4. Blambangan pada paruh pertama abad ke-17. Direbutnya bagian timur dari ujung timur Jawa oleh Sultan Agung dari Mataram

XVII-4. Blambangan pada paruh pertama abad ke-17. Direbutnya bagian timur dari ujung timur Jawa oleh Sultan Agung dari Mataram

Diduduki dan dihancurkannya kota raja kerajaan "kafir" yang terakhir di Jawa oleh laskar raja Islam dari Pasuruan pada tahun permulaan abad ke-17 hanya merupakan satu babak saja dalam peperangan antara agama Islam - yang masih muda namun bersifat ekspansif - dan pihak "kekafiran" Jawa-Bali. Keluarga raja Islam di Pasuruan bergabung dengan Kapulungan dan Surabaya, yang mungkin pada dasawarsa pertama abad ke-17 telah berkuasa atas sebagian besar ujung timur Jawa, hingga dengan demikian pengaruh Bali terdesak mundur. Tetapi pada tahun 1617 ibu kota Pasuruan diserang dari darat dan diduduki oleh tentara Sultan Agung dari Mataram, cucu Panembahan Senapati yang pada tahun 1570 mengakhiri gerakan penaklukannya di Jawa Tengah dengan menduduki Madiun. Pada tahun 1617 Sultan Agung tidak melanjutkan ekspansinya; ia tidak memerintahkan pasukan-pasukannya menyusup lebih dalam ke ujung timur Jawa. Seperti tokoh terkenal yang menjadi pendahulunya kira-kira 80 tahun yang lalu - Sultan Tranggana dari Demak - untuk beberapa puluh tahun ia menjadikan Pasuruan daerah perbatasan kerajaannya. 295

Sesudah 1617, tahun jatuhnya Pasuruan, pengaruh raja-raja "kafir" Bali di bagian tengah dan bagian timur ujung timur Jawa mulai bertambah kuat lagi. Ini ternyata dari berita-berita orang-orang Kompem (VOC), yang sejak menetap di Batavia pada tahun 1619 telah mulai mengikuti dan mencatat perkembangan-perkembangan politik di Jawa. Pada tahun 1632 diberitakan bahwa raja Gelgel telah berkuasa di ujung timur Jawa sampai di Panarukan, Blater (di sebelah timur Puger), dan Blambangan. Penguasa- penguasa setempat di ujung timur Jawa minta bantuan raja-raja Bali untuk menghadapi ancaman serangan tiba-tiba laskar Mataram. Tidak diketahui apakah dalam periode ini penguasa-penguasa ujung timur Jawa itu seluruhnya atau sebagian terdiri dari orang Jawa-Bali yang "kafir" atau dari orang-orang yang sudah masuk Islam. Besar kemungkinan bahwa keluarga-keluarga Jawa yang terkemuka di ujung timur, yang telah menganut agama Islam dalam masa pemerintahan raja-raja Islam dari Pasuruan sejak permulaan abad ke-17, berusaha menolak pemerintahan penakluk-penakluk dari Jawa Tengah dengan jalan menggabungkan diri dengan orang-orang Bali yang sejak dahulu kala telah mereka kenal.

Penaklukan Blambangan oleh gerombolan Mataram dilaksanakan pada tahun 1639. Ekspedisi Bali yang dipimpin oleh seorang raja Tabanan rupanya tidak berhasil menghadapi serangan Mataram di ujung timur Jawa ini. 296 Sesudah serangan oleh orang Jawa Tengah selama abad ke-17 dan ke-18, masih berulang kali kita temukan

295 Riwayat direbutnya Blambangan oleh orang-orang Jawa Tengah telah dibicarakan dalam Graaf, Sultan Agung, hlm. 254 dan berikutnya.

296 Dalam Graaf, Sultan Agung (hlm. 259) terdapat keterangan adanya " Sejarah Aria Tabanan" dalam bahasa Melayu. Isinya mengisahkan tutur Bali mengenai Ngurah Wayahan Pamadekan dari Tabanan, raja taklukan Dalem Di Made dari Gelgel, yang berperang di ujung timur Jawa melawan raja Mataram.

catatan tentang campur tangan raja-raja Bali dalam sejarah bagian tengah dan bagian timur ujung timur Jawa. 297

297 Tawang Alun yang setengah tokoh legenda itu, moyang keturunan para penguasa setempat di Macao Putih di tanah pedalaman Banyuwangi, kiranya mengadakan kunjungan ke Keraton Mataram. la boleh dipastikan hidup pada paruh kedua abad ke-17. Macan Putih ialah nama yang termasuk mitologi Jawa-Bali (lihat Pigeaud, Literature, jil.III, di bawah "tiger", hlm. 412). "Macao Putih" agaknya merupakan penengah antara alam manusia dan alam dewa-dewa menurut penggambaran/ kepercayaan para ahli pikir dan penulis Jawa Timur dan ujung Timur Jawa abad ke-16 dan sebelumnya. Bagaimana menghubungkan "Macao Putih" ini dengan nama tempat (Macao Putih) itu masih belum jelas.