Dongeng JEJAK SEJARAH DALAM MITOLOGI, LEGENDA, FOLKLOR, UPACARA DAN LAGU DI BERBAGAI

29 Bab 2 Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Sebelum dan Sesudah Mengenal Aksara. walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran moral atau bahkan sindiran. Dongeng juga memiliki kesamaan unsur-unsur cerita dengan daerah-daerah lain. Cerita Cinderella misalnya dalam versi Indonesia juga dikenal dengan ”Bawang Merah dan Bawang Putih”, ”Si Melati dan Si Kecubung”, dan ”I Kesuna Ian I Bawang” di Bali.

a. Dongeng Binatang

Dongeng binatang adalah dongeng yang ditokohi oleh binatang, baik binatang peliharaan maupun binatang liar. Binatang-binatang tersebut dapat berbicara dan berakal budi seperti manusia. Pada suatu kebudayaan binatang-binatang itu terbatas pada beberapa jenis. Di Eropa Belanda, Jerman dan Inggris binatang yang se- ring menjadi tokoh cerita adalah rubah fox yang bernama Reinard de Fox . Di Amerika, pada kebudayaan masyarakat Negro kelinci yang bernama Brer Rabit, pada masyarakat Indian Amerika coyote sejenis anjing hutan, rubah, burung gagak, dan laba-laba, di In- donesia kancil pelanduk dengan nama sang Kancil atau seekor kera, dan di Filipina. Binatang-binatang itu semua mempunyai sifat yang cerdik, licik dan jenaka. Tokoh sang Kancil misalnya dalam ilmu folklor disebut dengan istilah the trickster atau tokoh penipu. Suatu bentuk khusus dongeng binatang adalah fabel, yaitu dongeng binatang yang mengandung moral ajaran baik buruk. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur dongeng yang berupa fabel dise- but tantri. Menurut C. Hooykaas, cerita tantri berasal dari naskah Pancatantra yang sudah mengalami proses adaptasi. INFO SEJARAH Contoh tentang tantri dikemukakan oleh Hooykaas dalam cerita ”Seorang Brahmana dan Anjing Hutan yang Tak Tahu Membalas Budi.” Jika cerita aslinya dalam Pancatantra mengenai seorang yang menolong seekor ular. Namun, ular yang ditolong itu hendak menelan orang itu maka pada versi Jawa tokoh-tokoh cerita berubah menjadi seorang brahmana dengan seekor anjing hutan. Jika pada cerita aslinya, tokoh penengahnya adalah seekor rubah maka pada versi Jawa dari cerita tantri, tokoh penengahnya adalah seekor kancil. Kedua cerita itu mengandung tipe cerita yang sama, yaitu ”binatang yang ditolong mengancam penolongnya” atau ”binatang yang tak kenal budi kembali ke dalam kurungannya.” Seorang Brahmana telah membebaskan seekor anjing hutan yang telah terkurung dalam perangkap. Namun, setelah bebas ia tidak berterima kasih, bahkan hendak menelan si Brahmana. Akhirnya Brahmana ditolong oleh sang Kancil yang diminta bantuannya sebagai penengah. Dengan tipuannya sang Kancil meminta supaya si Anjing Hutan mengulangi lagi kejadiannya maka si Anjing Hutan dapat terkurung lagi dalam perangkap sehingga dibunuh oleh pemburu yang memasang perangkap. 30 Sejarah SMAMA Jilid 1 Kelas X

b. Dongeng Biasa

Dongeng biasa adalah jenis dongeng yang ditokohi manusia dan biasanya adalah kisah suka duka seseorang. Di Indonesia dongeng biasa yang populer adalah yang bertipe ”Cinderella”, yaitu seorang wanita yang tidak ada harapan unpromissing heroin. Dongeng biasa yang bertipe Cinderella ini bersifat universal karena tersebar ke segala penjuru dunia. Ada beberapa dongeng biasa yang bertipe Cinderella di Indonesia, misalnya dongeng “Ande-Ande Lumut” dan “Si Melati dan Si Kecubung” di Jawa Tengah dan Jawa Timur, “Bawang Putih dan Bawang Merah” di Jakarta, “I Kesuna Ian I Bawang” di Bali. Motif-motif dalam dongeng Ande-Ande Lumut memiliki kesamaan dengan cerita Cinderella, misalnya: ibu tiri yang kejam; tokoh wanita yang disiksa oleh ibu dan kakak-kakak tirinya; penolong gaib; bertemu dengan pangeran; pembuktian identitas; menikah dengan pangeran. Selain, tokoh dongeng tipe Cinderella yang berjenis wanita, adapula yang berjenis laki-laki Male Cinderella.Tokoh yang demikian ditemukan di Skandinavia dengan nama Askeladen yang berarti putra abu. Contoh dongeng semacam ini banyak di Indonesia. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur misalnya dikenal dongeng Joko Kendil. Di Bali ada beberapa, antara lain dongeng tentang seorang yang bertubuh sebelah, seperti dongeng I Mrereng Si Bandel, I Rare Sigaran Si Sebelah , I Sigir, I Truna Asibak Tua Asibak Si Jejaka Sebelah, Tua Sebelah , I Dukuh Sakti dan I Sibakan . Motif cerita orang separuh ini bersifat universal karena selain ada di Indonesia ada juga di Cina, India, di negara-negara Afrika, dan sebagainya. Dongeng biasa lainnya di Indonesia yang juga memiliki penyebaran yang luas adalah yang bertipe ”Oedipus”, yaitu ten- Gambar 2.5 Cerita fabel yang direliefkan pada candi Jawa; ini membuktikan bahwa tradisi fabel terus dijaga hingga masa mengenal sistem aksara. Sumber: Indonesian Heritage: Sejarah Awal 31 Bab 2 Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Sebelum dan Sesudah Mengenal Aksara. tang perkawinan sumbang antara seorang laki-laki dengan ibu kandungnya mother incest prophecy dan pembunuhan ayah oleh putra kandungnya secara tidak sengaja. Di Indonesia dongeng yang setipe dengan Oedipus, yaitu dongeng Sangkuriang atau disebut juga ”Legenda Terjadinya Gunung Tangkuban Perahu” dari Jawa Barat. Di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali terdapat mite ”Prabu Watu Gunung” dan dari Nanga Serawai Kalimantan Barat terdapat dongeng ”Bujang Munang”. Dongeng biasa lain- nya di Indonesia yang penyebarannya luas adalah yang bertipe Swan Maiden Gadis Burung Undan, yaitu dongeng atau legenda mengisahkan seorang putri yang berasal dari burung undan atau bidadari, yang terpaksa menjadi manusia karena kulit burungnya atau pakaian bidadarinya disembunyikan seseorang sewaktu ia sedang mandi. la kemudian menjadi istri laki-laki itu dan baru dapat kembali ke kayangan setelah menemukan kembali kulit, pakaian burung atau pakaian bidadarinya. Dongeng biasa seperti ini selain terdapat di Indonesia juga terdapat di India, Spanyol, Jerman, Perancis, Arab, Persia, Polinesia, Melanesia, Australia dan Eskimo. Beberapa contoh dari Indonesia adalah dongeng Raja Pala dari Bali, Joko Tarub dari Jawa Timur Tuban dan Pasir Kujang dari Pasundan, Jawa Barat. Tampaknya cerita rakyat Indonesia, khususnya yang bera- sal dari suku bangsa Jawa, Sunda, dan Bali banyak memperoleh pengaruh dari luar. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa mereka telah mengambil alih begitu saja dari luar, melainkan telah mereka olah terlebih lanjut sesuai dengan kebudayaan mereka sehingga tidak terasa keasingannya. Keadaan demikian wajar, sebab sejarah bangsa Indonesia sejak dahulu kala memang bersentuhan dengan peradaban-peradaban besar seperti Hindu, Islam, Cina dan Ero-Amerika.

2. Folklor

Folklor adalah adat-istiadat tradisonal dan cerita rakyat yang di- wariskan secara turun-temurun, dan tidak dibukukan merupakan kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan turun menurun. Kata folklor merupakan pengindonesiaan dari bahasa Inggris. Kata tersebut merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata dasar yaitu folk dan lore. Menurut Alan Dundes kata berarti se- kelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok sosial lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain, berupa warna kulit, bentuk rambut, mata pencaharian, bahasa, taraf pendidikan, dan agama yang sama. Namun, yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka telah memiliki suatu tradisi, yaitu kebudayaan yang telah mereka warisi secara turun-temurun, sedikitnya dua generasi, yang telah mereka akui sebagai milik bersama. Selain 32 Sejarah SMAMA Jilid 1 Kelas X itu, yang paling penting adalah bahwa mereka memiliki kesadaran akan identitas kelompok mereka sendiri. Kata lore merupakan tradisi dari folk, yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan se- cara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat mnemonic device. Dengan demikian, pengertian folklor adalah bagian dari kebudayaan yang disebarkan dan diwariskan secara tradisional, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Perkembangan folklor tidak hanya terbatas pada golongan petani desa, tetapi juga nelayan, pedagang, peternak, pemain san- diwara, guru sekolah, mahasiswa, tukang becak, dan sebagainya. Demikian juga penelitian folklor bukan hanya terhadap orang Jawa, tetapi juga orang Sunda, orang Bugis, orang Menado, orang Ambon dan sebagainya. Bukan hanya untuk penduduk yang beragama Islam, melainkan juga orang Katolik, Protestan, Hindu Dharma, Buddha, bahkan juga Kaharingan Dayak, Melohe Adu Nias, dan semua kepercayaan yang ada. Folklor juga berkembang baik di desa maupun di kota, di keraton maupun di kampung, baik pada