3 Hasanuddin, penguasa Islam yang kedua atas Banten

VIII-3 Hasanuddin, penguasa Islam yang kedua atas Banten

Dapat dimengerti bahwa Hasanuddin bersikap taat terhadap ayahnya sebagai kepala keluarga, selama ayahnya, orang suci dari Cirebon itu masih hidup. Sunan Gunungjati telah meninggal dunia sekitar tahun 1570. Di Cirebon ia digantikan oleh cicit laki-lakinya, yang pada saat itu masih di bawah umur. Sesudah orang suci itu meninggal dalam usia yang sangat lanjut, hubungan antara kedua cabang keluarga kerajaan di Jawa Barat itu menjadi agak renggang.

Hasanuddin dari Banten dan istrinya dari Demak mendapat dua anak laki-laki. Yang sulung Yusup direncanakan untuk menggantikan ayahnya di Banten, bila saatnya tiba. Anak yang kedua dijadikan anak angkat dan diasuh oleh bibi dari pihak ibunya. Bibi ini, yaitu Ratu Kalinyamat dari Jepara, tidak mempunyai anak. Menurut asal usulnya, ia juga seorang putri Demak (lihat Bab VI-2). Sesudah Ratu Kalinyamat meninggal, anak

142 Meilink-Roelofsz, Asian Trade (hlm. 113 dst.) memberitakan hubungan dagang pelabuhan-pelabuhan Jawa Barat dengan luar negeri pada abad ke-16. Maladewa, Keling (yaitu Koromandel), Surat (yaitu Surate), Mocha dan Judah (yaitu Jeddah) disebutkan sebagai peristirahatan dalam pelayaran dari Banten ke Mekkah, yang dilakukan oleh utusan-utusan raja, mungkin sekitar tahun 1635, untuk mendapatkan gelar Sultan bagi raja mereka dari Maha Syarief di kota suci (lihat Djajadiningrat, Banten, hlm. 50 dan 175).

angkatnya (anak Hasanuddin yang kedua) menggantikan bibinya sebagai penguasa Jepara. Dalam cerita tutur ia disebut Pangeran Jepara.

Penguasa Islam yang kedua di Banten meneruskan usaha ayahnya: meluaskan daerah agama Islam. Ia memulai kekuasaan raja-raja Jawa Islam dari Banten di Lampung dan daerah-daerah sekitarnya di Sumatera Selatan, tempat bahasa Melayu Selatan merupakan bahasa pergaulan. Daerah-daerah taklukan raja-raja Banten ini ternyata telah menjadi penghasil merica yang besar. Perdagangan merica itu membuat Banten menjadi kota pelabuhan penting, yang disinggahi oleh kapal-kapal dagang Cina, India, dan Eropa. Zaman berpengaruhnya Banten-Jawa dalam bidang pemerintahan dan kebudayaan di Lampung berlangsung dari pertengahan abad ke-16 sampai akhir abad ke18. 143

Mungkin nama Sura-Saji diberikan kepada kota pelabuhan Banten setelah diperbesar dan diperindah pada zaman Hasanuddin. Kota itu menjadi tempat kedudukan seorang penguasa penting, berbeda dengan Banten Girang yang lama, yang letaknya lebih ke arah hulu sungai. Mungkin perkawinan raja muda yang ambisius dengan seorang putri Demak itu merupakan alasan untuk mengadakan pembangunan dan pemberian nama baru.

Menurut perkiraan, Hasanuddin meninggal pada tahun 1570, pada tahun yang sama dengan ayahnya. Tidak mungkin ia mencapai usia lanjut sekali waktu ia meninggal, jika ibunya adalah putri yang telah dinikahi ayahnya - menurut perkiraan - sekitar tahun 1525 atau 1526 di Keraton Demak. Penguasa Islam yang kedua di Banten ini mengalami zaman sesudah jatuhnya Kerajaan Demak, waktu iparnya Sultan Pajang, Jaka Tingkir, berkuasa di pedalaman Jawa Tengah. Dalam cerita tutur Jawa tidak ada berita yang memberi petunjuk bahwa ada sengketa antara raja-raja Banten dan Pajang. Dalam perempat ketiga abad ke-16 Kerajaan Pajajaran "kafir" masih menguasai sebagian besar daerah pedalaman Sunda di Jawa Barat, sehingga daerah-daerah raja Banten dan raja Pajang tidak langsung saling berbatasan.

Dalam cerita Banten, Hasanuddin terkenal dengan nama anumertanya, Pangeran Saba Kingking (atau: Seba Kingking), sesuai dengan nama kota/desa tempat ia dimakamkan, tidak jauh dari Banten. Makamnya telah dijadikan tempat ziarah oleh anak cucunya. Namun, ia tidak pernah mendapat penghormatan keagamaan seperti ayahnya, Sunan Gunungjati.