Fungsi Kekerabatan Batak Toba Konsep Kehidupan Dalam Masyarakat Batak Toba

dalam segala gerak hidup orang Batak, dan semua orang Batak harus mempunyai sahala. Penafsiran sahala menurut Warneck adalah kewibawaan hidup, kekayaan akan harta benda dan keturunan, kemuliaan yang mencakup kebijaksanaan, kecerdikan, kecerdasan, kekuasaan, keluhuran budi pekerti. Hal ini terus dilakukan oleh orang Batak secara turun temurun. Implementasinya, nampak pada setiap pekerjaan adat dan hubungan kehidupan antara orang Batak. Sehingga sahala adalah wujud dari hagabeon, hamoraon dan hasangapon.

2.2.4. Fungsi Kekerabatan Batak Toba

Fungsi kekerabatan adalah pelaksanaan hak dan kewajiban kekerabatan dalam kegiatannya berdasarkan pandangan Dalihan Na Tolu yang disebut: Tohonna Partondongan. Dalihan Na Tolu dalam hak dan kewajiban yang paling mendasar terletak pada: Suhi Ni Ampang Na Opat, yang dimulai dan tumbuh dari keluarga dasar atau saripe. Keluarga dasar seperti ini adalah tiang tonggak dan menjadi pusat kegiatan atau inti kegiatan suhut yaitu Opat Pat Ni Pansa, yang terdiri dari: a. Pamarai, yaitu saudara laki-laki suhut, seayah se ibu atau saudara seayah lain ibu. Sering juga disebut pangalap. b. Tulang, yaitu saudara kandung laki-laki dan isteri suhut Tunggane, seayah seibu atau seayah lain ibu. c. Simolohon atau simandokhon, yaitu anak laki-laki dari suhut dan saudara laki-laki dari perempuan putri suhut. d. Pariban, yaitu anak perempuan dari suhut dan saudara perempuan dari putri suhut. Universitas Sumatera Utara Fungsi dari Suhi Ni Ampang Na Opat ini adalah pendukung utama dari kegiatan inti atau dari pekerjaan suhut atau horja. Apa saja kegiatan suhut, ke empat personal inilah yang turut bertanggung jawab bersama suhut 23

2.2.5. Konsep Kehidupan Dalam Masyarakat Batak Toba

. Dasar sistem sosial yang terdapat bagi masyarakat Batak Toba adalah Marga. Dalam kehidupan tradisional masyarakat pedesaan Batak Toba, terdapat dominasi marga yang dianggap sebagai pendiri desa itu bhs Batak Toba: si suan bulu. Dalam agama tradisional Batak Toba ada kepercayaan kepada ketuhanan yang lebih tinggi yang disebut Mula jadi na bolon atau permulaan yang agung, yang menciptakan langit dan bumi dan dibawah bumi. Di bawahnya terdapat tiga dewa yaitu Batara Guru, Soripada dan Mangala Bulan. Di pihak lain, cara hidup sehari-hari berpusat pada roh-roh nenek moyang, terutama laki-laki yang selalu mempengaruhi kehidupan mahkluk hidup. Karena prinsip kehidupan manusia tondi berlanjut setelah kematian, pemakaman menjadi sangat penting. Setelah itu, tulang-tulang digali, dibersihkan dan diletakkan di sebuah rumah tempat penyimpanan jasad, yang sering ditempatkan di pekarangan rumah. Sahala adalah perwujudan roh tondi dalam kehidupan manusia di dunia. Dia merujuk pada sebuah kekuatan nyata yang menjadi milik orang-orang penting dan kuat. Tanda utama kepemilikan sahala yang besar adalah dimana seseorang memiliki 23 Setiap orang Batak dapat disebut sebagai suhut dan melakukan perilaku dalihan natolu dalam setiap kegiatan fase kehidupannya. Dalam kelahiran, perkawinan dan kematian selalu melibatkan ketiga unsur itu sebagai satu siklus kehidupan. lihat Dalihan Natolu dan Prinsip Dasar Nilai Budaya Batak, Rajamarpodang, DJ.G. 1992. hlm.55 Universitas Sumatera Utara keberhasilan duniawi. Sahala merupakan sebuah kualitas yang bisa diperoleh atau hilang. Masyarakat Batak Toba memberi tingkatan hidup pada nilai-nilai kebudayaan dalam tiga kata, yaitu harajaon kuasa, hamoraon kekayaan dan hasangapon kehormatan. Harajaon menunjukkan bahwa tujuan setiap manusia adalah berdiri sendiri secara merdeka dan mengelola hidup dengan wibawa dan kuasanya. Setiap orang Batak laki-laki, selalu mempunyai keinginan menjadi seorang raja. Pengertian menjadi raja adalah seorang yang dapat mengatur hidupnya sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu dianggap penting untuk membentuk rumah tangga sendiri, karena rumah tangganya adalah awal dari usaha-usaha untuk mendirikan ke”raja”annya sendiri. Manusia harus menghormati sanak saudaranya dan marga yang dia miliki. Hamoraon menunjukkan bahwa tujuan dalam hidup seorang Batak adalah mensejahterakan kehidupan. Anggapan tradisional, pengertian kesejahteraan lebih dianggap sama dengan banyak memiliki istri dan anak, ladang yang luas dan ternak yang banyak. Kepemilikan ini dianggap sebagai hasil karena memiliki seorang Batak memiliki sahala sebagai raja. Hasangapon merupakan tujuan dari usaha-usaha untuk mewujudkan gagasan- gagasan harajaon dan hamoraon. Perjuangan untuk mencapai hasangapon digambarkan sebagai motivasi fundamental suku Batak. Dalam mencapai harajaon, hamoraon, dan hasangapon, ketegangan seringkali muncul antara kakak beradik dalam satu marga. Dalam hal ini, seseorang yang memiliki status yang tinggi akan Universitas Sumatera Utara mencoba menengahi, tetapi bila usaha-usaha ini tidak berhasil, sebuah kelompok bisa pergi untuk mendirikan pemukiman baru. Sistem dalihan na tolu mencegah pembentukan kelas-kelas sosial yang kaku. Selalu ada hula-hula yang harus dipelihara dan dihormati. Oleh karena itu, masyarakat Toba memiliki ciri egaliter yang kuat, dibandingkan misalnya dengan masyarakat jawa. Sifat ini tidak berarti bahwa masyarakat Toba bebas dari hirarki gender, pada umumnya perempuan menempati posisi rendah dibanding laki-laki. 2.3. Gambaran Umum Wilayah Batak Toba 2.3.1. Letak Geografis Tanah Batak