393
Korupsi  di  Indonesia  yang  sudah  diyakini  meluas  dan mendalam
widespread and
deep-rooted akhirnya
akan menggerogoti  habis  dan  menghancurkan  masyarakatnya  sendiri
self  destruction.  Korupsi  sebagai  parasit  yang  mengisap  pohon akan menyebabkan pohon itu mati dan di saat pohon itu mati maka
para koruptor pun akan ikut mati karena tidak ada lagi yang bisa di hisap.
307
Pemberantasan korupsi
bukanlah sekedar
aspirasi masyarakat  luas  melainkan  merupakan  kebutuhan  mendesak
urgent needs
bangsa Indonesia
untuk mencegah
dan menghilangkan  sedapatnya  dari  bumi  pertiwi  ini  karena  dengan
demikian  penegakan  hukum  pemberantasan  korupsi  diharapkan dapat  mengurangi  dan  seluas-luasnya  menghapuskan  kemiskinan.
Pemberantasan  tindak  pidana  korupsi  tersebut  tidak  lain  adalah untuk mewujudkan kesejahteraan dari masyarakat Indonesia yang
sudah sangat menderita karena korupsi yang semakin merajarela.
7. Unsur  Motivasi,  Kekuasaan,  dan  Kebudayaan
Daerah Otonom.
Dalam  pikiran  para  yuris, proses   peradilan sering  hanya diterjemahkan  sebagai    suatu    proses  memeriksa      dan    mengadili
secara   penuh   dengan berdasarkan  hukum positif  semata-mata. Pandangan  yang  formal  legistis  ini  mendominasi  pemikiran  para
penegak    hukum,    sehingga  apa    yang    menjadi    bunyi  undang- undang,  itulah yang akan menjadi  hukumnya.
Kelemahan    utama    pandangan  ini    adalah    terjadinya penegakan    hukum  yang  kaku,  tidak  ada  diskresi    dan  cenderung
mengabaikan    rasa    keadilan      masyarakat  karena  lebih mengutamakan  kepastian  hukum.  Proses      mengadili    dalam
kenyataannya  bukanlah  proses yuridis semata.  Proses  peradilan bukan  hanya  proses  menerapkan  pasal-pasal  dan  bunyi  undang-
undang,    melainkan    proses    yang    melibatkan  perilaku-perilaku masyarakat dan berlangsung  dalam suatu  struktur  sosial tertentu.
Penelitian  yang telah  di  lakukan oleh Marc  Galanter  di  Amerika dapat      menunjukan      bahwa    suatu      putusan      hakim  ibaratnya
307
Satjipto Rahardjo,Membedah Hukum Progresif,Kompas: Jakarta, 2006, hlm: 136.
394
hanyalah  pengesahan  saja  dari  kesepakatan  yang      telah      dicapai oleh    para      pihak.      Dalam        perspektif        Sosiologis,          lembaga
pengadilan merupakan lembaga yang multi fungsi  dan merupakan tempat untuk  record keeping, site  of administrative processing,
ceremonial  changes    of  status  ,settlement  negotiation, mediations  and arbitration   dan warfare .
308
Produk  dari pengadilan adalah putusan  hakim. Dari   sinilah awal  dapat   dibangunnya   wibawa hukum. Dalam putusan hakim,
wibawa  hukum dipertaruhkan.  Para  petinggi  hukum  tidak  perlu berteriak-teriak    minta      kepada    masyarakat      agar  menghormati
pengadilan. Cukuplah apabila pengadilan di  tingkat PN, PT ataupun MA membuat putusan  yang bermutu  tinggi,  maka   rasa   hormat
itu   akan datang dengan sendirinya.
309
Kiranya masyarakat dapat memberikan  penilaian tersendiri terhadap  mutu  putusan  para   hakim. Haruslah   disadari  benar
bahwa      menegakkan  wibawa  pengadilan  tidaklah  semudah membalik telapak tangan.   Sistem   peradilan  di   Indonesia   yang
merupakan  warisan kolonial Belanda sedikit  banyak menyulitkan dalam  prakteknya.    Sisa-sisa    perilaku  sebagai    bangsa    terjajah
masih    nampak    dikalangan  para    hakim.  Sebagai  contoh,  sampai saat  ini  kita masih  bisa  melihat digunakannya  Osterman  Arrest
dari      Hogeraad    Belanda    sebagai    contoh      tentang  Perbuatan Melawan    Hukum    PMH.    Dari    sisi      ini  setidaknya      kita      dapat
melihat      adanya      tiga  hal,yaitu:      pertama,      hakim-hakim      kita tidak  mempunyai        kepercayaan      diri      untuk        mengutip
yurisprudensi
dari Mahkamah
Agung Indonesia.
Kedua,
308
Marc Galanter,  Justice In Many Rooms, 1981.
309
Kiranya  masyarakat  dapat  memberikan    penilaian  tersendiri      terhadap    mutu putusan  para   hakim. Putusan yang  mendapat perhatian luas di masyarakat dan
dianggap berbobot adalah putusan kasasi  Kasus Kedungombo.  Dalam putusan ini, Hakim  tidak  yakin telah  terjadi kesepakatan atas  dasar  musyawarah. Alasannya
sederhana  saja,  tidak  mungkin    musyawarah  dapat      berjalan    dengan    fair apabila      rakyat  mendapat    tekanan    psikis    karena    ditunggui      oleh  aparat
keamanan.      Dalam      putusannya      pula      MA  memberikan    penafsiran  secara konstruktif    tentang  apa,    kapan    dan    bagaimana  orang    dapat    dikatakan  telah
bermusyawarah.  Hal  ini  merupakan  dasar    bagi  terselenggaranya    musyawarah dengan benar.  Putusan lain  yang dinilai masyarakat mempunyai bobot  yang tinggi
adalah putusan PTUN yang memenangkan gugatan Gunawan Muhammad Tempo dan Putusan Mahkamah Agung yang membebaskan terdakwa pembunuh Marsinah.
395
kemungkinan  memang  tidak ada putusan  hakim  MA yang  dapat dianggap  berkualitas  untuk    kasus    itu.    Ketiga,  menganggap
yurisprudensi asing selalu lebih valid dan bermutu.
Munculnya    kritik-kritik    terhadap    keberadaan  lembaga peradilan  tidak  lain  karena  peradilan    kita  tidak    dapat
memberikan    pengayoman    kepada    warga  masyarakat.    Putusan pengadilan    yang      diharapkan  dapat    mengembalikan
keseimbangan  masyarakat  yang terganggu  tidak dapat terpenuhi. Adanya  isu    mafia  peradilan,  keadilan  dapat  dibeli,  munculnya
bahasa-bahasa  yang  sangat  sarkastis  dengan  plesetan    HAKIM Hubungi  Aku  Kalau  Ingin  Menang,  KUHAP  diplesetkan  sebagai
Kurang  Uang  Hukuman  Penjara,   tidaklah muncul   begitu  saja. Kesemuanya    ini      merupakan  produk    sampingan    dari
bekerjanya lembaga-lembaga hukum itu sendiri.
Ungkapan-ungkapan    ini  merupakan  reaksi    dari    rasa keadilan    masyarakat  yang  terkoyak    karena  bekerja  lembaga-
lembaga  hukum  yang  tidak  professional  maupun    putusan hakimputusan    pengadilan    yang    semata-mata    hanya
berlandaskan  pada  aspek  yuridis.  Berlakunya    hukum  ditengah- tengah    masyarakat,  mengemban      tujuan      untuk      mewujudkan
keadilan, kepastian   hukum  dan  kemanfaatan  dan pemberdayaan sosial      bagi  masyarakatnya.      Untuk      menuju      pada        cita-cita
pengadilan      sebagai    pengayom      masyarakat,      maka  pengadilan harus  senantiasa  mengedepankan    empat  tujuan  hukum  di  atas
dalam   setiap   putusan  yang   dibuatnya. Hal   ini   sejalan  dengan apa   menjadi   dasar  berpijaknya    hukum   yaitu  hukum  untuk
kese-jahteraan  masyarakat.  Sehingga  pada  akhirnya  tidak  hanya dikatakan  sebagai  Law and  Order    Hukum    dan  Ketertiban  tetapi
telah berubah menjadi Law, Order and   Justice Hukum, Ketertiban dan  Ketentraman.  Adanya  dimensi keadilan  dan    ketentraman
yang  merupakan    manifestasi    bekerjanya    lembaga    pengadilan, akan      semakin      mendekatkan        cita-cita  Pengadilan  sebagai
pengayom masyarakat.
310
310
Dalam kerangka akuntabilitas Lembaga-lemabaga hukum, perlu memiliki standar pelayanan  yang  dibingkai  dalam  Standart  legal  services  rules.  Kejaksaan,
kehakiman  pengadilan,  Kepolisian  dan  Organisasi  Pengacara  dalam  kativitas hukumnya berpedoman kepada standar tersebut Kate Malleson, The Legal System,
2003 hal.197
396
Korupsi merupakan benalu sosial yang merusak sendi-sendi struktur  pemerintahan  dan  menjadi  hambatan  yang  paling  utama
bagi  pembangunan  nasional.  Korupsi  sudah  merambah  kesegala bidang kehidupan kita dan perbuatan korupsi sudah sangat umum
ditelinga kita semua. Bahkan ada suatu pendapat yang mengatakan bahwa korupsi merupakan seni hidup dan menjadi salah satu aspek
kebudayaan  kita  yang  telah  mengakar  dengan  begitu  kuatnya. Dalam  prakteknya,  korupsi  sukar  sekali  bahkan  hampir-hampir
tidak  mungkin  diberantas.  Sebab  amat  sulit  memberikan pembuktiannya,  lagi  pula  sulit  mengejarnya  dengan  dasar-dasar
hukum-nya  dan  sampai  saat  ini  korupsi  merupakan  bahaya  laten dan ditanggapi secara serius baik oleh pemerintah sendiri, maupun
oleh bagian-bagian dari masyarakat kita.
311
Gebrakan baru
era pemerintahan
Susilo Bambang
Yudhoyono  SBY  dilontarkan  dengan  pencanangan  tahun  2005 sebagai  tahun pemberantasan  korupsi. Untuk mendukung  gerakan
tersebut,  Presiden  SBY  menginstruksikan  kepada  jajaran  Menteri Kabinet  Indonesia  Bersatu,  Jaksa  Agung,  Panglima  TNI,  Kapolri,
para  kepala  pemerintahan  non  departemen,  para  gubernur  dan para  bupatiwalikota  untuk  melakukan  langkah-langkah  yang
dianggap  perlu  demi  mempercepat  pemberantasan  korupsi. Perintah  itu  secara  legal  dituangkan  dalam  Instruksi  Presiden
Nomor  5  tahun  2004  tentang  Percepatan  Pemberantasan  Korupsi. Peringkat  ke  enam  sebagai  negara  terkorup  di  dunia  membuat
negara ini harus banyak melakukan kerja keras untuk memperbaiki keterpurukan  moral  yang  signifikan  telah  menyebabkan  berbagai
keterpurukan ekonomi, sosial, hukum bahkan budaya.
Otonomi  daerah  yang  mulai  dilaksanakan  serentak  di seluruh  Indonesia  pada  Januari  2001  membuat  angin  segar  bagi
setiap daerah untuk mandiri dan merdeka menata dan membangun daerahnya  berdasarkan  potensi  masing-masing.  Kewenangan  yang
telah  diberikan  kepada  daerah  ini  membawa  dimensi  lain  ke  arah perilaku  korupsi  yang  lebih  besar  di  daerah.  Dimanapun  adanya,
pihak yang harus menanggung dan menderita adalah rakyat.
311
Argyo  Demartoto,  PerilakuKorupsi:  Fakta  Empiris  dan  Strategi  Pemberantasan Korupsi di Indonesia,Spirit PublikVol. 3, No. 2, Oktober 2007, hlm: 89.
397
Sejalan dengan otonomi daerah, jika ditelaah dari prespektif skala  dan  motif  pelakunya,  korupsi  di  daerah
312
dapat  dibedakan menjadi dua kategori:
1.  pertama,  korupsi  skala  kecil.  Pelaku  korupsi  kategori ini adalah pegawai pemerintah tingkat rendahan yang
merasa  tidak  mendapat  kesejahteraan  karena  gaji yang
terlalu kecil.
Modusnya yaitu
dengan mengambilmenjual aset-aset dan uang kantor;
2.  Kedua, yaitu  korupsi  dengan  motif  memperkaya  diri. Pelakunya  adalah  pejabat  tinggi  yang  mempunyai
kewenangan dan
kesempatan luas
untuk menyelewengkan  jabatannya.  Hal  ini  biasa  dilakukan
di  berbagai  lembaga  pemerintahan  di  pusat  karena adanya sentralisasi kekuasaan.
Pelaku  korupsi  pada  kategori  pertama  tampaknya  tidak mendapat  perhatian  khusus  dari  media  maupun  aparat  penegak
hukum,  mungkin  dikarenakan  tidak  begitu  besar  jumlah  yang dikorupsi
atau mungkin
hampir semua
orang pernah
melakukannya,  jadi  sudah  menjadi  kebiasaan.  Pelaku  korupsi kategori kedua yang sering menjadi sorotan publik karena biasanya
orang  yang  melakukannya  mempunyai  posisi  penting  dalam struktur birokrasi.
a. Motivasi  Para  Pejabat  Daerah  Untuk  Melakukan
Korupsi.
Hingga  saat ini banyak yang  masih  berpikir, bahwa  korupsi tumbuh  semata  karena  rakus.  Atau,  bahkan  dalam  beberapa  teori
dikenal juga istilah Corruption by need . Atau korupsi karena butuh,
karena  gaji  yang  kecil  dan  tidak  mencukupi  kebutuhan  sehari- hari.Padahal,  jika  dicermati,  setidaknya  ada  tiga  3  motivasi
korupsi,  yakni  Pendanaan  Politik;  Membangun  dan  menjaga jaringan; serta Memperkaya Diri sendiri.
Teori Vroom menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kinerja  seseorang  dengan  kemampuan  dan  motivasi  yang  dimiliki
sebagaimana tertulis dalam fungsi berikut:
312
Nico  Andrianto    Ludy  Prima  Johansyah,    Korupsi  di  Daerah:  Modus  Operandi Peta Jalan Pencegahannya, CV. Putra Media Nusantara: Surabaya, 2010.
398
P = f A , M P = Performance
A = Ability M = Motivation
Berdasarkan Teori
Vroom
313
tersebut, kinerja performance seseorang
merupakan fungsi
dari kemampuannya ability dan  motivasimotivation.  Kemampuan
seseorang  ditunjukkan  dengan  tingkat  keahlian skill dan  tingkat pendidikan knowledge yang  dimilikinya.  Jadi,  dengan  tingkat
motivasi  yang  sama  seseorang  dengan skill dan  knowledge   yang lebih tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Hal tersebut
terjadi  dengan  asumsi  variabel  M  Motivasi  adalah  tetap.  Tetapi Vroom juga membuat fungsi tentang motivasi sebagai berikut:
M = f E , V M = Motivation
E = Expectation V = ValanceValue
Motivasi seseorang
akan dipengaruhi
oleh harapan expectation orang
yang bersangkutan
dan nilaivalue yang  terkandung  dalam  setiap  pribadi  seseorang.  Jika
harapan  seseorang  adalah  ingin  kaya,  maka  ada  dua  kemungkinan yang akan dia lakukan. Jika nilai yang dimiliki positif maka, dia akan
melakukan hal-hal yang tidak melanggar hukum agar bisa menjadi kaya. Namun jika dia seorang yang memiliki nilai negatif, maka dia
akan  berusaha  mencari  segala  cara  untuk  menjadi  kaya  salah satunya dengan melakukan korupsi.
Abraham  Maslow
314
menggambarkan  hierarki  kebutuhan manusia  sebagai  bentuk  piramida.  Pada  tingkat  dasar  adalah
kebutuhan  yang  paling  mendasar.  Semakin  tinggi  hierarki, kebutuhan  tersebut  semakin  kecil  keharusan  untuk  dipenuhi.
Hierarki tersebut terlihat dalam piramida berikut ini:
Hierarki Kebutuhan Maslow:
313
Stephen P. Robins, Perilaku Organisasi, Indeks: Jakarta, 2003, hlm: 220.
314
Stephen P. Robins, Perilaku Organisasi, Ibid: 225.
399
Teori Kebutuhan Maslow tersebut menggambarkan hierarki kebutuhan  dari  paling  mendasar  bawah  yaitu  hingga  naik  paling
tinggi  adalah  aktualisasi  diri.  Kebutuhan  paling  mendasar  dari seorang  manusia  adalah  sandang  dan  pangan physical  needs.
Selanjutnya  kebutuhan  keamanan  adalah  perumahan  atau  tempat tinggal,  kebutuhan  sosial  adalah  berkelompok,  bermasyarakat,
berbangsa.  Ketiga  kebutuhan  paling  bawah  adalah  kebutuhan utama prime  needs setiap  orang.  Setelah  kebutuhan  utama
terpenuhi,
kebutuhan seseorang
akan meningkat
kepada kebutuhan  penghargaan  diri  yaitu  keinginan  agar  kita  dihargai,
berperilaku terpuji, demokratis dan lainya. Kebutuhan paling tinggi adalah  kebutuhan  pengakuan  atas  kemampuan  kita,  misalnya
kebutuhan untuk diakui sebagai kepala, direktur  maupun walikota yang dipatuhi bawahannya.
Jika  seseorang  menganggap  bahwa  kebutuhan  tingkat tertingginya  pun  adalah  kebutuhan  mendasarnya,  maka  apa  pun
akan dia lakukan untuk mencapainya, termasuk dengan melakukan tindak pidana korupsi.
Klitgaard
315
memformulasikan  terjadinya  korupsi  dengan persamaan sebagai berikut:
C = M + D – A
C = Corruption M= Monopoly of Power
315
Robert  Klitgaard,  Penuntun  pemberantasan  korupsi  dalam  pemerintahan  daerah, Yayasan Obor Indonesia: Yogyakarta, 2002, hlm: 58-60.
400
D= Discretion of official A= Accountability
Menurut  Robert  Klitgaard,  monopoli  kekuatan  oleh pimpinan monopoly
of power ditambah
dengan tingginya
kekuasaan  yang  dimiliki  seseorang discretion  of  official tanpa adanya  pengawasan  yang  memadai  dari  aparat  pengawas minus
accountability,  menyebabkan  dorongan  melakukan  tindak  pidana korupsi.
Kemudian menurut Torres suatu tindak korupsi akan terjadi jika memenuhi persamaan berikut:
Rc  Pty x Prob Rc = Reward
Pty = Penalty Prob = Probability
Dari  syarat  tersebut  terlihat  bahwa  korupsi  adalah kejahatan  kalkulasi  atau  perhitungan crime  of  calculation bukan
hanya  sekedar  keinginan passion.  Seseorang  akan  melakukan korupsi  jika  hasilRc=Reward  yang  didapat  dari  korupsi  lebih
tinggi
dari hukuman
Pty=Penalty yang didapat
dengan kemungkinan  Prob=Probability  tertangkapnya yang kecil.
Menurut  Jack  Bologne  akar  penyebab  korupsi  ada  empat, yaitu:
G = Greedy O = Opportunity
N = Needs E = Expose
Greedy,  terkait  keserakahan  dan  kerakusan  para  pelaku korupsi.  Koruptor  adalah  orang  yang  tidak  puas  akan  keadaan
dirinya. Opportuniy, sistem
yang memberi
peluang untuk
melakukan korupsi. Needs, sikap mental yang tidak pernah merasa cukup,  selalu  sarat  dengan  kebutuhan  yang  tidak  pernah
usai. Exposes,  hukuman  yang  dijatuhkan  kepada  para  pelaku korupsi yang tidak memberi efek jera pelaku maupun orang lain.
401
Atas  dasar  itulah,  kemudian  secara  teoritis  dikenal pembagian  korupsi  menjadi  dua,  yaitu:  State  Capture  dan
Administrative  Corruption.Untuk  State  Capture  SC  korupsi biasanya dilakukan untuk pendanaan politik dan mempertahankan
jaringan.  Target  utama  SC  adalah  untuk  menyerang  negara  dan menguasai infrastruktur negara, sehingga semua keuntungan dapat
diraih  dengan  mudah  dalam  jumlah  yang  luar  biasa  ketika  negara telah dibajak. Negara yang sejatinya ada karena semacam kontrak
sosial  antara  sesama  warga  negara  untuk  menyelenggarakan  dan melindungi  kepentingan  warga  negara,  dikuasai  sedemikian  rupa,
sehingga tidak mampu menjalankan fungsi idealnya tersebut.
Sedangkan  administrastive  Corruption,  terjadi  di  level  yang lebih kecil. Misal: korupsi pengadaan barang dan jasa, korupsi para
polisi di jalanan, korupsi dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk KTP,  dan  sebagainya.Dan,  kita  tau  kedua  jenis  korupsi  diatas
sama-sama  merugikan  masyarakat.untuk  BLBI,  berdasarkan  ciri- ciri  dan  karakter  pelaku  aktor  kita  bisa  klasifikasikan  pada  State
Capture.  Karena  mereka  menggunakan  mekanisme  negara  fungsi BI  sebagai  the  last  resort  untuk  melumpuhkan  negara  demi
kepentingan  jaringan  bisnis  dan  politik  mereka.  Jumlah  uang  yang luar  biasa  menjadikan  mereka  mudah  mengembangkan  usaha,
membiayai  dana  politik  beberapa  calon  pejabat  RI,  dan  bahkan berhasil  hingga  dinobatkan  sebagai  orang  terkaya  di  Indonesia
versi majalah FORBES.
Dari  sini  kita  bisa  pahami,  bahwa  mereka  yang  melakukan korupsi  memang  sengaja  melakukan.  Artinya  bukan  karena
keterpaksaan  ketika  tergiur  dengan  uang  yang  banyak  saat berkuasa.Akan  berbeda  hal  nya  dengan  katakanalah  orang  kecil
yang  berada  di  bawah  ketika  berada  diatas  dan  kemudian melakukan korupsi. Kalaupun orang seperti ini melakukan korupsi,
biasanya  sangat  mudah  ketauan.  Terutama  karena  mereka  tidak membangun  jaringan  permanen  dengan  penegak  hukum  dan
politisi yang berkuasa.
Dari  semua  korupsi  yang  kita  ketahui,  yang  paling merugikan  negara  diakibatkan  oleh  perselingkuhan  besar  antara
Pebisnis,  Bank,  Politisi,  penegak  hukum,  dan  bahkan  militer.Dua yang  sangat  berbahaya  dari  5  aktor  diatas  adalah  Pebisnis  dan
402
Politisi.  Karena  itulah,  sebaiknya  negeri  ini  tidak  dipimpin  oleh orang-orang yang selain berbisnis juga menajdi politikus.
b. Pengaruh Kekuasaan Pejabat daerah.
Faktor  penyebab  suburnya  korupsi  di  daerah  bukan  faktor tunggal  melainkan    merupakan  multi  faktor  yang  kompleks  dan
saling  bertautan.  Alatas
316
mencoba  mendeskripsikan  faktor-faktor yang menyebabkan suburnya korupsi sebagai berikut :
1.  Ketiadaan  atau  kelemahan  kepemimpinan  dalam  posisi-posisi kunci  yang  mampu  memberikan  ilham  dan  mempengaruhi
tindakan laku yang menjinakkan korupsi. 2.  Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
3.  Kolonialisme  suatu  pemerintahan  asing  tidaklah  menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung
korupsi. 4.  Kurangnya pendidikan.
5.  Kemiskinan 6.  Tiadanya tindak hukuman yang keras.
7.  Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
Soal  korupsi  di  Indonesia,  Satjipto  Rahardjo  yang  menjabat sebagai  Guru  Besar  Sosiologi  Hukum  Universitas  Diponegoro
UNDIP  Semarang,  menyatakan  kekhawatirannya  bahwa  korupsi di negeri ini sudah mencapai tahap bunuh diri atau self dectruction.
Mengutip  Syed  Hussein  Alatas,  mengenai  tiga  tahapan  korupsi, dimulai  dari  korupsi  yang  terbatas  artinya  hanya  sedikit  yang
melakukan, korupsi yang meluas widespread dan terakhir korupsi yang menimbulkan bunuh diri self destruction.
317
Menurut  Suparno  ada  tiga  kemungkinan  yang  memacu korupsi
di Indonesia,
yaitu sistem
pemerintahan yang
memungkinkan,  moralitas  orang  yang  rencah  dan  kontrol masyarakat  yang  kurang.  Berbagai  kasus  korupsi  di  lingkaran
kekuasaan  yang  terungkap  akhir-akhir  ini,  kian  menegaskan moralitas bangsa yang rapuh, bobrok, korup dan sejenisnya. Orang
akan  mudah  ber-argumentasi  bahwa  kebobrokan  moral  bangsa
316
Alatas,  Syed  Hussein,  1981.  Sosiologi  Korupsi  Sebuah  Penjelajahan  dengan  Data Kontemporer,  Jakarta,  LP3ES,  1981,  hlm:  34.  Lihat  pula  Korupsi,  Sifat,  Sebab  dan
Fungsi,  LP3ES: Jakarta, 1987, hlm: 90.
317
www.Hukum online.Com.
403
ditentukan oleh moralitas para politisnya. Ternyata, para elit politik kita, dari dulu  hingga  kini, tak lebih sebagai  pendosa  yang telah
mempelopori kebobrokan moral bagi masyarakat secara lebih luas dan sistemik.
318
Berdasarkan  uraian  diatas  dalam  upaya  mengkaji  perilaku korupsi  dapat  dilakukan  dengan  meneliti  fenomena  itu,  apa  latar
belakang yang
menyebabkan ter-jadinya
korupsi beserta
dampaknya.  Dalam  mempelajari  fenomena  korupsi  juga  dilakukan pengungkapan  sejarah,  kebudayaan  dan  hal-hal  lain  yang
mendukung  terjadinya  perilaku  korupsi.  Sehingga  akan  diperoleh kecenderungan  pola-pola  perilaku  korupsi  misalnya  di  lingkungan
pemerintahan kota, baik kalangan eksekutif maupun legislatif.
Perilaku  korupsi  merupakan  sebuah  tindakan  sosial. Menurut  Max  Weber,  tindakan  sosial  dipahami  peristiwa-
peristiwanya.  Bagi  Weber,  tindakan  sosial  berarti  mencari pengertian  subyektif  atau  motivasi  yang  terkait  pada  tindakan-
tindakan  sosial.  Menurut  teori  aksi  action  theory  yang dikembangkan oleh Max Weber, di mana individu dalam melakukan
suatu
tindakan berdasarkan
atas pengalaman,
persepsi, pemahaman  dan  penafsirannya  atas  suatu  obyek  stimulus  atau
situasi  tertentu.  Tindakan  individu  ini  merupakan  tindakan  sosial yang  rasional,  yaitu  mencari  tujuan  atas  sarana  dengan  sarana-
sarana yang paling tepat.
319
318
Rahayu,  Indah  Budi  dan  Suranto,  Anto,  Laporan  Penelitian  :  Peranan  Surat  Kabar dalam  Pemberantasan  Tindak  Korupsi  di  Indonesia.  Surakarta  :  FISIP  UNS,  2004,
hlm: 1-4.
319
Johnson,  Doyle  Paul.Teori  Sosiologi  Klasik  dan  Modern  Jilid  I,  Gramedia:  Jakarta, 1993. Teori Weber kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Talcott Parsons, yang
mulai  mengkritik  Weber  menyatakan  bahwa  aksi  bukanlah  perilaku.  Aksi merupakan tanggapan atau respon mekanisme terhadap suatu stimulus sedangkan
perilaku  adalah  suatu  proses  mental  yang  aktif  dan  kreatif.  Bagi  Parsons  yang utama  bukanlah  tindakan  individu  melainkan  norma-norma  dan  nilai-nilai  sosial
yang  menuntun  dan  mengatur  perilaku.  Kondisi  obyektif  disatukan  dengan komitmen  kolektif  terhadap  suatu  nilai  akan  mengembangkan  suatu  bentuk
tindakan  sosial  tertentu.  Parsons  menekankan  pentingnya  pemahaman  orientasi individu  yang  bersifat  subyektif,  termasuk  definisi  situasi  serta  kebutuhan  dan
tujuan  individu.Parsons  juga  menjelaskan  bahwa  orientasi  orang  bertindak  itu terdiri  dari  dua  elemen  dasar  yaitu  orientasi  motivasional  dan  orientasi  nilai.
Orientasi  motivasional  menunjuk  pada  keinginan  untuk  memperbesar  kepuasan dan  menyeimbangkan,  sedang  orientasi  nilai  menunjuk  pada  standar-standar
normatif  yang  mengendalikan  pilihan-pilihan  individu  alat  dan  tujuan  dan
404
Berdasarkan  hasil  penelitian  penulis  terhadap  perilaku korupsi pejabat daerah, unsur yang paling utama dalam melakukan
korupsi adalah unsur pemegang kekuasaan, artinya para pejabat itu meiliki  kekuasaan.    Kekuasaan  merupakan  kemampuan  yang
dimiliki  A  untuk  memengaruhi  perilaku  B  sehingga  B  bertindak sesuai  dengan  keinginan  A.  Kekuasaan  boleh  saja  ada,  tetapi  tidak
digunakan,  karena  itu  kekuasaan  merupakan  suatu  kemampuan atau  potensi.  Seseorang  bisa  saja  memiliki  kekuasaan  tetapi  tidak
menjalankannya.  Barangkali  aspek  terpenting  dari  kekuasaan adalah  bahwa  hal  ini  merupakan  fungsi  ketergantungan.  Semakin
besar ketergantungan B terhadap A, semakin besar pula kekuasan A dalam  hubungan  tersebut.  Seseorang  dapat  memiliki  kekuasaan
atas  diri  anda  hanya  jika  ia  mengendalikan  sesuatu  yang  anda inginkan.
320
Konsep  dari  kepemimpinan  dan  kekuasaan  adalah  saling bertautan. Para pemimpin menggunakan kekuasaan sebagai sarana
untuk  mewujudkan  tujuan  kelompok.  Para  pemimpin  mencapai tujuan,  dan  kekuasaan  adalah  sarana  untuk  memudahkan  usaha
mereka  tersebut.  Kekuasaan  tidak  mengisyaratkan  tujuan melainkan ketergantungan seangkan kepemimpinan mensyaratkan
kesesuaian antara tujuan pemimpin dan mereka yang dipimpin.
Perbedaan  yang  kedua  yaitu  dengan  arah  pengaruh. Kepemimpinan  berfokus  pada  pengaruh  kebawah  kepada  para
pengikut.  Kepemimpinan  meminimalkan  pola-pola  pengaruh  ke samping  dan  ke  atas.  Kekuasaan  tidak  demikian.  Perbedaan  lain
dengan penekanan penelitian. Penelitian mengenai kepemimpinan, sebagian  besar  menekankan  gaya.  Penelitian  tersebut  mencari
jawaban  atas  pertanyaan-pertanyan  seperti  seberapa  suportif semestinya  seorang  pemimpin?  sampai  tingkat  mana  proses
pengambilan  keputusan  harus  dilakukan  bersama  dengan  para pengikut?sebaliknya,  penelitian  mengenai  kekuasaan  cnderung
mencakup  bidag  yang  lebih  luas  dan  terfokus  pada  takti-taktik
prioritas  sehubungan  dengan  adanya  kebutuhan-kebutuhan  dan  tujuan-tujuan yang  berbeda.  Dalam  hal  ini,  ketika  seseorang  berkeinginan  untuk  melakukan
korupsi mempunyai tujuan dan makna tersendiri yang berbeda antara satu dengan yang lain.
320
Kenneth J. Neubeck  Davita Silfen Glasbrg, Sociology A Critical Approach, McGraw Hill, Inc, 1996, hlm: 345.
405
untuk  memperoleh  kepatuhan  dari  anak  buah.  Penelitian  tersebut melampaui  individu  sebagai  pelaksana  kekuasaan  karena
kekuasaan dapat digunakan oleh kelompok dan juga individu untuk mengendalikan individu atau kelompok-kelompok lain.
Dari  analisis  tersebut  di  atas,  penulis  berkomentar  bahwa korupsi  dan  Kekuasaan  ibarat  dua  sisi  mata  uang.  Korupsi  selalu
mengiringi  perjalanan  kekuasaan  dan  sebaliknya,  kekuasaan merupakan  pintu  masuk  bagi  tindak  korupsi.   Makna  korupsi  dari
beragam  defenisi  korupsi  pada  dasarnya  adalah  perilaku  yang menyimpang  dari  aturan  etis  formal,  menyangkut  tindakan  etis
formal seseorang dalam posisi otoritas publik yang disebabkan oleh motif  pertimbangan  pribadi,  seperti  kekayaan,  kekuasaan  dan
status.  Korupsi  juga  sering  dimengerti  sebagai  penyalahgunaan kekuasaan  dan  kepercayaan  untuk  keuntungan  pribadi,  namun
korupsi  juga  bisa  dimengerti  sebagai  perilaku  tidak  mematuhi prinsip  mempertahankan  jarak ,  artinya  dalam  pengambilan
kebijakan baik di sektor swasta atau oleh pejabat publik, hubungan pribadi atau keluarga tidak memainkan peranan.
Kita perhatikan saja sejak tahun 1999, Krisis yang terjadi di indonesia  bermula  dari  kemerosotan  nilai  tukar  rupiah.  Karena
penanganan  yang  bertele-tele  yang  jauh  menyentuh  akar permasalahannya,  krisis  merembet  hampir  keseluruh  aspek
perekonomian,  sehingga  menjelmalah  krisis  ekonomi  yang berkepanjangan.  Penyakit-penyakit  ekonomi  yang  selama  ini
tertutupi oleh  gemerlap  indikator-indikator makro ekonomi dan serangkaian  pujian  dari  lembaga-lembaga  international  satu  demi
satu  terungkap.  Semakin  nyata  pula  bahwa  penyakit
–penyakit ekonomi  itu  bukan  semata-mata  Berasal  dari  faktor-faktor
ekonomi,  melainkan  juga  sebagai  produk  dari  sistem  dan mekanisme politik yang tidak sehat.
Sekali  prinsip  mempertahankan  jarak  itu  dilanggar  dan keputusan  dibuat  bedasarkan  hubungan  pribadi  atau  keluarga,
maka  korupsi  akan  timbul.  Contohnya  konflik  kepentingan  dan nepotisme. Prinsip mempertahankan jarak itu adalah landasan bagi
organisasi  apapun  untuk  mencapai  efisiensi.   Gambaran  buram tentang  kekuasaan  dikarenakan  kita  sering  merujuk  praktik
kekuasaan  yang  digenggam  oleh  politisi  busuk.  Akan  tetapi,
406
kekuasaan  itu  cenderung  korup  sebenarnya  bisa  ditepis  ketika hadir kekuasaan yang amanah, adil, dan demokratis serta memiliki
visi dan komitmen tentang clean government and good gevernance.
c. Pengaruh Kebudayaan dari Elit Politik Pusat.
Kaufman,
321
melakukan penelitian tentang indikator kualitas pemerintahan  dengan  mengkonstruk  agregasi  nilai  indikator-
indikator dari 14 sumber yang berbeda menemukan bahwa negara- negara  yang  memiliki  skor  tinggi  di  bidang  rule  of  law  cenderung
memiliki  angka  kematian  bayi  yang  rendah,  angka  melek  huruf tinggi, dan pendapatan perkapita tinggi. Dengan kata lain, di negara
yang  penegakan  aturan  hukumnya  tinggi,  cenderung  indeks kualitas pembangunan manusianya tinggi.  Hal ini dapat dijelaskan
bahwa  pada  negara  yang  penegakan    hukumnya  tinggi  dapat menjamin  alokasi  sumberdaya  pembangunan  lebih  tepat  guna,
kebocoran dana pembangunan dapat ditekan, sehingga lebih efektif mencapai sasaran  hasil.    Bagaimana  korelasi  diantara  unsur-unsur
tersebut?  Untuk memahami korelasi ini perlu dimasukkan variabel antara, yaitu variabel pelayanan publik.
Political and
Economic Risk
Concultancy PERC
menempatkan Indonesia dalam peringkat yang paling rendah untuk kualitas  Sumber  Daya  Manusia  SDM,  ketidakmapanan  sistem
hukum,  dan  untuk  skor  inkonsistensi  kebijakan  pemerintah  hanya satu  tingkat  di  atas  Vietnam.
322
Ketidak  mapanan  sistem  hukum inilah  yang  bisa  menimbulkan  masalah,  dimana  penerapan  hukum
yang sama bisa berubah-ubah tergantung waktu, tempat, dan aktor- aktor  yang  terlibat.    Menurut  Governance  and  Decentralization
Suvey  GDS  2002  citra  penegakan  hukum  di  Indonesia  masih buruk,  terutama  kegagalan  sistem  hukum  dalam  menjamin
kesamaan  kedudukan  di  muka  hukum.    Berdasar  survey  ini ditemukan  bahwa  hakim  dan  jaksa  pada  umumnya  mengakui
bahwa  status  sosial  ekonomi  pelaku  sangat  mempengaruhi tindakan mereka dalam proses hukum.  Hakim dalam menjatuhkan
vonis  dan  jaksa  dalam  mengajukan  tuntutan  hukum  sangat memperhatikan status sosial ekonomi pelakunya.
321
http:www.worldbank.orggovernance quality indicators.htm
322
Kompas, 7 Oktober 2001.
407
Kegagalan  dalam  menegakkan  hukum  secara  adil  dan konsisten  ini  mempermudah  pemahaman  mengapa  praktek
Korupsi Kolusi dan Nepotisme KKN dan money politics masih jauh dari  jangkauan  pengadilan.    Korupsi  Kolusi  dan  Nepotisme  KKN
dan money politics yang pada umumnya melibatkan para pemegang kekuasaan di kabupaten dan kota menjadi amat sulit untuk dibawa
ke  pengadilan.
323
Masalah  Korupsi  Kolusi  dan  Nepotisme  KKN dan  Money  Politics  menjadi  salah  satu  penyebab  buruknya
pelayanan  publik  di  Indonesia.    Dengan  kata  lain,  lemahnya penegakan  hukum,  dengan  variabel  antara  Korupsi  Kolusi  dan
Nepotisme KKN  menjadi sebab buruknya pelayanan publik.  Dari premis  ini  selanjutnya  akan  diuraikan  dalam  artikel  ini  tentang
mengapa  lemahnya  penegakan  hukum  menyebabkan  suburnya korupsi,  dan  bagaimana  impaknya  terhadap  kualitas  pelayanan
publik.
Dalam tulisan
Wahyudi Kumorotomo
324
, Korupsi
didefinisikan sebagai:
Bentuk  kejahatan  yang  tidak  mengandung  kekerasan  non violance,  melibatkan  unsur-unsur  muslihat  guile,  ketidak
jujuran  deceit  dan  menyembunyikan  suatu  kenyataan concealment.
Pengertian  yang  di  kemukakan  oleh  Wahyudi  Kumorotomo tersebut, di dasarkan kepada pengertian yang telah diberikan oleh
Waterburry,  yang  mendefenisikan  bahwa  korupsi  dari  sudut hukum  kontemporer  merupakan  tingkah  laku  pejabat  pemerintah
yang  melanggar  batas-batas  hukum,  untuk  mengurus  kepentingan sendiri dan merugikan orang lain.
Kemudian  Carino,  Ledivina,  memberikan  defenisi Korupsi
dari  segi  pertimbangan  consideration,  bahwa    korupsi  sebagai suatu  tindakan  di  mana  kekerasan,  bentuk  penyimpangan
323
Dwiyanto, Agus, et all, Reformasi Tata pemerintahan dan Otonomi Daerah, ibid: 123.
324
Kumorotomo,  Wahyudi,  Lingkaran  Kolusi  dan  Korupsi  Dalam  Proses  Administrasi, Makalah  pada  Seminar  Sehari  Kolusi  dan  Korupsi  dalam  administrasi  Negara,
Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP UGM, Yogyakarta, 20 Juli 1996.
408
peraturan  formal  lembaga  publik,  yang  disebabkan  oleh  usaha untuk mencapai keuntungan pribadi
325
. Dalam
definisi ini
termuat sifat
korupsi, yaitu
penyimpanagan  peraturan  dan  penyimpangan  norma;  tentang  apa yang  benar  dan  apa  yang  salah.    Dengan  demikian  apakah  suatu
tindakan  itu  termasuk  korupsi  atau  bukan,  relatif,  tergantung  tata nilai  masyarakat  setempat.    Disinilah  peran  moralitas  mayarakat
social  morality  menjadi  pengontrol  pertumbuhan  korupsi  itu sendiri. Sedang motiv korupsi adalah keuntungan pribadi.
Menurut  Rance  P.L.  Lee  yang  diasumsikan  sebagai  patokan umum  untuk menilai apakah suatu perilaku  dikategorikan korupsi
atau  tidak  adalah  aturan  formal  yang  ada  di  daerah  itu.
326
Jenis- jenis  perilaku  yang  dapat  dikonsepkan  sebagai  korupsi  menurut
Rance P.L. Lee adalah sebagai berikut: 1.  Graft; Penggunaan secara ilegal sumber daya publik baik
uang  maupun  fasilitas  oleh  seorang  pejabat  atau sekelompok  pejabat.  Jenis  korupsi  ini  adalah  tindakan
individual, tidak melibatkan transaksi dengan klien.
2.  Nepotism;  Tindakan  ilegal  yang  berdasarkan  ikatan askriptif  atau  partikularistik  seperti  saudara,  teman,
sedaerah asal dll dalam merekrut sumber daya, promosi, atau alokasi pelayanan.  Jenis ini melibatkan pihak klien.
3.  Bribery;  Pemberian  uang  atau  barang  berharga  kepada seorang  atau  sekelompok  orang  pejabatbaik  secara
sukarela  atau  terpaksa  guna  mempengaruhi  keputusan pihak  pemegang  kuasa  suapaya  menguntungkan  pihak
pemberi hadiah itu.
Menurut  dikotomi  politik  adaministrasi,    jenis  korupsi dibedakan:
327
1.  Korupsi Politik adalah penyalah gunaan kekuasaan negara untuk ke-pentingan.
Korupsi  ini  dilakukan  dengan  transaksi  politik,  dimana  suatu
325
Carino Ledivina V., , Bureaucratic Coruption in Asia, College of Public Administration University of the Philippines, Manila. 1986, hlm: 45.
326
Carino Ledivina V., , Bureaucratic Coruption in Asia, College of Public Administration University of the Philippines Ibid: 47.
327
Subarsono,  Timbulnya  Korupsi  Birokrasi  di  Negara  Berkembang,  Makalah  pada Seminar  Sehari  Kolusi  dan  Korupsi  dalam  administrasi  Negara,  Jurusan  Ilmu
Administrasi Negara FISIP UGM, Yogyakarta, 20 Juli 1996.
409
kebijakan  negara  telah  dijual  dan  dipertukarkan  dengan kepentingan pribadi atau klik tertentu.
2.  Korupsi birokrasi atau administrasi publik adalah perilaku menyimpang dari tugas-tugas formal yang dila-
kukan oleh administrator publik karena alasan pribadi perso- nal, keluarga, kelompok untuk mem-peroleh status atau uang,
atau  melangar  aturan-aturan  yang  berlaku  karena  alasan pribadi. Korupsi ini dilindungi oleh jaket birokrasi, melibatkan
penentu kebijakan sebagai aktor transasksi dan melibatkan hak milik publik sebagai barang yang di-pertukarkan.
Jadi korupsi adalah perbuatan yang melanggar etika, karena tindakan itu ada unsur penipuan, persekongkolan, ada unsur meru-
gikan pihak lain, ketidak adilan, dan pelecehan hak orang lain. Ko- rupsi  birokrastis  berarti  perbuatan  me-langgar  etika  administrasi
negara.    Korupsi  politik  berarti  melanggar  etika  politik.  Termasuk jenis  kejahatan  korupsi  dan  merupakan  saudara  kembar  adalah
kolusi.  Kolusi adalah perjanjian rahasia yang melibatkan dua orang atau lebih untuk melakukan tindakan curang yang menguntungkan
kedua  belah  pihak,  tetapi  merugikan  secara  lembaga,  negara,  atau masyarakat luas.
Berikut  akan  di  jelaskan  beberapa  alasan  mengapa  pejabat daerah melakukan korupsi:
328
AKTOR
ALASAN KORUPSI Ekonomi
Sosial-budaya Politik dan
hukum
Moralitas Individu
1.Supaya ur- usannya
lancar, 2. Supaya da-
pat proyek 1.  semangat ne-
potisme; me- rasa harus
berjasa kepada sanak kelu-
arganya de- ngan memberi
kesempatan is- timewa ke-
pada mereka selagi punya
kuasa.
2.  Image untuk Hidup bergaya
mewah, lebih 1.Tidak imbang
sangsi de- ngan keun-
tungan yang diperoleh jika
korupsi
1.  Rendahnya moralitas
2. Mental me- nerabas
328
Carino  et  all,  1986:29- ,  Mochtar  mas oed,
: -171,  Syed  Hussein  Alatas,
1986:46.
410
dari peng- hasilannya
sendiri
Organisa si
1. Supaya da- pat pengha-
silan tam- bahan
2. Supaya me- ndapat
penghasi- lan lebih
besar 1.  Budaya patri-
monial 2.  Supaya dise-
nangi atasan 1.Posisi do-
minan biro- krasi sebagai
penyedia uta- ma barang dan
jasa, serta se- bagai pengatur
ekonomi.
2. Dominasi ne- gara yang
meng- kerdilkan
kekuatan lain dalam masya-
rakat.
3.Lemahnya hu- kum dan pe-
ngawasan 4.Terlalu banyak
red tape 5.Kurang cukup
kontrol, stan- dar kinerja
organisasi yang kurang
eksplisit.
1. rendahnya moralitas
dan komitmen
moral pegawai
masyara kat
1.Kemiskinan secara
umum 2. keinginan
untuk menda-
patkan penawaran
barang atau jasa yang
diperlukan tetapi per-
sediaan ter- batas.
1.  Kesulitan temukan bukti
korupsi di la- pangan, dan
mapannya ko- rupsi di la-
pangan.
2.  Toleransi masayarakat
terhadap ko- rupsi
1. Formalisme legal, standar
peraturan yang tidak rea-
listik.
2.Nilai-ni lai  di-
istime wakan
yang menda- hului di orga-
nisasi dan masyarakat
secara kese- luruhan.
3.Kurangnya political will
gerakan anti korupsi
1. Korupsi sudah
dianggap barang bi-
asa
411
Dari  tabel  diatas  dapat  terbaca  dari  alasan  politik  dan hukum, ketidak pastian penegakan hukum yang menjadi penyebab
korupsi antara lain; 1.  Ketidak  imbangan  sanksi  hukum  dibanding  keuntungan
yang dinikmati pelaku, 2.  Lemahnya hukum dan pengawasan,
3.  Formalisme legal, standar peraturan yang tidak realistik.
Sementara itu dari kolom alasan sosial budaya dan moralitas dapat  terbaca  bahwa  faktor  pendukung  korupsi  tidak  hanya
bersifat  individual,  tetapi  masyarakat  sendiri  secara  bawah  sadar mengijinkan  korupsi  itu  terjadi.    Dari  data  ini  maka  berarti  perlu
reformasi
moralitas sosial
supaya tidak
kondusif bagi
penyimpangan  rule  of  law.    Dari  alasan-alasan  korupsi  diatas, tersirat  pula  akibat  dari  tindakan  itu  dalam  konteks  publik,  yaitu
adanya  diskriminasi  pelayanan  publik.    Karena  hukum  dan  aturan yang  ada  tidak  dapat  menjamin  adanya  jaminan  perlindungan  dan
kepastian keadilan kepada semua masyarakat untuk mendapatkan layanan yang adil tanpa pandang bulu.
Isu  pelayanan  publik,  termasuk  isu  yang  kurang  banyak diungkap  media  massa  dibandingkan  dengan  isu-isu  politik,
meskipun  pada  tahun  2003  telah  dicanangkan  sebagai  tahun pelayanan  publik.  Menurut  temuan  dari  Government  and
Decentralization  Survey  2002  kinerja  pelayanan  publik  dari lembaga pemerintah belum menunjukkan hasil yang maksimal.
329
Dilihat dari indikator efisiensi dan efektivitas, responsivitas, kesamaan  perlakuan  dan  besar  kecilnya  rente  birokrasi  ternyata
pelayanan  publik  di  indonesia  jauh  dari  yang  diharapkan.    Dari indikator  waktu,  biaya,  dan  cara  yang  dipergunakan,  pelayanan
publik  di  Indonesia  masih  penuh  dengan  ketidak  pastian.    Dalam kaitannya  dengan  indikator-indikator  ini  di-temukan  bahwa
masyarakat  peng-guna  jasa  pelayanan  publik  sering  diminta membayar  lebih  mahal  dari  tarif  resmi  yang  ditentukan  oleh
Peraturan  Daerah  sebagai  produk  hukum  daerah.    Masyarakat
329
Dwiyanto,  Agus,  et  all,  Reformasi  Tata  pemerintahan  dan  Otonomi  Daerah, Cetakan  pertama,  Pusat  Studi  Kependudukan  dan  Kebijakan-UGM:  Yogyakarta,
2003, hlm: 24 – 25.
412
terpaksa  membayar  dan  menerima  kenyataan  dibohongi  karena tidak  sesuai  aturan  karena  tidak  ada  pilihan  sumber  layanan  lain
karena  memang  layanan  tersebut  ekslusif  fungsi  administrasi publik.    Pungutan  liar,  suap,  potongan,  dan  rente  birokrasi  lain
masih marak dijumpai.  Celakanya hal-hal korup tersebut dianggap wajar  oleh  masyarakat.    Dari  temuan  bisa  jadi  mencerminkan
bahwa  standar  moralitas  masyarakat  sudah  ter-kooptasi  dengan kejadian-kejadian  ketipastian  hukum  dan  aturan  yang  setiap  hari
mereka jumpai dalam layanan publik yang mereka terima.
Temuan  Government  and  Decentralization  Survey  juga menunjukan bahwa birokrasi pelayanan publik juga belum mampu
memberikan  layanan  yang  adil  dan  non  partisan.    Data menunjukkan  bahwa  hubungan  pertemanan  dan  afiliasi  politik
masih  sangat  berpengaruh  dalam  penyelenggaraan  pelayanan publik.
330
Sifat  ini  bertentangan  dengan  sifat  hukum  yang seharusnya
adil dan
tidak partisan.
Government and
Decentralization  Survey  mensurvey  juga  faktor-faktor  yang  bisa menjelaskan mengapa berbagai masalah muncul dalam pemberian
layanan  publik  di  Indonesia  sehingga  kualitasnya  rendah.    Salah satu faktor yang di-temukan oleh Government and Decentralization
Survey  adalah  rendahnya  kontrol  publik  terhadap  praktek penyelenggaraan  pelayanan  publik.    Salah  satu  buktinya  adalah
banyaknya  masyarakat  yang  secara  sengaja  menerima  berbagai penyimpangan  yang  terjadi  dalam  pelayanan  publik  melalui  suap,
pungli, dan sebagainya.
Kesimpulan yang bisa dibuat dari temuan-temuan ini adalah bahwa  penegakan  aturan  hukum  dan  moralitas,  serta  unsur  politik
masyarakat adalah tiga  hal yang saling terkait. Pelaku pelanggaran hukum  adalah  anggota  masyarakat,  terjadi  di  setting  masyarakat,
dan  korbannya  adalah  anggota  masyarakat  juga.    Jadi  yang  bisa merubah  situasi  adalah  masyarakat  itu  sendiri.    Dalam  konteks
pelayanan  publik,  instrumen-instrumen  pengawasan  untuk penegakan  aturan  hukum  tidak  akan  efektif  jika  moralitas
masyarakat  sendiri  mentolerir  adanya  pelecehan  otoritas  aturan hukum.
330
Dwiyanto,  Agus,  et  all,    Reformasi  Tata  pemerintahan  dan  Otonomi  Daerah.  Ibid: 83.
413
8. Membudayakan Perilaku Anti Korupsi.