Upacara Adat Kematian Pasahat sulang-sulang ni pahoppu: ritus perkawinan yang dilakukan di luar

Suhut sebagai tuan rumah adalah pihak paranak, dan pihak parboru menghantarkan putrinya ke tempat pihak paranak. Acara menjemput pengantin putri dari rumah parboru, sama halnya dengan alap jual dengan membawa makanan adat sibuhabuhai. Pengertian makanan sibuhabuhai adalah makanan adat. Namun, pengertian ini berkembang menjadi nama acara itu sendiri. Rajamarpodang, 1995:280 Gambar No. 2: Musik Tiup Pada Upacara Adat Perkawinan Batak Toba Sumber: Dokumentasi Pribadi

2.6.3. Upacara Adat Kematian

Kematian yang sudah saur matua bagi masyarakat Batak Toba, adalah sebuah gejala paradoks. Kaitannya, kematian adalah pemisahan diri antara orang hidup dan mati, mewujudkan adanya sebuah kehilangan esensial yang menghimpit. Konsep masyarakat Batak Toba dalam peristiwa ini, bukanlah keadaan yang harus ditangisi dan sedih. Ada perhatian khusus untuk menunjukkan keluarga yang ditinggalkan, Universitas Sumatera Utara harus bersikap sukacita, gembira tanpa tekanan dan beban apapun. Seluruh keluarga menghibur diri dari pertukaran fase kehidupan fenomena ini masih harus ditelisik lebih jauh oleh penelitian khusus, dengan perhatian pada anggapan masyarakat pelaku upacara ini memiliki tingkat perekonomian yang sama. Tradisi masyarakat Batak Toba dalam memperlakukan upacara kematian dapat diklasifikasi berdasarkan usia dan status si mati. Perlakuan untuk orang yang meninggal ketika masih dalam kandungan mate di bortian belum mendapatkan perlakuan adat langsung dikubur tanpa peti mati. Namun, bila meninggal ketika masih bayi mate poso-poso, meninggal saat anak-anak mate dakdanak, meninggal saat remaja mate bulung, dan meninggal saat sudah dewasa tapi belum menikah mate ponggol, keseluruhan jenis kematian tersebut telah mendapat perlakuan adat. Mayatnya ditutupi selembar ulos kain tenunan khas masyarakat Batak sebelum dikuburkan. Ulos penutup mayat untuk mate poso-poso berasal dari orangtuanya sedangkan untuk mate dakdanak dan mate bulung, ulos berasal dari tulang saudara laki-laki ibu si orang mati. Upacara adat kematian mendapat perlakuan adat apabila meninggal pada saat: 1. Telah berumah tangga namun belum mempunyai keturunan anak disebut dengan mate diparalang-alanganmate punu. 2. Telah berumah tangga dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil disebut dengan mate mangkar. 3. Telah memiliki anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang kawin, namun belum bercucu disebut dengan mate hatungganeon. Universitas Sumatera Utara 4. Telah memiliki cucu, namun masih ada anaknya yang belum menikah disebut dengan mate sari matua. 5. Telah bercucu dari semua anak-anaknya disebut dengan mate saur matua. Bagi masyarakat Batak Toba, mate saur matua menjadi tingkat tertinggi dari klasifikasi upacara, karena ketika seseorang menutup usia saat semua anaknya telah berumah tangga. Memang masih ada tingkat kematian tertinggi di atasnya, yaitu mate saur matua bulung mati ketika semua anak-anaknya telah berumah tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu, bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan anaknya perempuan. Namun keduanya dianggap sama sebagai konsep kematian ideal meninggal dengan tidak memiliki tanggungan anak lagi. Pelaksanaan upacara bergantung pada lamanya mayat disemayamkan. Upacara adat diadakan ketika seluruh putra-putri orang yang mate saur matua dan pihak hula-hula telah hadir. Segala persiapan dan mekanisme adat yang dilakukan pada hari penguburan si mati, akan dibicarakan dalam martonggo raja untuk memberi pertimbangan untuk memutuskan kapan puncak upacara saur matua dilaksanakan. Sambil menunggu kedatangan semua anggota keluarga, biasa dilakukan dengan menahan na mate selama berhari-hari dengan melakukan acara di luar adat, seperti menerima kedatangan para pelayat dengan membuat acara sesuai dengan agama pelaku adat. Dalam konteks sari matua dan saur matua, acara mangondasi dilakukan oleh pihak keluarga dan kerabat dekat dengan acara makan malam yang dikenal dengan mangan pandungoi diselangselingi dengan hiburan musik yang sesuai dengan kemampuan pihak dalam menyediakan perangkat hiburan Universitas Sumatera Utara ini. Pada hari yang sudah ditentukan, upacara saur matua dilaksanakan pada siang hari di ruangan terbuka di halaman rumah duka. Dalam upacara kematian pada Batak Toba terbagi menjadi: a. Tilahaon, Matipul Ulu, Matompas Tataring Sebuah keluarga yang mengalami kematian seorang anak disebut tilahaon. Bila seorang anak bayi meninggal dunia dari keluarga penganut agama Kristen sebelum dibabtis, dianggap tidak akan masuk dalam Kerajaan Surga. Agar anak itu berhak memasuki Surga, diberi hak kepada seorang pengetua gereja atau kedua orang untuk membaptis bayi itu. Inisiasi ini disebut tardidi na hinipu. Demikian pula halnya dalam kepercayaan lama masyarakat Batak Toba, apabila seorang bayi meninggal dunia sebelum inisiasi martutuaek, maka roh bayi itu tidak akan dapat berhubungan dengan penghuni Banua Atas. Untuk mengatasi itu, maka setiap orang tua si anak diberi hak untuk melakukan martutuaek di jabu. Seorang remaja dalam tingkat usia naposo atau bajarbajar meninggal dunia, disebut dengan mate diparalangalangan atau mati tanggung. Sebelum upacara keagamaan diadakan, maka lebih dulu dilaksanakan acara adat atau upacara budaya dengan jalan membuat ulos Batak di atas mayat yang disebut ulos saput. Saput dilakukan oleh tulang yang meninggal sebagai ulos kepada kemenakannya. Seorang kepala keluarga atau suami dalam masyarakat Batak, apabila ia meninggal dunia dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil disebut dengan matipul ulu, dengan anggapan tubuh manusia yang telah putus kepala. Pengertian matompas tataring, diberikan kepada seorang ibu yang masih muda Universitas Sumatera Utara meninggal dunia dengan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil. Pengertian harafiahnya: dapur masak yang rubuh. b. Sarimatua dan Saur Matua Sarimatua adalah orang yang meninggal dunia telah beranak cucu, tetapi masih ada diantara anak-anaknya yang belum kawin. Sari, artinya masih ada anak yang digelisahkan, masih mengganggu jiwanya karena belum kawin. Apabila orangtua seperti ini meninggal dunia, jiwanya belum pasrah menghadapi kematian itu, masih diganggu tanggung jawabnya mengawinkan anaknya. Untuk kematian orangtua seperti ini, belum pantas diadakan acara adat na gok untuk memberangkatkannya ke kuburan. Kalaupun diadakan acara adat, tetapi masih belum adat na gok. Pada perjamuan adat pemberangkatannya, parjambaran dilaksanakan dengan jambar mangihut, serentak diberikan ke tujuannya tanpa dengan panggilan dari hewan acara adat yang disembelih untuk itu. ibid, 1995:379 Pengertian saur lebih dekat kepada sempurna atau lengkap. Saur Matua dilaksanakan dengan adat na gok berdasar pada dalihan natolu. Orang tua yang meninggal dalam kelompok ini, tidak akan ditangisi. Dan dianggap pantas mendapat perlakuan terhormat pada upacara kematiannya. Untuk menghormati yang saur matua ini, orang banyak perlu diundang dengan mengadakan pesta besar dan memanggil ogung sabangunan. Mengundang kelompok musik ogung sabangunan, diisyaratkan sebagai undangan bagi tamu-tamu dari pihak hasuhuton. Peran dan fungsi musik dalam konteks acara ini, akan dikaji lebih luas dalam Bab berikut yang membahas musik pengiring dalam upacara adat kematian. Universitas Sumatera Utara Gambar No. 3: Upacara Adat Kematian Saur Matua Batak Toba Sumber: Dokumentasi Pribadi

2.6.4. Upacara Adat Pesta Tugu