Alternatif Kendaraan Lain yang Digunakan

46 Tabel 16 berikut ini menyajikan lebih rinci mengenai hasil analisis aturan eksternal dalam sistem shift. Tabel 16 Aturan eksternal dalam sistem shift Peraturan Hal yang Diatur Implementasi Aturan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan LLAJ dilakukan secara terkoordinasi. Koordinasi dilakukan oleh forum LLAJ dan forum ini bertugas melakukan koordinasi antar instansi penyelenggaraan yang memerlukan keterpaduan dalam merncanakan dan menyelesaikan LLAJ. DLLAJ melakukan koordinasi dengan instasi terkait Organda dan Kepolisian dan pengusaha serta pengemudi angkot untuk menerapkan sistem shift angkutan kota. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 47 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum. Prinsip-prinsip penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan umum: a. Keseimbangan antara penyediaan angkutan dengan kebutuhan masyarakat akan jasa angkutan. b. Pengembangan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum dilaksanakan dengan memperhatikan sebesar-besarnya kepentingan umum dan kemampuan masyarakat serta kelestarian lingkungan. DLLAJ melakukan evaluasi jaringan trayek dengan memperhatikan kriteria tingkat permintaan angkutan, faktor muatan rata-rata dinamis dan statis sekurang- kurangnya 70, waktu perjalanan pulang, pergi, waktu antara tiap kendaraan, dan panjang lintasan trayek. Adanya sistem shift dapat mengurangi tingkat polusi sehingga terjadi pengurangan pencemaran lingkungan. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Perhubungan a. Arahan kebijakan Daerah dalam peningkatan pelayanan angkutan jalan secara terpadu melalui penataan, sistem jaringan dan terminal serta perencanan manajemen dan rekayasa lalu lintas. Penerapan sistem shift pada angkot agar efektif dan efisien sehingga mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran mobilitas orang, barang dan jasa serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 6 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. a. Manajemen lalu lintas yang meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian lalu lintas untuk ketertiban, keselamatan dan kelancaran lalu lintas. b. Perumusan kebijakan dan pelaksanaan teknis operasional dibidang lalu lintas dan angkutan jalan. DLLAJ Kota Bogor merumuskan rencana dan menerapkan sistem shift pada angkutan kota. Sumber: Data sekunder diolah, 2013

6.2.2 Aturan Informal

Aturan informal dalam sistem shift dibuat secara tidak tertulis dan dibuat berdasarkan hasil kesepakatan musyawarah dan mufakat bersama antar pihak pelaksana. Aturan informal berupa aturan dalam tahap operasional sistem shift. 47 Aturan tersebut berupa aturan pergantian waktu giliran pengoperaasian angkot. Pada masing-masing shift, waktu operasi dimulai pada pukul 00.00 sampai pukul 00.00 dan dalam satu hari hanya ada dua shift yang beroperasi. Aturan pengawasan dilakukan oleh masing-masing KKSU di setiap trayek dan sesama pengemud Pada tahap operasional sistem shift masih terdapat pelanggaran dalam pelaksanaan, seperti adanya angkot yang keluar beroperasi sebelum jam pergantian shift. Hal tersebut terjadi karena sistem shift belum menerapkan sanksi tegas apabila ada yang melanggar aturan pergantian waktu operasi shift.

6.2.3 Boundary Rule, Monitoring, dan Sanksi

Boundary rule merupakan aturan yang secara spesifik mengatur bagaimana seseorang dapat masuk atau keluar dari posisi pengurus pelaksana sistem shift. Pelaksana ide dan regulator sistem shift adalah Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan DLLAJ. Pengurus adalah pihak dari KKU dan KKSU Organda. Pihak yang menjalankan sistem shift adalah pengusaha dan pengemudi angkot. KKU dan KKSU merupakan pihak yang mewadahi kepentingan pengusaha dan pengemudi angkot. KKU merupakan anggota dari organda. KKU dipilih oleh KKSU, sedangkan KKSU merupakan orang yang menjadi kepercayaan pengemudi, dimana KKSU ini dipilih atau ditetapkan oleh pengemudi angkot. Pergantian KKU dan KKSU dilakukan dua tahun sekali. Syarat untuk menjadi KKU atau KKSU adalah sebagai pemilik angkot atau orang yang berperan aktif dalam transportasi Kota Bogor. Sementara itu, untuk menjadi pengemudi dan pengusaha angkot ditentukan oleh pengemudi dan pengusaha dirinya sendiri. Pembubaran sistem shift dapat dilakukan jika sistem shift ini sudah tidak diharapkan lagi keberlangsungan dan manfaatnya. Pembubaran sistem shift hanya dapat dilakukan dengan kehendak seluruh pengusaha dan pengemudi angkot yang sebelumnya diputuskan dengan cara musyawarah dan kesepakatan bersama. Apabila sistem shift ingin dibubarkan, pihak KKSU, perwakilan pengusaha dan pengemudi harus segera melapor kepada DLLAJ. 48 Sistem shift juga memiliki aturan monitoring dan sanksi bagi seluruh pengemudi. Monitoring dan sanksi ini bertujuan agar para pengemudi bertanggung jawab, patuh serta disiplin dalam penerapan sistem shift. Sistem monitoring pada masing-masing trayek diserahkan pada masing- masing KKSU trayek dan sesama pengemudi. Monitoring ini dilakukan setiap saat dan dilakukan di jalur trayek atau di terminal. Apabila ada pengemudi yang melanggar aturan yaitu beroperasi sebelum waktu pergantian shift, maka pengemudi lain dapat memberikan teguran dan melakukan pengaduan kepada KKSU. Pada sistem shift belum diterapkan sanksi yang tegas apabila terjadi pelanggaran oleh pengemudi. Sanksi yang diberikan hanya berupa teguran lisan disertai peringatan oleh KKSU dan pengemudi lainnya. Apabila dengan teguran dan peringatan tidak berubah, pengemudi tersebut masih melakukan pelanggaran, maka KKSU akan melaporkan ke pihak Organda dan akan dilakukan pembekuan izin operasi sampai pemilik mengambil dan membuat pernyataan. Pada umumnya pengemudi malu jika melakukan pelanggaran karena akan menjadi bulan-bulanan diantara pengemudi lain.

6.2.4 Aturan dalam Penyelesaian Konflik

Secara umum apabila terjadi konflik seperti perbedaan pendapat, penyelesaian konflik tersebut akan diselesaikan secara musyawarah. Konflik dapat terjadi antara pihak pelaksana dengan pengusaha dan pengemudi, dan dapat juga terjadi diantara pengemudi. Konflik yang timbul di dalam sistem shift terjadi pada setiap proses pelaksanaan. Pertama, tahap awal yaitu tahap sosialisasi. Pada tahap sosialisasi terjadi ketidaksetujuan dengan adanya penerapan sistem shift dari pihak pengusaha dan pengemudi. Mereka khawatir akan menurunnya pendapatan dan meningkatnya pengangguran. Keputusan sistem shift ini dapat diterapkan atau tidak, dalam tahap sosialisasi dilakukan sistem votting dengan melihat suara terbanyak. Setelah itu dilakukan rapat susulan oleh para pengusaha dan pengemudi untuk bermusyawarah dan membuat kesepakatan. Jika pengusaha dan pengemudi 49 menyatakan setuju dengan adanya penerapan shift waktu operasi, mereka akan datang kembali ke DLLAJ untuk melakukan tahap persiapan pelaksanaan. Kedua, tahap uji coba. Tahap uji coba dilakukan selama satu bulan dan pada tahap ini dilakukan evaluasi. Apabila dirasakan tidak terjadi dampak yang begitu merugikan para pengusaha dan pengemudi upaya pembagian waktu operasi shift dapat dilaksanakan secara tetap. Apabila pembagian waktu operasi shift memberikan kerugian maka shift akan dihentikan. Hal ini dimusyawarahkan kembali diantara pengusaha, pengemudi, DLLAJ dan organda. Ketiga, tahap operasional pelaksanaan. Pada tahap ini biasanya terjadi konflik diantara pengemudi karena adanya pengemudi yang melanggar aturan waktu operasi. Hal ini membuat pengemudi lain kesal dan timbul ketegangan. Untuk menyelesaikan konflik tersebut, pengemudi yang melakukan pelanggaran diberikan teguran dan peringatan baik dari pengemudi lain maupun KKSU. Kesepakatan aturan sistem shift dari seluruh anggota diambil agar tidak timbul konflik. Kesepakatan berupa pembagian hari waktu operasi. Pengemudi maupun pengusaha ada beberapa yang tidak setuju dengan kesepakatan ini, namun pada akhirnya dipatuhi oleh seluruh pengusaha dan pengemudi demi kepentingan bersama.

6.3 Persepsi Efektivitas Tingkat Pengawasan, Sanksi dan Tingkat Kepatuhan Sistem

Shift Efektivitas tercapai apabila tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program dapat tercapai. Selain itu suatu kegiatan dikatakan efektif jika dalam pelaksanaan tugas dan fungsi dari suatu organisasi atau kelompok tidak ada masalah diantara pelaksananya. Tujuan dari sistem shift salah satunya adalah untuk memperbaiki penataan angkutan kota, mengurangi kemacetan dan meningkatkan pendapatan baik pengemudi maupun pengusaha angkot. Efektivitas sistem shift dapat dilihat dari berjalan atau tidaknya pelaksanaan sistem shift. Menurut hasil survey, semua responden 100 berpendapat bahwa sistem shift yang disosialisasikan oleh DLLAJ berjalan sampai sekarang. Nomor trayek angkot 02 dan 03 mulai diimplementasikan dari tahun 2010 sampai sekarang sedangkan pada nomer trayek 07 baru diimplementasikan tahun 2012 50 sampai sekarang. Sejauh ini dalam pelaksanaan sistem shift belum terdapat kendala yang sangat besar yang dapat menyebabkan program shift ini dihentikan. Baik pengusaha maupun pengemudi merasa nyaman dengan adanya sistem shift ini. Selain itu efektivitas sistem shift dapat diukur dengan menggunakan indikator sebagai berikut:

6.3.1 Tingkat Pengawasan

Salah satu indikator untuk melihat efektifitas dari sistem shift adalah tingkat pengawasan. Pelaksanaan sistem shift tidak akan berjalan efektif jika tidak ada pengawasan. Pengawasan sistem shift dilakukan oleh pengurus KKSU dan sesama pengemudi di masing-masing nomor trayek. Sebanyak 28,57 informan menyatakan bahwa tingkat pengawasan dalam implementasi sistem shift sangat tinggi. Sedangkan sebanyak 71,43 informan menyatakan bahwa tingkat pengawasan dalam implementasi sistem shift tinggi. Hal ini karena pada saat malam hari jarang ada pengurus KKSU yang mengawasi, hanya sesama pengemudi saja yang melakukan pengawasan. Secara lebih jelas sebaran persepsi informan terhadap tingkat pengawasan sistem shift disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Sebaran persepsi informan terhadap tingkat pengawasan sistem shift Tingkat Pengawasan Key Person Sistem Shift Jumlah Persentase Sangat Tinggi 2 28,57 Tinggi 5 71,43 Cukup Tinggi Rendah Sangat Rendah Jumlah 7 100 Sumber:Data primer diolah, 2013 Sedangkan menurut 64,86 pengemudi dan pengusaha menyatakan bahwa tingkat pengawasan dalam implementasi sistem shift sangat tinggi. Sisanya sebanyak 35,14 pengemudi dan pengusaha 07 menyatakan bahwa tingkat pengawasan dalam implementasi sistem shift tinggi yang artinya dilakukan setiap hari tetapi tidak 24 jam. Hal ini karena pada saat malam hari jarang angkot 07 yang keluar beroperasi di atas jam 21.00 dan pengawasan oleh pengurus KKSU