untuk menunjuk, mengangkat dan mendidik seorang penatua menjadi evangelis atau
penginjil untuk dijadikan Guru Injil di suatu jemaat terpencil, di mana tidak dapat seorang guru zending yang sudah menamatkan pendidikan seminar di Sekolah
Seminari yang didirikan pihak RMG. Bahwa setiap guru yang tamat dari seminari hanya boleh ditempatkan yang di
jemaat yang punya sekolah, analog dengan hanya jemaat besar yang berhak dan boleh mempunyai guru seminari, karena diharapkan nantinya jemaat besar ini akan
dapat mendirikan sekolah baru. Jemaat-jemaat kecil yang tidak mempunyai sekolah tentu tidak akan mendapat seorang guru. Para raja-raja huta yang mendambakan
adanya guru di jemaat, berusaha untuk menyelenggarakan pendidikan dengan mendirikan sekolah di tingkat jemaat. Dari beberapa gereja besar saat ini, terlihat
Universitas Sumatera Utara
adanya sekolah yang dimiliki pihak gereja. Dan diakui sebagai badan pendidikan oleh pemerintah.
Guru seminari yang dipersiapkan selain sebagai tenaga rohaniawan di gereja, dia juga harus mampu memberikan pendidikan ilmu lain diluar pendidikan agama.
Pada awalnya, kebutuhan akan seorang pemimpin jemaat tidak terlau diperlukan. Namun seiring pertumbuhan jemaat dan kebutuhan pelayanan, mereka sangat
memerlukan pemimpin jemaat sekaligus menjadi guru di sekolah-sekolah asuhan gereja. Sehingga peranan seorang guru dapat diandalkan memimpin kebaktian di
jemaat-jemaat kecil. Jemaat sudah merasa puas kalau seorang penatua memimpin kebaktian, tetapi lama-kelamaan dengan bertambah majunya jemaat, pelayanan
penatua saja tidak lagi dianggap memadai. Karena itu timbul gagasan untuk mendudukkan seorang pemimpin jemaat voorhanger di jemaat-jemaat itu. Sudah
tentu seorang pengantar jemaat harus dipersiapkan supaya mereka dapat melakukan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Untuk itu diadakanlah kursus calon-calon pengantar
jemaat, yang disebut sekolah penginjil evangelis. Sebutan itu sudah tentu mudah menimbulkan salah paham karena menurut kurikulum dan jenis pelajaran yang
diberikan, kursus atau sekolah itu seharusnya disebut sekolah pengantar jemaat. Pada tahun 1903 terjadi kekurangan tenaga-tenaga guru tamatan seminari
kurikulum empat tahun dirasakan sangat diperlukan dan besar manfaatnya. Untuk mengatasi kekurangan itu, konferensi para missionaris mengajukan usulan untuk
mendirikan sekolah guru evangelis dengan masa pendidikan dua tahun. Lulusan kursus itu akan ditempatkan di jemaat-jemaat yang sudah mempunyai sekolah, tetapi
Universitas Sumatera Utara
belum mempunyai guru. Dengan cara itu diharapkan dapat memenuhi kekurangan guru dalam waktu yang relatif singkat. Tetapi penempatan mereka di jemaat segera
menimbulkan kesalahan, orang-orang berpendapat bahwa mereka tidak hanya bertugas untuk mengajar di sekolah, melainkan harus turut melaksanakan tugas-tugas
pelayanan di jemaat. Pendapat itu dengan tegas ditolak pihak penyelenggara zending di Barmen sebagai pusat sekolah seminari yang didirikan di tanah Batak dengan
alasan bahwa seorang evangelis bukan bertugas rangkap sebagai seorang guru. Selanjutnya pada tahun 1905, Nommensen memberi jalan keluar dengan
mengusulkan agar guru-guru senior mengikuti kursus evangelis selama dua tahun untuk kemudian diangkat sebagai evangelis. Usul itu tidak dapat diterima oleh guru-
guru. Sebagai guru mereka memperoleh gaji yang cukup baik, sebab sekolah-sekolah mendapat subsidi dari pemerintah. Suatu jumlah yang tidak mungkin mereka
mendapat sebagai Evangelis, karena jemaat kecil tempat mereka akan ditempatkan dianggap tidak dapat memenuhi sistem penggajian seperti mereka telah menerima
dari badan zending. Artinya, apabila seorang guru seminari yang akan ditempatkan di tingkat jemaat, akan berdampak pada putusnya hubungan penggajian dengan pihak
zending. Melihat tantangan yang datang dari pihak guru, akhirnya Nommensen membatalkan rencananya untuk mendirikan sekolah evangelis itu.
Dalam beberapa tahun kemudian, untuk mengatasi persoalan ketiadaan tenaga-tenaga penginjil pribumi yang akan melayani di tiap tingkat jemaat, pada
tahun 1909 beberapa pendeta Batak bekerja sama untuk mendirikan sebuah perkumpulan yang disebut Kongsi Batak. Tujuan dari pendirian kongsi Batak ini
Universitas Sumatera Utara
adalah menyediakan tenga-tenaga penginjil untuk dikirim zending kepada penganut agama tradisional. Pada umumnya orang-orang yang diutus atas biaya Kongsi Batak
itu adalah evangelis. Pada mulanya Kongsi Batak ini tidak diakui oleh para missionaris Barat
sebagai bagian dari zending Batak Batak Mission. Tetapi setelah dilihat dari hasil pekerjaan mereka, diyakini bahwa usaha mereka hanya didasarkan pada kasih. Untuk
itu, dalam pertemuan konferensi para missionaris yang diadakan tahun 1916 memutuskan untuk mendesak gereja-gereja Batak yang sudah berdiri, agar
menjadikan kebutuhan-kebutuhan Kongsi Batak sebagai tanggungjawabnya, supaya Kongsi Batak mempunyai keleluasaan melaksanakan tugas-tugas besar yang mereka
emban. Dalam rapat itu juga diputuskan untuk memilih guru-guru yang dianggap cukup matang dan baik untuk diperbantukan pada badan Kongsi tersebut.
Salah satu diantaranya adalah guru Tyrannus Hasibuan, seorang guru yang kemudian dikukuhkan menjadi pendeta, saat itu oleh rakyat dia dikenal sebagai
pengkhotbah kebangunan rohani yang cakap dan berpengaruh. Dia diperbantukan pada Kongsi Batak bersama guru Petrus Napitupulu. Dapat dilihat dari beberapa
tulisan bahwa banyak orang-orang Batak yang menghargai jasa-jasa Tyrannus Hasibuan. Dia sangat dihormati, baik dikalangan Kongsi Batak maupun di kalangan
Gereja Batak pada umumnya. Lumbantobing, 1996:125 Banyak orang asing memberi pengertian terhadap orang-orang Batak, yaitu
merupakan sebuah kelompok masyarakat atau bangsa karena dalam keadaan dipaksa mereka bermigrasi ke daerah-daearh lain karena daerah-daerah tempat tinggal mereka
Universitas Sumatera Utara
tidak subur dan tidak dapat menghidupi mereka. Istilah yang diberikan yaitu: “kemana orang Batak pergi, dia akan membawa agama dan adat-istiadatnya”,
demikianlah ucapan bayak orang asing yang mengenal orang-orang Batak di rantau. Pada umumnya tempat-tempat baru itu tidak termasuk daerah pelayanannya. Untuk
mengatasi kekosongan di gereja Batak, para penginjil-penginjil itu juga bermigrasi ke tempat-tempat tempat baru mereka. Disana mereka hidup ditengah-tengah masyarakat
yang beragama lain, sehingga orang-orang yang bukan Kristen tahu, orang Batak yang datang dari asalnya adalah orang-orang yang sudah mengenal tentang Kristus.
Penginjil-penginjil yang bekerja di kalangan orang-orang Batak di rantau tidak jarang harus menghadapi dilema. Antara lain, orang-orang mendesaknya
membabtiskan anak-anak mereka yang belum dibabtis, padahal mereka tidak berhak melakukan itu. Untuk mengatasi kesulitan itu, dalam konperensi tahun 1922 para
missionaris memutuskan untuk memberi ijin kepada para penginjil selama jangka waktu tertentu untuk membabtiskan anak-anak dan orang dewasa. Surat kuasa itu
secara berkala harus di perbaharui oleh penginjil yang bersangkutan. Permohonan itu harus diajukan kepada missionaris yang akan memperbaharui surat izin itu secara
tertulis. Di samping itu para penginjil itu juga boleh diizinkan untuk memberkati nikah. Tetapi untuk mengadakan perjamuan kudus kepada para penginjil tidak pernah
diberikan izin. Dengan demikian, sesuai dengan kebutuhan, penatua, guru dan pendeta
pensiun dapat diangkat sebagai penginjil. Selain orang-orang yang sudah berjabatan itu, siswa-siswa sekolah pendeta yang gagal pada ujuan akhir atau tidak mampu
Universitas Sumatera Utara
meneruskan pendidikan atau seorang guru Injil atau pendeta yang diberhentikan karna kelakuannya tidak disukai dijemaat atau karena tidak mampu melaksanakan
tugasnya dengan baik, dapat juga diangkat jadi seorang penginjil. Khusus untuk mantan pendeta tersebut, kiranya tidak ada lagi pekerjaan lain yang lebih baik yang
dapat diberikan kepadanya. Berdasarkan latar belakang tentang penetapan jabatan penginjil, dapat dilihat
bahwa para penginjil mempunyai tingkat pendidikan dan latar belakang yang berbeda-beda dan berasal dari berbagai macam lapangan pekerjaan. Mereka ditunjuk
oleh gereja dan diangkat sebagai penginjil untuk dilaksanakan sebagai tugas pelayanan gereja di lapangan, hanya untuk mengisi kekokosonga pelayanan di tingkat
jemaat yang ada di rantau parserahan.
3.5.3. Berdirinya Sekolah Guru Jemaat