227
sebab akibat jenis ini sering disebut hukum mengenai but for
atau sine qua non . 2. Teori Adequate Veroorzaking.
167
Teori Adequate Veroorzaking dari Van Kries, menyatakan: Suatu hal adalah sebab dari suatu akibat bila menurut
pengalaman masyarakat dapat diduga, bahwa sebab itu akan diikuti oleh akibat itu. Menurut teori ini orang yang
melakukan
perbuatan melawan
hukum hanya
bertanggungawab untuk
kerugian, yang
selayaknya diharapkan sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum.
Menurut Vollmar: Terdapat hubungan kausal, jika kerugian
menurut aturan pengalaman secara layak merupakan akibat yang dapat diharapkan akan timbul dari perbuatan melawan
hukum Perbuatan melawan hukum juga terdapat dalam sengketa tanah, dalam hal ini jika ada pihak yang melanggar
hak orang lain misalnya saja menempati tanah tanpa ijin pemiliknya
apalagi sampai
membangun rumah
dan menyewakan rumah tersebut pada orang lain, maka pihak
yang merasa dirugikan berhak mengajukan gugatan di pengadilan untuk objek sengketa tersebut.
3. Teori Sebab Kira-kira proximately cause . Teori ini, adalah bagian yang paling membingungkan dan
paling banyak pertentangan mengenai perbuatan melawan hukum ini. Kadang-kadang teori ini disebut juga teori legal
cause, penulis berpendapat , semakin banyak orang mengtahui hukum, maka perbuatan melawan hukum akan Semakin
berkurang. Mencegah melakukan perbuatan melawan hukum, jauh lebih baik daripada menerima sanksi hukum.
3. Sifat Melawan Hukum.
Akhir-akhir ini, Sifat melawan hukum ramai dibicarakan, menyusul putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan,
penjelasan Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyatakan:
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana….
167
Rachmat Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Ibid: 101-103.
228
Penjelasan Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyebut,
yang dimaksud melawan hukum mencakup perbuatan melawan
hukum dalam arti formil maupun materiil, yakni meski perbuatan itu tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun jika
perbuatan itu dianggap tercela karena tidak sesuai rasa keadilan atau norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan
itu dapat dipidana.
Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi,
berikut penjelasannya mengandung keempat makna sifat melawan hukum
yang telah diuraikan. Sifat melawan hukum umum dan formal dengan sendirinya mengikat mengingat korupsi adalah perbuatan
pidana. Sementara sifat melawan hukum khusus tergambar dari kata-kata melawan hukum yang ada dalam rumusan delik.
Adapun sifat melawan hukum khusus material secara eksplisit dicantumkan dalam penjelasan.
Menganalisis sifat melawan hukum dalam perbuatan korupsi, penulis berpendapat bahwa Undang-Undang Nomor. 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dipagari dengan tiga makna yakni sebagai berikut:
1. Korupsi adalah kejahatan terkait nasib banyak orang karena mencuri uang negara yang bisa bermanfaat untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat; 2. Kepentingan hukum yang akan dilindungi pembentuk
Undang-Undang adalah keuangan dan perekonomian negara; 3. Kejahatan korupsi hampir dilakukan secara terorganisasi
dengan modus operandi yang canggih sehingga sering dapat lolos dari rumusan dalam Undang-Undang Nomor. 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. sifat melawan hukum formal.
Karena itu, dalam membasmi korupsi, hakim tidak hanya berkutat pada sifat melawan hukum formal tetapi juga material.
Hal ini terbukti dengan yurisprudensi Mahkamah Agung yang menggunakan sifat melawan hukum khusus material. Putusan
Mahkamah Agung, 8 Januari 1966, terkait penyalahgunaan DO gula oleh Machroes Effendi di Kalimantan Barat telah menggunakan sifat
melawan hukum material dalam fungsinya yang negatif. Dia
229
dibebaskan meski memenuhi unsur penggelapan dalam KUHP, tetapi tidak bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat.
Sebaliknya, putusan Mahkamah Agung, 15 Desember 1983, kasus korupsi Bank Bumi Daya BBD tegas menggunakan sifat
melawan hukum material dalam fungsi positif. Direktur Bank Bumi Daya BBD memberi prioritas kredit di bidang real estat, padahal
ia tahu, ada surat edaran BI yang melarang pemberian kredit. Terdakwa, menurut edaran Bank Indonesia, dikenai sanksi
administrasi. Namun, dalam putusannya Mahkamah Agung menyatakan, terdakwa melanggar asas kepatutan di masyarakat
sehingga dipidana karena korupsi. Kembali kepada putusan Mahkamah Konstitusi, konsekuensinya adalah para koruptor kian
sulit dijerat. Moral korup pada koruptor selalu berusaha mencari celah agar tidak dapat dijerat hukum.
Dalam hukum pidana, istilah sifat melawan hukum, memiliki empat makna.
1. Pertama, sifat melawan hukum diartikan syarat umum dapat dipidananya
suatu perbuatan
sebagaimana definisi
perbuatan pidana yakni kelakuan manusia yang termasuk dalam rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dapat
dicela. 2. Kedua, kata melawan hukum dicantumkan dalam rumusan
delik. Dengan demikian, sifat melawan hukum merupakan syarat tertulis untuk dapat dipidananya suatu perbuatan.
3. Ketiga, sifat melawan hukum formal mengandung arti semua unsur dari rumusan delik telah dipenuhi.
4. Keempat, sifat melawan hukum material mengandung dua pandangan. Pertama, dari sudut perbuatannya mengandung
arti melanggar atau membahayakan kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh pembuat Undang-Undang dalam
rumusan delik. Kedua, dari sudut sumber hukumnya, sifat melawan hukum mengandung pertentangan dengan asas
kepatutan, keadilan, dan hukum yang hidup di masyarakat.
Perkembangan berikut, sifat melawan hukum material dibagi menjadi sifat melawan hukum material dalam fungsi negatif
dan fungsi positif. sifat melawan hukum material dalam fungsi negatif berarti meski perbuatan memenuhi unsur delik tetapi tidak
bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat, maka perbuatan itu tidak dipidana. Adapun sifat melawan hukum material dalam
230
fungsi positif mengandung arti, meski perbuatan tidak memenuhi unsur delik, tetapi jika perbuatan itu dianggap tercela karena tidak
sesuai rasa keadilan atau norma di masyarakat, maka perbuatan itu dapat dipidana.
168
Terkait dengan perkembangan sifat melawan hukum, Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 275 KPid1983 tanggal 15
Desember 1983 dalam perkara Raden Sanson Natalegawa yang dalam pertimbangannya menyatakan penafsiran terhadap sebutan
melawan hukum tidak tepat, jika hal itu hanya dihubungkan dengan melanggar peraturan hukum yang ada sanksi pidananya,
akan tetapi sesuai pendapat yang berkembang dalam ilmu hukum, seharusnya ha ini diukur berdasarkan asas-asas hukum tidak
tertulis, maupun asas-asas yang bersifat umum menurut kepatutan dalam masyarakat.
Kemudian dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 1 KPid2000 tanggal 22 September 2000, dalam perkara Hutomo
Mandala Putra aias Tomi Soeharto, yang dalam pertimbangnya menyatakan:
Pengertian suatu perbuatan melawan hukum yang menjadi dasar dalam pertimbangan ini, berpangkal pokok kepada
pengertian perbuatan melawan hukum yang maknanya bukan saja atas pelanggaran suatu pasal dari Undang-UNdang yang
dilanggar oleh terdakwa, tetapi termasuk perbuatan yang memperkosa hak hukum pihak lain atau yang bertentangan
dengan kewajiban hukum pelakunya atau bertentangan dengan kesusilaan atau dengan sutau kepatutan dalam
masyarakat, perihal memperhatikan kepentingan pihak lain
dalam hal ini negara .
Peta konsep sifat melawan hukum, dapat penulis gambarkan sebagai berikut:
168
Soedarto, Hukum Pidana I. Semarang: Yayasan Sudarto FH Undip: Semarang, 1990.
231
Berikut akan dijelaskan tentang beberapa sifat melawan hukum:
a. Sifat Melawan Hukum Umum.
Sifat melawan hukum umum, diartikan;
Sifat melawan hukum sebagai syarat tidak tertulis untuk dapat dipidana. Untuk dapat dipidananya suatu perbuatan, dengan
sendirinya berlaku syarat bahwa perbuatan itu bersifat melawan hukum, yang dalam hal ini berarti bertentangan
dengan hukum sehingga tidak adil.
169
Artinya, sifat melawan hukum ini sebagai bagian dari Undang-Undang berarti
bertentangan dengan hukum. Ini umumnya terjadi kalau perbuatannya bersifat melawan hukum formal dan tidak ada
alasan pembenar.
Secara umum, banyak perbuatan yang hampir selalu bersifat melawan hukum, misalnya merampas nyawa orang lain atau
menganiyaya orang lain. Karena perbuatan-perbuatan itu, kepentingan hukum orang lain dilanggar. Oleh karena itu, dalam
keadaan demikian tidak perlu khusus dibuktikan lagi apakah pembunuhan atau penganiyaan tersebut bersifat melawan hukum,
kalau perbuatan-perbuatan itu sudah jelas, intansi yang menuntut
169
D. Schaffmeister et al, Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti: Bandung, 2007, hlm: 37.
232
dan mengadili dapat menganggap bahwa perbuatan tersebut bersifat melawan hukum.
b. Sifat Melawan Hukum Khusus.
Sifat melawan hukum, sering kita temukan secara tertulis dalam rumusan delik. Jadi, sifat melawan hukum merupakan syarat
tertulis untuk dapat dipidana. Sifat melawan hukum yang menjadi bagian tertulis dari rumusan delik dinamakan sifat melawan hukum
khusus. Selain itu, juga dinamakan sifat melawan hukum faset .
170
Sifat melawan hukum khusus, dapat juga diartikan sebagai bagian dari undang-undang mempunyai arti khusus dalam tiap-tiap
rumusan delik di mana sifat melawan hukum menjadi bagian dari undangundang dan dapat dinamakan suatu faset dari sifat melawan
hukum umum, hal ini harus dapat ditafsirkan menurut konteks sosialnya.
Secara khusus, perbuatan melawan hukum seolah-olah berbicara sendiri. Disamping itu, ada perbuatan-perbuatan yang
sifat melawan hukumnya tidak dapat ditentukan lebih dahulu. Misalnya, ada seseorang yang mengambil barang milik orang lain di
dalam rumah orang lain. Hal tersebut, tidaklah berarti bahwa ia telah melawan hukum. Hal ini, bergantung kepada keadaan. Kalau
dia mendapatkan ijin dari pemilik barang tersebut, perbuatannya tersebut tidak bersifat melawan hukum. Sebaliknya, apabila dia
tidak mendapatkan ijin, keadaanpun menjadi sebaliknya. Karena dalam hal ini, sifat melawan hukum tidak dapat berbicara sendiri,
maka harus dibuktikan. Mengingat hal itu, pembentuk Undang- Undang memasuki sifat melawan hukum dalam rumusan delik.
171
170
Sifat melawan hukum faset, maksudnya adalah dapat diterangkan dengan peristiwa kolportir, misalnya peristiwa memasuki rumah orang lain tanpa ijin, maka dapat
diartikan sebagai bertentangan dengan hukum .
171
Dalam keadaan yang demikian tersebut, sifat melawan hukum sungguh menjadi bagian dari undang-Undang sehingga menjadi syarat tertulis untuk dapat dipidana.
Contoh dalam KUH-Pidana, di mana sifat melawan hukum menjadi bagian dari delik dalam Pasal 167 KUH-Pidana tentang mengganggu ketentraman rumah, yakni
memaksa masuk secara melawan hukum atau berada dalam rumah secara melawan hukum dan tidak pergi
233
Sifat melawan hukum secara khusus dapat juga diartikan sebagai arti sendiri dalam setiap delik
172
, dalam hal ini kita dapat mempertanyakan, apakah isi dari pengertian sifat melawan
hukum itu dalam berbagai rumusan delik tidak saling berbeda sebab yang dimaksud dengan memasukkan pengertian tersebut
sebenarnya adalah pembatasan jangkauannya atau pengkhususan lebih lanjut dari rumusan delik.
Istilah melawan hukum mempunyai isi lain dalam rumusan delik tentang perampasan kebebasan secara melawan hukum.
Merampas kebebasan orang lain dengan sendirinya bertentangan dengan hak si korban dan wewenang untuk itu sulit untuk
dipikirkan. Jadi sifat melawan hukum dalam rumusan delik ini berarti tanpa wewenang khusus atau tanpa kuasa yang diberikan
oleh pengadilan.
c. Sifat Melawan Hukum Formal Formil.
Sifat melawan hukum formal dapat diartikan:
Semua bagian yang tertulis dari rumusan delik telah terpenuhi, artinya syarat tertulis untuk dapat dipidana telah
terpenuhi. Sifat melawan hukum formal terjadi karena memenuhi rumusan delik dari Undang-Undang. Sifat melawan
hukum formal merupakan syarat untuk dapat dipidananya perbuatan bersumber pada asas legalitas.
173
Ketentuan yang terbukti memenuhi semua rumusan tertulis, menjadi dapat dipidana, merupakan sifat melawan hukum formal.
Timbul dugaan syarat sifat melawan hukum umum juga telah dipenuhi. Artinya, sifat melawan hukum sebagai syarat tak tertulis
untuk dapat dipidana juga dipenuhi, akan tetapi itu tidak perlu demikian. Dapat saja terjadi pengecualian, di mana yang terbukti
sesuai dengan suatu norma yang memperbolehkan. Jadi, kalau dapat alasan pembenar, yang berarti bahwa telah terbukti tidak
dapat dipidana karena tidak adanya sifat melawan hukum umum,
172
D. Schaffmeister et al, Hukum Pidana, Ibid: 40-41.
173
Asas legalitas, baik di belanda maupun di Indonesia, tercantum dalam Pasal 1 ayat 1 dengan ru
musannya Geen feit is strafbaar dan uit kracht van eene daaraan voorafgegane wettelijke strafbepalingen , artinya suatu perbuatan tidak dapat
dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.
234
apakah berarti rumusan delik terpenuhi?. Keberadaan sifat melawan hukum formal tidak beguti saja dapat disimpulkan dari
bunyi rumusan delik. Ini harus dapat ditafsirkan sebab untuk dapat menjawab pertanyaan apakah suatu bagian tertentu telah
terpenuhi lebih dahulu diperlukan arti yang tepat dari bagian tersebut.
Dapat penulis simpulkan bahwa konsep ini adalah sebagai berikut:
1. Konsepsi pertama adalah perbuatan dikatakan bersifat melawan hukum apabila perbuatan tersebut di ancam pidana
karena memenuhi unsur rumusan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Dengan kata lain, dalam ajaran ini,
yang dimaksud dengan sifat melwan hukum adalah melawan peraturan perundang-undangan hukum tertulis.
Contoh: Seseorang dapat di jerat dengan pasal 362 KUHP WvS tentang pencurian karena telah di atur pemberlakuan
pasal atau peraturan tersebut dalam pasal 1 ayat 1 KUHP
WvS yaitu Tiada suatau perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang
telah ada, sebelum perbuatan dilakukan . al ini berarti siapapun yang memenuhi unsur pasal 362 yang berbunyi
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk
dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana
denda paling banyak sembilan ratus rupiah dapat di pidana, tanpa menghiraukan alasan, situasi dan kondisi pelaku ketika
makukan perbuatan tersebut.
2. Konsepsi kedua adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum tersebut hanya dapat dihapuskan dengan suatu
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dengan kata lain, alasan pembenaran hanya boleh diambil dari peraturan
perundang-undangan hukum tertulis. Contoh : Dalam pembelaan, pidana yang diterima pelaku
perbuatan melawan hukum dapat berkurang atau dihapuskan jika memenuhi alasan pembenaran yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan, dalam hal ini adalah seperti yang diatur dalam BAB III, Pasal 44 sampai dengan Pasal 51
KUHP WvS. Alasan pembenaran di luar itu tidak diakui kekuatannya.
235
d. Sifat Melawan Hukum Materiil.
Sifat melawan hukum materiil berarti melanggar atau membahayakan kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh
pembentuk Undang-Undang dalam rumusan delik tertentu. Penafsiran sifat melawan hukum materiil mendekati pengertian
sifat melawan hukum formal.
174
Dengan kata lain, sifat melawan hukum materiil adalah karena perbuatan itu, kepentingan hukum
yang dilindungi oleh rumusan delik tertentu telah dilanggar. Dalam hal ini, timbul suatu persoalan, apakah untuk dapat
dipidanannya delik-delik dengan rumusan formal, adanya sifat melawan hukum yang formal sudah mencukupi ataukah
disyaratkan adanya sifat melawan hukum materiil?. Maka dalam hal ini, perlu dikemukakan bahwa pembentuk Undang-Undang dengan
delik-delik itu bermaksud sama seperti dengan delik-delik materiil, yakni
menghindarkan dilanggarnya
atau dibahayakannya
kepentingan-kepentingan hukum. Dengan kata lain, menghindari sifat melawan hukum materil.
Fungsi sifat melawan hukum materil, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Fungsi pertama adalah fungsi positif, yaitu perbuatan tetap dikatakan bersifat melawan hukum dan tetap dianggap sebagai
suatu delik, meski perbuatan tersebut tidak nyata diancam pidana dengan peraturan perundang-undangan, apabila
bertentangan dengan hukum atau aturan-aturan lain yang berada di luar undang-undang hokum tidak tertulis. Dengan
kata lain, dalam fungsi ini, hukum tidak tertulis dipositifkan, diakui kekuatan hukumnya. Fungsi positif sifat melawan
hukum materiil ini tidak berlaku di Indonesia. Contoh: Peristiwa adat carok di Madura, yang merupakan jalan
terakhir penyelesaian konflik antar warga Madura dengan cara bertarung saling membunuh dengan menggunakan alat sabit,
dianggap sebagai perbuatan yang wajar dilakukan untuk di lingkungan masyarakat Madura. Peristiwa ini pasti akan
membawa kematian bagi salah satu pihak yang bersengketa, meski perbuatan membunuh dibenarkan oleh masyarakat
setempat, namun orang yang melakukan pembunuhan tersebut
174
Hal tersebut dapat dibuktikan, bahwa pada delik-delik dengan rumusan materiil, kedua pengertian sifat melawan hukum itu pada umumnya memang menyatu.
Rumusan delik pembunuhan, misalnya hanya dipenuhi kalau kepentingan hukum di belakangnya, yaitu nyawa yang dilanggar.
236
tetap dapat dijerat dengan pasal 338 KUHP WvS. Dilain sisi, hukum carok yang berlaku di masyarakat tersebut hanya dapat
sebagai alas an pembenaran untuk mendapatkan keringanan. 2. Fungsi kedua adalah fungsi negatif, yaitu perbuatan yang
masuk dalam sifat melawan hukum dimungkinkan dapat dihapuskan dengan alasan pembenaran yang diambil dari hal-
hal yang ada diluar peraturan perundang-undangan. Jadi dapat disimpulkan bahwa, alasan pembenaran tidak hanya dapat
didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku saja hukum tertulis, namun dapat juga dari azas-azas hukum
yang berlaku dalam masyarakat setempat hukum tidak tertulis. Fungsi negatif sifat melawan hukum materiil ini
berlaku di Indonesia, namun implementasinya kurang diperhatikan oleh para penegak hukum.
Contoh : Kasus pencurian nasi bungkus seharga Rp 1.500,- oleh seorang ibu yang karena keadaan terpaksa melakukan
perbuatan tersebut dengan alasan anaknya sudah tidak makan dalam 3 hari dan anaknya itu sedang sakit. Perbuatan ibu
tersebut secara formil memenuhi unsur pasal 362 KUHP WvS tantang pencurian, namun ibu tersebut dapat dibebaskan dari
jeratan pasal tersebut karena adanya alasan pembenaran dari hukum yang tidak tertulis yang bersifat materiil. Karena dalam
situasi dan kondisi tersebut, jika ibu tersebut tidak melakukan perbuatan melawan hukum, dapat berakibat hilangnya nyawa
anak dari ibu tersebut. Yang berhak menentukan alasan pembenaran diluar peraturan perundang-undangan adalah
Hakim, namun aparat penegak hukum lainnya juga harus memperhatikan dan mempertimbangkan adanya fungsi negatif
dari sifat melawan hukum materiil ini. wepe2113.
4. Pertanggungjawaban Sifat Melawan Hukum.