Peran Transportasi terhadap Ekonomi dan Lingkungan
13 keberhasilan. Hal tersebut dapat digunakan untuk melihat efektivitas pada sistem
shift. Dinah 1992 dalam tesisnya yang berjudul Profil Pendapatan dan
Hubungan Kerja Usaha Transportasi Opelet di Kotamadya Palembang Suatu Studi Eksploratif mengestimasi pendapatan bersih supir opelet dengan mengurangi
pendapatan kotor dengan jumlah setoran harian dan pengeluaran lainnya. Cara perhitungan pendapatan ini dapat dijadikan rujukan untuk menghitung rata-rata
penghasilan kumulatif pengemudi dan pengusaha angkot sebelum dan setelah ada sistem shift.
Rahmawati 2009 dalam tesisnya yang berjudul Analisis Penerapan Kebijakan Pengendalian Pemcemaran Udara dari Kendaraan Bermotor
Berdasarkan Estimasi Beban Emisi Studi Kasus: DKI Jakarta untuk perhitungan estimasi beban emisi pada penelitian ini dilakukan dengan pendekatan nilai
panjang perjalanan kendaraan vehicle kilometers traveled-VKT. Dibutuhkan data masa per unit aktivitas faktor emisi, jumlah kendaraan dan panjang
perjalanan kendaraan kmwaktu. Berdasarkan parameter pencemaran yang diteliti, kontribusi terbesar emisi di DKI Jakarta didominasi pencemar CO sebesar
72,7 persen, NO
x
sebesar 24,6 persen dan PM
10
sebesar 2,7 persen. Suryani 2010 mengestimasi beban emisi CO kendaraan bermotor dengan menggunakan
pendekatan konsumsi bahan bakar. Dalam kedua penelitian tersebut estimasi beban emisi dilakukan pada seluruh jenis kendaraan, sedangkan pada penelitian
ini hanya menghitung beban emisi CO pada kendaraan angkutan kota yang menjadi sampel dan menggunakan pendekatan konsumsi bahan bakar.
14
III KERANGKA PEMIKIRAN
Menurut BPS Kota Bogor 2011, rata-rata pertumbuhan penduduk Kota Bogor sebesar 1,7 persen per tahun. Penduduk Kota Bogor mengalami
peningkatan dari tahun 2010, 2011 dan 2012 yang masing-masing mencapai 950.334 jiwa, 986.772 jiwa dan 998.565 jiwa. Seiring dengan pertumbuhan
penduduk tersebut diikuti terjadinya peningkatan mobilisasi penduduk. Adanya peningkatan mobilisasi penduduk menyebabkan permintaan kebutuhan jasa
transportasi meningkat. Jasa transportasi yang paling dominan tersedia di Kota Bogor adalah
Angkutan Kota atau angkot. Penyediaan angkot di Kota Bogor dikelola oleh perorangan yang berarti oleh swasta bukan pemerintah. Jumlah pengusaha angkot
yang tidak dibatasi dan dikontrol oleh pemerintah menyebabkan jumlah angkot tidak terkendali. Banyak angkot yang beroperasi per hari supply tidak sebanding
dengan penggunanya demand. Hal ini berimplikasi pada ketidakseimbangan supply dan demand angkot di Kota Bogor. Sehingga penggunaan angkot tidak
efisien, dimana penumpang tidak sesuai dengan jumlah angkot yang tersedia pada waktu-waktu terentu. Jumlah penumpang yang tidak sesuai dengan jumlah angkot
dapat menyebabkan para pengemudi angkutan kota saling bersaing untuk mencari penumpang. Secara langsung inefisiensi penggunaan angkot akan menyebabkan
penurunan pendapatan pengemudi angkot. Selain itu banyaknya jumlah angkot yang beroperasi di jalan dapat memicu terjadinya peningkatan volume lalu lintas
kepadatan dan kemacetan di Kota Bogor. Hal ini dikarenakan adanya ketidaktertiban pengemudi angkot dalam menaikan dan menurunkan penumpang.
Kemacetan dan kepadatan lalu lintas juga dapat menyebabkan pemborosan penggunaan BBM serta peningkatan emisi.
Salah satu upaya untuk mengantisipasi masalah di atas, Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor melakukan penataan angkutan umum melalui
sistem shift atau pergiliran operasional pada angkutan kota. Penerapan program shift pada angkutan kota ini merupakan penanganan masalah transportasi jangka
pendek 2010-2014. Sistem shift ini terdiri dari dua sistem yaitu shift A-B-C dan shift A-B. Pada Shift A-B-C, dalam satu bulan angkot beroprasi selama 20 hari.
Angkot beroprasi dua hari dan satu hari libur. Sedangkan pada shift A-B, dalam