2. Daerah Pasuruan sekitar tahun 1500 M., Keterangan Tome Pires tentang "Gamda"

XV-2. Daerah Pasuruan sekitar tahun 1500 M., Keterangan Tome Pires tentang "Gamda"

Dalam buku Suma Oriental terdapat uraian-uraian yang cukup panjang lebar - selingan dengan yang mengenai Surabaya dan Blambangan - tentang daerah-daerah "Gamda", "Canjtam", Panarukan, dan Pajarakan. Jelas, yang dimaksud dengan nama- nama yang telah berubah-ubah ialah daerah-daerah yang terkenal dalam sejarah:

260 Pasuruan dan Banger (yaitu Probolinggo) disebutkan dalam Nagara Kertaaganta (Pigeaud. Java jil. V, hlm. 353 dan 428). Bagian besar sejarah kerajaan Jawa Timur dark abad ke-13, yang diuraikan dalam Pararaton, tentu mengenai daerah-daerah Singasari dan Pasuruan (Brandes, Pararaton, hlm. 281).

261 Cerita-cerita legenda tentang daerah Pasuruan telah disebutkan dalam Pigeaud, Literature, jil. III, hlm. 340b, di bawah "Pasuruan".

Singasari dan Pasuruan yang berbatasan dengan Surabaya. 262 Menurut Tome Pires, pada dasawarsa pertama abad ke-16 yang menjadi raja di "Gamda" adalah putra "Guste Pate", mahapatih kerajaan besar "kafir" itu. la bernama "Pate Sepetat", dan ia menjadi menantu "Pate Pimtor", raja "kafir" yang berkuasa di Blambangan, juga menantu raja Madura. Nama "Sepetat" ini dapat dihubungkan dengan "Menak Sapetak" atau "Menak Supetak", nama pendiri ibu kota Pasuruan, tokoh terkenal dalam legenda, yang ayahnya dikatakan seekor anjing. 263 Kiranya masuk akal jika "Pijntor" berasal dari gelar raja Jawa Binatara yang ejaannya telah rusak, dan berasal dari bahasa Jawa Kuno Bhathara

Tome Pires menyebutkan Tuban, "Gamda", dan kota-kota pelabuhan Jawa yang pada zamannya masih di bawah kekuasaan maharaja "kafir" atau patih "Guste Pate". 264 Tentang perdagangan di "Gamda" ia tidak dapat memberi gambaran banyak. Tetapi yang penting ialah berita bahwa "Pate Sepetat", dengan bantuan ayah mertuanya, patih Majapahit, memerangi raja Surabaya dan menghalang-halangi penyebaran agama Islam di Jawa Timur dan ujung timur Jawa. Yang sesuai dengan berita sekitar tahun 1515 itu ialah cerita Jawa mengenai seorang keturunan patih (Majapahit), yang di Sengguruh melawan laskar Islam yang terus mendesak. Itu terjadi sesudah runtuhnya kota kerajaan "kafir" Majapahit pada tahun 1527. 265 Sengguruh dahulu termasuk daerah yang oleh Tome Pires disebut "Gamda". Begitulah anggapan orang.

Apabila berita-berita Tome Pires dan cerita-cerita Jawa ini ditinjau secara menyeluruh, maka jelaslah bahwa raja-raja dan penguasa-penguasa "kafir" Jawa di

262 Gamda disebutkan dalam Pires, Suma Oriental, hlm.196-198; lihat juga indeksnya. Perkiraan bahwa "Gamda" dapat dihubungkan dengan Gajah Mada, nama patih Majapahit, terasa menarik karena menurut Tome Pires tanah itu milik keturunan "Guste Pate". Dalam komentar pada tembang 19-2 dalam Nagara Kertagama (Pigeaud, Java, jil. IV, hlm. 65) maka daerah Gajah Mada, yaitu tanah Sengguruh dengan pegawai-pegawai raja di Keraton Surakarta yang disebut Gajah Mati (mungkin sesuai dengan tempat tinggal mereka yang asli) telah dihubungkan satu dengan yang lainnya. Yang mengherankan ialah bahwa tugas yang dibebankan pada orang-orang Gajah Mati adalah memelihara kuda-kuda tunggang, sedang menurut Tome Pires memiliki kuda-kuda merupakan salah satu kekayaan raja-raja "Gamda" dan Blambangan. Pada halaman (52) buku ini dikemukakan anggapan bahwa nama kota pantai Gamda, seperti yang terdapat dalam Pires, Suma Oriental, ada kaitannya dengan nama perdana menteri Majapahit, Gajah Mada. Sebagai bandingan pendapat ini, perlu dipertimbangkan pandangan S.O. Robson yang mengemukakan bahwa Gamda merupakan salah tulis dari kata "Garuda". Nama itu pada abad ke-17 adalah nama kota pelabuhan sebelah barat dekat Pasuruan, yang pada permulaan abad tersebut telah terdesak kedudukannya oleh tetangga di timurnya itu. Pada zaman Valentijn, pelabuhan ini telah merosot menjadi suatu "desa" saja (Valentijn, Oud en Nieuw, jil. IV, hlm. 50). Walaupun tetap merupakan soal yang merisaukan hati untuk beranggapan bahwa telah terjadi suatu salah tulis, hipotesa Robson ini kiranya perlu dipertimbangkan (lihat Robson, "Gamda"). Gamda-Garuda lalu harus kita lihat sebagai ibu kota daerah Pasuruan. Yang dapat merangsang pendapat ini lagi ialah bahwa Pate Sepetat, seperti yang tersebut sebagai penguasa Gamda-Garuda, kita jumpai dalam Babad Pasuruan sebagai Menak Sapetak, raja Pasuruan.

263 Menak Sapetak dari Pasuruan disebut dalam legenda-legenda setempat di Jawa Timur (Pigeaud, Literature, jil. III, hlm. 374 dan 399). Bahwa Menak dari Jawa Timur ini dianggap mempunyai hubungan keluarga dengan anjing, diberitakan dalam banyak cerita mitos lain. Yang menarik perhatian lagi ialah bahwa Menakjingga dari Blambangan, tokoh legenda yang menjadi musuh Ratu Kenya dari Majapahit, dalam cerita kisah Jawa Timur yang terkenal, Damarwulan dikatakan mempunyai hubungan keluarga dengan anjing.

264 Dalam Pires, Suma Oriental (hlm. 179 dst.), telah dimasukkan suatu bagian cerita yang menarik tentang adat istiadat Jawa, dan kemudian disusul dengan sebutan berturut-turut ketiga kota pelabuhan, yang pada zaman Pires masih di bawah kekuasaan maharaja "kafir" dan "Guste Pate" di tanah pedalaman.

265 Tanah Sengguruh disebutkan dalam Bab II-11(dan catatan 45), yang membicarakan perluasan kekuasaan Demak ke arah timur, dan dalam Bab XI-4, tentang serangan-serangan orang-orang Sengguruh terhadap Giri, pada tahun 1535, yaitu waktu pasukan Demak menduduki Pasuruan.

pedalaman Jawa Timur dan di ujung timur Jawa itu hingga pada dasawarsa-dasawarsa pertama abad ke-16 memiliki semangat cukup besar. Mereka bertahan terhadap pasukan-pasukan Islam yang mendesak masuk dari daerah-daerah pantai utara dan dari Jawa Tengah, yang dipimpin oleh orang-orang bukan Jawa dan yang berdarah campuran. Tradisi kebudayaan kerajaan-kerajaan "kaflr", yang sejak abad ke-13 berpusat di kawasan "di sebelah timur Gunung Kawi", telah berakar di sana.