4 Penguasa Islam kedua di Demak, lagenda dan sejarah
II-4 Penguasa Islam kedua di Demak, lagenda dan sejarah
Dalam buku-buku cerita dan cerita babad dari Jaws Timur dan Jawa Tengah, raja Demak kedua sebagai pengganti Raden Patah yang legendaris itu disebut Pangeran Sabrang-Lor. Nama itu ternyata berasal dari daerah tempat tinggalnya di "Seberang Utara". Tidak ada yang luar biasa disebut dalam cerita babad tentangnya.
Dalam buku Tome Pires, Suma Oriental, yang muncul sebagai raja kedua di Demak ialah Pate Rodim (atau Rodin) Sr. (hal:195). Pires menyebutnya persona de grande Dalam buku Tome Pires, Suma Oriental, yang muncul sebagai raja kedua di Demak ialah Pate Rodim (atau Rodin) Sr. (hal:195). Pires menyebutnya persona de grande
Tentang tindakannya sebagai negarawan juga hanya sedikit yang diceriterakan dalam buku Pires. Konon ia mempunyai armada laut yang terdiri dari 40 kapal jung. Semua berasal dari daerah-daerah taklukannya (hal. 185). Secara lihai ia telah berhasil mencaplok Jepara (di sebelah utara Sindang Laut).
Dalam Sadjarah Banten, penguasa di Demak itu disebut-sebut sehubungan dengan sejarah Palembang (hal. 21). Ki Dilah, raja taklukan dari Palembang, agaknya telah mengabaikan kewajibannya untuk menghadap maharaja di Majapahit memerintahkan penguasa di Demak, Cu-Cu namanya, untuk menertibkan penguasa di Palembang. Usaha itu berhasil: Ki Dilah tunduk waktu Cu-Cu muncul di Palembang dengan membawa gong Mesa Lawung; dikiranya maharaja sendiri yang datang. la ikut pergi ke Majapahit. Sebagai imbalan atas jasa-jasanya, Cu-Cu diberi gelai Aria Sumangsang. Maharaja bahkan telah menghadiahkan kepadanya seorang putri Majapahit sebagai istri.
Sadjarah Banten mengabarkan lebih lanjut: Konon, kemudian Arya Dilah dari Palembang membangkang lagi. Sekali lagi Cu-Cu Sumangsang dikirim oleh maharaja untuk menghadapinya. Dan untuk kedua kalinya Cu-Cu berhasil menundukkan Ki Dilah dengan menggunakan nyala api keris pusaka "Kala Cangak". Sebagai hadiah atas kemenangannya yang kedua ini, Cu-Cu Sumangsang dihadiahi gelar mulia Prabu Anom oleh maharaja Majapahit. Anaknya, yang sementara itu lahir, pada kesempatan itu telah diberi nama Ki Mas Palembang.
Dalam buku Sadjarah Banten (Djajadiningrat, Banten, hal. 22) cerita itu kemudian masih disusul oleh pemberitaan bahwa Prabu Anom di Demak yang beragama Islam itu kiranya telah mencoba menarik raja masuk agama Islam. Tetapi raja yang sudah tua itu menolak. Dengan ini berakhirlah bagian cerita tentang Cu-Cu dari Demak dalam Sadjarah Banten.
Namun buku Sadjarah Banten ini sesudah itu (hal. 25) masih juga memuat cerita lain yang menyangkut Demak. Orang kudus dari Ngampel Denta telah mengutus salah seorang muridnya untuk mendirikan permukiman Islam di Bintara (dekat Demak). Permukiman ini dalam waktu singkat telah berkembang menjadi kota penting. Hal ini terdengar oleh Lembu Sora, dan telah dilaporkannya kepada raja Majapahit. Perintis itu
oleh raja Majapahit diberi gelar "tandha di Bintara". 31
31 Mengenai kedudukan tanda dalam abad ke-14, ke-15 dan kemudian, lihat cat. 5 terdahulu, Pecat tanda. Pecat tanda di Terung, yang kiranya telah memainkan peranan penting pada hari-hari terakhir Kerajaan Majapahit, berasal menurut cerita tutur Jawa Timur juga dari keturunan "Cina".
Cerita dalam Sadjarah Banten lebih lanjut mengisahkan: konon tandha di Bintara bersama pengikut-pengikutnya yang beragama Islam telah merencanakan suatu komplotan untuk melawan raja yang kafir itu. Pada suatu malam mereka menyerang raja di istananya. Raja gugur, tetapi anaknya, Lembu Peteng, selamat. Menurut cerita,
Lembu Peteng kemudian oleh tanda di Bintara dijadikan anak angkatnya. 32 Hikayat Hasanuddin menandaskan bahwa penguasa kedua di Demak itu dikenal
juga dengan nama Aria Sumangsang, dan menyebut juga sehubungan dengan tindakannya nama kota "Palembang".
Dari pemberitaan Pires itu serta buku-buku sejarah Jawa Barat, tidak banyak yang dapat dinyatakan dengan pasti tentang kehidupan penguasa kedua di Demak itu. Tentu saja penting juga diketahui kapan Demak menjadi kerajaan Islam yang merdeka. Apabila benar bahwa Cek Ko-Po, moyangnya, masih hidup di bawah kekuasaan penguasa setempat di Demak, kiranya dapat diduga bahwa penggantinya, yaitu Cu-Cu Sumangsang, telah berhasil memerdekakan diri. Tetapi Pires tidak memberitakan hal itu. Cerita yang dikisahkan dalam Sadjarah Banten mengenai tanda di Bintara - yang katanya telah menyerang dan membunuh seorang raja - mungkin mengandung kenangan tentang apa yang sudah terjadi. Pemberitaan Pires, bahwa dalam beberapa hal golongan menengah yang beragama Islam menggunakan kekerasan untuk menyingkirkan kekuasaan "kafir" supaya dapat mengambil alih kekuasaan itu, mungkin mengacu ke Demak. Perkembangan itu konon telah terjadi menjelang berakhirnya abad ke-15 atau pada awal abad ke-16.
ll-5. Raja Demak yang ketiga, Sultan Tranggana, legenda dan sejarah
Menurut cerita Jawa Timur dan Mataram dalam buku-buku cerita Serat Kandha dan cerita babad, penguasa Demak yang ketiga bernama Tranggana atau Trenggana. la adalah saudara sultan sebelum dia, Pangeran Sabrang-Lor; kedua-duanya putra penguasa pertama, Raden Patah yang terkenal itu. Menurut cerita yang beredar di kalangan pengagum orang-orang suci,Tranggana telah mengundang Sunan Kalijaga dari Cirebon untuk menetap di Kadilangu dekat Demak. (Pada abad ke-17 Sunan Kalijaga dianggap sebagai rasul Islam dan pelindung Jawa Tengah sebelah selatan).
32 Dari cerita ini tidak ternyata bagaimana kiranya kedudukan Lembu Sora, yang telah dibunuh itu, dalam Kerajaan Majapahit. Kejadian-kejadian yang telah dituturkan itu akan menjadi jelas, apabila kita akui bahwa ia seorang raja bawahan yang memerintah daerah Demak, dan secara langsung menjadi atasan tandha tersebut. Lembu Sora ialah nama perlambangan ("Lembu yang berani"). Nama-nama yang disusun dengan nama-nama binatang (Lembu, Kuda) demikian itu kita jumpai dalam kesusastraan Jawa yang berupa legenda-legenda mengenai raja-raja Kediri maupun kerajaan-kerajaan sesudahnya. Yang bernama Lembu ?eteng, 'Lembu Gelap', disebutkan sebagai salah satu moyang sunan Tembayat dan pangeran Kajoran, Orang-orang Suci di Jawa Tengah bagian selatan dari abad ke-16 dan ke-17. Lembu Peteng ini kiranya seorang putra raja Majapahit (Pigeaud, Literature, jil. II, hlm. 445). Dari Nagara Kertagama diketahui bahwa dalam Keiajaan Majapahit anggota-anggota keluarga raja (kadang-kadang) dijadikan raja (muda) di pelbagai bagian negara; boleh jadi kekuasaan mereka hanya bersifat nominal saja (Pigeaud, Java, jil. IV, hlm. 521 dst.). Satu dan lain hal memungkinkan adanya perkiraan bahwa pemberontakan tandha di Bintara itu ditujukan kepada atasannya yang mempunyai hubungan keluarga dengan keluarga Majapahit.
Dalam buku-buku cerita dan cerita babad dari Jawa Tengah, Tranggana dan ayahnya (Raden Patah) diberi nama sesuai dengan nama tempat yang mungkin terletak dekat Demak, yaitu Jimbun. Dalam cerita-cerita ini terdapat seorang
panembahan Jimbun, bahkan seorang Sultan Bintara Jimbun dan Jimbun Sabrang. 33 Menurut cerita dalam Serat Kandha (hal. 327), seorang raja Demak pada tahun
Jawa 1429 (1507 M.) - tahun ketiga pemerintahannya -telah hadir pada peresmian Masjid Raya di Demak (lihat juga penutup Bab I-7). Besar kemungkinan raja itu memang Tranggana yang dikisahkan dalam cerita; ia konon pada tahun 1504 telah memegang pemerintahan.
Mengenai Tranggana (raja Demak itu), ada berita-berita Portugis (lihat Bab 11-15) yang mengabarkan bahwa pada tahun 1546 ia gugur dalam ekspedisi ke Panarukan, di ujung timur Jawa. Usahanya untuk menggabungkan kota pelabuhan yang "kafir" itu ke wilayahnya dengan kekerasan ternyata gagal. Andai kata cerita tradisi ini berdasarkan kebenaran - dan tampaknya memang demikian - maka Tranggana memegang pemerintahan 42 tahun lamanya.
Mungkin Tranggana dari Demak (kalau tidak, keluarganya yang bernama Pangeran Sabrang) dapat dijumpai lagi dalam cerita tradisi yang berasal dari daerah pedalaman Banyumas, di perbatasan dengan daerah Pasundan, yaitu yang disebut Babad Pasir. 34 Menurut cerita itu, raja Pasir yang namanya Banyak Belanak dengan sukarela memeluk agama Islam dengan perantaraan seorang suci bernama Makdum. 0rang suci Islam Makdum tersebut telah diutus oleh raja Demak ke daerah pedalaman justru dengan maksud itu. Raja Pasir, berkat pengaruh pembimbing agamanya, menjadi pejuang Islam yang bersemangat di daerah Pasundan sebelah timur hingga Sungai Citarum. Atas perintah raja Demak yang beragama Islam, ia bahkan telah menunjukkan kekuasaannya hingga di Jawa Timur, di Pasuruan. la diberi seorang putri dari Pati sebagai istri, dan ikut serta pula dalam pembangunan Masjid Demak. Sebagai imbalan atas jasa-jasanya, oleh raja ia dianugerahi gelar "Senapati Mangkubumi". Dan ia mendapat kekuasaan atas sebagian kerajaan sebelah barat, di pedalaman, dari Udug- udug Krawang di tepi Sungai Citarum hingga ke "Tugu Mengangkang", Gunung Sumbing dan Sindoro di Jawa Tengah.
Demikianlah cerita-cerita rakyat Jawa Tengah dan Jawa Timur yang (seluruhnya atau sebagian) menyangkut penguasa ketiga di~Demak.
33 Panembahan Jimbun diberitakan dalam sebuah buku cerita (serat kandha) yang isinya panjang lebar (Pigeaud, Literature, jil. II, hhn. 3626 dan 363a). Yang penting untuk dikemukakan ialah bahwa dengan menyebut nama Senapati Jimbun sebagai penyusun, telah diterbitkan buku hukum yang diberi nama Salokantara (Pigeaud, Literature, jil. 1, hlm. 310a). Buku ini tergolong kesusastraan abad ke-16 yang bersifat hukum. Mudah sekali dapat diduga bahwa buku ini telah disusun atas perintah raja yang paling kuasa dari dinasti Demak, mungkin raja pertama yang dapat mengetengahkan dirinya sebagai raja Islam yang berdaulat.
34 Lihat Knebel, Babad Pasir; lihat juga Pigeaud, Literature, jil. I, hlm. 146 dst.
Musafir Portugis Tome Pires adalah orang yang sezaman dengan raja itu. la menyebutnya Pate Rodin Jr. (Patih Rodin Muda).
Menurut perkiraan Pires, Tranggana lahir pada tahun 1483. Musafir Portugis itu, pada sekitar tahun 1515 ketika mengumpulkan bahan-bahan untuk menyusun bukunya Suma Oriental, tidak mempunyai penilaian tinggi terhadap penguasa ketiga di Demak tersebut. la berpendapat, raja tersebut terlalu banyak menyibukkan diri dengan kenikmatan di keputren "keputrian". la hidup mewah, berfoya-foya, dan mengabaikan urusan kenegaraan. Menurut Pires, armada laut, yang semasa pemerintahan Pate Rodin Sr. masih berkekuatan 40 kapal jung, pada masa pemerintahan penggantinya (Pate Rodin Jr.) telah surut menjadi 10 kapal pada tahun 1513. Oleh karena musafir Portugis itu telah meninggalkan Jawa sebelum raja Demak yang ketiga tersebut menyelesaikan separuh masa pemerintahannya, ia tidak dapat menyimpulkan pendapatnya tentang seluruh periode ini.
Babad-babad dari Banten hanya memberitakan sedikit mengenai penguasa ketiga di Demak. Dalam naskah Sadjarah Banten tidak terdapat cerita-cerita yang dapat dihubungkan dengan kehidupannya. Dalam Edel, Hasanuddin, (hal. 174) diberitakan bahwa ia mencapai usia 63 atau 66 tahun.
Dari keterangan-keterangan itu - yang berasal dari berbagai cerita rakyat Jawa dan berita-berita Pires yang tidak lengkap - orang hanya dapat menyimpulkan bahwa raja Demak yang ketiga - yang dikenal oleh keturunannya dengan nama Tranggana - memerintah sekitar tahun 1504 sampai 1546. Dalam kurun waktu itu wilayah kerajaan telah diperluas ke barat dan ke timur, dan Masjid Demak telah dibangun (atau dibangun kembali) sebagai lambang kekuasaan Islam.
Sementara itu, sudah pasti bahwa pada pertengahan pertama abad ke-16 telah terjadi peristiwa-peristiwa penting, yang dalam cerita Jawa tidak atau hampir tidak disebut, atau tidak dihubungkan dengan raja Demak yang ketiga. Peristiwa-peristiwa itu ialah direbutnya Malaka oleh orang-orang Portugis dan jatuhnya ibu kota tua Majapahit. Dalam bagian-bagian berikut hubungan peristiwa-peristiwa tersebut dengan sejarah Demak akan mendapat sorotan.