Komunitas Batak Toba di Jakarta

pada masyarakat pribumi pertama yang tingga di kota Medan. Tetapi, hal yang dapat dilihat adalah mereka tetap hidup berkelompok dengan membentuk komunitas yang kuat. Mereka membentuk kesatuan-kesatuan hegemonis marga menurut garis keturunan, kelompok satu daerah asal sahuta dari tingkat pemuda hingga jenjang kekeluarga yang sudah menikah. Mereka juga aktif membentuk kelompok dalam satu pola pikir dan tujuan yang disbeut dengan partungkoan.

2.5.3. Komunitas Batak Toba di Jakarta

Membicarakan orang Batak di perantauan, perlu untuk mengungkap keberadaan mereka yang bermukim di Jakarta. Karena Jakarta sebagai ibukota negara dianggap orang Batak sebagai indikator mengukur seseorang berhasil dalam mengadu nasib mencari keberuntungan. Namun, dalam pembahasan masyarakat Batak Toba yang menggunakan adat dalam sistem kehidupannya, orang Batak yang di Jakarta tidak menjadi pembahasan lebih mendalam. Hanya, yang bermukim di Bona Pasogit, Simalungun dan Kota Medan. Seperti dijelaskan sebelumnya, orang Batak Toba sudah ada di Batavia Jakarta pada tahun 1900-an, yang dibawa oleh pihak kolonial Belanda sebagai pembantu utama mereka. Dapat dicatat, orang Batak pertama yang sudah ada di Jakarta adalah seorang pemuda Batak Kristen alumni sekolah Seminari Pansurnapitu Tarutung yang menjadi guru di Batavia bernama Simon Hasibuan, dia sudah berada di Batavia pada tahun 1907 Sihombing, 1962:65. Setahun kemudian terjadi eksodus orang Batak dalam mencari pekerjaan ke Batavia dengan menempuh perjalanan Universitas Sumatera Utara sendiri. Sebahagian mereka dapat bertahan disamping lainnya harus pulang kembali ke Tapanuli, karena tidak memiliki keahlian. Kedatangan orang Batak di Batavia pada tahun-tahun berikutnya, disamping tetap mencari pekerjaan ada juga yang datang sengaja untuk menuntut pendidikan di berbagai sekolah ternama di Batavia pada tahun 1913, seperti Kwekschool Gunung Sahari, K.W.S, STOVIA dan lainnya. Mereka yang sudah tamat bekerja pada perusahaan negara seperti Jawatan Topografi. Komunitas pertama orang Batak yang tinggal di Batavia, berada di kawasan Sawah Besar dengan membentuk perkumpulan Batak Kristen Protestan sebagaimana mereka dahulunya di Tapanuli Hasibuan, 1922:61. Bagi orang Batak yang datang ke Batavia, awalnya ditampung oleh orang Batak pertama datang ke darah itu, secara estafet perlakuan itu tetap dipergunakan dalam menyatukan dan membentuk komunitas Batak di Jakarta. Hingga pada tahun 1917, kumpulan orang Batak Kristen sudah melakukan kebaktian sebagai upaya penyatuan semua orang Batak yang berada di Jakarta sebanyak 50 orang. Orang-orang Batak di Batavia ketika itu, melihat bahwa komunitas yang dibangun berdasarkan pendekatan keagamaan dianggap kurang efektif dalam mengayomi seluruh masyarakat Batak. Hal ini menurut penulis, disebabkan kumpulan ini hanya mengarah kepada satu paham yakni Kristen. Hingga tahun 1922, beberapa orang mendirikan kumpulan Haholongan beranggotakan orang Batak dari berbagai latar belakang sosial dan keagamaan, Kristen dan Islam bergabung dalam perhimpunan ini. Selanjutnya, dibentuk kumpulan orang Batak Batak Voettbal Universitas Sumatera Utara Vereniging, yaitu perkumpulan olahragawan Batak, begitu pula kumpulan Bataks Bond yang bergerak dalam bidang politik serta kumpulan Jong Batak yakni perhimpunan pelajar-pelajar Batak yang ada di Batavia. Latar belakang kedatangan orang-orang Batak di Batavia itu, hingga kini masih dapat dirasakan dalam komunitas Batak yang dibentuk berdasarkan agama, marga dan kelompok patrineal. Mereka yang berada di Jakarta sekarang ini, tetap melakukan hubungan kontak dengan asal muasalnya di tanah Batak. Kemudahan transportasi dan teknologi dengan cepat menjangkau kedua daerah ini. Dalam hitungan jam, orang Batak yang ada di Jakarta akan dapat tiba di bona pasogit untuk mengikuti ritual adat yang diyakininya atau mengurus keluarganya. Begitu juga sebaliknya. Pameo orang Batak yang tinggal di Jakarta hidup sukses, membuat orang Batak Toba hingga kini tetap mengejar impian untuk dapat hidup di ibukota negara ini. Nilai-nilai ekspansi yang dimiliki orang Batak memungkinkan mereka cepat menyebar di daerah-daerah lain di Indonesia. Penyebaran ini bida disengaja ataupun ditempatkan menurut pekerjaan mereka. Di Kalimantan orang Batak sudah mendiami daerah itu pada tahun 1923, mereka berada di sekitar Singkawang, Pontianak dan Mempawah. Sedang di pulau Sulawesi, orang Batak disana sudah bermukim mulai tahun 1920-an, seperti ditempatkannya beberapa orang Batak yang menjadi anggota militer. Di Papua dimulai pada tahun 1942, dengan masuknya orang Batak sebagai tentara Heiho dan Romusha yang dibawa oleh tentara Jepang. Tahun 1961, seorang petinggi militer Batak telah menjumpai orang Batak di pulau Morotai Papua. Universitas Sumatera Utara Hal yang perlu dicatat, adalah adanya orang Batak yang sudah bermukim di luar negeri. Orang Batak pertama yang berada di Eropa tercatat pada tahun 1876 bernama Djaogot, dia dibeli oleh Pdt. Van Asselt sebagai budak yang kemudian dikirim ke luar negeri untuk menimba ilmu di sana. Setelah itu terdapat beberapa nama yang juga menetap di luar negeri baik itu dengan alasan untuk melanjutkan studi ataupun mencari pekerjaan misalnya, M.H Manullang seorang putra Tarutung melanjutkan sekolahnya di Senior Cambridge Singapura antara tahun 1907-1909. Tahun 1920-an sudah ada beberapa orang Batak yang menjadi guru di sana. Tahun 1927 seorang Kristen Batak tamatan sekolah Zending asal Sipirok, yakni A. Batubara berangkat ke Singapura untuk mencari pekerjaan. Tahun 1930, Bintatar W.F Napitupulu asal Sangkarnihuta Balige pindah ke Malaya dan bekerja di Ipoh sebagai pegawai Lindeteves. Tahun-tahun selanjutnya ada juga pendatang baru dengan berbagai tujuan memasuki Singapura. Tahun 1935 diketahui sudah ada 3 orang yang sekolah di Seven Day Adventis Singapura. Dalam kurun waktu 1949-1955 jumlah orang Batak Toba yang tinggal di Singapura mengalami pasang surut. Hal ini dikarenakan tidak semuanya tinggal menetap di sana. Salah satu penyebab bertambahnya orang Batak Toba di Singapura adalah ketika pemuda-pemudi yang rindu kampung halaman itu pulang ke Singapura dengan membawa anak istri mereka. Sementara itu, pulau Batam juga menjadi tujuan orang-orang Batak Toba dalam mencari pekerjaan. Berdasarkan statistik HKBP, warga HKBP di pulau Batam dan Singapura tahun 1991 sebanyak 5.629 jiwa Almanak HKBP 1994:370. Dan Universitas Sumatera Utara pada tahun 2011, masyarakat Batak yang bermukim di pulau Batam dan Tanjung Pinang dengan statistik terdaftar sebagai penduduk menetap sebanyak 68.126 jiwa. Belum lagi para pemuda yang bekerja kontrak di perusahaan dan industri yang tidak terdaftar dalam anggota IKABSU Ikatan Keluarga Besar Batak Sumatera Utara. wawancara 11 Januari 2012, John Kennedy Aritonang-Ketua I IKABSU Batam- Tanjung Pinang. 2.6. Adat Batak Dalam Siklus Kehidupan Masyarakat Batak Toba Adat sebagai sutau kelaziman memiliki sinonim kepada kata membiasakan atau mengadatkan, ketika adat dilakukan secara berulang-ulang maka adat serta kebiasaan itu adalah merupakan sebuah sikap perilaku. Adat hidup dari perorangan atau golongan yang dipakai dalam lingkungan suatu kebudayaan. Pada masyarakat Batak Toba adat dikenal dengan ugari yang berarti suatu kebiasaan atau cara Warneck 1978 hal 14. Sehingga dapat disebut bahwa adat yang mengatur keseluruhan kehidupan ketika manusia mulai lahir hingga mati. Batasan yang dipakai untuk menyebut adat bagi masyarakat Batak Toba adalah sebuah hukum yang menjadi ugari yang sudah dipergunakan oleh nenek moyang orang Batak adat sijolo-jolo tubu orang Batak mempercayai bahwa kehidupan adat bagi mereka adalah mutlak dan alamiah. Orang Batak tidak mengenal istilah bebas dari adat atau lingkungan kehidupan orang Batak yang bebas dari adat untuk itu dapat disebut bahwa adat lah yang menentukan dan mengatur semua batas dan penggenapan kehidupan. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian adat lebih kurang sama pengertiannya dengan hukum ugari yang hidup ditengah-tengah masyarakat Batak. Orang Batak yang tidak memiliki adat dicap sebagai jolma naso maradat, satu hal yang dihindarkan dalam kehidupan mereka.namun belakangan, ada pemahaman adat itu dapat dibuat sesuka hati menurut keinginan sepihak. Contoh, pesta jubilate ulang tahun, tardidi inisiasi pembaptisan nama, malua masa akil balik, peresmian bangunan pemerintah, syukuran naik jabatan adalah adat yang dibuat-buat oleh orang Batak. Masyarakat Batak Toba memiliki adat dalam mencerminkan sikap tingkah laku yang digunakan oleh masyarakatnya yang berisikan sistem kekeluargaan dengan nilai-nilai dan norma yang saling berhubungan. Perwujudan dari adat Batak, secara normatif dapat dilihat dari pelaksanaan upacara-upacara yang dilakukan masyarakat Batak Toba. Hal ini diasumsikan bahwa adat bagi orang Batak adalah aturan hidup yang harus dimiliki dalam bertingkah laku pada setiap individu dan kelompok masyarakat ini. 30 Konsep yang dilakukan dalam setiap upacara adat Batak untuk menunjukkan nilai normatifnya, tertuang dalam konsep suhi ampang na opat empat sudut bakul yang memberi arti kehadiran pihak-pihak kekerabatan dalam sebuah upacara adat, diantaranya pihak dongan tubu, hula-hula, boru dan aleale. Keempat kelompok ini bertemu melakukan kegiatan adat menurut kepentingannya seperti bermufakat mengambil kesimpulan dengan musyawarah marhata adat; menerima hak tetap 30 Rumusan Seminar Adat Batak Toba dalam Pedoman Umum Pelaksanaan Adat Batak Toba. Parbato Medan. 1998. CV. Bintang Inc. Universitas Sumatera Utara dengan membagi potongan daging parjambaran kepada kelompok suhi ampang na opat, hingga implementasi komunikasi yang dilakukan dengan kegiatan tari manortor bersama. Situmorang, 1983:5 Kegiatan manortor adalah bagian dari konsep marmusik bagi masyarakat Batak Toba. Seperti, kegiatan ritual upacara bius, upacara religi ugamo malim dan upacara perkawinan, selalu memakai alat musik pengiring Sihombing, 1989: 289. Adat Batak Toba dalam perjalanannya berhadapan dengan perubahan sosial masyarakat pengguna kebudayaan ini.

2.6.1. Upacara Adat Kelahiran