3 Penguasa tertinggi Islam yang pertama di Demak, lagenda dan sejarah

II-3 Penguasa tertinggi Islam yang pertama di Demak, lagenda dan sejarah

Menurut cerita tradisi Mataram Jawa Timur, raja Demak yang pertama - Raden Patah - adalah putra raja Majapahit yang terakhir (dari zaman sebelum Islam), yang dalam lagenda-lagenda bernama Brawijaya. Ibu Raden Patah konon seorang putri Cina dari keraton raja Majapahit. Waktu hamil putri itu dihadiahkan kepada seorang anak emasnya yang menjadi gubernur di Palembang. Di situlah Radeh Patah lahir.

Dari cerita yang cukup rumit ini ternyata bahwa para pembawa cerita menganggap kesinambungan sejarah dinasti (Majapahit - Demak) itu sangat penting. Yang istimewa ialah tentang keturunan Cina dan asal dari Palembang.

Apa yang oleh Pires diceritakan dalam bukunya Suma Oriental, berdasarkan cerita- cerita yang didengarnya di Jawa pada permulaan abad ke-16, pada pokoknya ialah sebagai berikut. Kakek raja Demak yang memerintah pada tahun 1513 adalah seorang "budak belian" dari Gresik (Pires, Suma Orientai, hal. 183-184); yang dimaksud dengan

"budak belian" ialah kawula, abdi. 28 Orang dari Gresik ini konon telah mengabdi kepada penguasa di Demak pada waktu (raja bawahan dari maharaja Majapahit?). Orang itu oleh penguasa di Demak diangkat menjadi Capitan, dan kemudian ditugasi memimpin ekspedisi melawan Cirebon, yang waktu itu masih "kafir". Cirebon dapat direbut pada tahun 1470; dan Capitan yang telah mendapat kemenangan itu dihadiahi gelar pate oleh tuannya. (Pires banyak menyebut pate rupanya yang dimaksud itu

"patih". 29 Menurut Pires, pada tahun 1513 yang memegang kekuasaan di Cirebon adalah

seorang lebe Uca (= Husain? Jadi, patih dari Demak itu -tidak mendirikan dinasti di Cirebon?).

Di tempat lain dalam bukunya (hal. 424) Pires menulis tentang orang dari Gresik itu elle veio teer a Dema, yang oleh penerbitnya berkebangsaan Portugis, Cortesao, diterjemahkan menjadi he happened to go to Demak (Di mana pun Pires tidak pernah mengatakan dengan tegas bahwa orang dari Gresik itu orang Islam. Tetapi tempat asal Gresik, pusat tertua agama Islam di Jawa Timur, dapat merupakan petunjuk keislamannya).

Karya besar Sadjarah Banten memuat riwayat-riwayat Jawa Barat, meskipun (kemudian) bercampur dengan sisipan-sisipan tradisi Jawa Timur dan Mataram. Dalam cerita tentang Aria Damar dari Palembang dalam Sadjarah tadi, terdapat suatu fragmen mengenai raja-raja pertama di Demak (Djajadiningrat, Banten, hal.19-20 dan 24-25). Di

Cina, muncul seorang Syekh Jumadilakbar, yang memasukkan raja ke agama Islam. 30 Usaha itu tidak berhasil. Suara dari surga menyatakan bahwa raja Cina akan tetap kafir. Konon, Jumadilakbar kemudian berangkat ke Jawa dengan menumpang kapal seorang dari Gresik. Tetapi setelah Jumadilakbar berangkat, rupanya raja Cina itu yakin akan keunggulan agama Islam. Konon, Syekh Jumadilakbar menanam biji durian di

28 Mengenai kedudukan para kawula di Jawa pada abad ke-15, ke-16 dan abad-abad berikutnya, lihat Pigeaud, Java, jil. V, "Society". Kedudukan kawula dapat dibandingkan dengan "kedudukan sebagai budak tebusan /orang bujang", yang di bagian- bagian lain di Nusantara telah menjadi kelaziman.

29 Patih ialah gelar atau pangkat di Jawa yang sudah tua sekali. Kemudian kedudukan patih tidak selamanya sama derajatnya. Pada umumnya patih ialah seorang kuasa usaha dan bendahara para bangsawan. Mungkin pernah terjadi bahwa seorang patih dipilih dari golortgan "kawula" (Pigeaud, Java, jil. IV, hlm. 450454, mengenai Piagam Karang Bogem, 1387 M.) Patih raja "Cina", yang muncul dalam cerita Sadjaah Banten, tidak perlu dianggap sebagai pemimpin pemerintahan.

30 Jumadil-Kubra ialah nama seorang suci Islam (atau lebih daripada satu), yang menjadi tokoh lagenda (Pigeaud, Literature, jil. III, di bawah kata "Jumadil Ku bra”).

darparagi (alun-alun) raja, yang secara menakjubkan cepat tumbuh menjadi pohon: Raja Cina itu mengutus patihnya, untuk mencari dan mengajak kembali syekh yang sudah berangkat itu. Patih telah mencarinya di Siam, Samboja, Sanggora, dan (Pulau) Atani, hingga akhirnya sampai juga di Gresik. Tetapi syekh itu ternyata sudah menghilang. Di Gresik konon patih Cina bersama kedua putranya, Cun-Ceh dan Cu-Cu, masuk lslam. Patih itu dan seorang putranya, Cun-Ceh, meninggal di Gresik. Menurut cerita, Cu-Cu kemudian dapat mencapai kedudukan dan kehormatan tinggi.

Buku sejarah Banten lain yang penting, Hikayat Hasanuddin, tidak memuat cerita- cerita yang panjang lebar, tetapi banyak nama dan tahun kejadian. Teks itu menyebutkan nama moyang Cina tersebut, Cek Ko-Po dari Munggul.

Cek ini tentu kata Cina, yang - menurut Kamus Melayu, susunan Klinkert, berarti "paman". Dalam bahasa Melayu kata itu, dalam bentuk "encek", masih dipergunakan sebagai kata sapa yang sopan: tuan, nyonya. Kata "Munggul" ini mengingatkan kita akan kata "Mongolia". Nama "Moechoel", yang disebut musafir Cornelis de Bruin, mungkin salah lafal dari kata itu juga.

Seorang Belanda lain dari abad ke-17, Hendrick van der Horst, juru bahasa VOC di Batavia menulis bahwa - menurut keterangan seseorang - moyang tersebut berasal dari "tanah Mogael, berbatasan dengan Arabia". Rupanya, beberapa nama geograffis yang sedikit mirip dikacaukan.

Berdasarkan beberapa berita abad ke-17 dan yang dari Jawa Barat -yang jarang tetapi sangat menarik perhatian itu - dapat kita simpulkan bahwa asal usul dinasti Demak itu dari "Cina" pada waktu ini dapat dipercayai. la sudah memeluk agama Islam ketika menetap di daerah Demak, dan ia meningkat menjadi "patih" raja (siapa pun orangnya). Konon, ia datang dari Jawa Timur (Gresik) dan menetap di Demak. Dapat pula dipercaya bahwa selama hidup ia tidak hanya mengakui kekuasaan penguasa setempat (gubernur atau bawahan raja Majapahit). la sendiri konon belum menjadi raja, melainkan orang berpengaruh yang berasal dari Cina, yang termasuk golongan pedagang menengah yang berada. Ia hidup di Demak pada perempat terakhir abad ke-