1. Berita-berita kuno tentang Madura Barat, legenda dan sejarah
XIII-1. Berita-berita kuno tentang Madura Barat, legenda dan sejarah
Sejak dahulu kala terdapat perbedaan antara Madura Barat, daerah-daerah Aros Baya (yang kelak bernama Bangkalan) dan Sampang, dan Madura Timur, terutama Sumenep dan Pamekasan. Setiap kali nama Madura disinggung dalam sastra Jawa, hampir selalu yang dimaksud adalah Madura Barat. Madura Timur disebut Sumenep. Madura Barat, yang letaknya berhadapan dengan Surabaya dan Gresik, dapat lebih banyak mengambil keuntungan dari perkembangan ekonomi, kebudayaan, dan politik Jawa Timur dan kerajaan-kerajaan Pesisir, jika dibanding dengan Madura Timur. Dalam idiom-idiom bahasa di Madura Barat dan Madura Timur sampai pada abad ke-20 masih kita lihat adanya perbedaan. 247
Penyebaran penduduk ke Jawa yang jauh lebih luas dan makmur sejak zaman kuno merupakan faktor penting di bidang ekonomi maupun dalam sejarah politik Madura, lebih-lebih dari orang Madura Barat. Penyebaran ini telah menyebabkan perpindahan ke negeri lain dan pembentukan perkampungan-perkampungan Madura di banyak daerah di Jawa Timur dan ujung timur Jawa. Sejak paruh kedua abad ke-18 perpindahan penduduk Madura khususnya ke ujung timur Jawa demikian deras sehingga penduduk asli Jawa terdesak karenanya.
Berbeda dengan suku-suku bangsa utama lainnya yang bertetangga dengan orang Jawa, yaitu orang Sunda dan Bali, orang Madura tidak mempunyai sastra cerita tutur dalam bahasa sendiri mengenai raja-raja pribumi pada zaman pra-Islam. Menurut cerita-cerita Madura yang dikenal, agaknya sejak dahulu yang menjadi penguasa atas daerah-daerah Madura terpenting berasal dari Jawa. Memang keturunan penguasa- penguasa itu berusaha dengan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan Madura. Sejak abad ke-16 raja-raja Madura mengadakan ikatan perkawinan dengan para penguasa di sepanjang pantai utara Jawa. Pada abad ke-17 dan ke-18 ada anggota- anggota keturunan raja Madura yang memegang peranan menentukan dalam kehidupan politik dinasti Kerajaan Mataram. Jawa selalu mempunyai kedudukan penting dalam alam pikiran dan cita-cita orang-orang Madura terkemuka.
Dalam ekonomi Nusantara sebelah selatan, Madura telah memberikan sumbangan, terutama tenaga kerja, kepada Jawa Timur. Pulau yang gersang dan gundul, tanpa kota pelabuhan besar, tidak memiliki sesuatu yang penting yang dapat diekspor. Diduga, penguasa-penguasa Jawa, yang telah berhasil mengangkat dirinya menjadi raja di
247 Ikhtisar singkat mengenai hasil-hasil penyelidikan ilmiah tentang bahasa dan kesusastraan Madura telah dimuat dalam Uhlenbeck, Survey. Lihat Pigeaud, Literature, jil. III, di bawah "Madura".
daerah-daerah di sepanjang pantai selatan Madura, menarik keuntungan dari melimpahnya tenaga manusia, pria dan wanita, yang hanya bekerja di rumah dan di tanah-tanah persawahan milik raja dan pembesar di Jawa.
Sejarah Madura Barat, yang berbentuk legenda, dimulai dengan seorang raja di Gili Mandangin atau Sampang, yang bernama Lembu Peteng, putra Raja Brawijaya dari Majapahit dengan putri Islam dari Cempa. 248 Nama yang melambangkan keturunan itu, Lembu Peteng 'Lembu Gelap', dapat menjadi petunjuk adanya hubungan dengan keluarga kerajaan. Gili Mandangin, pulau kecil di Selat Madura, merupakan pentas bagi suatu balada Madura, yang pokok ceritanya berkisar pada sejarah legendaris Sang Bangsacara (atau mungkin Bang Sacara). Mungkin cerita tentang dua insan asyik masyuk yang dipersatukan dalam kematian ini berdasarkan suatu mitos. 249
Menurut Sadjarah Dalem, Putri Lembu Peteng dari Sampang itu diperistri oleh Putra Maolana Iskak. 250 Menurut legenda Islam tentang orang-orang suci di Blambangan, ahli ilmu ketuhanan bangsa Arab itu, Maolana Iskak, adalah ayah Sunan Giri. Dapat diperkirakan bahwa pada paruh kedua abad ke-15 di Madura Barat para penguasa Jawa dari golongan ningrat dan orang-orang Islam dari seberang lautan mengadakan hubungan persahabatan.