Perkembangan Zending RMG Barmen di Tanah Batak Hubungan Agama Kristen dan Adat Batak Toba

3.3. Perkembangan Zending RMG Barmen di Tanah Batak

Berita tentang tanah Batak yang diketahui oleh orang Barat, khususnya yang memberi perhatian terhadap pekabaran Injil, sudah diketahui dari informasi yang dituliskan peneliti antroplog linguistik Dr. Hermanus N. van der Tuuk pada tahun 1849. Lembaga literatur Injil Bijbelgenootschap di Amsterdam mengirim Van der Tuuk orang Batak menyebutnya dengan Tuan Pandortuk ke tanah Batak untuk mempelajari bahasa dan kehidupan sosial masyarakat Batak. Selama tujuh tahun 1849-1856 penulis ini tinggal di tengah-tengah orang Batak sambil melakukan pekerjaan menterjemahkan isi Alkitab bahasa Belanda ke dalam aksara Batak. Hasil karya penelitian ini disebar di seluruh Eropa oleh usaha Lembaga Alkitab Belanda. Dalam penjelajahannya di tanah Batak Van der Tuuk dianggap sebagai orang pertama kulit putih yang melihat Danau Toba. Sihombing, 1961:15 Penelitian yang dilakukannya berkisar pada bahasa dan sosio kemasyarakatan Batak Toba. Di bawah lembaga Bijbelgenootschaap di Belanda yang mengirimnya, ia berhasil menyalin dan menterjemahkan bagian-bagian Alkitab, yaitu kitab Genesis, Exodus, Lukas dan Johanes dari bahasa Belanda ke bahasa Batak dan menterjemahkan cerita-cerita rakyat folklore ke dalam bahasa Belanda. Dia tinggal di tanah Batak selama 7 tahun 1849-1856. Belajar dari hasil laporan dan penelitian van der Tuuk, lembaga Zendingsmeente di Ermelo memutuskan mengirimkan 5 orang missionaris ke tanah Batak. Beberapa penginjil kongsi Barmen atau zending Rheins yang menjadi pionir di tanah Batak mengabdikan diri selama hidupnya tercatat: Universitas Sumatera Utara 3.4. Tokoh-tokoh Misionir Penting di Tanah Batak 3.4.1. Dr. Ingwer Ludwig Nommensen 1834-1918 Penulis mengutarakan Nommensen dalam tulisan ini adalah dengan banyaknya titik perhatian yang dilakukan para peneliti sebelumnya tentang pekerjaannya di tanah Batak. Dalam buku yang ditulis para sejarahwan gereja pribumi maupun dari Barat tentang masuknya ajaran agama Kristen di tanah Batak, selalu menonjolkan sejarah pekerjaan Nommensen. Ia ditulis sebagai pendeta, sebagai Ephorus 42 Dia mempresentasikan pelayanannya di bagian Utara, Tanah Batak. Dimulai pada tahun 1862, setiba dia di Barus pesisir barat Sumatera untuk mempelajari bahasa dan karakter orang Batak selama dua tahun. Nommensen meminta izin dari penguasa Belanda untuk dapat masuk ke pedalaman Silindung di tanah Batak. , sebagai tabib dan sebagi juru damai. Kesuksesan pengembangan agama Kristen di tanah Batak diberikan kepadanya, walau bukan dia satu-satunya yang mengawali ajaran agama Kristen di tanah Batak. lihat Simanjuntak, B.A, 2006:51 Berbagai tantangan dihadapi dalam mengkristenkan orang Batak yang dijumpainya. Gaya hidup mengisolasi diri orang-orang Batak menjadi hambatan sulit dalam melakukan inisiasi baptisan baru bagi yang sudah masuk Kristen. Pertentangan pendapat, apakah masih ada Tuhan lain yang dibawa Nommensen selain tuhan yang 42 Pemakaian nama Ephorus pada pemimpin tertinggi gereja-gereja Batak pada mulanya bercampur dengan istilah Praeses yang bermakna sebagai pemimpin gereja. Praeses mengepalai gereja-gereja untuk tingkat distrik atau daerah. Ephorus bersama dengan praeses sebagai kepala distrik disebut dengan Ephorat. Pada akhirnya, kata Ephorus ini dipakai secara permanen sesudah gereja Batak mandiri. Tidak semua gereja Batak memakai istilah ini, ada juga dengan istilah Bishop, Ketua Moderamen, Pucuk Pimpinan atau Pimpinan Pusat. Universitas Sumatera Utara dikenal orang Batak animis, selalu muncul. Namun, dia menyakinkan bahwa kedatangannya bukanlah sebagai raja yang baru, melainkan seorang guru yang mengajak mereka menjadi pemeluk agama baru, dan menekankan bahwa yang bergabung dengan Kristen tidak perlu mengubah dan meninggalkan kebudayaan mereka yang lama dan tetap menghargai kepemimpinan harajaon mereka. Sikap pertentangan dan ketertutupan orang-orang Batak yang dihadapi penginjil Nomensen tampak saat dia mencari tahu kebenaran berita dan duduk perkara matinya martir kedua missionaris Munson dan Lyman pada tanggal 28 Juli 1834. Sihombing, 1961 dalam Simanjuntak B.A, 2006: 48. Perlu memakan waktu lama bagi Nommensen meyakinkan orang-orang di sekitar kampung si Sangkak Lobu Pining tempat martirnya kedua penginjil itu, kedatangannya bukanlah untuk memberi hukum atas kejadian itu. Dengan pendekatan adat Batak dia menerima informasi bahwa orang yang terlibat langsung dengan kejadian itu masih hidup, yakni Raja Panggalamei dengan gelar Raja Pintubosi. Nommensen langsung bertemu dengan Raja Pintubosi tersebut tepatnya tanggal 30 Juli 1864 Nommensen mendapat jawaban atas kejadian 30 tahun sebelumnya, bahwa terbunuhnya dua pendeta Munson dan Lyman adalah akibat dari tidak terdapatnya komunikasi diantara dua pihak. Para Raja-raja Silindung saat itu membuat kesepakatan: bahwa tidak seorang pun sibontar mata boleh menginjakkan kakinya di Silindung, karena sebelumnya ada dua pendeta Inggris, yakni Tuan Burton dan Tuan Ward yang datang ke Rura Silindung memberitakan Injil dengan tidak memahami bahasa Batak yang sebenarnya, sehingga orang-orang Batak yang ada di Universitas Sumatera Utara Silindung memberi pengertian yang salah terhadap maksud dan tujuan penginjilan kekristenan itu. Kedua penginjil Munson dan Lyman dibunuh dengan tombak, harta mereka dirampas dan daging mereka dimakan, meskipun kedua penginjil itu membawa senjata bedil, namun tidak diperuntukkan untuk manusia hanya menjaga diri dari binatang buas. Senjata bedil itu dilihat dan ditemukan Nommensen di rumah Raja Panggalamei di si Sangkak Lobu Pining Kecamatan Adian Koting sekarang. Pendekatan pada tahapan berikutnya, dilakukan Nommensen terhadap raja- raja Batak di Silindung, adalah membuat kata sepakat tidak akan terjadi lagi permusuhan dan peperangan antar mereka. 15 limabelas Raja menyepakati perjanjian itu dengan catatan barang siapa yang melanggar peraturan itu, raja-raja lain akan memerangi pengingkar janji tersebut. Selanjutnya, Nommensen merasa terlindungi dengan keterlibatan para raja-raja Batak itu dalam memberi keputusan- keputusan penting yang berakibat bagi perkembangan kekristenan di tanah Batak. Dari hal itu tampak, bahwa para missionaris harus memberikan kepercayaan penuh kepada orang-orang yang mendapat pengaruh di masyarakat sekitar. Ini merupakan prasyarat kesuksesan penginjilan mereka bila ingin mendapat dukungan dari para raja-raja Batak, karena para raja memiliki kemerdekaan politis yang berpengaruh pada tatanan adat lokal dan tetap dipakai dalam memimpin hukum adat. Perangkat kebudayaan yang dipergunakan oleh Nommensen dalam meberi pendekatan sebagian, yakni dengan mengadaptasi perangkat upacara adat ke dalam ibadah di gereja. Hal itu tampak dengan membunyikan ogung gong Batak sebagai pengganti giringgiring lonceng gereja untuk memanggil orang-orang beribadah ke Universitas Sumatera Utara gereja. Konsep ini dianggap oleh orang-orang Batak animis sebagai pekerjaan gila karena ogung dipakai sebagai media penghormatan kepada begu roh-roh leluhur menjadi dipakai sebagai media pelayanan kekristenan di gereja. Pengkristenan yang dilakukan oleh Nommensen tidak sebatas hanya memberitakan Injil, lebih jauh didukung pula dengan keterlibatannya dalam memajukan pendidikan orang-orang Batak. Setelah empat tahun pelayanannya di tanah Batak tepatnya pada tahun 1868 Nommensen mendirikan gereja-gereja beserta sekolah pargodungan, dan telah membaptis orang-orang Batak dengan pendidikan dapat membaca Alkitab. Terdapat 27 orang dibaptis di huta Zoar; 116 orang di huta Dame; 24 keluarga di Sigompulon; 9 keluarga di Pangaloan; 44 orang di Parausorat; 159 orang di Bunga Bondar dan 150 orang di Sipirok. Metode pendekatan kepada raja-raja Batak adalah salah satu cara memenangkan daerah penginjilan. Sifat yang tidak mau kalah dan ingin lebih dihormati dari orang lain bagi orang Batak, turut menjadi salah satu faktor meluasnya gerakan kekristenan ini. Para missionaris tidak pernah menyudutkan dan mempertentangkan para raja-raja Batak, melainkan dengan mengajak mereka untuk mengambil keputusan-keputusan penting. Seperti para Raja Batak berlomba-lomba sebagai yang pertama untuk mengundang makan para missionaris. Pendekatan kebudayaan yang dilakukan misi Rheins ini, dengan tetap menggunakan pijakan umum yang berlaku dalam masyarakat yang diharapkan dapat meneruskan peranan mereka dalam ajaran baru setelah mereka memeluk agama Kristen. Sifat kolektif masyarakat Batak mendukung hal ini. Apabila seorang raja Universitas Sumatera Utara yang menjadi panutan berafliasi kepada satu ajaran, pertobatannya menjadi seorang Kristen berimplikasi kepada orang-rang disekitarnya untuk mengikutinya. Pola ini dipakai oleh RMG di tanah Batak, melihat raja sebagai panutan Kristen, dengan memberinya tanggungjawab dan disiplin ajaran Kristen bagi penganutnya. Mereka raja diajak untuk mendiskusikan keputusan-keputusan penting. Dan ini sangat dihargai oleh para raja-raja itu. Hubungan para missionaris dengan pihak penguasa Belanda, mengambil peranan penting dalam menghargai para pengetua Batak. Misalnya, menghunjuk seseorang menjadi raja Jaihutan di sebuah kelompok masyarakat yang dianggap punya posisi tinggi. Pada masa sebelumnya, pihak kolonial dibawah Sir Stamford Raffles memberi dukungan sepenuhnya terhadap penginjilan di Tapanuli setelah upaya misi Kristen di Minangkabau dan Aceh tidak terwujud. Untuk menunjukkan kemauan pihak kolonial dalam misi ini, mereka memberi otoritas penuh kepada pihak zending yang memonopoli pelayanan di satu wilayah. Misalnya, kepercayaan itu diberikan kepada pihak RMG Sumatera Utara. Kerjasama itu nampak dari dukungan praktis Pemerintahan Belanda di Indonesia untuk memberi gaji guru-guru sekolah Kristen yang didirikan RMG di pargodungan gereja Batak, namun dipihak lain selain peraturan Belanda satu pihak atas permintaan misi Rheins, untuk melarang penggunaan upacara pada ritus-ritus agama tradisional. Secara khusus, di daerah yang Universitas Sumatera Utara wilayahnya di dominasi ajaran Kristen, terjadi pelarangan mengadakan upacara bius dan pemakaian gondang dalam upacara adat. 43 Pemerintahan Belanda dan misi Rhein Kongsi Barmen RMG di Sumatera adalah entitas yang berbeda. Misi RMG bukan berasal dari Belanda melainkan Jerman hingga pulangnya para missionaris zending ini ke Eropa, orang Batak tidak pernah memahami entitas yang berbeda ini – mereka lebih percaya pada sebutan sababa do tuan, dan misi RMG Jerman tiba lebih awal di wilayah Tapanuli sebelum Belanda masuk ke daerah Batak. Sehingga dalam beberapa hal pengaruh misi terkadang lebih kuat dibanding pihak kolonial. Badan zending RMG Rheinishe Mission Gesselschaft, mengakhiri pelayanannya di tanah Batak selama kurun waktu 79 tahun yang berakhir pada masa Perang Dunia II. Perang itu, membuat seluruh penginjil RMG di seluruh dunia mengalami penderitaan. Termasuk para penginjil RMG di tanah Batak banyak yang ditangkap, di penjara dan diusir paksa keluar dari tanah Batak. Hingga pada tahun 1949, RMG memutuskan untuk menyerahkan segala asset dari hasil penginjilan mereka selama ini ke lembaga Gereja HKBP yang sudah berdiri sendiri. Nommensen bekerja di tanah Batak selama 57 tahun sampai dia mengembuskan nafas pada 22 Mei 1918 saat ia berusia 84 tahun 3 bulan 17 hari, dan dikebumikan di komplek gereja HKBP Sigumpar Tobasa. Banyak orang Batak menganggap Nommensen sebagai Ompu kakek yaitu gelar Batak tertinggi orang 43 Lihat Johan Hasselgren dalam Batak Toba di Medan. 2008.hlm.89. Universitas Sumatera Utara Batak. Rasul Batak Apostel, gelar yang diberikan umat Kristen di tanah Batak.ibid: 2006:51 Gambar No. 5: Dr. Theol. Ingwer Ludwig Nommensen Sumber: Menyongsong 150 Tahun Jubileum HKBP

3.4.2. Pdt. Gerrit van Asselt

Penulis sengaja membuat Pdt. Gerrit van Asselt sebagai urutan kedua dari Nommensen, karena popularitas Nommensen bagi masyarakat Batak mempunyai tempat tersendiri. Pdt. Gerrit van Asselt dapat dicatat sebagai penginjil yang banyak meletakkan dasar-dasar aturan kegerejaan yang dipakai gereja-gereja suku di tanah Batak hingga hari ini. Ia tiba di tanah Batak pada tanggal 2 Desember 1856 dengan menyusuri pantai Barat dari Padang hingga pelabuhan Sibolga. Seijin dari Gubernur Belanda yang berpusat di Padang, dia diijinkan memberitakan Injil di dataran tinggi Batak, setelah ia gagal dan dilarang memberitakan Injil di wilayah Minangkabau. Van Asselt bekerja rangkap sebagai pegawai pemerintahan ambtenaar opzieder Belanda dalam mengurus perkebunan kopi di Sipirok dan melakukan pemberitaan Injil di sela- sela kesibukannya. Universitas Sumatera Utara Van Asselt adalah pendeta Eropa yang tercatat membaptis orang Batak pertama yaitu Simon Siregar dan Jakobus Tampubolon, pada tanggal 31 Maret 1861 di Sipirok. Dan dia mendirikan gereja pertama di tanah Parausorat di Sipirok pada tahun yang sama dalam beberapa catatan, Nommensen disebut sebagai orang pertama yang mendirikan gereja di tanah Batak berlokasi di Sait ni Huta-Tarutung. Parausorat Sipirok adalah bagian dari tanah Batak dalam komunitas masyarakat Batak Angkola. Saat dia dipindahkan ke Sibolga, dalam satu kesempatan melakukan kunjungan ke Rura Silindung. Dia menemukan situasi di tanah Batak Rura Silindung sebelum masuknya Nommensen dengan begitu banyaknya persoalan dan perselisihan yang mengakibatkan peperangan antar raja-raja kampung. Hal ini yang membuat van Asselt memberi perhatian penuh dengan meninggalkan tugas kepegawaiannya dan masuk dalam Kongsi Barmen untuk bergabung dengan Tuan Pdt. van Hoeven. Kemudian bergabung dengan temannya yang sudah berada di Bunga Bondar-Sipirok pada tahun 1859. Masing-masing Dammer-Boer dan Betz, menyusul Pendeta Koster dan van Dalen 1861 yang tiba dari Belanda. Utusan penginjil dari Kongsi Barmen Jerman juga ikut bergabung yaitu Tuan Pendeta Heine dan Pendeta Klam-mer. Dalam tahun itu, para pendeta ini melakukan Rapat Sinoda 7 Oktober 1861, dan tanggal ini dianggap sebagai tahun permulaan atau dimulainya kekristenan di tanah Batak. 44 44 Dalam setiap pertemuan rapat-rapat besar missionaris RMG di tanah Batak yang mereka sebut dengan Batak-Mission itu, salah seorang dari missionaris ini ditugaskan untuk menyajikan Memutuskan: mereka akan berpencar menuju daerah yang ditentukan Universitas Sumatera Utara seperti Pendeta Betz membuka pelayanan di Bunga Bondar, Klam-mer di Sipirok Heine di bagian Utara. Pendeta van Asselt sendiri memilih tempat pelayanan di rura lembah Silindung dengan merintis pemberitaan Injil bersama istrinya Dina Malga sejak 1862 hingga 1875. Van Asselt memulai rintisan penginjilannya di Sarulla. Dan dia menemukan banyak persoalan peperangan antar kampung, antar marga, praktek perbudakan, penyakit menular dan musim peceklik. Seluruh daerah yang dikunjungi dilakukan dengan berjalan kaki. Namun, van Asselt tidak men-generalisasi keadaan masyarakat Batak yang ada di daerah Silindung sebagai suatu kondisi yang buruk, orang-orang Batak pintar juga dia temukan yang berperan sebagai datu dukun pengobatan, dan para raja-raja penguasa yang kaya harta. Permulaan masuknya ajaran agama Kristen di tanah Batak baru di mulai pada abad 19 setelah misi kekristenan dimulai pada abad 16 di Indonesia bagian timur di Maluku. 45 Terdapat dua buku yang diterbitkan oleh van Asselt tentang perjalanan pelayanannya di tanah Batak. Buku pertama dalam bahasa Belanda, Achtteen jaren onder de Bataks 18 tahun di tengah orang Batak, 1857-1875 menceritakan makalah dengan topik yang dianggap aktual pada waktu itu. Naskah dari makalah-makalah itu masih dapat ditemukan di dalam arsip RMGVEM di Wuppertal Jerman dalam bentuk cetakan dan script tulisan-tulisan asli para missionaris. Andar Lumbantobing dalam Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak, 1996:hlm.316 45 Seperti catatan harian van Asselt yang ditulis dalam bahasa Belanda dan Jerman dalam buku Achtteen jaren onder de Bataks dan Aus den Anfangen der Batak-Mission. Alih bahasa Pdt. Dr. JR. Hutauruk dalam Tahun Diakona HKBP Parbarita na Uli di Tano Batak. Kantor Pusat HKBP Pea Raja, Tarutung. 2009.hlm.16. Universitas Sumatera Utara perjalanan panjang van Asselt dalam memberitakan Injil, yang diambil dari catatan hariannya. Buku ini kemudian diterjemahkan dalam bahasa Jerman oleh kongsi Barmen RMG dengan judul Aus den Anfangen der Batak-Mission dimulainya pekerjaan pelayanan zending Rhein di Tanah Batak. Beberapa hal yang menjadi catatan pekerjaan van Asselt di tanah Batak, adalah dengan adanya gerakan pembaharuan membentuk majelis di tingkat jemaat kerkeraad, membentuk lembaga sinodal umum di setiap gereja dan mempersiapkan tata gereja yang mandiri dibidang penginjilan, kepemimpinan dan kemandirian dana. Pembaharuan itu dapat dilihat dari hadirnya lonceng gereja Barat menggantikan ogung yang ditempatkan di gereja- gereja seetlle, seperti di Balige, Sigumpar, Laguboti dan Nainggolan. Juga mendatangkan perangkat musik tiup Barat. Pernyataan van Asselt perihal musik tiup itu sarune Jerman-penyebutan yang digunakan orang Kristen Batak pada saat itu menyebutkan: Nampaknya tidak ada waktu untuk memikirkan apakah perlu mendatangkan perangkat-perangkat gerejawi Barat seperti itu, apakah tidak lebih bijak dan kontekstual sekiranya diberi waktu sampai muncul niat untuk memakai instrumen musik Batak digunakan dalam lingkungan gereja, misalnya dalam mengiringi orang bernyanyi dalam kebaktian ? Sepanjang pemantauan kita dalam sejarah penginjilan di tanah Batak pemikiran ke arah itu belum pernah kita temukan. Hutauruk, JR. 2010:140. Karena gangguan kesehatan, ia kembali ke negeri Belanda dan melayani di Eropa selama 30 tahun lagi. Masa pelayanannya di tanah Batak diakhiri pada tanggal 19 Juli 1875. Universitas Sumatera Utara Gambar No. 6: Pdt. Gerrit van Asselt Sumber: Menyongsong 150 Tahun Jubileum HKBP

3.4.3. Pdt. Dr. Johannes Warneck.

Seperti disebutkan sebelumnya, Johannes Warneck mengawali penginjilan di tanah Batak pada tahun 1892 hingga 1906 dan disambung kembali pada tahun 1920 hingga 1931. Masa interval antara tahun 1906 hingga 1920, digunakan untuk bekerja sebagai inspektur zending di kantor pusat RMG di Wuppertal-Barmen, Jerman. Dan ia bekerja pula sebagai dosen missiologi di Bethel Jerman. Pada saat beliau berada di Jerman, ia menyelesaikan pendidikan Doktor missiologi dan kembali ke tanah Batak pada tahun 1920. Penulis sengaja menuliskan tiga orang missionaris RMG Jerman ini dalam pelayanan masuknya ajaran agama Kristen di tanah Batak. Tanpa mengabaikan missionaris lainnya, peta perjalanan ketiga orang missionaris ini dianggap sebagai pionir yang memiliki catatan tersendiri, dan riwayat pelayanan mereka terdapat dalam buku yang diterbitkan oleh kongsi Barmen RMG atas laporan para missionaris ini secara berkala. Universitas Sumatera Utara Dalam hal ini, Johannes Warneck sebagai pionir melakukan tugas penginjilannya sejak ia masih muda di tempat “pusat” orang Batak di Samosir. Ia tercatat sebagai missionaris Barat pertama menginjakkan kaki di pulau Samosir yang saat itu masih menjalankan tradisi animis diseluruh wilayah pulau Batak itu. Ia juga pernah melayani jemaat di Balige bersama Pendeta Pilgram. Sebagai guru zending dan pendeta pribumi dan dosen di sekolah zending Seminari Sipoholon lanjutan Seminari Pansurnapitu. Di Samosir yang menjadi pionir penginjilan tercatat Johannes Warneck yang merintis dan membuka penginjilan. HKBP Nainggolan adalah warisan dari hasil missioner tersebut. Sebab, perjalanan Kongsi Barmen sebutan popular RMG di tanah Batak, selalu membuat jaringan sebagai mata rantai baru di wilayah Toba dan Samosir. Para missionaris RMG yang membawa paham kekristenan, membawa berita Injil dengan menyesuaikan diri ke dalam kehidupan budaya Batak yang animis. Mereka menyesuaikan diri dalam konteks kehidupan orang Batak, sehingga mereka harus hidup sebagai orang Batak yang total, yang digambarkan seperti penginjil Rasul Paulus yang mampu menjadi seorang Yunani ketika dia harus berhadapan dengan orang Yunani. band. Injil Korintus 9:19-23. Sekembalinya dari Jerman, ketika menyelesaikan studi doktoralnya, ia dipercaya sebagai Ephorus tahun 1920-1931, pemimpin tertinggi keorganisasian Gereja Batak “Batak-Mission” di tanah Batak saat itu. Dalam masa pelayanannya pada periode ini, Warneck membuat kamus Batak-Jerman yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Pada masa dia menjabat sebagai Ephorus, nama Batak- Universitas Sumatera Utara Misssion diganti menjadi Huria Kristen Batak 1925 dan menjadi Huria Kristen Batak Protestan HKBP menerima pengakuan sebagai gereja pada tahun 1931 berdasarkan hukum sipil yang berlaku. Pada tahun 1931, beliau kembali ke Jerman dan menjabat Direktur RMG pada tahun 1932 hingga pensiun tahun 1937. Dia meninggal dunia pada tahun 1944 dan dimakamkan di Bad Salzuflen, Jerman. Catatan perkembangan zending RMG di tanah Batak, dapat diurai menurut tahun pekerjaan para missionaris. Tahun 1861, Van Asselt mendirikan gereja pertama di Parausorat, tanah Angkola Sipirok Tapanuliu Selatan. Tahun 1864, Nommensen mendirikan pargodungan di Sait ni Huta Tarutung Tapanuli Utara dengan nama pargodungan Huta Dame, sebagai pusat kegiatan penginjilannya di wilayah Silindung. Tahun 1867, Van Asselt mendirikan sekolah guru di Parausorat Tapanuli Selatan bersama I.L. Nommensen yang banyak melahirkan guru-guru evangelis pribumi dalam membantu misi pelayanan mereka kelak di tanah Batak. Tahun 1875, Ds. Simoneit mendirikan gereja di Simorangkir HKBP Simorangkir Siatas Barita sekarang. Pada tahun 1876, para missionaris melirik kawasan Toba Holbung Tobasa sebagai pekerjaan zending berikutnya. Dua pendeta RMG dikirim untuk bekerja dan menetap di Bahal Batu, yaitu Pendeta Piise dan Pendeta Metzler. Penempatan kedua pendeta ini mendapat reaksi keras dari raja-raja Toba termasuk Sisingamangaraja XII. Periode ini, adalah saat dimana para raja-raja Batak membuat keputusan untuk memerangi para missionaris zendelingen dan semua orang Kristen. Universitas Sumatera Utara Gambar No. 7: Pdt. Dr. Johannes Warneck Sumber: Menyongsong 150 Tahun Jubileum HKBP Seperti disebutkan sebelumnya, kekhawatiran Sisingamangaraja XII dan raja- raja Toba akan kedatangan penginjil ini adalah rasa tidak percaya akan si bontar mata. Mereka mengidentikkan missionaris ini adalah bagian dari kompeni yang ingin menguasai dan merampas hak-hak orang Batak. Istilah sababa do tuan, ditiupkan untuk menanamkan rasa benci kepada usaha pengkristenan orang Batak. Perang tidak terhindarkan, ketika residen Sibolga mengirim pasukan Belanda meng-counter tindakan represif pasukan Sisingamangaraja. Pasukan Belanda, secara terus menerus mengejar pasukan Sisingamangaraja, mulai dari Bahal Batu, Butar, Silindung, Lobu Siregar, Bakkara, Balige dan Laguboti. Perang itu berlangsung selama 30 tahun antara 1877 dan berakhir dengan tewasnya Raja Batak itu tahun 1907 wilayah hutan Dairi sekarang masuk wilayah kabupaten Humbang Hasundutan. Perang itu, salah satu kabut tebal bagi kelangsungan sendi kehidupan orang Batak. Banyak yang tewas selama masa perang itu, baik dari pihak Belanda Universitas Sumatera Utara ataupun orang Batak sendiri. Masa kelam itu, dikenang orang Batak dengan Perang Batak atau Perang Sisingamangaraja Batak Oorlog. Penulis melihat, adanya keterkaitan antara pekerjaan missionaris RMG di tanah Batak dengan kekuasaanintervensi Belanda dalam memberi jalan bagi persebaran agama Kristen di tanah Batak. Namun, pembahasan yang mendalam dan intensif dalam bentuk penelitian tidak dilakukan terhadap adanya hubungan itu. Hanya melihat adanya waktu dan tempat yang sama atas periode masuknya ajaran agama Kristen di tanah Batak dengan infiltrasi kolonial Belanda. Ibid, 2006:52 Dalam perjalanannya, misi RMG Jerman di tanah Batak telah membentuk perhimpunan misi kekristenan, yaitu dengan membentuk organisasi gereja dengan nama Mission Batak. Dapat disebutkan, nama jemaat gereja dalam asuhan RMG yang ada di seluruh wilayah tanah Batak sejak tahun 1861 hingga 1931 masih bernama Mission Batak. 46 46 Lihat Berichte der Rheinischen Missions-Gesellschaft, Nr 3 Mart 1862. Hlm 57. Ditulis: Die ersten Briefe unseser Brueder aus dan Battalande sin duns gekommen, und wir koennen heute der Haimathgemeinde den Beginn der Battamission melden. Den 7 October 1861, warden wir als den geburtstag dieses gliedes in dem Umkreis unserer arbeit bezeichnen duerfen. An diesem tage traten die dortigen Brueder Zur ersten Conferenz in Sipirok zusammen. Berita pendirian Batak-Mission yang diberikan kepada jemaat pendukung zending RMG di Jerman ini, disambut dengan sukacita, karena adanya penyatuan kekuatan missionaris Jerman dan Belanda 7 Oktober 1861 di tanah Batak. Batta- mission bhs.Jerman diartikan sebagai Batak-Mission. Dalam J. Sihombing. Parningotan di ari 7 Oktober 1861-1951, majalah Immanuel 1861-1951 nomor parolop-olopon hal. 7. tt. Pematang Siantar. Sejak tahun 1931 ini, Sebagian gereja Mission Batak mendeklarasikan diri menjadi Huria Kristen Batak Protestan HKBP, yang sebelumnya pada tahun 1929 sudah mensosialisasikan nama HKBP di beberapa wilayah di tanah Batak. Namun, tidak semua gereja Mission Batak itu berafliasi ke Universitas Sumatera Utara HKBP. Ada beberapa gereja yang mempertahankan nama lama itu seperti Gereja Mission Batak GMB yang ada hingga sekarang ini. Pemimpin gereja Batak-Mission hingga selanjutnya disebut menjadi HKBP, yang menjadi Ephorus sejak tahun 1881 hingga tahun 2012 dapat dicatat sebagai berikut: No Nama Ephorus Periode 1 Pdt. DR. Ingwer Ludwig Nommensen 1881-1918 2 Pdt. Valentin Kessel Pejabat Ephorus 1918-1920 3 Pdt. DR. Johannes Warneck 1920-1932 4 Pdt. P. Landgrebe 1932-1936 5 Pdt. DR. E. Verwiebe 1936-1940 6 Pdt. K. Sirait 1940-1942 7 Pdt. DR hc. Justin Sihombing 1942-1962 8 Ds. DR hc T.S. Sihombing 1962-1974 9 Ds. G.H.M. Siahaan 1974-1986 10 Pdt. DR. S.A.E. Nababan 1986-1998 11 Pdt. DR. P.W.T. Simanjuntak 1992-1998 12 Pdt. DR. J.R. Hutauruk 1998-2004 13 Pdt. DR. Bonar Napitupulu 2004-sekarang Tabel. 4. Pemimpin Gereja Batak-Mission hingga menjadi HKBP Sumber : Almanak HKBP 2011. hlm.18. Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung. Dalam perjalanannya, gereja Batak dari berbagai sekte telah menunjukkan kemandiriannya dengan berbagai interdenominasi organisasi. Mereka tetap mempertahankan budaya Batak dalam pola ibadahnya, sekaligus Injil dan buku nyanyiannya memakai bahasa Batak Toba. Masing-masing menjalankan isinya dalam Universitas Sumatera Utara pelayanan peningkatan iman kristsiani sekaligus memberitakan Injil pada daerah zending yang belum dijamah ajaran kristiani

3.5. Pemberitaan Injil Pada Gereja Batak

Seperti disebutkan sebelumnya, pekerjaan pemberitaan Injil yang dilakukan missionaris Barat di tanah Batak meliputi banyak hal selain pelayanan katekisasi menuju pembaptisan, yakni pengobatan, penyelesaian perkara, pembelian para hatoban dan hal lainnya. Sejak awalnya, usaha penyebaran ajaran agam Kristen oleh badan Rheinse zending sudah banyak mengalami tantangan antara lain dari misi Islam, yang memasuki wilayah Batak Toba dari wilayah Selatan. Tantangan itu ditambah lagi dengan masuknya misi Katolik pada tahun 1930-an, dan berusaha menarik orang Batak yang menganut paham animis agama suku ke dalam gereja Katholik Roma, melainkan juga menarik orang Kristen Protestan ke dalam ajaran Katholik Roma. Untuk membendung pengaruh misi Katholik, pihak zending mengizinkan jemaat-jemaat untuk membabtis orang-orang dewasa tanpa melalui proses pengajaran katekisasi secara lengkap. Walaupun saat itu gereja Batak masih tetap memegang ketentuan bahwa orang dewasa hanya boleh dibabtis apabila sudah mengikuti proses katekisasi secara lengkap dan sekaligus mengadakan naik sidi proses inisiasi pendewasaan iman dalam aturan gereja Protestan. Yang perlu mendapat perhatian tentang sikap missionaris seperti Nommensen dalam pergaulannya dengan orang di luar agamanya, seperti Islam dan penganut agama lain adalah tidak adanya rasa antipati terhadap pemeluk agama lain itu. Ia Universitas Sumatera Utara tidak pernah menggunakan metode antitese. Metode yang menyudutkan, mempersalahkan atau mengungkap kelemahan ajaran orang lain, agar ia menyadari bahwa agama yang dianutnya adalah ‘tidak’ benar, tertarik dan beralih kepada agama Kristen. Missionaris ini sadar bahwa seseorang tidak akan dapat dijadikan percaya kepada ajaran Kristen, hanya melalui kepintaran dan tajamnya lidah untuk mempengaruhi masuk ke dalam ajaran Kristen. Karena dalam sebuah perdebatan, bisa saja seseorang itu dianggap menang, namun tidak mempunyai manfaat apa-apa. Hal itu disadari, akan membawa said effect kepada orang yang merasa dirugikan atau dikalahkan, karena akan dapat menimbulkan dendam karena merasa direndahkan. Maka, dihindarkan penganut Kristen untuk berpolemik dengan penganut lain. Dianjurkan, agar penganut agama Kristen bersaksi sebagai pengikut Kristus, hanya melalui kata dan perbuatan dan perilaku attitude atas apa yang mereka yakini benar dan pasti tentang agama Kristen, tanpa menyinggung ajaran orang lain. 47 Dalam metode pengkristenan kepada perorangan maupun kelompok oleh missionaris Barat, sejak semula disadari tidak dapat berbuat lain kecuali menarik simpatik secara perorangan untuk ikut terlibat dalam aktivitas penganut Kristen di pargodungan gereja. Mereka yang ditarik, ditampung dan diberi pendidikan menurut metode Barat. Penulis melihat, metode ini secara tidak langsung telah dipakai para missionaris untuk memasukkan budaya Barat ke dalam tatanan kehidupan orang- 47 Lihat Barita ni D.theol. L. Nommensen. Parsorion Dohot na Niulana. Tulus Jaya, Jakarta 2004.hlm. 99. Terjemahan dari D. Nommensen. Ein Lebensbild. Barmen 1919 oleh J. Warneck. Universitas Sumatera Utara orang Batak. Perubahan itu akan tampak dari seorang Batak yang tidak tahu baca tulis menjadi dapat membaca, atau orang Batak yang dulunya hanya bisa bernyanyi solo dengan andung bertangga nada pentatonik menjadi dapat bernyanyi dengan tangga nada diatonis. Dalam banyak penelitian antropologi menyebutkan peranan zending agama di dunia ini, banyak mengambil peran dalam memajukan dunia pendidikan. Demikian juga dengan zending Jerman yang melakukan ekspansi pendidikan di tanah Batak. Mereka tidak berfikir untuk men-Jermankan orang Batak, tetapi ‘hanya’ untuk mengkristenkan Batak, seperti yang pernah dituduhkan pihak konsulat zending Belanda. Namun, secara tidak langsung unsur-unsur budaya gereja Jerman telah masuk dalam cara-cara pelayanan gereja Batak. Hal itu tampak hingga hari ini. Dari seluruh gereja yang ada di tanah Batak, mengikut pada bentuk struktur bangunan gereja bergaya Jerman Eropa dengan rabung datar dengan menempatkan lonceng di menara-menara gereja, sebagaimana budaya Jerman membuat menara gereja palas-palas sebagai syarat mutlak dari kelengkapan sebuah gereja. Bukan seperti struktur bangunan Batak dengan gaya rabung atap melengkung. Setelah berakhirnya masa pelayanan zending RMG di tanah Batak, banyak orang Indonesia semakin menghargai kebudayaannya termasuk orang Batak yang memahami kebudayaannya yang bernilai tinggi, dan mulai membangun gereja Batak denga gaya arsitektur Batak. Pengaruh lain yang tampak adalah pada kostum para pendeta di gereja aliran Protestan, mereka memakai pakaian toga talar Universitas Sumatera Utara hitam model Eropa sebuah jubah panjang yang menutupi tubuh hingga tumit kaki dan stola panjang yang digantung dengan simbol-simbol kekristenan. Laju perkembangan agama Kristen di tanah Batak, menunjukkan grafik naik secara signifikan. Sepuluh tahun pertama setelah zending Rheins bekerja di tanah Batak pada tahun 1871, telah membabtis sekitar 12.000 ribu orang pengikut Kristen. Dan tahun-tahun berikutnya, orang-orang Batak yang masih menganut agama tradisional dari seluruh daerah berbondong-bondong meminta supaya dapat diterima sebagai jemaat Kristen di gereja-gereja Batak itu. Hal itu membuat pihak zending selalu mengajukan permintaan tambahan missionaris dari kantor pusat RMG di Jerman ke tanah Batak. Hasil pekerjaan zending Jerman ini, dilihat pihak pemerintah kolonial Belanda sebagai sesuatu yang baik. Dan selanjutnya memberi perhatian yang besar dengan memberi bantuan keuangan kepada pusat-pusat penginjilan dan memberi gaji para guru-guru yang mengajar di sekolah pargodungan gereja binaan RMG Jerman di tanah Batak. Perhatian yang diberikan pihak Belanda ini, bukanlah karena keberhasilan ajaran agama Kristen itu diterima oleh masyarakat, namun mereka melihat sisi pekerjaan para missionaris ini membawa kehidupan yang lebih baik, kehidupan yang damai dan tentram bagi masyarakat Batak. Universitas Sumatera Utara

3.5.1. Pertumbuhan Jemaat Gereja Batak

Sejak awal dalam pertumbuhan gereja di tanah Batak oleh penginjilan yang dilakukan badan zending Barmen RMG Jerman, kantong-kantong pekabaran Injil masih dalam bentuk posko PI Pekabaran Injil. Sebelum penginjilan dilakukan pada daerah-daerah baru, lebih dahulu dipilih sebuah kampung menjadi pusat pekerjaan zending. Dari tempat inilah dilancarkan usaha-usaha penyebaran kekristenan ke desa- desa kecil lainnya. Cara ini dipilih sebagai suatu strategi pengembangan yang efektif. Di berbagai daerah, usaha pekabaran Injil selalu dimulai dari kampung yang besar sebagai pangkalan atau sentral pengembangan. Dengan cara ini, diharapkan akan muncul pos-pos dengan membentuk jemaat baru. Jadi, jemaat baru adalah cabang dari jemaat induk dari kawasan sekitarnya. Tata Gereja Mission-Batak pada tahun 1881 lebih menyempurnakan peranan sebuah jemaat yang berdiri sendiri. Dalam pasal 1 didefenisikan, sebuah jemaat baru adalah sekelompok orang dalam sebuah desa yang berpenghuni sekurang-kurangnya 10 kepala keluarga. Awalnya, jemaat yang baru belum mandiri perihal penatalayanan dan keuangan. Lebih banyak jemaat induk memberi kontribusi untuk jemaat baru, dikarenakan masih minimnya jumlah anggota di jemaat baru itu. Mereka belum dapat dikatakan sebagai gereja, sebatas kumpulan orang yang bersekutu untuk beribadah dan menerima pengajaran firman Tuhan. Disamping jumlah kwantitas yang belum memadai, jumlah pendetapun masih sangat minim. Sehingga pelayanan gereja terhadap jemaat selalu berorientasi kepada seorang pendeta yang melayani di jemaat induk. Universitas Sumatera Utara Dalam perjalanannya, gereja-gereja Batak sekarang ini telah memiliki nama masing-masing. Kemandirian ini dimulai sejak keluarnya semua pendeta Eropa dari tanah Batak tahun 1932, beberapa kelompok lembaga gereja membuat organisasi gereja dengan nama masing-masing. Semua gereja dibawah naungan badan zending Jerman yang saat awalnya bernama Batak-Mission beralih nama menjadi Huria Kristen Batak HKB yang disempurnakan menjadi Huria Kristen Batak Protestan HKBP pada tahun 1931. Selain HKBP, ada nama gereja lain dalam komunitas masyarakat Batak Toba yang mandiri tanpa campur tangan pihak RMG, antara lain Huria Kristen Indonesia berasal dari nama gereja HChB pada tahun 1926 telah mandiri, gereja ini adalah salah satu organisasi yang tidak berafliasi pada zending bernuansa Eropa. HKI berangkat dari rasa nasionalis kebangsaan yang dipelopori oleh Pdt. Sutan Malu Panggabean bersama Gr. HM. Manullang, mereka adalah pendiri HKI lihat Sejarah berdirinya HKI. Gereja lain, yang dianggap cukup tua hadir bersama zending RMG adalah GMB Gereja Mission Batak, GPKB Gereja Punguan Kristen Batak. Gereja dalam aliran Protestan lain yang tumbuh dalam komunitas ini diantaranya: GKPI Gereja Kristen Protestan Indonesia; GKPS Gereja Kristen Protestan Simalungun sebelumnya disebut HKBP-S; GKPA Gereja Kristen Protestan Angkola sebelumnya disebut HKBP-A; GKPPD Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi sebelumnya disebut dengan HKBP Simerkata Pakpak; GBKP Gereja Batak Karo Protestan. Disamping gereja-gereja lain yang memiliki ajaran yang sama Protestan dan aliran Universitas Sumatera Utara lain seperti Lutheran, Calvinis, Wesleyan dan Kharismatik banyak bertumbuh di Sumatera Utara. Gereja yang beraliran Protestan Lutheran membentuk wadah dalam sebuah persekutuan gereja-gereja di Indonesia. Di Sumatera Utara mereka tergabung dalam PGI Wil.SU. 48 Disamping beberapa perkumpulan antara gereja yang dibentuk sebagai wadah interdenominasi gereja, ada juga organisasi gereja yang tidak mau ikut bergabung dengan perhimpunan gereja-gereja tersebut. Mereka membentuk wadah hanya gereja mereka sendiri saja. Diantara perkumpulan itu dapat disebut dengan BKAG Badan Kerjasama Antar Gereja yang ada di tingkat-tingkat II, ada juga organisasai BAMAG Badan Musyawarah Antar Gereja dan Sekber UEM Sekretariat Bersama United Evangelical Mission yang memiliki tata ibadah yang sama, mulai dari lagu- lagu rohani dan ayat-ayat Alkitab yang akan disampaikan pada Ibadah Minggu. Sebuah perhimpunan gereja-gereja beraliran Protestan yang terdapat hampir di seluruh Indonesia. Kantor pusat PGI, berada di Jakarta dan memiliki cabang hampir di seluruh propinsi di Indonesia. Sekarang ini, gereja yang beraliran kharismatik sudah turut bergabung dalam wadah PGI Wil. Sumut. Seperti GBI, masuk dalam perkumpulan PII Persekutuan Injili Indonesia. 48 PGI Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia adalah wadah beberapa induk gereja yang beraliran Lutheran Protestan di Indonesia berkantor pusat di Jakarta dan dipimpin seorang Ketua Umum. Di beberapa propinsi, PGI membentuk organisasinya dengan menyebut PGI Wilayah. Misalnya, PGI Wilayah Sumut. Terdapat pula organisasi himpunan gereja-gereja sesuai dengan aliran, ajaran dan kepentingannya, seperti: PII Persekutuan Injili Indonesia; BKAG Badan Kerjasama Antar Gereja; BAMAG Badan Musyawarah Antar Gereja; Sekber UEM Sekretariat Bersama United Evangelical Mission Universitas Sumatera Utara No Organisasi Induk Gereja Kantor Pusat 1 Kantor Pusat Huria Kristen Protestan HKBP Tarutung-Taput 2 Pimpinan Pusat Huria Kristen Indonesia HKI Pematang Siantar 3 Pimpinan Pusat Gereja Kristen Protestan Indonesia GKPI Pematang Siantar 4 Pucuk Pimpinan Gereja Kristen Protestan Angkola GKPA Padang Sidempuan 5 Pimpinan Pusat Gereja Kristen Protestan Mentawai GKPM Kepulauan Mentawai 6 Pimpinan Pusat Gereja Kristen Protestan Simalungun GKPS Pematang Siantar 7 Banua Niha Keriso Protestan BNKP Gunung Sitoli-Nias 8 Moderamon Gereja Batak Karo Protestan GBKP Kabanjahe Karo 9 MPH Majelis Sinode Gereja Punguan Kristen Batak GPKB Jakarta Pusat 10 Pimpinan Pusat Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi GKPPD Sidikalang 11 Gereja Angowuloa Masehi Indonesia Nias Gereja AMIN Nias 12 Gereja Kristen Lutheran Indonesia GKLI Parlilitan-Humbahas 13 Gereja Protestan Persekutuan GPP Medan 14 Gereja Mission Batak GMB Medan 15 Gereja ORAHUA Niha Keriso Protestan ONKP Nias 16 Gereja Angwuloafa’awosa Kho Yesu AFY Nias 17 Gereja Protestan Di Indonesia Bagian Barat GPIB Jakarta 18 Gereja Kristen Indonesia di SUMUT GKI SUMUT Medan 19 Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud GMIST NTT 20 Gereja Kristen Injili Di Indonesia GEKISIA Medan 21 Gereja Siding-Sidang Jemaat Allah GSJA Medan 22 Gereja Gerakan Pantekosta GGP Medan 23 Gereja Bethel Injil Sepenuh GBIS Medan 24 Gereja Pantekosta Pusat Surabaya GPPS Surabaya 25 Gereja Bethel Indonesia GBI Jakarta 26 Gereja Tuhan di Indonesia GTdI Medan 27 Gereja Methodist Indonesia GMI Medan 28 Gereja Kristen Kalam Kudus GKKK Medan 29 Gereja Kristen Muria Indonesia GKMI Medan 30 Gereja Kristen Setia Indonesia GKSI Medan 31 Gereja Kristen Perjanjian Baru Medan 32 Gereja Kristus Rahmani Indonesia GKRI Medan 33 Gereja Protestan Soteria di Indonesia GPSI Medan Tabel. 5. Gereja-gereja yang tergabung dalam PGI Wilayah Sumatera Utara Sumber: Almanak Huria Kristen Indonesia, 2012. hlm.463. Pematang Siantar-Sumut Dalam konteks ini, gereja dari denominasi Katholik tidak masuk dalam wilayah perhimpunan PGI. Katholik sejak awal, mendirikan perhimpunan gereja- Universitas Sumatera Utara gereja mereka yang berpusatkan di Vatikan Roma. Di setiap daerah di Indonesia mereka membentuk KWI Konferensi Wali Indonesia. 3.5.2. Peranan Evangelis di Gereja Batak Peranan evangelis akan tugas dan kewajiban yang diutarakan dalam membantu penyebaran penginjilan di tanah Batak, dapat dipahami bahwa seorang penatua yang diangkat penginjil Barat menjadi evangelis adalah seorang penginjil. Tidak banyak arsip dan data tertulis yang menyebutkan peranan evangelis ini. Penulis, melihat penginjilan tidak berjalan dengan baik tanpa keterlibatan mereka. Namun, informasi yang di dapat dari hasil wawancara dari para guru zending yang masih hidup meyebutkan, mereka bekerja membantu missionaris untuk merawat kehidupan rohani jemaat dan mengurus soal-soal diakoni. Sekali dalam seminggu mereka turut memberitakan Injil dalam kebaktian di kampung atau tempat yang ditentukan missionaris, dan harus menyediakan sepenuh waktunya untuk tugas pekabaran Injil. Namun demikian mereka tidak pernah disebut penginjil. Para evangelis ini melaksanakan pekerjaannya secara sukarela dan tanpa bayaran. Di satu sisi, para penginjil mendapat santunan penuh dari zending yang mengutus mereka. Dalam melaksanakan tugas pemberitaan Injil para evangelis hanya bertugas melayani di dalam sektor wilayahnya. Bagi seorang missionaris yang diperbantukan pada Ephorus pimpinan tertinggi gereja Mission-Batak, mereka dikirim ke daerah- daerah lain untuk memberitakan Injil. Dalam perkembangan selanjutnya, para penginjil yang dikirim ke tengah penganut agama suku Batak di daerah lain, Universitas Sumatera Utara sedangkan para evangelis dipekerjakan menjadi pekerja-pekerja dalam jemaat dan hanya melakukan pemberitaan Injil di lingkungan jemaat itu. Proses pemilihan menjadi seorang evangelis diangkat dari kalangan penatua, orang yang dianggap sudah memahami Injil. Mereka adalah orang-orang yang dipercaya, yang dianggap mampu mengadakan hubungan dengan orang Batak animis. Syarat lain bagi evangelis yakni sudah meresapi pimpinan Roh Kudus. Pada dasarnya tidak terdapat sekolah atau kursus tertentu untuk jabatan evangelis. Bagi mereka yang dipilih atau dihunjuk untuk pekerjaan itu mendapat pelajaran secara pribadi dari missionaris. Dari penjelasan tersebut, dapat disebutkan bahwa jabatan serta tugas seorang evangelis tidak semua dapat tercover. Disebutkan bahwa dalam sidang zending pada tahun 1890 disebut, bahwa hanya missionaris yang berhak untuk menunjuk, mengangkat dan mendidik seorang penatua menjadi evangelis atau penginjil untuk dijadikan Guru Injil di suatu jemaat terpencil, di mana tidak dapat seorang guru zending yang sudah menamatkan pendidikan seminar di Sekolah Seminari yang didirikan pihak RMG. Bahwa setiap guru yang tamat dari seminari hanya boleh ditempatkan yang di jemaat yang punya sekolah, analog dengan hanya jemaat besar yang berhak dan boleh mempunyai guru seminari, karena diharapkan nantinya jemaat besar ini akan dapat mendirikan sekolah baru. Jemaat-jemaat kecil yang tidak mempunyai sekolah tentu tidak akan mendapat seorang guru. Para raja-raja huta yang mendambakan adanya guru di jemaat, berusaha untuk menyelenggarakan pendidikan dengan mendirikan sekolah di tingkat jemaat. Dari beberapa gereja besar saat ini, terlihat Universitas Sumatera Utara adanya sekolah yang dimiliki pihak gereja. Dan diakui sebagai badan pendidikan oleh pemerintah. Guru seminari yang dipersiapkan selain sebagai tenaga rohaniawan di gereja, dia juga harus mampu memberikan pendidikan ilmu lain diluar pendidikan agama. Pada awalnya, kebutuhan akan seorang pemimpin jemaat tidak terlau diperlukan. Namun seiring pertumbuhan jemaat dan kebutuhan pelayanan, mereka sangat memerlukan pemimpin jemaat sekaligus menjadi guru di sekolah-sekolah asuhan gereja. Sehingga peranan seorang guru dapat diandalkan memimpin kebaktian di jemaat-jemaat kecil. Jemaat sudah merasa puas kalau seorang penatua memimpin kebaktian, tetapi lama-kelamaan dengan bertambah majunya jemaat, pelayanan penatua saja tidak lagi dianggap memadai. Karena itu timbul gagasan untuk mendudukkan seorang pemimpin jemaat voorhanger di jemaat-jemaat itu. Sudah tentu seorang pengantar jemaat harus dipersiapkan supaya mereka dapat melakukan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Untuk itu diadakanlah kursus calon-calon pengantar jemaat, yang disebut sekolah penginjil evangelis. Sebutan itu sudah tentu mudah menimbulkan salah paham karena menurut kurikulum dan jenis pelajaran yang diberikan, kursus atau sekolah itu seharusnya disebut sekolah pengantar jemaat. Pada tahun 1903 terjadi kekurangan tenaga-tenaga guru tamatan seminari kurikulum empat tahun dirasakan sangat diperlukan dan besar manfaatnya. Untuk mengatasi kekurangan itu, konferensi para missionaris mengajukan usulan untuk mendirikan sekolah guru evangelis dengan masa pendidikan dua tahun. Lulusan kursus itu akan ditempatkan di jemaat-jemaat yang sudah mempunyai sekolah, tetapi Universitas Sumatera Utara belum mempunyai guru. Dengan cara itu diharapkan dapat memenuhi kekurangan guru dalam waktu yang relatif singkat. Tetapi penempatan mereka di jemaat segera menimbulkan kesalahan, orang-orang berpendapat bahwa mereka tidak hanya bertugas untuk mengajar di sekolah, melainkan harus turut melaksanakan tugas-tugas pelayanan di jemaat. Pendapat itu dengan tegas ditolak pihak penyelenggara zending di Barmen sebagai pusat sekolah seminari yang didirikan di tanah Batak dengan alasan bahwa seorang evangelis bukan bertugas rangkap sebagai seorang guru. Selanjutnya pada tahun 1905, Nommensen memberi jalan keluar dengan mengusulkan agar guru-guru senior mengikuti kursus evangelis selama dua tahun untuk kemudian diangkat sebagai evangelis. Usul itu tidak dapat diterima oleh guru- guru. Sebagai guru mereka memperoleh gaji yang cukup baik, sebab sekolah-sekolah mendapat subsidi dari pemerintah. Suatu jumlah yang tidak mungkin mereka mendapat sebagai Evangelis, karena jemaat kecil tempat mereka akan ditempatkan dianggap tidak dapat memenuhi sistem penggajian seperti mereka telah menerima dari badan zending. Artinya, apabila seorang guru seminari yang akan ditempatkan di tingkat jemaat, akan berdampak pada putusnya hubungan penggajian dengan pihak zending. Melihat tantangan yang datang dari pihak guru, akhirnya Nommensen membatalkan rencananya untuk mendirikan sekolah evangelis itu. Dalam beberapa tahun kemudian, untuk mengatasi persoalan ketiadaan tenaga-tenaga penginjil pribumi yang akan melayani di tiap tingkat jemaat, pada tahun 1909 beberapa pendeta Batak bekerja sama untuk mendirikan sebuah perkumpulan yang disebut Kongsi Batak. Tujuan dari pendirian kongsi Batak ini Universitas Sumatera Utara adalah menyediakan tenga-tenaga penginjil untuk dikirim zending kepada penganut agama tradisional. Pada umumnya orang-orang yang diutus atas biaya Kongsi Batak itu adalah evangelis. Pada mulanya Kongsi Batak ini tidak diakui oleh para missionaris Barat sebagai bagian dari zending Batak Batak Mission. Tetapi setelah dilihat dari hasil pekerjaan mereka, diyakini bahwa usaha mereka hanya didasarkan pada kasih. Untuk itu, dalam pertemuan konferensi para missionaris yang diadakan tahun 1916 memutuskan untuk mendesak gereja-gereja Batak yang sudah berdiri, agar menjadikan kebutuhan-kebutuhan Kongsi Batak sebagai tanggungjawabnya, supaya Kongsi Batak mempunyai keleluasaan melaksanakan tugas-tugas besar yang mereka emban. Dalam rapat itu juga diputuskan untuk memilih guru-guru yang dianggap cukup matang dan baik untuk diperbantukan pada badan Kongsi tersebut. Salah satu diantaranya adalah guru Tyrannus Hasibuan, seorang guru yang kemudian dikukuhkan menjadi pendeta, saat itu oleh rakyat dia dikenal sebagai pengkhotbah kebangunan rohani yang cakap dan berpengaruh. Dia diperbantukan pada Kongsi Batak bersama guru Petrus Napitupulu. Dapat dilihat dari beberapa tulisan bahwa banyak orang-orang Batak yang menghargai jasa-jasa Tyrannus Hasibuan. Dia sangat dihormati, baik dikalangan Kongsi Batak maupun di kalangan Gereja Batak pada umumnya. Lumbantobing, 1996:125 Banyak orang asing memberi pengertian terhadap orang-orang Batak, yaitu merupakan sebuah kelompok masyarakat atau bangsa karena dalam keadaan dipaksa mereka bermigrasi ke daerah-daearh lain karena daerah-daerah tempat tinggal mereka Universitas Sumatera Utara tidak subur dan tidak dapat menghidupi mereka. Istilah yang diberikan yaitu: “kemana orang Batak pergi, dia akan membawa agama dan adat-istiadatnya”, demikianlah ucapan bayak orang asing yang mengenal orang-orang Batak di rantau. Pada umumnya tempat-tempat baru itu tidak termasuk daerah pelayanannya. Untuk mengatasi kekosongan di gereja Batak, para penginjil-penginjil itu juga bermigrasi ke tempat-tempat tempat baru mereka. Disana mereka hidup ditengah-tengah masyarakat yang beragama lain, sehingga orang-orang yang bukan Kristen tahu, orang Batak yang datang dari asalnya adalah orang-orang yang sudah mengenal tentang Kristus. Penginjil-penginjil yang bekerja di kalangan orang-orang Batak di rantau tidak jarang harus menghadapi dilema. Antara lain, orang-orang mendesaknya membabtiskan anak-anak mereka yang belum dibabtis, padahal mereka tidak berhak melakukan itu. Untuk mengatasi kesulitan itu, dalam konperensi tahun 1922 para missionaris memutuskan untuk memberi ijin kepada para penginjil selama jangka waktu tertentu untuk membabtiskan anak-anak dan orang dewasa. Surat kuasa itu secara berkala harus di perbaharui oleh penginjil yang bersangkutan. Permohonan itu harus diajukan kepada missionaris yang akan memperbaharui surat izin itu secara tertulis. Di samping itu para penginjil itu juga boleh diizinkan untuk memberkati nikah. Tetapi untuk mengadakan perjamuan kudus kepada para penginjil tidak pernah diberikan izin. Dengan demikian, sesuai dengan kebutuhan, penatua, guru dan pendeta pensiun dapat diangkat sebagai penginjil. Selain orang-orang yang sudah berjabatan itu, siswa-siswa sekolah pendeta yang gagal pada ujuan akhir atau tidak mampu Universitas Sumatera Utara meneruskan pendidikan atau seorang guru Injil atau pendeta yang diberhentikan karna kelakuannya tidak disukai dijemaat atau karena tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, dapat juga diangkat jadi seorang penginjil. Khusus untuk mantan pendeta tersebut, kiranya tidak ada lagi pekerjaan lain yang lebih baik yang dapat diberikan kepadanya. Berdasarkan latar belakang tentang penetapan jabatan penginjil, dapat dilihat bahwa para penginjil mempunyai tingkat pendidikan dan latar belakang yang berbeda-beda dan berasal dari berbagai macam lapangan pekerjaan. Mereka ditunjuk oleh gereja dan diangkat sebagai penginjil untuk dilaksanakan sebagai tugas pelayanan gereja di lapangan, hanya untuk mengisi kekokosonga pelayanan di tingkat jemaat yang ada di rantau parserahan.

3.5.3. Berdirinya Sekolah Guru Jemaat

Jabatan guru merupakan lanjutan dari jabatan kateket atau pengajar. Kedua jabatan ini merupakan satu keterkaitan yang dapat diulas dalam rangkaian guru sebagai penginjil. Ketika Nommensen pertama kalinya mengangkat penatua untuk membantu dalam memelihara jemaat, yaitu tahun 1865, empat tahun setelah diadakan Sinode pertama konferensi misi yang pertama di Parausorat Sipirok, dia menulis surat kepada kantor pusat RMG di Barmen Jerman: Apa dan bagaimana tanggapan pihak RMG dan pendukungnya di Jerman terhadap orang-orang pribumi yang memiliki bakat menjadi kateket istilah yang dipakai pada seorang guru muda. Disini terdapat orang-orang yang benar-benar memiliki kemampuan, yang sudah dikuasai oleh Universitas Sumatera Utara kasihnya kepada Kristus Yesus, yang mampu berbuat lebih banyak dari kami untuk jemaat-jemaat pribumi. Nommensen memberi keyakinan kepada pihak RMG Barmen, bahwa jauh lebih mudah mempergunakan tenaga mereka para guru yang akan disekolahkan dari pada mempergunakan tenaga tenaga missionaris langsung dari Eropa untuk berbagai pekerjaan. Lebih lanjut, ditegaskan mereka akan lebih mampu menyalami hati dan pikiran penduduk dan dengan demikian mereka akan dapat melakukan banyak kebaikan untuk pekerjaan misi. Disamping itu, pada suatu saat bangsa itu pasti akan berdiri diatas kakinya sendiri, mereka akan mengangkat dan mendidik guru dan pendetanya sendiri, sama halnya dengan di negeri-negeri lain. Untuk menjawab permintaan Nommensen terhadap pekerjaan misi di tanah Batak, pihak RMG Barmen pada tanggal 12 Februari 1866 mengutus Dr. Schreiber ke tanh Batak. Dia bertugas sebagai praeses mengepalai suatu wilayah Gereja sekaligus juga menyusun tata tertib konferensi misi dan mengerjakan penerjemahan Injil ke dalam bahsa Batak. Dia juga ditugaskan untuk mendirikan sebuah seminari, tempat mendidik tenaga-tenaga yang kelak dapat diangkat sebagai guru bantu pribumi untuk missionaris. Pada tahun 1868, Schreiber membuka sebuah seminari pembantu di Parausorat Angkola yaitu sekolah Kateket. Pendirian sekolah Kateket di Parausorat adalah cikal bakal sekolah Seminari yang didirikan di Pansurnapitu yang kemudian dipindahkan ke Sipoholon hingga sekarang. Sekolah ini, merupakan bagian yang utuh dari gereja. Para siswa yang di didik di seminari ini, adalah merupakan anggota jemaat gereja. Keikutsertaan seorang pelajar dalam pendidikan di seminari, dengan sendirinya mewajibkan dia menjadi Universitas Sumatera Utara pekerja di gereja. Sampai sekarang ketentuan itu masih berlaku, dalam arti pekerja yang mengutus mereka adalah gereja yang mengasuh sekolah seminari ini yaitu, HKBP. Sekolah ini sekarang dinamai Sekolah Seminarium HKBP Sipoholon. Jadi kebutuhannya adalah untuk konsumsi gereja HKBP saja. Gereja lain, tidak mempunyai link untuk ikut dalam pendidikan guru di sekolah itu. Pada dasarnya, kebutuhan para guru Injil sekarang disebut guru huria atau guru jemaat atau pimpinan jemaat, adaptasi dari istilah voorhanger yang banyak dipakai hingga sekarang ini, adalah seorang pimpinan dalam sebuah jemaat yang menggembalai para jemaat di sebuah gereja. Di gereja-gereja Batak, peranan guru huria ini sangat diperlukan. Dalam setiap gereja, yang menjadi pimpinan majelis jemaat adalah seorang voorhanger, dengan tugas sebagai pembantu Pendeta yang ditempatkan di gereja induk shuttle. Karena pada setiap gereja, belum tentu ditempatkan seorang pendeta akibat minimnya jumlah pendeta dari setiap denominasi, atau akibat gereja dalam tingkat jemaat belum mampu untuk memberi gaji penuh bagi seorang pendeta. Sekarang ini, sekolah yang mendidik para guru jemaat seperti Sekolah Guru Huria di Seminarium Sipoholon, awalnya hanya diperuntukkan bagi kebutuhan gereja HKBP saja. Namun, belakangan ini ada beberapa gereja di luar HKBP yang mengutus calon-calon guru jemaatnya untuk belajar disana. Hal ini bisa terjadi karena gereja dimaksud belum memiliki sekolah khusus guru jemaat. Dalam beberapa hal, sekolah-sekolah yang mendidik tenaga keagamaan Kristen Protestan, sudah banyak hadir di Indonesia, secara khusus di Sumatera Utara. Alumni dari sekolah ini Universitas Sumatera Utara biasanya dalam katagori stratum satu yang bergelar sarjana teologi, juga telah dipakai sebagai sebagai guru jemaat. Adalah sebuah prestise bagi sebuah jemaat gereja, apabila mereka memiliki seorang guru jemaat memiliki gelar sarjana strata satu. Gambar No. 8: Sekolah Seminarium HKBP Sipoholon Sumber: Dokumentasi Pribadi Para guru jemaat yang ditempatkan di sebuah gereja, adalah seorang tenaga guru Injil tetap di gereja itu, yang diberi gaji oleh induk gereja dengan predikat sebagai guru tetap atau guru full time. Mereka dapat dipindahkan menurut aturan gereja induknya secara periodik. Sehingga, seorang guru huria full time tidak boleh berada dalam satu jemaat saja selama ia bertugas. Ia berpindah-pindah. Universitas Sumatera Utara Dalam beberapa kasus, tugas seorang guru jemaat dapat diambil alih oleh seorang Pendeta menjadi guru di jemaat itu. Hal itu bisa terjadi dengan perkembangan status gerejanya menjadi sebuah gereja khusus. Istilah resort khusus bagi sebuah gereja diberikan kepada jemaat yang sudah mandiri secara ekonomi untuk memberi anggaran belanja kepada pendetanya. Gereja dengan status khusus ini, dipisahkan dari gereja-gereja setingkatnya yang disebut gereja dalam satu pagaran yang berpusat pada sebuah tingkat resort. Gereja yang diasuh oleh seorang guru jemaat, adalah sebuah jemaat gereja pada tingkat paling bawah. Struktur gereja Batak yang dipakai hingga sekarang, masih mengikuti pola yang dibuat oleh RMG. Yaitu, sebuah denominasi gereja yang terdiri dari banyak jemaat, memiliki pimpinan di tingkat Resort, Distrik dan Pucuk Pimpinan. Pimpinan pusat sebuah organisasi gereja yang dikepalai oleh seorang Ephorus atau Bishop. Pimpinan tertinggi di organisasi gereja ini membawahi beberapa distrik atau daerah. Sebuah daerah dipimpin oleh seorang Praeses. Daerah yang membawahi beberapa shuttle atau sering disebut dengan Resort, dipimpin oleh seorang Pendeta Resort. Resort sebagai pusat dari beberapa jemaat gereja adalah perhimpunan gereja dalam tingkat jemaatb dalam satu pagaran. Satu resort bisa terdiri dari 5 hingga 20 jemaat. Dan pimpinan jemaat adalah seorang guru huria atau vorhanger. Para pimpinan mulai dari tingkat Ephorus hingga Resort harus berlatar belakang gelar pendeta. Namun dalam tingkat jemaat, gereja diasuh oleh seorang guru huria atau voorhanger yang diangkat oleh pimpinan pusat gereja atau status Universitas Sumatera Utara seorang guru huria atau pimpina jemaat yang diangkat oleh jemaat itu sendiri. seperti yang tergambar dalam bagan berikut: EphorusBishop PraesesPimpinan Distrik PraesesPimpinan Distrik Pendeta Pendeta Pendeta Resort Pendeta Resort Pendeta Pendeta Guru JemaatVoorhanger Guru JemaatVoorhanger Tabel. 6. Struktur Pimpinan di Gereja Batak Protestan Sumber: Hasil Analisis Data Penulis Pendidikan yang ditawarkan dalam sekolah seminari ketika didirikan tahun 1886 oleh Pendeta Johansen, sudah memiliki kurikulum yang memiliki muatan musik disamping muatan teologis dan ilmu humaniora lainnya. Program pendidikan empat tahun yang dibuat dalam kurikulum itu memuat pengetahuan Alkitab, Injil Sinoptik, Sejarah Gereja dan lainnya. Dalam ilmu humaniora terdapat mata pelajaran Berhitung, Ilmu Bumi, Bahasa Melayu dan lainnya yang berganti dalam setiap tahun Universitas Sumatera Utara mata pelajaran. Mata pelajaran musik selalu hadir setiap tahunnya dinamai mata pelajaran bernyanyi dan bermain biola yang memuat 2 jam mata pelajaran setiap tahunnya. Demikian pentingnya pengetahuan musik yang disertakan dalam kurikulum sekolah guru Injil dulunya, adalah merupakan pentingnya fungsi musik itu dalam penyelenggaraan peribadatan nantinya yang diajarkan para guru jemaat selepas mereka dari sekolah seminari itu.

3.6. Hubungan Agama Kristen dan Adat Batak Toba

Studi kesejarahan yang melihat hubungan antara ajaran agama Kristen dan norma-norma hukum adat Batak Toba yang pernah dilakukan oleh peneliti menyebutkan ada tiga titik fokus hubungan pertalian segitiga itu. Pertama, misi zending hadir di tanah Batak dalam upaya pengkristenan orang Batak yang menganut paham animis. Kedua, pemahaman masyarakat Batak dalam menerima pengaruh yang dibawa oleh missionaris Jerman sebagai pola yang membentuk mereka kepada paham Kristen. Ketiga, peranan pihak pemerintah kolonial Belanda yang mendukung zending dalam pemberitaan Injil di tanah Batak sekaligus pihak kolonial yang memiliki hubungan langsung dengan “rakyatnya” orang-orang Batak. Pihak zending yang mengutus missionaris ke tanah Batak, awalnya membuat pendekatan dengan pihak raja-raja Batak dengan bantuan pihak pemerintah Belanda. Kesulitan dialami ketika para missionaris masuk ke tanah Batak bagian utara, sebagai daerah yang masih berdaulat tanpa campur tangan pemerintah Belanda. Hal ini tampak ketika van Asselt masuk ke dataran tinggi Sipirok yang tidak Universitas Sumatera Utara menemui kesulitan, karena pihak Belanda memberi garansi keamanan kepada mereka. Hal ini tidak ditemui di wilayah Silindung, sehingga pihak missionaris perlu meminta advis kepada pihak kolonial untuk memberi jaminan keamanan dalam pelayanan mereka. Wilayah bagian utara di lembah Silindung tidak dalam kekuasaan Belanda, norma adat adalah hukum yang masih berlaku di daerah ini. Tantangan yang dialami missionaris Nommensen di lembah Silindung berbeda halnya dengan misi yang dijalani penginjil di bagian selatan di Sipirok. Berbagai kesulitan dialami ketika Nommensen harus mengambil keputusan atas berbagai persoalan yang menyangkut adat dalam budaya Batak. Bagi masyarakat Batak Toba yang ditemuinya, hukum adat adalah junjungan tertinggi yang mengatur sendi kehidupan mereka. Misalnya, terdapat dalam kasus perkawinan orang Batak yang sudah menerima baptisan Kristen dengan orang Batak yang masih menganut paham animis. Nommensen berusaha untuk membuat perjumpaan iman Kristen dengan adat Batak. Keputusan penting yang mengatur tata adat perkawinan menurut ajaran agama Kristen pada akhirnya membuat beberapa aspek adat menjadi dihilangkan yang dalam beberapa periode dilakukan oleh orang-orang Batak yang melangsungkan perkawinan, salah satu diantaranya adalah tidak dipakainya aspek musik gondang untuk mengiringi pesta adat perkawinan selanjutnya direvisi kembali dalam sinode godang gereja Batak. Hukum perkawinan Batak Toba menjadi satu fokus perhatian dari pihak missionaris dan raja-raja Batak, karena kesulitan itu berlatar belakang kepada terjadinya hubungan ikatan dua marga yang berbeda menjadi satu. Bukan sebatas Universitas Sumatera Utara orang yang kawin itu saja. Harus dilihat dari filosofi Batak dalihan na tolu yang dijunjung tinggi oleh kelompok masyarakat Batak. Hal itu yang menjadi pedoman aturan perkawinan yang dipakai oleh orang Batak Kristen hingga beberapa lama. Hal itu tertuang dalam peraturan yang diterbitkan zending dalam konferensi sinodal para missionaris yang menyebutkan: 1 Perkawinan para murid baptisan akan diakui sah, tetapi sesudah mereka dibaptiskan haruslah perkawinan itu “diberkati secara gerejawi”. 2 Sesuai dengan kebiasaan orang-orang kafir, perkawinan dalam marga sendiri tidak diperbolehkan sekalipun tidak ada pertalian kekeluargaan menurut pengertian Eropa. 3 Murid-murid baptisan yang kawin dengan ibu tirinya hanya dapat diijinkan menjalani baptisan setelah bercerai daripada si ibu. 4 Seorang murid baptisan perempuan yang sudah menjadi janda, yang sesuai dengan adat dikawinkan dengan abangadik lelaki suaminya atau iparnya laki-laki yang masih kafir, haruslah ditebus apabila ternyata tidak ada jalan lain Schreiner, 2002:68. Missionaris Warneck mengkritisi aturan-aturan yang dibuat oleh Nommensen dan Johansen tentang disiplin hukum gereja yang mencampuradukkan ke dalam aturan adat Batak. Dia melihat, pertobatan orang yang melakukan perzinahan dapat ditebus dengan sejumlah uang adalah satu bentuk pelanggaran gerejawi, dan dia menganjurkan untuk melakukan pembinaan sebelum dia benar-benar bertobat mengampuni dosanya di hadapan Tuhan. Hal ini terjadi hingga sekarang, dengan membuat hukuman kepada orang-orang yang melanggar aturan gereja. Orang yang melanggar itu akan di ban atau dikeluarkan dari gereja sekaligus dilakukan pembinaan dan bermohon untuk diterima kembali sebagai anggota jemaat gereja. Universitas Sumatera Utara Ketentuan-ketentuan adat yang diberlakukan untuk orang Kristen pribumi di tanah Batak, berhenti pada pertengahan tahun 1920. a Antara tahun 1879, setelah didudukinya wilayah Silindung oleh pemerintah kolonial dan tahun 1885 telah disusun 46 pasal yang diakui sebagai pedoman yang menentukan pelaksanaan hukum. b atas anjuran pemerintah, ketentuan yang sudah dibuat ditinjau kembali untuk diserahkan kepada raja dan para zendeling untuk dipertimbangkan. Dalam redaksi baru itulah peraturan-peraturan tersebut dibukukan. c Bersamaan dengan itu terbitlah karangan seorang ahli Belanda, J.C. Kielstra, yang berjudul Beschirjving van hetbijzondere Adatrecht van de inheemsche Christenen in het Batakland dengan pengertian pencatatan hukum adat khusus buat orang-orang Kristen pribumi di tanah Batak. Schreiner, 2002:71. Ketentuan-ketentuan adat yang pertama yang disusun oleh Nommensen tahun 1876 dan Johannsen dari tahun 1892, dapat diamati sebagai suatu kontiniuitas dalam melihat sejarah dan pokok permasalahan yang dibahas. Yang menjadi pokok permasalahan dalam peraturan-peraturan tersebut adalah perkawinan, perceraian dan hukum warisan. Dalam rangka usaha-usaha itu, Mohri memberi sebuah ceramah mengenai hubungan-hubungan perkawinan orang Batak. Ketentuan-ketentuan adat Kristen dibicarakan juga dengan para penatua, yang sudah mewakili jemaat-jemaat mereka dan diperbincangkan serta direvisi satu persatu. 49 49 Dalam leaflet RMG vol. 1, Sumatera, Bericht Mohri 1541879: “Orde baru itu mengijinkan kami mengambil keputusan dan undang-undang untuk keadaan jemaat-jemaat kami, yang sepatutnya dihormati oleh pemerintah. Dengan bersatunya kekuatan-kekuatan para raja Kristen kita, maka kami Universitas Sumatera Utara Ketentuan-ketentuan itu memuat peraturan tentang penguhan dan pemberkatan perkawinan dan mencampurkan pula persoalan-persoalan yang sukar mengenai perkawinan orang Kristen dengan orang kafir misalnya mengenai mas kawin, pencurian, hukum harta milik dan lain-lain. Yang mencolok adalah penghargaan rangkap yang lazim dilakukan pada waktu saat proses upacara perkawinan orang Batak, apabila kedua mempelai adalah orang Kristen, maka yang memberkati mereka adalah pendeta, sebaliknya yang berbeda kepercayaan diberkati oleh guru atau penatua. Ketentuan itu dilakukan dengan tujuan mendidik para jemaat agar mengurangi perkawinan diantara orang yang berbeda kepercayaan. Tetapi dalam jemaat-jemaat sampai sekarang ini masih merajalela salah paham bahwa nilai agamawi yang bertingkat dalam hal pemberkatan perkawinan oleh gereja. Dalam ketentuan itu dapat dilihat bahwa agama Kristen mempengaruhi adat Batak, misalnya untuk memperbaiki kedudukan wanita yang sebelumnya dipaksa kawin bagi anak-anak gadis tidak lagi diperbolehkan oleh Rheinische Mission. Dalam pengolahan ketentuan itu muncul kembali pencampuran antara disiplin gerejawi dengan adat Batak, ketika dimunculkan hukuman denda dalam disiplin gereja serta ketentuan-ketentuan adat Kristen. Karena dirasa tidak efektif serta tidak sesuai dengan disiplin gereja, selanjutnya penggunaan hukuman denda dihapuskan. pertama-pertama menertibkan permainan judi sebagaimana juga urusan-urusan hari perpasaran maksudnya: hari-hari pasar supaya jangan jatuh pada hari Minggu, penulis. Universitas Sumatera Utara Untuk lebih mendalami persoalan kekristenan dan adat Batak sudah muncul sejak berlangsungnya perjumpaan diantara keduanya sekitar abad ke-19, ketika para penginjil Barat datang pertama sekali ke tanah Batak. Persoalan ini tidak akan pernah dapat terselesaikan apabila masih banyak orang Batak yang menganut agama Kristen dan menjalankan adat istiadatnya. Dalam pemahaman kekristenan mensyaratkan agar keduanya hidup bersama, saling mendukung serta melengkapi diantara keduanya dalam memaknai kehidupan. Namun diantara kedua norma itu tentu terdapat perbedaan dalam hal hakekat dan pemahaman interpretasi penganutnya. Ketegangan-ketegangan yang muncul tidak selalu dapat didamaikan dalam tataran konsep di atas kertas, karena perbedaan diantara keduanya nampak jelas ketika berhadapan atau berjumpa di tengah realitas kehidupan nyata. Adat Batak dan kekristenan masing-masing mempunyai ketegangan tersendiri, yang memiliki sifat positif dan konstruktif. Adakalanya ketika ketegangan itu muncul akan memberi jawaban kepada norma itu menjadi aturan yang sejati dan dapat menjadi tolak ukur yang normatif. Adat istiadat Batak dipelihara pemakai kebudayaan ini untuk memajukan dan meningkatkan kualitas hidup, sekaligus aturan Injil menjadi penopang dalam mengungkapkan iman kekristenan. Dalam mengapresiasi budaya adat Batak Toba yang diberikan oleh Tuhan, tentu tidak bisa terlepas bahwa itu adalah ciptaan-Nya. Sehingga semua hasil karya cipta manusia dapat diinterpretasi sebagai bagian dari kekayaan manusia yang berbudaya. Sekaligus dapat memahami penggambaran perjumpaan agama Kristen Universitas Sumatera Utara dan adat Batak Toba dapat berjalan seiring untuk memenuhi kebutuhan sosio- kultural. Karena adat tidak mengukur nilai-nilai kristiani dan sebaliknya ajaran kekristenan tidak dapat menepis peranan adat itu dalam pertumbuhan tatanan kehidupan masyarakat Batak Toba. Universitas Sumatera Utara

BAB IV MUSIK TIUP

DALAM KEBUDAYAAN BATAK TOBA 4.1. Aktivitas Musik Dalam Upacara Adat Batak Toba Dalam pembahasan ini, akan dilihat bagaimana musik berfungsi dalam aktivitas kemasyarakatan Batak Toba di berbagai tempat dan melihat proses perubahan kehidupan sosial dengan aktivitas-aktivitas individu masyarakat Batak Toba demi kelangsungan hidup struktur sosial masyarakatnya. Termasuk dalam aktivitas pelaku musik. Bagaimana seorang pemusik melakukan pekerjaannya dan bagaimana musik tiup ini disetujui masyarakat dalam sebuah upacara. Batak Toba mempunyai musik tradisional sendiri yang telah menjadi heritage sebagai unsur kebudayaan material. Musik tradisional masyarakat Batak Toba, seperti musik tradisional lainnya memiliki posisi yang sangat penting dalam mengiringi acara-acara tradisional berupa upacara adat, upacara-upacara keagamaan dan sebagai sarana hiburan. Dari dua pendapat diatas, penelitian ini akan berkaitan dengan perilaku musik, pertunjukan musik dan pengalaman terhadap musik serta mempelajari sekaligus menganalisis keberadaan musik tersebut dalam masyarakat.

4.1.1. Pengertian Musik Pada Masyarakat Batak Toba

Musik sebagai ekspresi kultural yang sebahagiannya bersifat universal dan sebahagian lain bersifat partikular. Musik juga merupakan ekspresi emosi yang berkait dengan kehidupan. Ritem dan melodi dalam musik dapat mengungkapkan emosi yang disampaikan oleh senimannya. Selain itu musik juga merupakan alat Universitas Sumatera Utara