Nyanyian Rakyat Folksongs JEJAK SEJARAH DALAM MITOLOGI, LEGENDA, FOLKLOR, UPACARA DAN LAGU DI BERBAGAI

43 Bab 2 Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Sebelum dan Sesudah Mengenal Aksara. rakyat yang berbeda. Nyanyian rakyat memiliki perbedaan dengan nyanyian lainnya, seperti lagu pop atau klasik. Hal ini karena sifat dari nyanyian rakyat yang mudah dapat berubah-ubah, baik ben- tuk maupun isinya. Sifat tidak kaku ini tidak dimiliki oleh bentuk nyanyian lainnya. Nyanyian rakyat lebih luas peredarannya pada suatu masyarakat dari pada lagu-lagu lainnya. Karena nyanyian rakyat beredar, baik di kalangan melek huruf maupun buta huruf, kalangan atas maupun kalangan bawah. Umur nyanyian rakyat pun lebih panjang daripada nyanyian pop. Bentuk nyanyian rakyat juga beraneka ragam, yakni dari yang paling sederhana sampai yang cukup rumit. Penyebarannya melahirkan tradisi lisan me- nyebabkan nyanyian rakyat cenderung bertahan sangat lama dan memiliki banyak varian-varian. Nyanyian rakyat memiliki fungsi sebagai pelipur lara, nyanyian jenaka, nyanyian untuk mengiringi permainan anak-anak, dan nyanyian “Nina Bobo”. Fungsi yang kedua adalah sebagai pembangkit semangat, seperti nyanyian kerja ”Holopis Kuntul Baris”, nyanyian untuk baris-berbaris, perjuangan dan sebagainya. Fungsi ketiga adalah untuk meme- lihara sejarah setempat, dan klen. Di Nias ada nyanyian rakyat yang disebut Hoho, yang dipergunakan untuk memelihara silsilah klen besar orang Nias yang disebut Mado. Fungsi keempat adalah sebagai protes sosial, mengenai ketidakadilan dalam masyarakat, negara bahkan dunia. Dari berbagai jenis nyanyian rakyat, yang dapat dipertim- bangkan sebagai salah satu sumber dari penulisan sejarah adalah nyanyian rakyat yang bersifat berkisah, nyanyian rakyat yang tergolong dalam kelompok ini adalah Balada dan Epos. Perbedaan antara balada dan epos terletak pada tema ceritanya. Tema cerita balada mengenai kisah sentimentil dan romantis, sedangkan epos atau wiracarita mengenai cerita kepahlawanan. Keduanya memi- liki bentuk bahasa yang bersajak. Nyanyian yang bersifat berkisah ini banyak terdapat di Indonesia. Di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali terdapat epos yang berasal dari epos besar Mahabarata dan Ramayana. Nyanyian rakyat di Jawa Tengah dan Jawa Timur juga di sebut sebagai ”Gending”. Gending-gending Gambar 2.13 Permainan didong di Gayo, Aceh; tampak kedua kelompok bertanding dengan menyanyikan pantun. Sumber Indonesian Heritage: Bahasa dan Sastra 44 Sejarah SMAMA Jilid 1 Kelas X tersebut masih dibagi ke dalam beberapa jenis seperti Sinom, Pucung dan Asmaradhana, Balada di Jawa Barat diwakili oleh Pantun Sunda. Seorang sarjana Belanda bernama C.M. Pleyte telah men- gumpulkan pantun Sunda mengenai Lutung Kesarung 1910 dan Nyai Sumur Bandung 1911. Penelitian pantun Sunda berikutnya dilakukan oleh Ajip Rosidi yang berhasil mengumpulkan 26 pantun Sunda dan 14 di antaranya sudah diterbitkan pada tahun 1973. Di antara Pantun Sunda yang berhasil direkam oleh Ajip Rosidi tersebut antara lain: ”Tjarita Mundinglaja di Kusuma”, ”Tjerita Nyi Sumur Bandung”, dan ”Tjarita Demung Kalagan”. Kebanyakan teks pantun-pantun itu panjang.

C. TRADISI SEJARAH MASYARAKAT INDONESIA SETELAH MENGENAL AKSARA

KEGIATAN 2.2 Untuk memperdalam rasa cintamu pada tanah air, kerjakan kegiatan berikut ini secara perseorangan Coba cari olehmu cerita legenda atau mitos yang ada di daerahmu. Kamu boleh bertanya kepada orang tuamu atau tetanggamu atau orang yang mengetahui hal itu lebih dalam. Atau bila tidak ada, carilah cerita rakyat yang telah dikenal lalu rangkum pada kertas kosong Atau boleh pula kamu membuat laporan mengenai sebuah upacara tradisonal yang ada di Indonesia. Carilah informasinya pada suratkabar, majalah dan internet. Setelah selesai, kumpulkan pada gurumu Sebelum masyarakat mengenal sistem tulisan, masyara- kat Indonesia telah berhubungan dengan para pedagang asing, terutama dari Cina Selatan dan India Selatan. Karena Kepulauan Nusantara terletak di antara jalur pelayaran Cina-India maka para pedagang yang pergi dari Cina ke India atau sebaliknya dipastikan melewati perairan Indonesia. Selama pelayaran ini, para pedagang asing menyempatkan diri singgah di tempat-tempat di Indone- sia. Persinggahan para pedagang asing tersebut dapat berlangsung sementara atau untuk waktu yang cukup lama. Adakalanya mereka singgah di pelabuhan-pelabuhan yang ramai didatangi para pelaut dan pedagang lain, sekadar menawarkan barang dagangnya. Dan adakalanya pula mereka mencari dan membuka lahan baru sebagai tempat tinggal sementara sebelum melanjutkan pelayaran. Ingat, pelayaran mereka sangat tergantung pada kondisi cuaca. Kata Kunci Prasejarah, sanskerta, pallawa, suluk, syair. 45 Bab 2 Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Sebelum dan Sesudah Mengenal Aksara. Para pedagang dan pelaut asing yang berdiam relatif lama itu pada akhirnya bersosialisasi dengan penduduk pribumi Nusan- tara. Dengan demikian, terjadilah kontak budaya antara mereka dengan orang-orang pribumi. Memang, pengaruh India dan Cina terhadap kehidupan pribumi tidak sama. Ini terlihat dari segi po- litik. Kita akan mengetahui bahwa ternyata orang-orang Indialah yang banyak memainkan peran politik di awal-awal tarikh masehi di Nusantara. Ini terlihat dari sistem pemerintahan kerajaan yang diadopsi dari sistem di India. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para pakar, bangsa Indonesia memasuki zaman sejarah sekitar abad ke-5 Masehi, yaitu dengan ditemukannya tujuh buah prasasti yang berbentuk yupa di daerah Kutai, Kalimantan Timur. Pengaruh India sangat kental dalam penemuan yupa tersebut yaitu terda- patnya huruf Pallawa yang tertulis dalam yupa tersebut. Dari sinilah kemudian tradisi sejarah pada masyarakat Indonesia mulai terbentuk. Mereka mulai membuat catatan tertulis atau merekam pengalaman hidup masyarakatnya. Berikut contoh beberapa re- kaman pengalaman masyarakat Indonesia yang berwujud prasasti sebagai berikut:

1. Prasasti a.

Prasasti Kerajaan Kutai Kerajaan Kutai terletak di sekitar aliran Sungai Mahakam, Ka- limantan Timur . Menurut bukti prasasti yang ditemukan, Kutai merupakan kerajaan tertua di Indonesia. Prasasti Kutai itu ber- bentuk tugu atau yupa yang berbahasa sanskerta dan huruf pallawa. Dalam salah satu prasasti dinyatakan nama-nama raja seperti Kudungga , Aswawarman, dan Mulawarman sebagai peringatan Gambar 2.14 Prasasti Sanghyang Tapak. Sumber AngkasaMuseum Sri Baduga.