Bagi orang-orang Batak yang tinggal menetap di daerah-daerah parserahan selanjutnya membentuk komuni-komuni baru dengan membawa segala aspek
kebudayaannya. Adat istiadat yang dipakai mereka tidak dihilangkan begitu saja. Mereka berpegang pada konsep adat yang sudah dibangun nenek moyang mereka
terdahulu. Karena beragamnya orang Batak dari berbagai latar belakang daerah di bona pasogit, mereka menyatukan persepsi untuk membuat adat Batak itu dapat
diterima oleh komunitas mereka sendiri, tanpa melihat daerah asal mereka seperti dari Silindung, Toba Holbung, Humbang dan Samosir. Mereka menjalankan adat Batak
dengan seperti apa yang dilakukan orang Batak di bona pasogit, termasuk dalam pemakaian musik untuk mengiringi upacara adat Batak mereka.
2.5.1. Komunitas Batak Toba di Simalungun
Kedatangan orang-orang Batak Toba di Simalungun, memberi arti luas dalam pembangunan pertanian dan struktur kemasyarakatan. Dari beberapa daerah yang
menjadi tempat berdiamnya orang Batak di Simalungun, mereka dapat berbaur dengan penduduk pribumi Simalungun. Pada dekade pertama, ada beberapa
pertentangan yang membuat konflik terbuka atas keputusan raja-raja Simalungun untuk membayar pajak irigasi bagi semua pendatang dari tanah Batak. Para raja
menganggap bahwa mereka sudah menjadi rakyat Simalungun yang patuh akan aturan yang dijalankan disana. Di lain pihak, para pekerja orang Batak yang ada di
Simalungun merasa pekerjaan mereka berhasil di Simalungun adalah karena kerja keras dan sikap dinamisme terhadapa pekerjaan yang mereka geluti.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan data kependudukan tahun 1930, jumlah penduduk Batak Toba yang sudah bermukim di onderafdeling Simalungun sudah mencapai 45.603 orang,
bertumbuh dua kali lipat dari jumlah penduduk Batak di Simalungun pada tahun 1920. Mayoritas mereka berasal dari Toba Holbung, Samosir, Humbang dan
Silindung Situmeang, 1931:23-24. Mereka terkenal sebagai petani-petani ulung dalam membuka lahan pertanian. Selain sebagai petani yang bekerja di sawah dan
ladang, kaum imigran Batak Toba juga banyak bekerja di perkebunan milik swasta dan pemerintah di Dolok Ilir dan Dolok Merangir. Para pemudanya bekerja di sektor
kesehatan rumah sakit Perkebunan, disamping banyak pula yang bekerja di PKS pabrik kelapa sawit dan pabrik getah havea di Serbelawan dan arah Tanah Jawa.
Dengan dibukanya jalan raya antara tanah Batak ke daerah Simalungun memberi arti tersendiri bagi orang-orang yang akan memasuki Simalungun atau
daerah lainnya di Sumatera Timur, sekaligus memberikan kemudahan bagi mereka yang akan pindah. Pembukaan hubungan jalan sampai ke Medan pada tahun-tahun
berikutnya telah menyebabkan daerah Simalungun sebagai kota transit bagi orang- orang Batak yang akan menuju daerah lain di Sumatera Timur seperti Tebing Tinggi,
Medan, Belawan, Binjai, Pangkalan Berandan dan kota-kota kecil lainnya untuk mencari pekerjaan Purba, 1998:29.
Berdiamnya kelompok masyarakat Batak Toba di wilayah Simalungun seperti di Pematang Siantar, memunculkan nama-nama daerah baru yang diadaptasi kepada
nama komunitas Batak Kristen ketika mereka masih tinggal di bona pasogit seperti Kampung Kristen, Kampung Batak dan membuat nama-nama jalan di sekitarnya
Universitas Sumatera Utara
dengan nama kampung mereka sendiri. Misalnya, jalan Laguboti, Balige, Pangaribuan, Tarutung, Siborongborong, Pangururan dan Narumonda.
Pada perkembangan selanjutnya, laju pertumbuhan ekonomi masyarakat Batak yang tinggal di Simalungun mengalami grafik naik secara signifikan yang
dapat dilihat dari tingkat kehidupan mereka yang maju. Para petani, meningkatkan produksi hasil pertaniannya dengan bantuan pihak lain dalam menambah volume
areal dan produktivitasnya melalui pinjaman lunak yang diberikan De Batakbank Bank Perkreditan milik orang Batak. Hal ini menjadikan tingkat perekenomian
mereka lebih maju dari penduduk asli pribumi. Di lain pihak, orang Batak yang ada di Simalungun memiliki pekerjaan disamping bertani. Mereka bekerja pada perkebunan,
pegawai pemerintah dan juga tenaga pengajar. Dalam sensus tahun 1930, ditemukan orang Batak yang mendominasi kaum
imigran lain yang berada di Simalungun sebesar 19 dari seluruhnya. Jumlah imigran di Simalungun saat itu berjumlah 6.644 jiwa atau sekitar 68,4 , melebihi
dari total jumlah penduduk pribumi yang hanya 31,6 ibid, 1998:30. Perjumpaan penduduk Batak Toba dengan penduduk Simalungun selama dua setengah dasawarsa
1907-1932 dapat hidup berdampingan. Hal ini adalah implikasi dari pengaruh ajaran agama Kristen yang menyatukan persepsi mereka. Hanya membutuhkan delapan
tahun, orang-orang Batak Toba yang ada di Simalungun sudah mendominasi dari jumlah populasi penduduk di Simalungun yakni sebesar 37 pada tahun 1938.
Masyarakat Batak Toba dewasa ini yang berada di Simalungun, menempati hampir semua daerah yang ada di Simalungun. Mereka hidup berkelompok di
Universitas Sumatera Utara
Pematang Siantar, Perdagangan, Kerasaan, Serbelawan, Dolok Sinumbah, Bah Jambi, Maria Bandar, Panei Tongah, Saribudolok, Tiga Dolok, Tiga Balata, Tanah Jawa,
Parapat dan daerah lain. Masyarakat Batak di Simalungun hingga kini banyak menempati posisi strategis sebagai pejabat, pegawai pemerintah, pedagang, politikus
dan rohaniawan. Mereka juga beraktivitas dalam menjalani kehidupan kebudayaannya, walaupun mereka jauh dari daerah asal, tetap juga melakukan
aktivitas adat seperti lazimnya orang Batak dalam melakukan pesta atau upacara.
2.5.2. Komunitas Batak Toba di Medan