2. Pengging sekitar tahun 1500 M., legenda dan sejarah

XIX-2. Pengging sekitar tahun 1500 M., legenda dan sejarah

Sepanjang yang dapat dilacak kembali, di Jawa Tengah bagian selatan kira-kira dari abad ke-11 sampai ke abad ke-15 tidak ada kerajaan yang cukup penting. Selama abad-abad tersebut dinasti-dinasti yang memerintah daerah aliran Sungai Brantas di Jawa Timurlah yang memegang kekuasaan tertinggi. Yang terakhir di antara dinasti raja itu adalah keluarga raja "kafir" Majapahit.

Ada petunjuk bahwa keraton "kafir" di Majapahit pada abad ke-15 masih agak berkuasa di Jawa Tengah. Cerita sejarah mengenai dinasti-dinasti raja Islam yang pertama memberitakan bahwa ada pengusiran, dan bahkan pembunuhan, para penguasa "kafir" setempat di Jepara dan Demak yang bertujuan memberikan tempat pada pedagang-pedagang Islam yang berasal dari luar negeri. 317 Penguasa "kafir" di Demak besar kemungkinan mempunyai hubungan - bahkan hubungan keluarga - dengan keluarga raja Majapahit. Sebenarnya, para penguasa Islam baru di Demak pada perempat pertama abad ke-16 masih juga mengakui kekuasaan tertinggi maharaja "kafir" di Majapahit.

Menjelang akhir abad ke-17 atau pada abad ke-18, di keraton raja-raja Mataram di Kartasura (yang terletak di daerah Pajang) cerita tutur tentang asal keluarga raja Mataram dan Pajang telah dicatat dan disusun dalam bentuk Sejarah Keraton tentang Asal Usul. 318 Pemerintahan Sultan Pajang, dalam paruh kedua abad ke-16, oleh para pujangga Keraton Mataram, seabad kemudian atau lebih, dianggap sebagai prolog kekuasaan raja-raja dinasti Mataram atas hampir seluruh Jawa. Oleh karena itu, dan juga - mungkin - karena keraton pada perempat terakhir abad ke-17 berada di Kartasura, sejarah lama keluarga raja Pajang dimuat juga dalam Babad Mataram. Tempat kedudukan raja yang baru, Kartasura, dibangun sesudah tahun 1680, tidak jauh di sebelah barat kota raja Pajang, yang sejak pemberontakan terakhir terhadap kekuasaan Mataram pada tahun 1618 (lihat Bab XIX-8) telah menjadi puing. Reruntuhan tersebut pasti menjadi kenang-kenangan akan masa jaya sultan tua yang dimakamkan di Butuh itu. Dari pecahan keramik (berasal dari Cina) yang ditemukan,

316 Pemberitaan-pemberitaan tentang perjalanan-perjalanan Raja Hayam Wuruk yang terdapat dalam Nagara Kertagama, telah dibicarakan dalam Pigeaud, Java (jil. IV, hlm. 47 dst., dan hlm. 161 dst.).

317 Pada Bab II-4, yang membicarakan sejarah penguasa Islam kedua di Demak, diberitakan adanya cerita tutur Banten, yang isinya menyatakan bahwa tanda Islam di Bintara telah membunuh tuannya yang "kafir". Pada cat. 28 dikemukakan suatu penjelasan tentang cerita tutur ini. Pada Bab II-6 telah dibicarakan pemberitaan Tome Pires tentang keturunan Pate Unus dari Japara. Ayah raja yang gagah berani ini kiranya telah menyuruh membunuh penguasa di Jepara. (yang konon "kafir") pada waktu itu, dengan maksud mengambil alih kekuasaan.

318 Kisah yang berbelit-belit tentang hal isi dan susunan buku-buku cerita (serat kandha) dan cerita-cerita babad itu tidak diuraikan di sini. Dapatlah diperkirakan bahwa beberapa buku cerita lama, seperti naskah yang isinya telah diungkapkan oleh Brandes dalam bentuk ikhtisar (Brandes, Pararaton, hlm. 216-230), dan Codex LOr, no. 6379 (Pigeaud, Literature, jil.II, hlm. 356-363), berisi cerita-cerita tutur Demak dan Pajang pada abad ke-16.

kita berkesimpulan bahwa daerah Pajang dari abad ke-14 atau ke-15 sampai permulaan abad ke-17 telah dihuni orang.

Berita-berita Portugis dan Belanda yang sezaman menyinggung sejarah kerajaan- kerajaan Pesisir Utara pada abad ke-16 tetapi sejarah kerajaan-kerajaan pedalaman Jawa, yaitu Pajang dan Mataram, tidak diperhatikan. Pelaut dan pedagang asing tidak berhubungan dengan orang Jawa di pedalaman. Oleh karena itu, tinjauan tentang sejarah Pajang dari abad ke-15 dan ke-16 berikut ini hanya berdasarkan cerita tutur Jawa. 319

Keturunan Sultan Pajang berasal dari Pengging. Reruntuhan tempat kedudukan raja yang lama ini dapat ditunjukkan di lereng Gunung Merapi sebelah tenggara, masih termasuk daerah aliran Bengawan Solo. Seorang raja "kafir" dari Pengging, yang bernama Andayaningrat, konon masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan keluarga raja Majapahit dan keturunan Patih Gajah Mada yang perkasa itu. Sebagai hadiah atas jasanya terhadap keluarga raja, ia telah mendapat putri Majapahit sebagai istri. Jasanya itu berupa penaklukan kerajaan di ujung timur, yaitu Blambangan dan Bali dengan bantuan Sapu Laga dari Probolinggo. Raja Menak Badong (Badung-Denpasar) dikalahkannya. la mencapai kemenangan itu berkat bantuan masyarakat bajul (buaya), yang merupakan asal usul ayahnya, Bajul Sangara dari Semanggi. Raja gagah berani dari Pengging ini dalam legenda juga memakai nama Jaka Sangara dan Jaka Bodo. 320

Cerita-cerita tentang raja Pengging itu memang menyerupai dongeng yang berlatar belakang mitos (lihat juga Bab II-14, akhir; dan cat. 53, 54, dan 62). Namun dapat dianggap bahwa di daerah yang terletak di udik Bengawan Solo itu pada paruh kedua abad ke-15 dan permulaan abad ke-16 telah ada kerajaan "kafir". Penguasa- penguasanya mempunyai hubungan erat dengan Keraton Majapahit. Kecuali peninggalan-peninggalan tempat kedudukan raja di Pengging (di lereng Gunung Merapi), mungkin reruntuhan kompleks-kompleks candi "kafir" di Sukuh dan Ceta (di lereng Gunung Lawu yang letaknya berhadapan dengan Gunung Merapi) juga dapat dianggap sebagai bukti kekuasaan dinasti tersebut itu. Ciri-ciri gaya bangunan menunjukkan kemungkinan bahwa bangunan-bangunan di Sukuh dan Ceta itu tidak lebih tua dari abad ke-15.

Nama lama untuk daerah Pengging (atau daerah yang berbatasan dengan Pengging) ialah Bobodo. Nama itu terdapat dalam kisah perjalanan yang ditulis dalam bahasa Sunda pada abad ke-15, yang dilakukan oleh seorang peziarah "kafir", Bujangga Manik (Noorduyn, "Bujangga Manik"). 321 Nama tokoh legenda Jaka Bodo itu

319 Kecuali dalam ikhtisar-ikhtisar dari buku-buku cerita yang telah disebutkan pada catatan sebelum ini, sejarah yang bersifat legenda mengenai Pengging dan Pajang diketahui pula dari karangan Brandes, Register, di bawah judul "Andayaningrat" dan "Adiwijaya" (hlm. 3) dan "Kenanga" (hlm. 19).

320 Jaka Bodo muncul dalam cerita-cerita rakyat; lihat Pigeaud, Literature, jil. III, hlm. 195. Bobodo adalah nama daerah. 321 Karangan Noorduyn, "Ferry" berisi pemberitaan-pemberitaan sangat menarik yang berasal dari sebuah naskah Sunda, yang

belum lama berselang ditemukan dan yang sejak paruh pertama abad ke-17 disimpan dalam Bodleian Library di Oxford, dan belum lama berselang ditemukan dan yang sejak paruh pertama abad ke-17 disimpan dalam Bodleian Library di Oxford, dan

18 bernama Bengawan Solo, sebelum di Desa Solo - pada waktu itu tidak jauh dari Desa Semanggi - dibangun keraton baru pada dasawarsa kelima abad tersebut. Keraton itu ialah Surakarta. 322

Satu dan lain hal telah menyebabkan bahwa cerita tutur Jawa mengenai kerajaan penting, Pengging, di daerah alas Bengawan Solo pada abad ke-15 dan ke-16, dapat dipercaya. Dapat diperkirakan bahwa pada abad ke-15, Pengging di sebelah barat kerajaan dan Blambangan di sebelah timur kerajaan mempunyai kedudukan yang setaraf terhadap kota raja Majapahit di Jawa Timur. Mungkin cerita tutur tentang Andayaningrat, raja di Pengging dan penakluk Blambangan, dapat ditinjau sesuai dengan pandangan yang demikian tadi.

Cerita tutur Jawa Tengah yang dibicarakan sampai sekarang ini tidak memuat petunjuk jelas tentang adanya hubungan apa pun antara keluarga raja Pengging dari abad ke-15 dan raja-raja Mataram lama, yang kira-kira empat abad sebelumnya seharusnya sudah memerintah di Jawa Tengah bagian selatan. Menurut legenda, konon Jaka Sangara -yang kelak menjadi Raja Andayaningrat dari Pengging - adalah anak raja buaya dari Semanggi (Bengawan Solo); dari pihak ibu, ia cucu tokoh legenda Raden Juru, seorang anggota keturunan patih Majapahit. 323 Kiranya dapat dibayangkan bahwa satu waktu raja Majapahit pada abad ke-15 ingin memberikan hadiah kepada seorang prajurit yang berjasa dengan menguasakan kepadanya daerah terpencil yang belum ada rajanya pada saat itu. Tetapi ini hanya cetusan pikiran belaka, sekadar untuk meluruskan dan merapikan pandangan.