Supremasi Hukum yang Lemah.

354 Stranas-PPK periode 2012 –2014 dan 2012–2025. Perpres Stranas PP memperkuat kebijakan-kebijakan sebelumnya. Antara lain Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011, serta Inpres Nomor .17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012. Semua kebijakan di atas kertas ini menunjukkan komitmen Pemerintah Indonesia terhadap Konvensi PBB mengenai program Antikorupsi yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Kalau payung hukumnya sudah sedemikian kuat,perang melawan korupsi mestinya efektif dan menghasilkan kemenangan besar. Apalagi, perang itu diperkuat dengan eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi KPK. Dari aspek kesiapan, peralatan dan strategi perang, rasanya tidak ada yang kurang. Dalam pertemuan dengan jajaran Kejaksaan Agung waktu itu, Presiden berharap semua simpul pemberantasan korupsi bergerak. Bekerja,tindak tegas dari parpol, dari daerah manapun dan apa pun jab atannya, katanya. Namun, dalam praktiknya, Indonesia seperti sedang bermain perang-perangan melawan korupsi. Perang itu nyaris tidak menghasilkan apa pun. Sebaliknya, rakyat menyaksikan korupsi semakin merajalela.

3. Supremasi Hukum yang Lemah.

Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah kisah dari Aisyah r.a bahwa ada seorang perempuan dari Bani Makhzum yang kedapatan mencuri. Para sahabat saling bertanya kira-kira siapakah yang pantas melaporkan hal ini kepada Rasulullah SAW. Maka, disekapatilah Usamah r.a, salah seorang sahabat yang dicintai Rasul, dan ia pun melaporkannya kepada Nabi. Mendengar hal tersebut, Rasul SAW balik bertanya: Apakah kalian akan mengampuni apa yang seharusnya menjadi ketentuan Allah?. Kemudian, Rasulullah bangkit dan menegaskan: Wahai manusia, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian itu binasa disebabkan karena jika orang terhormat yang mencuri, mereka membiarkannya, tetapi jika orang lemah yang mencuri, mereka menetapkan hukum atasnya. Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad yang mencuri maka aku akan potong tangannya. HR. Bukhari Muslim. 355 Hadis tersebut di atas, memberi pelajaran yang sangat penting bagi kita. Bahwa hukum harus ditegakkan dengan seadil- adilnya. Para penegak hukum tidak boleh tebang pilih dalam menjalankan amanat ini. Bahkan Rasulullah sampai menegaskan andaikata yang melanggar hukum adalah putrinya sendiri, Fatimah, maka hal itu tidak menghalangi Beliau untuk memberlakukan hukum atasnya. Inilah gambaran sebuah komitmen yang kuat dari seorang pemimpin untuk menegakkan good governance. Komitmen itu menetas dan dilanjutkan oleh Khalifah Abu Bakar r.a dalam pidato pelantikannya sebagai khalifah, Beliau mengatakan bahwa: Yang kuat diantara kalian bagiku adalah lemah, sampai aku ambil dari mereka hak-hak orang miskin, dan yang lemah diantara kalian bagiku adalah kuat sampai aku berikan kepada mereka hak-hak mereka. Ada sinyalemen bahwa penegakan good governance di negeri kita melemah, bahkan berada di titik nadir. Hal itu diakibatkan telah membudayanya praktik suap-menyuap, jual beli perkara, dan beroperasinya para mafia peradilan. Belum lagi berbagai ironi dalam hukum dimana para pengemplang uang negara bebas melengang, sementara orang mencuri dengan nilai hanya puluhan ribu rupiah harus mendekam di penjara selama beberapa bulan. Mafia peradilan dan praktek jual beli perkara yang dipertunjukkan kepada publik secara terang benderang itu, jelas mengindikasikan secara kuat bahwa di negeri ini banyak sekali tindakan kejahatan yang berlangsung dalam lindungan hukum. Ini bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadaban. Masyarakat yang tidak menjadikan hukum sebagai panglima, lawless society, adalah masyarakat yang tidak berkeadaban, dan sebagaimana diingatkan Nabi, akan menuju kepada kehancuran. Oleh karenanya, pemerintah harus memiliki kemauan yang kuat untuk menjunjung tinggi supremasi hukum, tanpa pandang bulu agar kita tidak diambang kehancuran, perhatikanlah kutipan ayat Al-Qur,an di bawah ini; ai orang-orang beriman hendaklah kamu menjadi orang- orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, dan menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali 356 kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Qs. Al-Maidah [5]:8. Dunia hukum adalah salah satu mekanisme untuk menciptakan ketertiban dan kedamaian di tengah masyarakat. Hukum diciptakan untuk terjaminnya hak dan kewajiban berjalan secara seimbang. Hukum dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Hukum dibuat untuk menjamin terlindungi nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai keadilan, ketertiban dan ketenteraman dan terpenuhinya rasa keadilan sosial dan keadilan yang sejati, tidak hanya keadilan formal, justru merasuk pada dimensi subtansi dari keadilan itu sendiri. Hukum juga sebagai salah satu alat untuk melakukan rekayasa sosial. Di tangan pemimpin yang bijak hukum akan digunakan untuk menegakkan yang tidak adil dan meluruskan yang bengkok. Melindungi yang terdholimi. Sebaliknya hukum di tangan pemimpin yang otoriter digunakan untuk memenuhi ambisi dan kepentingan politik kekuasaannya. Bahkan para penjuang hukum dan pejuang hak asasi manusia berada di ujung tanduk menjadi korban dari pelanggaran hak asasi manusia berikutnya. Demikian penjuang pemberantasan korupsi akan menjadi lemah karena kewenangannya semakin berkurang. Oleh karenan itu memberantas kejahatan korupsi dibutuhkan stamina yang cukup, sebab kekuatan korup akan menggunakan segala daya upayanya untuk melawan, dan berusaha mencari jalan dan celah untuk menutupi perilaku yang menyimpang dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan. Secara kasat mata jika tidak jeli perilaku korup sangat berbahaya terhadap sistem kehidupan secara keseluruhan. Hanya saja kemampuan mencari alibi sebagai dalih untuk mengalihkan dan bahkan melemahkan lembaga pemberantas korupsi yang sangat nyata gerakannya. Sebaliknya gerakan pemberantasan korupsi sangat tergantung bagaimana itikad baik penyelenggara negara mendorong dan mengawal perjuangan memberantas korupsi. Sebab pemberantasan korupsi juga akan melibas penyelenggara negara itu sendiri yang melanggar, sehingga penyelenggara negara yang korup akan berupaya untuk melegalkan dan melindungi hasil 357 korupnya. Parahnya lagi jika hukum dan segala perangkat aturan perundang-undangan dijadikan senjata ampuh yang mengurangi kekuatan-taji dan stamina pemberantasan korupsi. Kenyataan tersebut menjadi sangat nyata bila kita mengengok sejarah panjang pemberantasan korupsi yang selalu kandas sebelum berkembang, sejak masa presiden pertama Soekarno mencanangkan gerakan pemberantasan korupsi juga belum terlihat hasilnya, lembaganya sudah tidak mempunyai kekuatan lagi, demikian pada masa pemerintahan Soeharto upaya untuk memberantas korupsi berada pada kondisi delematis, karena berhadapan dengan para pemangku kepentingan penyelenggara negara itu sendiri, sehingga menjadi tumpul karena berhadapan dengan birokrat itu sendiri, seperti ungkapan jeruk makan jeruk. Artinya pemberantasan korupsi selalu akan berhadapan dengan diri mereka sendiri. Termasuk para legislator yang sekarang sedang merumuskan dan merancang revisi undang- undang tindak pidana korupsi. Ini jelas, bahwa para stakeholders yang sekarang sedang memegang jabatan, suatu saat akan terkena pasal yang mereka buat sendiri, sehingga pasal-pasal yang sekiranya menguntungkan dirinya, akan dibuat tidak tegas dan lentur, bahkan kalau perlu pasal-pasal tersebut dihapuskan, kalaupun tetap ada akan berubah dengan modifikasi yang lebih halus, santun bahkan tidak berkekuatan. Inilah bahayanya pemberantasan korupsi selalu berhadapan dengan kepentingan kekuasaan itu sendiri. Penyelenggara negara hanya menunggu nasib atau giliran saja. Apakah status tersangka akan menimpa dirinya? Jika kita evaluasi penegakan hukum dan pemberantasan korupsi menghadapi masalah yang paling berat adanya landasan konstitusionalnya yang dicabut, karena itulah menjadi alasan hukum untuk menindak para koruptor, jika perangkat hukumnya sudah tumpul, inilah riwayat kematian pemberantasan korupsi dan semakin suburnya korupsi di negeri katulistiwa. Kalau sudah demikian apalagi yang bisa kita lakukan. Berdasarkan statistik hasil riset Transparancy Internasional TI meneliti kasus korupsi pada tahun 2008 Indonesia berada pada peringkat ke-126 negara paling korup di dunia, lalu pada tahun 2009 menduduki peringkat ke-111, itu menunjukkan sedikit 358 peningkatan dalam upaya memburu tikus kantor. Tapi melihat anggaran untuk tahun 2011, hampir tren pemberantasan korupsi turun. Bisa jadi tahun depan adalah tahun berpestanya para koruptor, sebab semua institusi hukum akan bekerja apa adanya dengan alasan minimnya anggaran. Komis Pemberantasan Korupsi KPK dapat anggaran Rp 575 miliar anggaran pemberantasan korupsi, Rp 19,2 miliar. Tahun 2010 dana pemberantasan korupsinya Rp 26,3 miliar. Kejaksaan Agung Kejagung mendapat anggaran Rp 178 miliar menjadi Rp 154 miliar anggaran keseluruhan naik dari Rp 2,5 miliar menjadi Rp 2,6 miliar. Polri dan Mahkamah Agung MA polisi anggaran keseluruhan Rp 28,3 triliun untuk anggaran pemberantasan korupsi hanya Rp 1,4 miliar Jawa Pos, 16122010. Hal ini memunculkan kecurigaan tentang adanya skenario menyurutkan pemberantasan korupsi. Hambatan pemberantasan korupsi yang harus diwaspadai seperti, upaya untuk mempreteli kewenangan yang telah dimiliki oleh lembaga penegak dan penindakan korupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan, Kepolisian, dan Mahkamah Agung. Melalui legal drafting, sehingga kekuatan yurisidiksinya menjadi tumpul dan tidak optimal. Draf perubahan UU tindak pidana korupsi yang kini sedang direvisi berusaha menghilangkan pasal-pasal krusial yang menjadi ruh pemberantasan korupsi, seperti kewenangan penyadapan, kewenangan penyidikan, penangakapan, penglilangan sanksi hukuman mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi, dengan hilangnya pasal tersebut kejahatan korupsi tidak lagi menjadi kejahatan extra ordinary crime kejahatan luar biasa, yang membutuhkan penanganan yang lebih super. Upaya kriminalisasi terhadap para pelaksana dan aparatur penegak hukum yang konsisten dan jujur dalam menjalankan tugas. Kriniminalisasi merupakan bentuk perlawan koruptor bersama kekuatan korupnya membalikkan fakta terhadap pejuang pemberantas korupsi, baik terhadap pelapor maupun aparat penegak hukum yang konsisten dan peduli terhadap pemberantasan korupsi. 359 Upaya mengurangi anggaran yang dialokasikan kepada lembaga pemberantas korupsi tersebut. Berkurangnya anggaran pemberantasan korupsi menjadi modus baru terhadap perlawanan pemberantasan korupsi. Melalui kewenangan bugeting legislatif bisa memangkas anggaran pemberantasan korupsi, sekalipun ada peningkatan anggaran bagi lembaga penyelenggara korupsi tetapi peruntukkannya bukan secara langsung untuk pemberantasan koruspi itu sendiri, sehingga lembaga tersebut menjadi terseok- seok dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya dalam pemberantasan koruspi tersebut. Lihat saja anggaran pemberantasan korupsi Kejaksaan Agung sebesar Rp178 miliar menjadi Rp 154 miliar, sementara anggara keseluruhan naik dari Rp 2,5 miliar menjadi 2,6 miliar. Melemahkan stamina kelompok masyarakat sipil yang produktif dan aktive dalam memperjuangkan penegakan hukum dan mendorong hukum yang fair dan jujur terhadap kontrol publik dan stakehorders. Kontrol publik harus selalu dilakukan secara terus menerus untuk melawan koruptor. Termasuk keterlibatan masyarakat sipil dalam setiap revisi peraturan perundangan yang menyangkut pemberantasan korupsi. Melemahnya masyarakat sipil dijadikan momentum bagi pemberantasan korupsi tidak berjalan secara optimal. Usaha untuk mewujudkan hukum sebagai instrumen pemberdayaan masyarakat menjadi sangat relevan. Karena pertama, situasi supremasi hukum yang sedang terpuruk di tanah air telah memberi peluang dan ruang untuk melakukan evaluasi terhadap subtansi hukum masa lalu. Kedua, situasi saat ini juga merupakan tantangan bagi ahli-ahli hukum dan legislator untuk dapat merumuskan aturan-aturan hukum yang sesuai dengan semangat zamannya, yaitu adanya tuntutan terciptanya masyarakat sipil atau masyarakat madani dengan sistem politik demokratis. Pengawalan terhadap perubahan pasal-pasal yang melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Penegakan hukum yang lebih adil dan peduli, sehingga masyarakat tercapai kesejahteraannya. Dalam konteks umum di Indonesia belum ada separuhnya kasus korupsi yang terselesaikan dengan baik, tuntas dan berimbang sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku. Seolah- 360 olah ada semacam kendala seperti tebang pilih, kejanggalan proses ataupun beberapa Pasal yang bersifat meringkankan terdakwa di dipergunakan dalam persidangan. 272

4. Daerah Otonom Lahan Kondusif Untuk Melakukan