5 Muhammad, raja Islam keempat di Banten, berdiri sendiri dan merdeka. Perang melawan Palembang

VIII-5 Muhammad, raja Islam keempat di Banten, berdiri sendiri dan merdeka. Perang melawan Palembang

Sesudah Molana Yusup meninggal pada tahun 1580, adiknya, Pangeran Aria Jepara (di Jepara ia menggantikan bibinya dan ibu angkatnya, Ratu Kalinyamat), berusaha supaya diakui sebagai penguasa atas Banten, karena putra Yusup almarhum masih kanak-kanak (lihat Bab VI-3). Pangeran Jepara sendiri bersama pasukan bersenjata pergi ke Banten lewat laut. Dalam peperangan yang terjadi antara pembesar-pembesar Jepara dan Banten, Demang Laksamana Jepara tewas. Laksamana ini mungkin sama orangnya dengan panglima yang memimpin pertempuran melawan Malaka pada tahun 1574 yang dikirim Kalinyamat. Karena kehilangan abdinya yang terpenting, Pangeran Jepara memutuskan untuk mengurungkan niatnya; ia kembali ke Jepara.

Menurut Sadjarah Banten, Molana Muhammad yang masih muda itu, berkat tindakan tegas kali (kadi, jaksa agung Islam di Banten), diakui sebagai raja oleh para pembesar kerajaan. Selama ia masih di bawah umur, kekuasaan pemerintahan dipegang oleh kadi bersama empat pembesar lain. Ditolaknya campur tangan raja Jepara (yang dianggap sebagai orang luar), dan pengangkatan Molana Muhammad yang masih di bawah umur itu sebagai raja oleh para pembesar di bawah pimpinan jaksa agung Islam pada tahun 1580, sangat besar pengaruhnya di Jawa Barat. Para penguasa setempat di Banten dan Jakarta pada waktu itu sebagian telah berasal dari Sunda, atau mempunyai hubungan kerabat dengan keluarga-keluarga Sunda yang mempunyai kedudukan penting dalam Kerajaan Pajajaran. Kejadian-kejadian pada tahun 1580 di Banten dianggap (mungkin lebih lagi pada masa berikutnya) sebagai pembebasan Jawa Barat yang (sebagian) bersifat Sunda dan yang belum lama berselang menganut agama Islam dari kekuasaan raja-raja di Jawa Tengah. Sejak itu Cirebon merupakan daerah perbatasan, baik di bidang kebudayaan maupun di bidang politik.

Di Jawa Barat, Banten dan Jakarta telah menjadi pengganti kerajaan Sunda Pajajaran. Tetapi raja-raja Banten tidak pernah merasa berhubungan erat dengan para pendahulu "kafir" mereka di Pakuwan, seperti halnya raja-raja Islam Jawa Tengah terhadap raja-raja Brawijaya di Majapahit. Pajajaran memang tidak pernah menjadi pusat kebudayaan seperti Majapahit (mungkin Pajajaran sendiri telah mendapat pengaruh kuat dari kebudayaan Jawa pada abad ke-15). Di samping itu, boleh kami

144 Djajadiningrat, Banten (hlm. 131 dst.) mencantumkan tinjauan-tinjauan panjang lebar mengenai kronologi pemerintahan Molana Yusuf dan mengenai jatuhnya Pakuwan Pajajaran.

duga, tindakan keras para penyebar agama Islam di Jawa Barat (peperangan di Banten, Sunda Kelapa, dan Pakuwan) mengakibatkan agama dan pemangkunya (para penghulu) di Banten dan Sunda lebih banyak mempengaruhi jalan pemerintahan; perluasan daerah raja-raja Islam di Jawa Tengah dan Jawa Timur berjalan secara berangsur-angsur. Jaksa tertinggi Islam di Banten ternyata sampai abad ke-19 mempunyai kedudukan penting di keraton, lebih penting dari kedudukan para penghulu- kepala di keraton daerah-daerah kerajaan Yogya-Solo. 145

Molana Muhammad, raja Islam keempat di Banten, mungkin karena pengaruh ajaran kali yang telah membantu dia naik tahta, menjadi pejuang untuk perluasan daerah Islam. Lagi pula, ia terpengaruh oleh raja Demak yang terakhir. Raja ini, yang telah melarikan diri karena terus terdesak oleh kekuasaan Mataram, mula-mula mencari perlindungan pada orang-orang Portugis di Malaka dan kemudian di keraton keluarganya, di Banten (lihat Bab III-3). Bukankah sultan Pajang, Jaka Tingkir, yang mempunyai hubungan kerabat dengan keluarga kerajaan di Demak, waktu hidupnya berbaik hati terhadap para kemanakannya di Demak, Jepara, Cirebon, dan Banten? Tetapi kematiannya pada tahun 1587 telah membuka kesempatan bagi Senapati dari Mataram untuk menyerang kota-kota pelabuhan lama yang kaya dan makmur di daerah pantai Jawa dengan kekuatan angkatan bersenjatanya. Saat itu raja Demak yang terakhir terpaksa melarikan diri. Dalam tambo Banten, raja Demak, yang mengungsi ini, dipanggil Pangeran Mas. la yang sedikit lebih tua dari Molana Muhammad, telah membujuk saudara sepupunya yang saleh itu untuk melakukan ekspedisi bersenjata ke Palembang guna memperluas daerah Islam. Pangeran Mas dari Demak berpendirian bahwa ia masih akan dapat menuntut hak atas Kerajaan Palembang. Waktu kota dikepung, Molana Muhammad yang masih muda itu gugur. 146 Ini terjadi pada tahun 1596. Peristiwa ini tercatat dalam kisah perjalanan pelayaran Belanda yang pertama ke Hindia Belanda.