66
Sejarah SMAMA Jilid 1 Kelas X
Pertanyaan kedua mengenai asli tidaknya sesuatu sumber, harus dijawab dengan analisis sumber. Analisis sumber mencoba
mengetahui apakah sesuatu sumber itu asli ataukah turunan. Sumber asli sudah barang tentu lebih tinggi mutunya daripada
sumber turunan atau salinan. Proses ini terutama sekali penting bagi dokumen-dokumen dari zaman dahulu karena pada waktu
itu satu-satunya cara memperbanyak adalah dengan jalan menyalinnya. Dalam menyalin itu tentu ada kemungkinan
timbulnya perubahan di dalam isi dokumen. Dokumen-dokumen dari zaman modern yang diperbanyak dengan mesin stensil atau
dengan kertas-karbon, dan foto kopi sudah tentu lebih dapat dipercaya daripada sumber yang diturunkan dengan tulisan tangan.
b. Kritik Intern
Kritik intern adalah kritik terhadap isi dari suatu peninggalan sejarah seperti isi prasasti, kitab kuno, dokumen dan sebagainya.
Kritik Intern ini mulai bekerja setelah kritik ekstern selesai menentukan, bahwa dokumen yang kita hadapi memang dokumen
yang kita cari. Kritik intern harus membuktikan, bahwa kesaksian yang diberikan oleh sesuatu sumber itu memang dapat dipercaya.
3. Interpretasi
Setelah melakukan kritik intern, kita telah dapat menghimpun banyak sekali infonnasi mengenai sesuatu periode sejarah yang
sedang kita pelajari. Berdasarkan semua keterangan itu dapat kita susun fakta-fakta sejarah yang dapat kita buktikan kebenarannya.
Menurut Louis Gottschalk suatu fakta sejarah atau ”historical facts adalah;a particular derived di rectly or indirectly from historical
documents and ragaded as credible after careful tasting in accordance with the canons of historical method’
’. Jelaslah bahwa fakta-fakta sejarah tidak sama dengan data
sejarah atau jejak-jejak sejarah sebagai peristiwa. Jejak itu hanyalah bahan-bahan untuk menyusun fakta-fakta sejarah. Kumpulan fakta-
fakta sejarah belum merupakan kisah-sejarah. Daftar fakta sejarah yang disusun secara kronologis barulah merupakan kronik dan
bukan merupakan sejarah. Misalnya, daftar fakta-fakta dari sejarah Perang Kemerdekaan kita seperti Proklamasi, Pembentukan BKR,
Pembentukan TKR, Pertempuran Surabaya, Agresi Militer Belanda I, Agresi Militer Belanda II, Gencatan Senjata, Pengakuan
Kedaulatan, barulah merupakan bahan-bahan mentah bagi penulisan sejarah Perang Kemerdekaan kita. Ciri dari historiografi
dan hasilnya yang berupa sejarah sebagai kisah adalah interpretasi. Interpretasi dalam sejarah adalah penafsiran kembali terhadap suatu
peristiwa sejarah lalu memberikan pandangan atau pendapat teoretis yang ilmiah. Seorang peneliti sejarah takkan berani
memberikan tafsiran bohong atas sebuah peristiwa sejarah.
67
Bab 3 Metode-Metode Penelitian Sejarah
Penafsiran ini perlu dilakukan karena walau bagaimana pun suatu peristiwa yang terjadi di masa lampau tak akan mampu
diungkapkan secara keseluruhan dan detail. Tak semua peristiwa tersebut direkam atau ditulis oleh orang-orang yang hidup pada
masa peristiwa berlangsung. Bahkan tak jarang, penulis adalah orang yang hidup pada masa berlainan dengan masa tokoh atau
kejadian yang ia tulis.
Di Indonesia, banyak naskah-naskah kuno, terutama yang berasal dari masa Hindu-Buddha, yang penulisnya anonim, alias
tak diketahui. Lebih dari itu, biasanya sebuah naskah klasik, baik itu berupa kidung, hikayat, carita, ditulis oleh lebih dari satu orang.
Apalagi, naskah-naskah tersebut ditulis atas perintah raja atau sultan tertentu. Kaum penulis ini biasanya diberi gaji oleh raja
dan berdiam di istana. Maka dari itu jangan heran bila isi dari naskah bersangkutan begitu menyanjung-nyanjungi kebesaran
dan kewibawaan raja yang bersangkutan. Padahal, pada kenyataannya belum tentu perilaku raja tersebut sesuai dengan
apa yang diberitakan oleh naskah.
Kita bisa melihat perbedaan mendasar yang terdapat dalam naskah Pararaton dan Negarakretagama. Dalam buku Pararaton
diceritakan bahwa Raja Kertanegara dari Singasari adalah sosok yang suka berpesta-pora dan berperilaku serampangan, sedangkan
Negarakretagama
menggambarkannya sebagai raja yang religius,
penganut Buddha-Tantrayana yang saleh. Dengan demikian, terlihat jelas bahwa antara penulis kedua kitab tersebut terdapat
pandangan yang berbeda mengenai Kertanegara. Yang satu merendahkan, sementara yang satu mengagungkan.
Berbagai fakta yang ada dan satu sama lain itu harus kita rangkaikan dan kita hubung-hubungkan sehingga menjadi
kesatuan yang selaras dan masuk akal. Peristiwa-peristiwa yang satu harus kita masukkan di dalam keseluruhan konteks peristiwa-
peristiwa lain yang melingkunginya. Proses menafsirkan fakta-fakta
Gambar 3.3 Babad Cirebon merupakan historiografi
tradisional karena ditulis demi kepentingan Kesultanan
Cirebon.
Sumber Indonesian Heritage: Bahasa dan Sastra