Interpretasi DASAR-DASAR PENELITIAN SEJARAH
67
Bab 3 Metode-Metode Penelitian Sejarah
Penafsiran ini perlu dilakukan karena walau bagaimana pun suatu peristiwa yang terjadi di masa lampau tak akan mampu
diungkapkan secara keseluruhan dan detail. Tak semua peristiwa tersebut direkam atau ditulis oleh orang-orang yang hidup pada
masa peristiwa berlangsung. Bahkan tak jarang, penulis adalah orang yang hidup pada masa berlainan dengan masa tokoh atau
kejadian yang ia tulis.
Di Indonesia, banyak naskah-naskah kuno, terutama yang berasal dari masa Hindu-Buddha, yang penulisnya anonim, alias
tak diketahui. Lebih dari itu, biasanya sebuah naskah klasik, baik itu berupa kidung, hikayat, carita, ditulis oleh lebih dari satu orang.
Apalagi, naskah-naskah tersebut ditulis atas perintah raja atau sultan tertentu. Kaum penulis ini biasanya diberi gaji oleh raja
dan berdiam di istana. Maka dari itu jangan heran bila isi dari naskah bersangkutan begitu menyanjung-nyanjungi kebesaran
dan kewibawaan raja yang bersangkutan. Padahal, pada kenyataannya belum tentu perilaku raja tersebut sesuai dengan
apa yang diberitakan oleh naskah.
Kita bisa melihat perbedaan mendasar yang terdapat dalam naskah Pararaton dan Negarakretagama. Dalam buku Pararaton
diceritakan bahwa Raja Kertanegara dari Singasari adalah sosok yang suka berpesta-pora dan berperilaku serampangan, sedangkan
Negarakretagama
menggambarkannya sebagai raja yang religius,
penganut Buddha-Tantrayana yang saleh. Dengan demikian, terlihat jelas bahwa antara penulis kedua kitab tersebut terdapat
pandangan yang berbeda mengenai Kertanegara. Yang satu merendahkan, sementara yang satu mengagungkan.
Berbagai fakta yang ada dan satu sama lain itu harus kita rangkaikan dan kita hubung-hubungkan sehingga menjadi
kesatuan yang selaras dan masuk akal. Peristiwa-peristiwa yang satu harus kita masukkan di dalam keseluruhan konteks peristiwa-
peristiwa lain yang melingkunginya. Proses menafsirkan fakta-fakta
Gambar 3.3 Babad Cirebon merupakan historiografi
tradisional karena ditulis demi kepentingan Kesultanan
Cirebon.
Sumber Indonesian Heritage: Bahasa dan Sastra
68
Sejarah SMAMA Jilid 1 Kelas X
sejarah serta proses penyusunannya menjadi satu kisah sejarah yang integral menyangkut proses koleksi sejarah. Sudah barang tentu
tidak semua fakta dapat kita masukkan. Kita harus memilih rencana yang relevan dan mana yang tidak. Pemilihan itu tergantung pada
anggapan-anggapan kita. Ini ada hubungannya dengan subjektivitas sejarah yang telah kita jelaskan.
Di dalam interpretasi ini terrnasuk pula periodisasi sejarah. Dalam kenyataannya peristiwa yang satu disusul oleh peristiwa
yang lain tanpa batas-batas dan tanpa putus-putus. Tetapi, di dalam historiografi, kita mengadakan pembagian atas periode-periode
berdasarkan anggapan kita, bahwa tiap-tiap periode itu dirinci menurut hal-hal yang khas. Menurut anggapan orang Indonesia
misalnya, tahun 1945 merupakan batas periode antara masa yang besar di dalam sejarah Indonesia, yakni masa penjajahan dan masa
kemerdekaan. Menurut anggapan sejarawan kolonial Belanda batas periode yang besar itu adalah tahun 1949, yakni “penyerahan
”;
kedaulatan setelah munculnya Perjanjian Meja Bundar, ini menunjukkan perbedaan tafsiran mengenai fakta-fakta tertentu.