2 Permulaan Jawa Barat memeluk agama Islam: Cirebon

VII-2 Permulaan Jawa Barat memeluk agama Islam: Cirebon

Salah satu berita tertua tentang Cirebon dalam hubungannya dengan agama Islam terdapat dalam buku Suma Oriental, karangan musafir Portugis, Tome Pires. Yang disebutkan oleh Tome Pires sebagai pendiri pedukuhan Islam pertama (mungkin) di Cirebon ialah ayah Pate Rodin Sejarah keluarga Cina ini, yang menurut Tome Pires konon menurunkan raja-raja Demak, telah dibicarakan panjang lebar dalam Bab II-2. Setelah mendarat di Gresik (dan mungkin memeluk agama Islam), lebih dulu Cu-Cu menetap di Demak. Pada waktu itu (dalam sepuluh tahun terakhir abad ke-15) Demak masih diperintah oleh seorang penguasa "kafir", raja taklukan maharaja Majapahit. Penguasa Demak itu telah memanfaatkan jasa-jasa pedagang Cina Islam tersebut, mungkin untuk meningkatkan perkembangan ekonomi kota pelabuhannya. Dalam hubungan itu, sesudah beberapa waktu berlalu ia mengutus Cu-Cu ke Barat, ke

130 Terutama berdasarkan ilmu bahasa dapat dianggap ada kemungkinan daerah-daerah sepanjang pantai barat laut Jawa beserta daerah pedalamannya pada zaman kuno telah didiami oleh suku-suku bangsa yang bahasanya mempunyai langgam corak yang mirip dengan bahasa Sunda sekarang. Sungai Pamali dan Distrik Lebak Siyu dalam cerita tutur Jawa telah dianggap sebagai batas antara daerah-daerah raja Majapahit dan raja Pajajaran (lihat Pigeaud, Literature, jil. III, hlm. 361-b; Codex LOr, no. 6379, Serat Kandha). Nama Cirebon atau Cirebon itu ada bagiannya Ci, yang dalam bahasa Sunda berarti sungai, yang banyak didapat juga pada nama-nama kota (juga jauh di luar daerah-daerah, yang sekarang termasuk daerah Sunda; lihat juga cat. 128 di bawah ini). Nama lain untuk Cirebon, yang masih dipakai, ialah Grage atau Garage; arti nama ini tidak dikenal. Pakungwati ialah salah satu nama Keraton Cirebon, yang sewaktu-waktu muncul dalam cerita-cerita Babad Jawa.

Cirebon (atau mungkin membantu prakarsa Cu-Cu dengan kekuasaan dan slat-alat) untuk mendirikan perkampungan di sana, yang akan membantu hubungan dagang yang makin meluas antara Demak dan Jawa Barat. Rupanya, usaha pedagang Cina itu berhasil baik. Sesudah beberapa waktu, setelah menjadi kaya dan mempunyai sekadar kekuasaan, ia kembali ke Demak. Kemudian keluarganya dapat pula memegang kekuasaan pemerintahan di kota pelabuhan itu.

Pemberitaan Tome Pires tentang dasawarsa terakhir abad ke-15 ini tidak dikuatkan oleh cerita-cerita Jawa atau Sunda. Oleh karena musafir Portugis itu kira-kira 25 tahun kemudian berada di Jawa, berita itu pantas dipercaya. Dari keadaan demikian kiranya dapat diambil kesimpulan bahwa sebelum Demak secara pasti dan nyata menjadi Islam, sudah ada hasrat yang kuat untuk memperluas kekuasaan (ekonomi) ke arah barat. Panen padi yang sangat besar, yang dihasilkan dataran rendah aluvial (berkat endapan lampur) yang subur sepanjang pantai utara Kendal dan Cirebon itu, merupakan hasil tambahan yang lumayan bagi perdagangan beras Demak dengan pedagang-pedagang dari seberang.

Dari pemberitaan Tome Pires tidak terbukti bahwa Cina Islam itu di Cirebon telah mendirikan permukiman yang benar-benar baru. Nama tempat itu menimbulkan dugaan bahwa penduduk aslinya orang-orang Sunda. Menurut berita Pires, pangkalan laut yang bagus itu telah dijadikan alasan bagi orang yang penuh inisiatif itu untuk mendirikan factorij 'perkantoran yang diperkuat' bagi perdagangan Demak. Kemungkinan, daerah Cirebon (seperti beberapa daerah lain di sebelah timurnya) ada di bawah kekuasaan raja "kafir" Sunda di Galuh dan Pajajaran. Kerajaan Galuh konon sudah kehilangan kemerdekaannya pada zaman dahulu.

Tome Pires menyebut beberapa kota pelabuhan antara lain Cirebon dan Demak yang pada permulaan abad ke-16 agak penting, yaitu Losari, Tegal, dan Semarang. Mengenai sejarah kota-kota ini ia tidak dapat memberikan keterangan yang terinci. Yang jelas dapat diterima ialah bahwa hubungan antara Demak dan Cirebon diselenggarakan dengan kapal-kapal pantai, seperti juga hubungan antara Demak dan Gresik, tempat asal Cu-Cu. 131 Musafir Portugis itu juga memberikan beberapa keterangan mengenai kota-kota pelabuhan di Jawa Barat yang masih menjadi milik raja Pajajaran yang "kafir" itu, yang menolak kedatangan "kaum Moor" (orang-orang Islam). Ini secara tidak langsung menguatkan dugaan bahwa kampung dagang, yang oleh perantara Cina dari Demak didirikan di Cirebon, merupakan tambahan daerah bagi kaum Islam.

Suma Oriental masih memuat berbagai pemberitaan mengenai perdagangan laut antara para pedagang Cirebon dan Malaka. Kepala kampung Jawa dekat Malaka atau

131 Karangan Dr. Meilink-Roelofsz (Meilink-Roelofsz, Asian Trade, hlm. 112 dst.) berisi informasi yang sangat menarik, sebagian besar bersumber pada Suma Oriental (karya Tome Pires), tentang perdagangan di daerah-daerah Pesisir sebelah barat pada permulaan abad ke-16.

di Malaka, yang bernama Upeh, konon berasal dari Cirebon. Oleh orang Portugis ia disebut Pate Kedir. Pate Kedir dari Malaka-Upeh ini kiranya di tempat asalnya Cirebon termasuk orang yang terpandang, juga di kalangan raja. Tidak diketahui siapa raja itu.

Oleh karena Tome Pites meninggalkan Jawa kira-kira pada tahun 1515, maka berita-berita tentang perdagangan laut yang pesat di Cirebon itu diperkirakan menyangkut masa akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16. Dari pemberitaannya, dapat dipahami bahwa pada waktu itu baik di Demak maupun di Cirebon terbentuk kelompok- kelompok pedagang Islam yang berhubungan antara yang satu dan yang lain. Para anggota kelompok-kelompok itu konon orang-orang berdarah campuran. Masih belum dilupakan orang bahwa keluarga-keluarga terkemuka mempunyai asal usul Cina.