466
mengawal  program  prioritas  untuk  mendapatkan  persetujuan alokasi anggaran yang memadai.
Untuk  mendapatkan  dukungan  dari  masyarakat,  publikasi program-program  pemerintah  yang  tidak  terlaksana,  ataupun
kurang tepat waktu menjadi sumber berita yang diharapkan dapat memungkinkan pertanggungjawaban penggunaan dana masyarakat
lebih  baik  lagi.  Misalnya,  program  sertifikasi  guru  yang  belum dilaksanakan  Depdiknas.  Ataupun  alokasi  vocer  pendidikan  untuk
anggota dewan.
Dengan  adanya  prioritas  untuk  sektor  pendidikan,  alokasi anggaran  yang  mendadak  menjadi  cukup  besar  membuat  aparat
pemerintah  sering  kali  kewalahan  menggunakan  dana  tersebut. Memang  ada  lembaga  yang  berwenang  melakukan  pengawasan,
seperti  Badan  Pengawas  Keuangan  Pembangunan  BPKP  dan Inspektorat,  namun  lembaga-lembaga  tersebut  sering  kali  tidak
lepas  dari  masalah  kelembagaan,  sehingga  keberadaannya seringkali  tidak  berpihak  pada  masyarakat.  Hubungan  personal
dengan  pemerintah  seringkali  membuat  kinerja  mereka  tidak obyektif.
3. Manajemen Pengelolaan Keuangan Daerah.
a. Manajemen Keuangan.
Manajemen  Keuangan  adalah  aktivitas  pemilik  dan manajemen  perusahaan  untuk  memperoleh  sumber  modal  yang
semurah-murahnya  dan  menggunakannya  se-efektif,  se-efisien, seproduktif  mungkin  untuk  menghasilkan  laba.  Aktivitas  itu
meliputi; pertama Aktivitas pembiayaan ialah kegiatan pemilik dan manajemen  perusahaan  untuk  mencari  sumber  modal  sumber
eksternal  dan  internal  untuk  membiayai  kegiatan  bisnis;  aktivitas investasi adalah kegiatan penggunaan dana berdasarkan pemikiran
hasil  yang  sebesar-besarnya  dan  resiko  yang  sekecil-kecilnya. Aktivitas  itu  meliputi:  Modal  Kerja  working  Capital  atau  harta
lancar  Current  Assets;    Harta  Keuangan  Finaceal  assets  yang terdiri:  investasi  pada  saham  stock  dan  Obligasi  Bond;  Harta
Tetap  real  Assets  yang  terdiri  dari:  Tanah,gedung,  Peralatan; Harta  Tidak  Berwujud  intangible  assets  terdiri  dari:  Hak  Paten,
Hak  Pengelolaan  Hutan,  Hak  Pengelolaan  Tambang,  Goodwill.
467
Kemudian  Aktivitas  Bisnis  Business  Activity;  Aktivitas  bisnis adalah  kegiatan  untuk  mencari  laba  melalui  efektivitas  penjualan
barang  atau  jasa  efisiensi  biaya  yang  akan  mengahsilkan  laba. Aktivitas itu dapat dilihat dari laporan Laba-Rugi, yang terdiri dari
unsur:  Pendapatan  sales  atau  Revenue;  Beban  Expenses;  Laba- Rugi Profit-Loss.
360
Secara  defenitif  yang  singkat  Manajemen  Keuangan  adalah aktivitas  perusahaan  yang  berhubungan  dengan  bagaimana
memperoleh dana, menggunakan dana, dan mengelola asset sesuai dengan  tujuan  perusahaaan  secara  menyeluruh.  Fungsi  Utama
Manajemen  Keuangan,  yakni  sebagai  berikut:  Investment  Decision: Keputusan  terhadap  aktiva  apa  yang  akan  dikelola  perusahaan;
Financing Decision: Keputusan berkaitan dengan penetapan sumber dana  yang  diperlukan  dan  penetapan  perimbangan  pembelanjaan
yang  terbaik  struktur  modal  yang  optimal;  Assets  Management Decision: Keputusan berkaitan penggunaan dan pengelolaan aktiva
kata bijak: lebih mudah membangun daripada mengelola.
361
b. Refomasi Manajemen Keuangan Daerah.
Sejak era reformasi tahun 1998 paradigma pembangunan di Indonesia telah bergeser dari model pembangunan yang sentralistik
menjadi desentralistik. Pembagian kewenangan menjadi bagian dari arah  kebijakan  untuk  membangun  daerah  yang  dikenal  dengan
istilah  kebijakan
Otonomi  Daerah .  Hal  tersebut  ditandai  dengan
adanya  Undang-Undang  Nomor.  22  Tahun  1999  tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor. 25 Tahun 1999
tentang  Perimbangan  Keuangan  Pemerintahan  Pusat  dan Pemerintahan    Daerah.  Pemberian  otonomi  daerah  diharapkan
dapat  meningkatkan  efisiensi,  efektivitas,  dan  akuntabilitas  sektor publik  di  Indonesia.  Dengan  otonomi,  Daerah  dituntut  untuk
mencari  alternatif  sumber  pembiayaan  pembangunan  tanpa mengurangi  harapan  masih  adanya  bantuan  dan  bagian  sharing
dari  Pemerintah  Pusat  dan  menggunakan  dana  publik  sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat. Pelimpahan kewenangan
360
Suad  Husnan    Enny  Pudjiastuti,    Dasar-Dasar  Manajemen  Keuangan,  UPP  AMP YKPN: Yogyakarta, 2004, hlm: 1-15.
361
Suad Husnan  Enny Pudjiastuti,  Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Ibid: 17
468
tersebut mempunyai
pengaruh terhadap
cara-cara mempertanggungjawaban keuangan pusat, dan khususnya daerah.
Manajemen  keuangan  daerah  menjadi  begitu  penting  bagi aparat  pemerintahan  didaerah  karena  merupakan  konsekwensi
logis  dan    perspektif  manajemen  perimbangan  antara  keuangan pusat  dan  daerah.  Transformasi  nilai  yang  berkembang  dalam  era
reformasi ini adalah meningkatnya penekanan proses akuntabilitas publik  atau  bentuk  pertanggungjawaban  horisontal,  khususnya
bagi  aparat  pemerintahanan  di  daerah,  tanpa  mengesampingkan pertanggungjawaban vertical kepada  pemerintahan  atasan  dalam
segala  aspek  pemerintahan,  termasuk  aspek  penatausahaan  dan pertanggungjawaban  keuangan  daerah  sesuai  dengan  Surat
Keputusan Menteri Dalam Negeri  Nomor. 29 Tahun 2002. Tentang Pedoman  Pengurusan,  Pertanggungjawaban  dan  Pengawasan
Keuangan  daerah  Serta  Tata  Cara  Penyusunan  Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan
Daerah  dan  Penyusunan  Perhitungan  Anggaran  Pendapatan  dan Belanja Daerah.
Keberhasilan  perubahan  ini,  pada  saatnya  tergantung  pada efektivitas,  transparansi,  dan  manajemen  yang  efektif  juga
kemampuan  sumber  daya  publik  darimanapun  asal  mereka. Seberapa baik proses yang mendasari ini dikelola di tingkat distrik
dan  propinsi  yang  karenanya  bertambah  minat  dari  pemerintah pusat maupun komunitas donor.
Diantara  pertanyaan  mendasar  yang  perlu  diperhatikan adalah:
seberapa transparan
pemerintah daerah
dalam menggunakan  kewenangan  yang  baru  mereka  peroleh  itu  dan
seberapa  terlindungi  proses  tersebut  dari  jangkauan  dan  kolusi para  elit  daerah?  Bagaimanakah  mereka  akan  meningkatkan
pendapatan  publik  daerah  secara  lebih  adil  dan  dengan  lebih terprediksi ataukah melalui pajak dan pungutan yang lebih agresif
dan lebih membebani? Seberapa efektif dan efisienkah sumber daya publik  dipergunakan  dan  dipertanggungjawabkan,  dan  dengan
integritas dan pengawasan yang seperti apa dari para stakeholder pihak
yang berkepentingan?
Jawaban untuk
pertanyaan- pertanyaan  ini  dan  sejumlah  pertanyaan  lainnya  pastinya  akan
469
bervariasi  antar  pemerintah  daerah,  namun  variasi  inilah  yang dibutuhkan oleh kita untuk mendiagnosa, menilai, dan memahami.
Roby  Arya  Brata
362
menggambarkan  bahwa  dalam  praktik manajemen keuangan daerah yang masih berlangsung sekarang ini,
ada  kecenderungan  dari  oknum  pejabat  untuk  menghabiskan  sisa anggaran,  baik  anggaran  rutin  maupun  anggaran  pembangunan
proyek,  yang  dikelolanya.  Pejabat  tersebut  termotivasi  oleh insentif  untuk  menghabiskan  sisa  anggaran  karena  kalau  sisa
anggaran  tersebut  tidak  dihabiskan  maka  jumlah  anggaran  yang disetujui Departemen Keuangan untuk tahun berikutnya, baik yang
diusulkan  dalam  Daftar  Usulan  Kegiatan  DUK  maupun  Daftar Usulan Proyek DUP, akan lebih kecil dari jumlah anggaran tahun
sebelumnya.  Akibatnya,  oknum  pejabat  tersebut  merekayasa kegiatan untuk menghabiskan sisa anggaran dan membuat laporan
keuangan  yang  seolah-olah  benar   untuk  menjustifikasi  kegiatan tersebut.. Kelemahan lain dari manajemen keuangan daerah selama
ini adalah adanya nonbujeter, yaitu dana di luar APBD yang berasal dari  pendapatan  bukan  pajak.  Adanya  pengalokasian  dana  yang
bersifat  nonbujeter  yang  penggunaannya  tidak  transparan  dan lemah  mekanisme  akuntabilitas  publiknya  jelas  bertentangan
dengan prinsip pemerintahan yang baik good governance.
Jadi,  jelas  sistem  manajemen  keuangan  daerah  yang dipraktikkan pemerintah selama ini kurang memenuhi prinsip good
governance dalam manajemen
keuangan daerah.
Sistem manajemen
keuangan demikian
melemahkan partisipasi
masyarakat  untuk  mengawasi  penggunaan  anggaran,  memancing praktik  korupsi,  kolusi,  nepotisme  KKN  karena  kurang
transparan, dan mendorong pejabat untuk menggunakan keuangan dan  sumber  daya  negara  secara  tidak  bertanggung  jawab  karena
lemahnya  mekanisme  akuntablitas  publik  dalam  manajemen keuangan daerah.
Manajemen keuangan daerah merupakan
bagian dari
Manajemen Pemerintahan
Daerah selain Manajemen
Kepegawaian dan  manajemen  teknis  dari  tiap-tiap  instansi  yang berhubungan
dengan pelayanan
publik, atau
kita sebut
362
Roby  Arya  Brata ,Reformasi  Manajemen  Keuangan  Pemerintah,  Pikiran  Rakyat,  14 Agustus, 2002.
470
dengan Manajemen Pelayanan
Publik dan
Manajemen Administrasi
Pembangunan Daerah.
Pengertian Manajemen keuangan  daerah  menurut  Bahrullah  Akbar
363
adalah  mencari sumber-sumber  pembiayaan  dana  daerah  melalui  potensi  dan
kapabilitas  yang  terstruktur  melalui  tahapan  perencanaan  yang sistematis, penggunaan dana yang efisien dan efektif serta pelaporan
tepat waktu.
Manajemen  Pelayanan  Publik  yang  dimaksud  adalah pencerminan  pemberian  kewenangan  wajib  atas  otonomi  daerah
dari  Pemerintah  Pusat  yang  terdiri  dari  antara  lain:  Pemerintahan Umum,  Pertanian;  Perikanan  dan  Kelautan,  Pertambangan  dan
Energi;
Kehutanan dan
Perkebunan; Perindustrian
dan Perdagangan; Perkoperasian; Penanaman Modal; Ketenagakerjaan;
Kesehatan;  Pendidikan  dan  Kebudayaan;  Sosial;  Penataruangan; Pemukiman;  Pekerjaan  Umum;  Perhubungan;  Lingkungan  Hidup;
Kependudukan; Olahraga; Keparawisataan; dan Pertanahan. Hal ini, biasanya tercermin dengan adanya dinas-dinas daerah dan struktur
organisasi  Pemda  yang  berkaitan  dengan  luas  dan  ruang  lingkup tugas tersebut.
Oleh karena itu, pengertian keuangan daerah selalu melekat dengan  pengertian  APBD  yaitu;  suatu  rencana  keuangan  tahunan
daerah  yang  ditetapkan  berdasarkan  peraturan.  Selain  itu,  APBD merupakan  salah  satu  alat  untuk  meningkatkan  pelayanan  publik
dan  kesejahteraan  masyarakat  sesuai  dengan  tujuan  otonomi daerah  yang  luas,  nyata  dan  bertanggungjawab.  Dari  definisi
keuangan daerah tersebut melekat 4 empat dimensi;
364
1.  Adanya dimensi hak dan kewajiban; 2.  Adanya dimensi tujuan dan perencanaan;
3.  Adanya dimensi penyelenggaraan dan pelayanan publik; dan
363
Bahrullah  Akbar , Fungsi Manajemen Keuangan, Boklet Publikasi BPK, No.87 Bulan Oktober,  Jakarta,  BPK,  2002.  Selain  memberikanpengertian  Manajemen  Keuangan
daerah,  juga  mmberikan    pengertian  keuangan  daerah menurut  Bahrullah  Akbar adalah
Semua  hak  dan  kewajiban  daerah  dalam  rangka  penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk di dalamnya segala
bentuk  kekayaan  yang  berhubungan  dengan  hak  dan  kewajiban  daerah,  dalam kerangka anggaran dan pendapatan dan belanja daerah APBD.
364
Bahrullah Akbar , Fungsi Manajemen Keuangan, Boklet Publikasi, Ibid: .
471
4.  Adanya  dimensi  nilai  uang  dan  barang  investasi  dan inventarisasi.
Keterkaitan  keuangan  daerah  yang  melekat  dengan Anggaran  Pendapatan  Belanja  Daerah  APBD  merupakan
pernyataan  bahwa  adanya  hubungan  antara  dana  pemerintahan daerah  dan  dana    pemerintahan  pusat  atau  dikenal  dengan  istilah
perimbangan  keuangan  pemerintahan  pusat  dan  pemerintahan daerah. Dana tersebut terdiri dari dana dekonsentrasi berdasarkan
Peraturan  Pemerintah    Nomor.  104  Tahun  2000  tentang  Dana Perimbangan  dan  dana  Desentralisasi.  Dana  dekonsentrasi
berbentuk  dana  bagi  hasil,  dana  alokasi  umum,  dan  dana  alokasi khusus. Sedangkan yang dimaksud dana desentralisasi adalah yang
bersumber dari pendapatan asli daerah PAD.
Tujuan  keuangan  daerah  menurut Nick  Devas,  et.al,  adalah sebagai berikut:
365
1.  Memenuhi  kewajiban  Keuangan;  Keuangan  daerah  harus ditata  sedemikian  rupa  sehingga  mampu  melunasi  semua
ikatan keuangan, baik jangka pendek maupun jangka panjang; 2.  Akuntabilitas Accountability;
Pemda harus
mempertanggungjawabkan  tugas  keuangan  kepada  lembaga atau orang yang berkepentingan dan sah. Lembaga atau orang
yang  dimaksud  antara  lain,adalah  Pemerintah  Pusat,  DPRD, Kepala  Daerah,  masyarakat  dan  kelompok  kepentingan
lainnya LSM;
3.  Kejujuran;  Urusan  keuangan  harus  diserahkan  pada  pegawai profesional dan jujur, sehingga mengurangi kesempatan untuk
berbuat curang. 4.  Hasil  guna effectiveness dan  daya  guna efficiency kegiatan
daerah;  Tata  cara  pengurusan  keuangan  daerah  harus sedemikian  rupa  sehingga  memungkinkan  setiap  program
direncanakan  dan  dilaksanakan  untuk  mencapai  tujuan dengan  biaya  serendah-rendahnya  dengan  hasil  yang
maksimal.
5.  Pengendalian;  Manajer  keuangan  daerah,  DPRD  dan  aparat fungsional  pemeriksaan  harus  melakukan  pengendalian  agar
semua  tujuan  dapat  tercapai.  Harus  selalu  memantau  melalui akses informasi mengenai pertanggungjawaban keuangan.
365
Bahrullah Akbar , Fungsi Manajemen Keuangan, Boklet Publikasi, Ibid: .
472
Fungsi  manajemen  terbagi  atas  tiga  tahapan  utama,  yaitu: adanya  proses  perencanaan,  adanya  tahapan  pelaksanaan,  dan
adanya tahapan pengendalian pengawasan. Oleh karena itu fungsi manajemen keuangan daerah terdiri dari unsur-unsur pelaksanaan
tugas yang dapat terdiri dari tugas.
1.  Pengalokasian potensi sumber-sumber ekonomi daerah; 2.  Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3.  Tolok ukur kinerja dan Standarisasi; 4.  Pelaksanaan  Anggaran  yang  sesuai  dengan  Prinsip-prinsip
Akuntansi; 5.  Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Kepala Daerah; dan
6.  Pengendalian dan Pengawasan Keuangan Daerah. 7.
Dari  point-point  tersebut  di  atas,  angka  1  dan  2 merupakan  bagian  dari  fungsi  perencanaan  dimana  melekat
pengertian adanya partisipasi publik; Angka 3 dan 4 merupakan fungsi  pelaksanaan  dan  Angka  5  dan  6  merupakan  fungsi
pengendalian  dan  pengawasan.  Keseluruhannya  akan  bermuara pada
terciptanya sistem informasi
keuangan daerah yang transparan dan akuntabel.
Dalam arti sempit manajemen keuangan daerah merupakan tugas  kebendaharawanan,  dari  peran  kas  daerah  atau  bendahara
umum  daerah  sampai  dengan  peran  bendaharawan  proyek, bendaharawan  penerima,  bendaharawan  barang.  Secara  garis
besarnya, ada dua hal tugas pokok atau bidang yang harus disadari bagi  seorang  manajer  keuangan  daerah,  yaitu:  pekerjaan
penganggaran dan pekerjaan akuntansi, dimana dalam pelaksanaan keduanya  berinteraksi  dan  saling  melengkapi  terutama  dalam
rangka
pengendalian dan
pengawasan manajemen
BidangAuditing.  Secara  aplikatif  dua  tugas  pokok  tersebut terekam dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor. 29 Tahun
2000  tentang  Pedoman  Pengurusan  Pertanggungjawaban  dan Pengawasan  Keuangan  Daerah  serta  Tata  Cara  Penyusunan
Anggaran  Pendapatan  dan  Belanja  Daerah  APBD,  Pelaksanaan Tata  Usaha  Keuangan  Daerah  dan  Penyusunan  Perhitungan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD.
Secara  garis  besar,  manajemen    keuangan  daerah  dapat dibagi  menjadi  dua  bagian  yaitu  manajemen  penerimaan  daerah
dan  manajemen  pengeluaran  daerah.  Kedua  komponen  tersebut
473
akan  sangat  menentukan  kedudukan  suatu  pemerintah  daerah dalam  rangka  melaksanakan  otonomi  daerah.  Konsekuensi  logis
pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor. 22  Tahun  1999  dan  Undang-Undang  Nomor.  25  Tahun  1999
menyebabkan  perubahan  dalam  manajemen  keuangan  daerah. Perubahan
tersebut antara
lain adalah
perlunya dilakukan budgeting reform  atau reformasi anggaran.
Perubahan atas Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan  Daerah  dan  Undang-undang  No.  25  tahun  1999
tentang  Perimbangan  Keuangan  Pusat  dan  Daerah,  menjadi Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
dan  Undang-undang  No.  33  Tahun  2004  Tentang  Perimbangan Keuangan  antara  Pemerintah  Pusat  dan  Pemerintah  Daerah  telah
meletakkan landasan hukum yang kuat dan pengaturan yang lebih terinci  dan  komprehensif  tentang  otonomi  daerah,  desentralisasi,
penyelenggaraan  pemerintahan  daerah  dan  pengelolaan  keuangan daerah.   Pengelolaan  keuangan  daerah  sebagai  sub  sistem
keuangan  negara  telah  mengalami  perubahan  mendasar  seiring dengan  semangat  reformasi  manajemen  keuangan  negara
sebagaimana  telah  diamanatkan  Undang-Undang  No.  17  tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Undang-Undang No. 1 Tahun 2004
Tentang  Perbendaharaan  Negara;  Undang-Undang  No.  15  tahun 2004  tentang  Pemeriksaan  Pengelolaan  dan  Tanggung  Jawab
Keuangan  Negara;  Undang-Undang  No.  25  Tahun  2004  Tentang Sistem  Perencanaan  Pembangunan  Nasional;  Undang-Undang  No.
32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; dan Undang-Undang No.  33  tahun  2004  tentang  Perimbangan  Keuangan  antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Berbagai peraturan
perundangan tersebut,
lebih memperjelas  dalam  penyelenggaraan  pemerintahan  daerah  dan
pengelolaan keuangan daerah agar dapat lebih mandiri, transparan, dan  akuntabel,  sebagai  upaya  untuk  mewujudkan  good  local
governance
dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
Dinamika perubahan dalam pengelolaan keuangan daerah tersebut, pada  intinya  adalah  perlunya  penekanan  perbaikan  konsepsi
pengelolaan  keuangan  daerah  kedepan  dengan  mendudukkan kembali  makna  dari  prinsip  pengelolaan  keuangan    anggaran
474
publik, yaitu apa yang menjadi kewajiban dari masyarakat pajak retribusi  dan  aspek  pembebanan  lainnya  akan  menjadi  hak  bagi
pemerintah,  dan  apa  yang  menjadi  kewajiban  bagi  pemerintah pelayanan  umum  dan  kesejahteraan  masyarakat  akan  menjadi
hak bagi masyarakat.
Terkait  dengan  kewajiban  pemerintah  daerah  dalam pemberian  pelayanan  umum  tersebut  dalam  hal  ini,  otonomi
daerah harus dipandang sebagai suatu proses, yang justru semakin memberikan  kemampuan  profesional  kepada  pemerintah  daerah
Pemda  untuk  melaksanakan  penyelenggaraan  pelayanan  publik pada  skala  lokal  dan  regional.  Oleh  karena  itu  pemerintah  daerah
harus didukung dengan sumber dana yang cukup dan sumber daya manusia  yang  profesional.  Hal  tersebut  sejalan  dengan  prinsip
kebijakan  perimbangan  keuangan  antara  Pemerintah  Pusat  dan Pemerintah  Daerah  sebagaimana  disebutkan  Pasal  2  Undang-
Undang  Nomor  33  Tahun  2004  tentang  Perimbangan  Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. yang menyatakan
bahwa:
1.  Perimbangan  keuangan  antara  Pemerintah  Pusat  dan Pemerintah  Daerah  merupakan  subsistem  keuangan  negara
sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah ; 2.  Pemberian  sumber  keuangan  negara  kepada  pemerintah
daerah  dalam  rangka  pelaksanaan  Desentralisasi  didasarkan atas  penyerahan  tugas  oleh  Pemerintah  Pusat  kepada
pemerintah  daerah  dengan  memperhatikan  stabilitas  dan keseimbangan fiskal;
3.  Perimbangan  Keuangan  antara  Pemerintah  Pusat  dan pemerintah  daerah  merupakan  sistem  yang  menyeluruh
mengenai  pendanaan  dalam  pelaksanaan  Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.
Reformasi anggaran
meliputi proses
penyusunan, pengesahan,  pelaksanaan  dan  pertanggungjawaban  anggaran.
Berbeda  dengan  Undang-Undang  No.  5  tahun  1974  Tentang Pemerintahan
Daerah, proses
penyusunan, mekanisme
pelaksanaan  dan  pertanggungjawaban  anggaran  daerah  menurut Undang-Undang  Nomor.  22  Tahun  1999  Tentang  Pemerintahan
Daerah,  adalah  tidak  diperlukannya  lagi  pengesahan  dari  Menteri Dalam Negeri untuk Anggaran Pendapatan Belanja Daerah APBD
475
Provinsi  dan  pengesahan  Gubernur  untuk  Anggaran  Pendapatan Belanja  Daerah  APBD    Kabupaten    Kota,  melainkan  cukup
pengesahan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD melalui Peraturan Daerah Perda.
Aspek  utama   budgeting  reform   adalah  perubahan dari traditional
budget ke performance budget.
Traditional budget merupakan  pendekatan  yang  paling  banyak  digunakan  di
negara  berkembang  dewasa  ini.  Terdapat  dua  ciri  utama  dalam pendekatan  ini,  yaitu:  cara  penyusunan  anggaran  yang  didasarkan
atas  pendekatan incrementalism;   dan    struktur  dan  susunan anggaran  yang  bersifat line-item.  Ciri  lain  yang  melekat  pada
pendekatan anggaran tradisional tersebut adalah:
1.  Cenderung sentralistis; 2.  Bersifat spesifikasi;
3.  Tahunan; dan 4.  Menggunakan prinsip anggaran bruto.
Struktur anggaran tradisional dengan ciri-ciri tersebut tidak mampu  mengungkapkan  besarnya  dana  yang  dikeluarkan  untuk
setiap  kegiatan,  dan  bahkan  anggaran  tradisional  tersebut  gagal dalam  memberikan  informasi  tentang  besarnya  rencana  kegiatan.
Oleh  karena  tidak  tersedianya  berbagai  informasi  tersebut,  maka satu-satunya  tolok  ukur  yang  dapat  digunakan  untuk  tujuan
pengawasan hanyalah tingkat kepatuhan penggunaan anggaran.
Masalah  utama  anggaran  tradisional  adalah  terkait  dengan tidak  adanya  perhatian  terhadap  konsep value  for  money.  Konsep
ekonomi,  efisiensi  dan  efektivitas  seringkali  tidak  dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran tradisional. Dengan tidak
adanya  perhatian  terhadap  konsep value  for  money ini,  seringkali pada  akhir  tahun  anggaran  terjadi  kelebihan  anggaran  yang
pengalokasiannya  kemudian  dipaksakan  pada  aktivitas-aktivitas yang sebenarnya kurang penting untuk dilaksanakan.
Dilihat  dari  berbagai  sudut  pandang,  metode  penganggaran tradisional memiliki beberapa kelemahan, antara lain;
366
366
Mardiasmo, Otonomi  Manajemen Keuangan Daerah, Op cit: 139.
476
a.  Hubungan  yang  tidak  memadai  terputus  antara anggaran  tahunan  dengan  rencana  pembangunan  jangka
panjang. b.  Pendekatan incremental menyebabkan  sejumlah  besar
pengeluaran  tidak  pernah  diteliti  secara  menyeluruh efektivitasnya.
c.  Lebih  berorientasi  pada  input  daripada  output.  Hal tersebut  menyebabkan  anggaran  tradisional  tidak  dapat
dijadikan  sebagai  alat  untuk  membuat  kebijakan  dan pilihan  sumber  daya,  atau  memonitor  kinerja.  Kinerja
dievaluasi  dalam  bentuk  apakah  dana  telah  habis dibelanjakan, bukan apakah tujuan tercapai.
d.  Sekat-sekat  antar  departemen  yang  kaku    membuat tujuan nasional secara keseluruhan sulit dicapai. Keadaan
tersebut berpeluang
menimbulkan konflik, overlapping, kesenjangan, dan  persaingan  antar
departemen. e.  Proses  anggaran  terpisah  untuk  pengeluaran  rutin  dan
pengeluaran modalinvestasi. f.  Anggaran tradisional bersifat tahunan. Anggaran tahunan
tersebut  sebenarnya  terlalu  pendek,  terutama  untuk proyek modal dan hal tersebut dapat mendorong praktik-
praktik yang tidak diinginkan korupsi dan kolusi.
g.  Sentralisasi  penyiapan  anggaran,  ditambah  dengan informasi  yang  tidak  memadai  menyebabkan  lemahnya
perencanaan anggaran.
Sebagai akibatnya
adalah munculnya budget padding atau budgetary slack.
h.  Persetujuan  anggaran  yang  terlambat,  sehingga  gagal memberikan mekanisme pengendalian untuk pengeluaran
yang  sesuai,  seperti  seringnya  dilakukan  revisi  anggaran dan  manipulasi anggaran.
i.  Aliran  informasi  sistem  informasi  finansial  yang  tidak memadai yang  menjadi  dasar  mekanisme  pengendalian
rutin, mengidentifikasi masalah dan tindakan.
Beberapa kelemahan anggaran tradisional di atas sebenarnya lebih  banyak  merupakan  kelemahan  pelaksanaan  anggaran,  bukan
bentuk  anggaran  tradisional.  Performance  budget   pada  dasarnya adalah  sistem  penyusunan  dan  manajemen  anggaran  daerah  yang
berorientasi  pada  pencapaian  hasil  atau  kinerja. Kinerja  tersebut harus  mencerminkan  efisiensi  dan  efektivitas  pelayanan  publik,
477
yang  berarti  harus  berorientsi  pada  kepentingan  publik. Merupakan
kebutuhan masyarakat
daerah untuk
menyelenggarakan  otonomi  secara  luas,  nyata  dan  bertanggung jawab  dan  otonomi  daerah  harus  dipahami  sebagai  hak  atau
kewenangan  masyarakat  daerah  untuk  mengelola  dan  mengatur urusannya  sendiri.  Aspek  atau  peran  pemerintah  daerah  tidak  lagi
merupakan  alat  kepentingan  pemerintah  pusat  belaka  melainkan alat untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah.
Secara  garis  besar  terdapat  dua  pendekatan  utama  yang memiliki
perbedaan mendasar. Kedua
pendekatan tersebut
adalah;
367
Anggaran tradisional
atau anggaran
konvensional; danPendekatan  baru  yang  sering  dikenal  dengan  pendekatan New
Public Management.
Perbandingan Anggaran Tradisional vs Anggaran Dengan Pendekatan NPM
ANGGARAN TRADISIONAL NEW PUBLIC MANAGEMENT
Sentralistis Desentralisasi  devolved management
Berorientasi pada input Berorientasi pada input, output, dan
outcome value for money Tidak terkait dengan perencanaan
jangka panjang Utuh dan komprehensif dengan
perencanaan jangka panjang Line-item dan incrementalism
Berdasarkan sasaran dan target kinerja Batasan departemen yang kaku
rigid department Lintas departemen
cross department Menggunakan aturan klasik:
Vote accounting Zero-Base Budgeting, Planning
Programming Budgeting System Prinsip anggaran bruto
Sistematik dan rasional Bersifat tahunan
Bottom-up budgeting Sumber : Mardiasmo 2002
Traditional  budget didominasi  oleh  penyusunan  anggaran yang bersifat line-item danincrementalism, yaitu proses penyusunan
anggaran  yang  hanya  mendasarkan  pada  besarnya  realisasi anggaran tahun sebelumnya, konsekuensinya tidak ada perubahan
367
Mardiasmo, Otonomi  Manajemen Keuangan Daerah, Op cit: 188.
478
mendasar  atas  anggaran  baru. Hal  ini  seringkali  bertentangan dengan  kebutuhan  riil  dan  kepentingan  masyarakat.  Dengan  basis
seperti  ini,  APBD  masih  terlalu  berat  menahan  arahan,  batasan, serta  orientasi  subordinasi  kepentingan  pemerintah  atasan.  Hal
tersebut  menunjukkan  terlalu  dominannya  peranan  pemerintah pusat  terhadap  pemerintah  daerah.  Besarnya  dominasi  ini
seringkali  mematikan  inisiatif  dan  prakarsa  Pemerintah  Daerah, sehingga
memunculkan fenomena
pemenuhan petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis dari pemerintah pusat. Reformasi  sektor  publik  yang  salah  satunya  ditandai  dengan
munculnya  era New  Public  Financial  Management telah  mendorong usaha  untuk  mengembangkan  pendekatan  yang  lebih  sistematis
dalam  perencanaan  anggaran  sektor  publik.  Seiring  dengan perkembangan  tersebut,  muncul  beberapa  teknik  penganggaran
sektor publik, misalnya adalah teknik anggaran kinerja performance budgeting, Zero Based Budgeting ZBB, dan Planning, Programming,
and Budgeting System PPBS.
Pendekatan  baru  dalam  sistem  anggaran  publik  tersebut cenderung memiliki karak-teristik umum sebagai berikut;
368
1.  Komprehensifkomparatif 2.  Terintegrasi dan lintas departemen
3.  Proses pengambilan keputusan yang rasional 4.  Berjangka panjang
5.  Spesifikasi tujuan dan perangkingan prioritas 6.  Analisis total cost dan benefit termasuk opportunity cost
7.  Berorientasi  input,  output,  dan  outcome value  for  money,
bukan sekedar input. 8.  Adanya pengawasan kinerja.
Perubahan dalam pengelolaan keuangan daerah harus tetap berpegang  pada  prinsip-prinsip  pengelolaan  keuangan  daerah
anggaran  yang  baik.  Prinsip  manajemen  keuangan  daerah  yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah tersebut
meliputi;  Akuntabilitas;
369
Value  for  Money;
370
Kejujuran  dalam
368
Mardiasmo, Otonomi  Manajemen Keuangan Daerah, Ibid: : 139.
369
Akuntabilitas  adalah  prinsip  pertanggungjawaban  publik  yang  berarti  bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan harus
benar-benar  dapat  dilaporkan  dan  dipertanggungjawabkan  kepada  DPRD  dan masyarakat.Akuntabilitas  mensyaratkan  bahwa  pengambil  keputusan  berperilaku
479
mengelola keuangan
publik probity;
371
Transparansi;
372
danPengendalian.
373
Prinsip-prinsip  yang  mendasari  manajemen  keuangan daerah tersebut harus senantiasa dipegang teguh dan dilaksanakan
oleh  penyelenggara  pemerintahan,  karena  pada  dasarnya masyarakat publik memiliki hak dasar terhadap pemerintah, yaitu;
Hak  untuk  mengetahui  right  to  know,  yaitu:Mengetahui  kebijakan pemerintah;  Mengetahui  keputusan  yang  diambil  pemerintah;
Mengetahui  alasan  dilakukannya  suatu  kebijakan  dan  keputusan tertentu;  Hak  untuk  diberi  informasi  right  to  be  informed  yang
meliputi  hak  untuk  diberi  penjelasan  secara  terbuka  atas permasalahan-permasalahan  tertentu  yang  menjadi  perdebatan
public; serta, Hak untuk didengar aspirasinya right to be heard and to be listened to.
374
sesuai dengan mandat yang diterimanya. Untuk ini, perumusan kebijakan, bersama- sama  dengan  cara  dan  hasil  kebijakan  tersebut  harus  dapat  diakses  dan
dikomunikasikan secara vertikal maupun horizontal dengan baik
370
Value  for  money berarti  diterapkannya  tiga  prinsip  dalam  proses  penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Ekonomi berkaitan dengan pemilihan dan
penggunaan  sumber  daya  dalam  jumlah  dan  kualitas  tertentu  pada  harga  yang paling murah. Efisiensi berarti bahwa penggunaan dana masyarakat public money
tersebut  dapat  menghasilkan  output  yang  maksimal  berdaya  guna.  Efektivitas berarti  bahwa  penggunaan  anggaran  tersebut  harus  mencapai  target-target  atau
tujuan kepentingan publik
371
Manajemen  keuangan  daerah  harus  dipercayakan  kepada  staf  yang  memiliki integritas  dan  kejujuran  yang  tinggi,  sehingga  kesempatan  untuk  korupsi  dapat
diminimalkan.
372
Transparansi  adalah  keterbukaan  pemerintah  dalam  membuat  kebijakan- kebijakan  keuangan  daerah  sehingga  dapat  diketahui  dan  diawasi  oleh  DPRD  dan
masyarakat.  Transparansi  manajemen  keuangan  daerah  pada  akhirnya  akan menciptakan  horizontal  accountability  antara  pemerintah  daerah  dengan
masyarakatnya sehingga tercipta pemerintahan daerah yang bersih, efektif, efisien, akuntabel, dan responsif terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat.
373
Penerimaan  dan  pengeluaran  daerah  APBD  harus  selalu  dimonitor,  yaitu dibandingkan  antara  yang  dianggarkan  dengan  yang  dicapai.  Untuk  itu  perlu
dilakukan  analisis  varians  selisih  terhadap  penerimaan  dan  pengeluaran  daerah agar  dapat  sesegera  mungkin  dicari  penyebab  timbulnya  varians  dan  tindakan
antisipasi ke depan.
374
Mardiasmo, Otonomi  Manajemen Keuangan Daerah, Ibid: : 139.
480
Dalam  upaya  pemberdayaan  pemerintah  daerah,  maka perspektif perubahan yang diinginkan dalam pengelolaan keuangan
daerah dan anggaran daerah adalah sebagai berikut :
1.  Pengelolaan keuangan
daerah harus
bertumpu pada
kepentingan  publik public  oriented.  Hal  ini  tidak  saja  terlihat pada
besarnya porsi
pengalokasian anggaran
untuk kepentingan  publik,  tetapi  juga  terlihat  pada  besarnya
partisipasi  masyarakat  dalam  perencanaan,  pelaksanaan  dan pengawasanpengendalian keuangan daerah.
2.  Kejelasan  tentang  misi  pengelolaan  keuangan  daerah  pada umumnya dan anggaran daerah pada khususnya.
3.  Desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran para partisipan  yang  terkait  dalam  pengelolaan  anggaran,  seperti
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD, , Sekertaris  Daerah dan perangkat daerah lainnya.
4.  Kerangka hukum dan administrasi bagi pembiayaan, investasi, dan  pengelolaan  uang  daerah  berdasarkan  kaidah  mekanisme
pasar, value for money, transparansi dan akuntabilitas. 5.  Kejelasan  tentang  kedudukan  keuangan  Dewan  Perwakilan
Rakyat  Daerah  DPRD,  KDH,  dan  Pegawai  Negeri  Sipil  PNS Daerah, baik ratio maupun dasar pertimbangannya.
6.  Ketentuan  tentang  bentuk  dan  struktur  anggaran,  anggaran kinerja, dan anggaran multi-tahunan.
7.  Prinsip  pengadaan  dan  pengelolaan  barang  daerah  yang  lebih profesional.
8.  Standar  dan  sistem  akuntansi  keuangan  daerah,  laporan keuangan,  peran  akuntan  independen  dalam  pemeriksaan,
pemberian opini dan rating kinerja anggaran, dan transparansi informasi anggaran kepada publik.
9.  Aspek  pembinaan  dan  pengawasan  yang  meliputi  batasan pembinaan,  peran  asosiasi,  dan  peran  anggota  masyarakat
guna  pengembangan  profesionalisme  aparat  pemerintah daerah.
10. Pengembangan  sistem  informasi  keuangan  daerah  untuk menyediakan
informasi anggaran
yang akurat
dan pengembangan  komitmen  pemerintah  daerah  terhadap
penyebarluasan  informasi  sehingga  memudahkan  pelaporan dan  pengendalian,  serta  mempermudahkan  mendapatkan
informasi.
Secara  lebih  spesifik,  paradigma  anggaran  daerah  yang diperlukan di era otonomi daerah adalah sebagai berikut:
1.  Anggaran Daerah harus bertumpu pada kepentingan publik.
481
2.  Anggaran  Daerah  harus  dikelola  dengan  hasil  yang  baik  dan biaya rendah work better and cost less.
3.  Anggaran Daerah harus mampu memberikan transparansi dan akuntabilitas  secara  rasional  untuk  keseluruhan  siklus
anggaran. 4.  Anggaran
Daerah harus
dikelola dengan
pendekatan kinerja performance orienteduntuk seluruh jenis pengeluaran
maupun pendapatan. 5.  Anggaran
Daerah harus
mampu menumbuhkan
profesionalisme kerja di setiap organisasi yang terkait. 6.  Anggaran  Daerah  harus  dapat  memberikan  keleluasaan  bagi
para  pelaksananya  untuk  memaksimalkan  pengelolaan dananya dengan memperhatikan prinsip value for money.
Dari  pemaparan  tersebut  di  atas,  dapatlah  penulis simpulkan  bahwa  salah  satu  kunci  keberhasilan  penyelenggaraan
pemerintahan  dalam  menghadapi  era  global  adalah  dengan mengembangkan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dengan
demikian,  diharapkan  mekanisme  perumusan  kebijakan  yang akomodatif  terhadap  aspirasi  masyarakat  daerah  dapat  dibangun,
sehingga  keberadaan  otonomi  daerah  akan  lebih  bermakna  dan pada  akhirnya  akan  meningkatkan  mutu  pelayanan  kepada
masyarakat.  Sejalan  dengan  itu,  Pemerintah  Daerah  harus  dapat mendayagunakan
potensi sumber
daya daerah
secara optimal.Dengan  semakin  berkurangnya  tingkat  ketergantungan
Pemerintah  Daerah  terhadap  Pemerintah  Pusat,  Daerah  dituntut melaksanakan  reformasi  manajemen  keuangan  daerah,  sehingga
akan  memacu  terwujudnya  otonomi  daerah  yang  nyata,  dinamis, serasi,  dan  bertanggung  jawab,  yang  dapat  memperkokoh  basis
perekonomian  daerah,  serta  memperkuat  persatuan  dan  kesatuan bangsa dalam menyongsong era perekonomian global.
Ada  3  tiga  Hal  utama  yang  menopang  keberhasilan manajemen  keuangan  public,   yaitu:  manajemen  pendapatan,
manajemen belanja dan manajemen pembiayaan.  Pengetahuan dan keahlian tentang manajemen pendapatan bagi para manajer public
sangat
penting karena
besar kecilnya
pendapatan akan
menentukan  tingkat  kualitas  pelaksanaan  pemerintahan,  tingkat kemampuan pemerintah dalam penyediaan pelayanan public serta
keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan.
482
Tahapan   siklus  manajemen  pendapatan  daerah  adalah identifikasi  sumber,  administrasi,  koleksi,  pencatatan      akuntansi
dan  alokasi  pendapatan.  Pada  tahap  Identifikasi  Sumber Pendapatan;  kegiatan  yang  dilakukan  berupa  pendataan  sumber-
sumber  pendapatan  termasuk  menghitung  potensi  pendapatan. Identifikasi  pendapatan  pemerintah  meliputi:  Pendataan  objek
pajak,  subjek  pajak,  dan  wajib  pajak;Pendataan  objek  retribusi, subjek
retribusi, dan
wajib retribusi;Pendataan
sumber penerimaan  bukan  pajak;Pendataan  lain-lain  pendapatan  yang
sah;Pendataan  potensi  pendapatan  untuk  masing-masing  jenis pendapatan.
Administrasi  pendapatan  sangat  penting  dalam  siklus manajemen pendapatan karena pada tahap ini akan menjadi dasar
untuk  tahapan  koleksi  pendapatan.  Kegiatan  yang  akan  dilakukan meliputi:  Penetapan  wajib  pajak  dan  retribusi;  Penentuan  jumlah
pajak  dan  retribusi;  Penetapan  Nomor  Pokok  Wajib  Pajak  Daerah NPWPD  dan  Nomor  Pokok  Wajib  Retribusi;  Penerbitan  Surat
Ketetapan Pajak Daerah dan Surat Ketetapan Retribusi Daerah.
Koleksi  pendapatan  meliputi  penarikan,  pemungutan, penagihan  dan  pengumpulan  pendapatan  baik  yang  berasal  dari
wajib  pajak  daerah  dan  retribusi  daerah,  dana  perimbangan  dari pemerintah
pusat ataupun
sumber lainnya.Khusus
untuk pemungutan  pajak  daerah  dan  retribusi  daerah  dapat  digunakan
beberapa sistem, diantaranya :
1.  Self assessment system : ialah sistem pemungutan pajak daerah yang  dihitung,  dilaporkan  dan  dibayarkan  sendiri  oleh  wajib
pajak  daerah.  Dengan  sistem  ini  wajib  pajak  mengisi  Surat Pemberitahuan Pajak Daerah SPTPD dan membayarkan pajak
terutangnya  ke  Kantor  Pelayanan  Pajak  Daerah  KPPD  unit kerja yang ditetapkan pemerintah daerah.
2.  Official assessment system : ialah sistem pemungutan pajak yang nilai  pajaknya  ditetapkan  oleh  pemerintah.  Dalam  hal  ini
ditetapkan  oleh  gubernurbupatiwalikota  melalui  penerbitan Surat  Ketetapan  Pajak  Daerah  dan  Surat  Ketetapan  retribusi
yang menunjukan jumlah pajak retribusi daerah terutang.
3.  Joint  collection :  ialah  sistem  pemunguan  pajak  daerah  yang dipungut  oleh  pemungut  pajak  yang  ditunjuk  pemerintah
daerah.
483
Setiap  penerimaan  pendapatan  harus  segera  disetor  ke rekening kas umum daerah pada hari itu juga paling lambat sehari
setelah  diterimanya  pendapatan  tersebut.   Untuk  menampung seluruh  sumber  pendapatan  perlu  dibuat  satu  rekening
tunggal treasury single account, dalam hal ini rekening kas umum daerah.
Tujuan pembuatan satu pintu untuk pemasukan pendapatan adalah  untuk  memudahkan  pengendalian  dan  pengawasan
pendapatan.  Penerimaan  pendapatan  tersebut  dibukukan  dalam buku  akuntansi,  berupa  jurnal  kas,  buku  pembantu,  buku  besar
penerimaan per rincian objek pendapatan. Kemudian buku catatan akuntansi  tersebut  akan  diringkas  dan  dilaporkan  dalam  laporan
keuangan  pemerintah  daerah,  yaitu  Laporan  Realisasi  Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas.
Alokasi Pendapatan merupakan tahapan terakhir dari siklus manajemen  pendapatan,  yaitu  pengambilan  keputusan  untuk
menggunakan dana yang ada untuk membiayai pengeluaran daerah yang dilakukan. Pengeluaran daerah meliputi pengeluaran belanja,
yaitu,  belanja  operasional  dan  belanja  modal,  maupun  untuk pembiayaan  pengeluaran  yang  meliputi  pembentukan  dana
cadangan,  penyertaan  modal  daerah,  pembayaran  utang  dan pemberian pinjaman daerah.
c. Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintahan.
Manajemen  keuangan  pemerintah  merupakan  salah  satu kunci  penentu  keberhasilan  pembangunan  dan  penyelenggaraan
pemerintahan  dalam  kerangka  nation  and  state  building.  Adanya manajemen  keuangan  pemerintah  yang  baik  akan  menjamin
tercapainya  tujuan  pembangunan  secara  khusus,  dan  tujuan berbangsa  dan  bernegara  secara  umum.  Karenanya,  langkah-
langkah  strategis  dalam  konteks  penciptaan,  pengembangan,  dan penegakan  sistem  manajemen  keuangan  yang  baik  merupakan
tuntutan  sekaligus  kebutuhan  yang  semakin  tak  terelakkan  dalam dinamika pemerintahan dan pembangunan.
Munculnya perhatian
yang besar
akan pentingnya
manajemen keuangan pemerintah dilatarbelakangi oleh banyaknya tuntutan,  kebutuhan  atau  aspirasi  yang  harus  diakomodasi  di  satu
484
sisi, dan terbatasnya sumberdaya keuangan pemerintah di sisi lain. Dengan  demikian,  pencapaian  efektivitas  dan  efisiensi  keuangan
pemerintah semakin
mengemuka untuk
diperjuangkan perwujudannya.
Dalam upaya perwujudan manajemen keuangan pemerintah yang  baik,  terdapat  pula  tuntutan  yang  semakin  aksentuatif  untuk
mengakomodasi,  menginkorporasi,  bahkan  mengedepankan  nilai- nilai good governance. Beberapa nilai yang relevan dan urgen untuk
diperjuangkan  adalah  antara  lain  transparansi,  akuntabilitas,  serta partisipasi  masyarakat  dalam  proses  pengelolaan  keuangan
dimaksud,  disamping  nilai-nilai  efektivitas  dan  efisiensi  tentu  saja. Dalam  konteks  yang  lebih  visioner,  manajemen  keuangan
pemerintah  tidak  saja  harus  didasarkan  pada  prinsip-prinsip  good governance,  tetapi  harus  diarahkan  untuk  mewujudkan  nilai-nilai
dimaksud.
Sebagaimana  dibahas  dalam  artikel  Mulia  P.  Nasution berjudul
Reformasi Manajemen
Keuangan Pemerintah
.
375
pemerintah  Indonesia  sebenarnya  sudah  memberi  perhatian  yang sungguh-sungguh
untuk mengakomodasi
dan mewujudkan
harapan  dan  tuntutan  di  atas.  Upaya  mewujudkan  manajemen keuangan pemerintah yang baik, antara lain, diperjuangkan dengan
memperhatikan  prinsip  dan  nilai-nilai  good  governance.  Yang selama  ini  sudah  dilakukan  adalah  dengan  membahas  Rancangan
Undang-Undang  Keuangan Negara yang sudah diundangkan dewan Perwakilan  Rakyat  DPR  pada  tanggal  9  Maret  2003,  menjadi
Undang-Undang Nomor 17 Tahun  2003 tentang Keuangan Negara. Terdapat  4  empat  prinsip  dasar  pengelolaan  keuangan  negara
yang  menjadi  fokus  perhatian  utama  dalam  Undang-Undang  ini, yaitu:
1.  Akuntabilitas  berdasarkan  hasil  atau  kinerja,  sehingga  muncul kerangka kerja baru denga
n nama  Anggaran Berbasis Kinerja Performance Budget
yang pada saat ini sedang diujicobakan pelaksasanaannya  dan  diharapkan  dimulai  pada  tahun
anggaran 2005; 2.  Keterbukaan dan setiap transaksi keuangan pemerintah;
3.  Pemberdayaan manajer profesional; dan
375
Jurnal Forum Inovasi, Desember –Februari 2003.
485
4.  Adanya  lembaga  pemeriksa  eksternal  yang  kuat,  profesional, dan  mandiri  serta  dihindarinya  duplikasi  dalam  pelaksanaan
pemeriksaan  double  accounting.  Berdasarkan  keempat prinsip  tersebut,  maka  artikel  ini  menempatkan  reformasi
perbendaharaan  dan  reformasi  di  bidang  auditing  sebagai agenda yang mendesak.
Pentingnya reformasi
keuangan pemerintah
dengan beberapa bidang di atas sebagai fokusnya, dalam penilaian penulis
ini,  dilatarbelakangi  oleh  beberapa  pertimbangan  strategis  yang terutama diwakili oleh  luasnya skala persoalan yang harus diatasi.
Persoalan-persoalan dimaksud antara lain :
1.  Rendahnya  efektivitas  dan  efisiensi  penggunaan  keuangan pemerintah
akibat maraknya
irasionalitas pembiayaan
kegiatan  negara.  Kondisi  ini  disertai  oleh  rendahnya akuntabilitas  para  pejabat  pemerintah  dalam  mengelola
keuangan  publik.  Karenanya,  muncul  tuntutan  yang  meluas untuk menerapkan sistem anggaran berbasis kinerja.
2.  Tidak  adanya  skala  prioritas  yang  terumuskan  secara  tegas dalam proses pengelolaan keuangan negara yang menimbulkan
pemborosan sumber daya publik. Selama ini, hampir tidak ada upaya untuk menetapkan skala prioritas anggaran di mana ada
keterpaduan antara rencana kegiatan dengan kapasitas sumber daya yang dimiliki. Juga harus dilakukan analisis biaya-manfaat
cost  and  benefit  analysis  sehingga  kegiatan  yang  dijalankan tidak  saja  sesuai  dengan  skala  prioritas  tetapi  juga
mendatangkan  tingkat  keuntungan  atau  manfaat  tertentu  bagi publik.
3.  Menuntut  dilakukannya  reformasi  manajemen  keuangan pemerintah  adalah  terjadinya  begitu  banyak  kebocoran  dan
penyimpangan, misalnya sebagai akibat adanya praktek KKN. 4.  Rendahnya
profesionalisme aparat
pemerintah dalam
mengelola  anggaran  publik.  Inilah  merupakan  sindrom  klasik yang  senantiasa  menggerogoti  negara-negara  yang  ditandai
oleh superioritas pemerintah. Dinamika pemerintah, termasuk pengelolaan  keuangan  di  dalamnya,  tidak  dikelola  secara
profesional  sebagaimana  dijumpai  dalam  manajemen  sektor swasta. Jarang ditemukan ada manajer yang profesional dalam
sektor  publik.  Bahkan  terdapat  negasi  yang  tegas  untuk memasukkan  kerangka  kerja  sektor  swasta  ke  dalam  sektor
publik  di  mana  nilai-nilai  akuntabilitas,  profesionalisme, transparansi,  dan  economic  of  scale  menjadi  kerangka  kerja
utamanya.
486
Dengan  memperhatikan  beberapa  patologi  tersebut, disertasi    ini  sampai  pada  beberapa  rekomendasi  strategis  yang
pada  intinya  ingin  mengembalikan  manajemen  keuangan pemerintah  dalam  bentuk  anggaran  sebagai  alat  akuntabilitas,
manajemen dan kebijakan ekonomi yang sehat.
Menarik  dari  pembahasan  penulis  ini  adalah  adanya  upaya untuk  memisahkan  secara  tegas  antara  kewenangan  administratif
dan  kewenangan  kebendaharaan.  Dalam  penilaian  penulis  ini kewenangan  administratif  seyogyanya  berada  dan  diatur  oleh
masing-masing  departemen    lembaga  pemerintah,  sementara kewenangan  kebendaharaan  berada  di  tangan  Menteri  Keuangan.
Kewenangan  administratif  meliputi  otoritas  untuk  melakukan perikatan
kontrak atau
tindakan-tindakan lain
yang mengakibatkan  terjadinya  penerimaan  atau  pengeluaran  negara
serta  perintah  untuk  melakukan  pembayaran  atau  menagih penerimaan yang timbul sebagai konsekuensi dari suatu perikatan.
Sedangkan kewenangan kebendaharaan meliputi tidak boleh secara sempit
ditafsirkan sebagai
sekedar fungsi
kasir untuk
membayarkan  tagihan  atau  mengelola  penerimaan,  tetapi  juga meliputi  otoritas  untuk  meneliti  kebenaran  penerimaan  dan
pengeluaran  tersebut.  Dalam  konteks  ini,  Menteri  Keuangan bertindak sebagai kasir, pengawas, sekaligus sebagai fund manager.
Pembagian  yang  demikian  sangat  menarik  untuk  dibahas sejalan
dengan munculnya
kontroversi yang
luas pasca
diundangkannya  Undang-Undang  Nomor  17  Tahun  2003  Tentang Keuangan  Negara.  Bagi  mereka  yang  pro  dengan  Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara tersebut, Menteri Keuangan  dan  Departemen  Keuangan  sudah  saaatnya  diberi
kewenangan yang lebih luas, tidak saja untuk mengelola keuangan negara  an  sich  tetapi  juga  melakukan  verifikasi  atas  penerimaan
dan  pengeluaran  tersebut  serta  otoritas  di  bidang  perencanaan yang secara langsung maupun tidak langsung akan menghapus atau
tepatnya mengurangi peran dan fungsi Bappenas serta keberadaan Badan  Usaha  Milik  Negara  BUMN  lainnya.
376
Argumentasi  yang demikian  dilatarbelakangi  oleh  pertimbangan  bahwa  badan  yang
mengelola anggaran seharusnya dilibatkan secara aktif untuk turut
376
Kontan, 24 Maret 2003, Republika, 15 April 2003, Koran Tempo 27 Maret 2003.
487
menentukan  perencanaan  pembangunan.  Dengan  demikian,  ada sinergi  dan  rasionalitas  yang  tinggi  antara  rencana  kegiatan  yang
diusulkan dengan kapasitas anggaran yang tersedia.
Sementara  itu  muncul  juga  kelompok  kedua  yang menentang  diberlakukannya  Undang-Undang  Nomor  17  Tahun
2003  Tentang  Keuangan  Negara  ini.  Bagi  mereka,  mendelegasikan wewenang  penganggaran  dan  perencanaan  yang  begitu  besar
kepada  Departemen  Keuangan  sama  halnya  dengan  memberi  cek kosong kepada lembaga tersebut. Argumentasi ini dilatarbelakangi
oleh  pertimbangan  bahwa,  pertama,  penyerahan  mandat  absolut kepada  Departemen  Keuangan  jelas  sangat  bertentangan  dengan
prinsip  pemerintahan  yang  baik  good  governance,  terutama transparansi  dan  akuntabilitas.  Adanya  wewenang  perencanaan
dan  penganggaran  pada  satu  lembaga  akan  menyebabkan  tidak bekerjanya  mekanisme  check  and  balance,  dan  kedua,  Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara tersebut secara  langsung  telah  mempreteli  hak  prerogatif  presiden    dalam
melakukan  reorganisasi  dan  restrukturisasi  Kementerian  Negara; dan ketiga, Departemen Keuangan diidentifikasi sebagai salah satu
pusat  masalah  dalam  pengelolaan  anggaran  di  Indonesia  sehingga sangat  tidak  bijak  untuk  mendelegasikan  wewenang  yang  besar
kepada sebuah lembaga yang memang bermasalah.
377
Terlepas dari pro dan kontra di atas, Undang-Undang Nomor 17  Tahun  2003  Tentang  Keuangan  Negara  tersebut  sebenarnya
ingin  mengintroduksi  sebuah  kerangka  kerja  baru  yang bersemangatkan  nilai-nilai  good  governance,  terutama  efektivitas
dan  efisiensi  walaupun  kurang  memberikan  garansi  bagi terwujudnya  akuntabilitas  dan  transparansi  karena  absennya
mekanisme  check  and  balance.  Undang-Undang  Nomor  17  Tahun 2003  Tentang  Keuangan  Negara  ini  berusaha  mendorong
terwujudnya  suatu  kerangka  hukum  yang  jelas  tentang  tata  cara pengelolaan  keuangan  negara  yang  bersih  dari  korupsi,
penyelewengan, atau penyimpangan. Misalnya ada ketentuan untuk membatasi  defisit  anggaran  sebesar  maksimum  60  dari  Produk
Domestik  Bruto  PDB  dan  dalam  penyusunan  Anggaran Pendapatan  Belanja  Daerah  APBD,  defisit  anggaran  tidak  boleh
377
Forum Indonesia Raya, 2003.
488
melebihi  3  dan  utang  tidak  boleh  melebihi  60  dari  Produk Domestik  Regional  Bruto  PDRB.  Undang-Undang  Nomor  17
Tahun  2003  Tentang  Keuangan  Negara  tersebut  sekaligus mengganti  pedoman  pelaksanaan  keuangan  negara  yang  masih
merupakan  warisan  Hindia  Belanda,  yaitu    Stbl.  1925  No.  448 selanjutnya  diubah  dan  diundangkan  dalam  Lembaran  Negara.
1954 Nomor. 6 Tahun 1955 dan terakhir Undang-Undang Nomor. 9 Tahun
1968 Tentang
Perubahan Pasal
7 Indische
Comptabilitetiswet STBL, 1925 Nomor 448. Semangat  baru  yang  dikedepankan  oleh  Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara ini adalah adanya pengawasan yang semakin meningkat dimana diamanatkan bahwa
laporan  kepada  badan  Pemeriksa  Keuangan  BPK  harus  diajukan selambat-lambatnya  6  bulan  setelah  tahun  anggaran  berakhir.
Demikian  juga,  para  pejabat  maupun  publik  yang  terbukti merugikan keuangan negara diwajibkan untuk mengganti kerugian
dimaksud.
378
Demikian halnya
dengan kemungkinan
untuk menuntut  bendahara  negara  secara  pribadi  yang  terbukti
melakukan  kelalaian,  penyelewengan,  atau  korupsi  termasuk kewajiban untuk mengganti kerugian atas keuangan Negara.
379
Selain  nilai-nilai  yang  diperjuangkan  melalui  Undang- Undang  di  atas,  ada  juga  langkah  maju  walaupun  masih  pada
tataran wacana yang sedang diupayakan dan menjadi kesepakatan semua  pihak,  yaitu  perlunya  upaya  untuk  mengefektifkan  fungsi
pengawasan  dan  pemeriksaan  pengelolaan  keuangan  negara. Selama  ini,  fungsi  tersebut  dijalankan  oleh  Badan  Pengawas
Keuangan  dan  Pembangunan  BPKP  sebagai  state  auditor. Lembaga  ini  diberi  kewenangan  untuk  melakukan  verifikasi  atas
semua  pos  penerimaan  dan  pengeluaran  pembangunan  negara yang  dilakukan  setiap  akhir  tahun  anggaran.  Banyak  temuan  yang
berhasil  menyelamatkan  sumberdaya  negara,  walaupun  tidak sedikit  juga  yang  luput  dari  pengawasan.  Pembenahan  internal
dalam tubuh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan BPKP mutlak dilakukan karena lembaga yang dianggapa sebagai benteng
378
Pasal  35  Ayat  1  Undang-Undang  Nomor  17  Tahun  2003  Tentang  Keuangan Negara
379
Sinar Harapan, 6 Mei 2003.
489
terakhir  dalam  manajemen  keuangan  negara  ini  juga  tidak  lepas dari  masalah.  Muncul  penilaian bahwa  Badan Pengawas  Keuangan
dan Pembangunan BPKP adalah bagian dari masalah a part of the problem.  Lembaga  itu  tidak  jarang  terlibat  dalam  konspirasi
dengan pihak kedua yang sangat merugikan keuangan negara.
Jika  Badan  Pengawas  Keuangan  dan  Pembangunan  BPKP sebagai  state  auditor  masih  terbelit  pada  berbagai  masalah,  maka
salah  satu  alternatif  yang  bisa  ditempuh  adalah  dengan mendayagunakan  independent  external  auditor.  Ini  merupakan
lembaga pemeriksa independen yang berasal dari luar pemerintah semisal  konsultan-konsultan  akuntansi  publik  yang  kini  banyak
berkembang.  Banyak  contoh  yang  memperlihatkan  bagaimana kiprah  dan  kontribusi  positif  lembaga-lembaga  tersebut  dalam
menyelematkan  keuangan  negara.  Sebut  saja  apa  yang  dilakukan Anderson Counsultant, sebuah perusahaan konsultan internasional,
yang  berhasil  membongkar  kroni  Soeharto.  Lembaga-lembaga semacam  itu  bisa  dipekerjakan  untuk  menopangan  kinerja
keuangan pemerintah.
Apa  yang  telah  dipaparkan  di  atas  tidak  hanya  menjadi pekerjaan  rumah  pemerintah  pusat.  Bersamaan  implementasi
otonomi daerah, reformasi manajemen keuangan pemerintah perlu juga  dilaksanakan  oleh  pemerintah  daerah.  Bahkan  reformasi
keuangan  pemerintah  daerah  semakin  mendesak  dilakukan mengingat masih terbatasnya kemampuan manajemen keuangan di
kalangan  pemerintah  daerah    di  satu  sisi,  dan  semakin  banyaknya anggaran  pembangunan  dan  pelayanan  publik  yang  mengalir  ke
daerah menyusul implementasi otonomi daerah di sisi lain. Gejala- gejala  KKN  Kolusi  Korupsi  dan  Nepotisme  dalam  manajemen
keuangan  daerah,  proses  tender  yang  tidak  terbuka,  dan  parktek- praktek manipulatif lainnya kini sudah semakin merebak di daerah.
Muncul  pula  keluhan  bahwa  implementasi  otonomi  daerah  hanya memindahkan  borok  permasalah  dari  pemerintah  pusat  kepada
pemerintah
daerah justru
ketika masyarakat
semakin mengharapkan kondisi kehidupan dan kesejahteraan yang semakin
baik.  Fasilitasi  yang  dilakukan  oleh  World  Bank  bekerjasama dengan  Bappenas,  Departemen  Dalam  Negeri,  dan  Departemen
Keuangan RI dalam skema program Initiatives for Local Governance
490
Reform ILGR adalah dalam kerangka penegakan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara itu.
Di atas semua itu, hasil penelitian disertasi ini  memberikan perhatian  khusus  pada  penegakan  integritas  dan  profesionalisme
umber  Daya  Manusia  SDM  aparat  pelaksana.  Bagaimanapun idealnya  sebuah  aransemen  kebijakan,  jika  tidak  didukung  oleh
kapasitas  dan  moral  pejabat  yang  baik  maka  kebijakan  tersebut tidak  akan  banyak  bermanfaat.  Langkah-langkah  capacity  building
untuk  peningkatan  profesionalisme  aparat  pelaksana,  baik  yang berwenang  mengelola  keuangan  negara  maupun  pejabat  yang
menggunakannya, sangat mendesak dilakukan karena diidentifikasi bahwa  salah  satu  persoalan  yang  menimbulkan  kesemerawutan
pengelolaan  keuangan  pemerintah  terletak  pada  rendahnya kapasitas  aparat.  Pemberdayaan  kapasitas  aparat  tersebut,  sekali
lagi,  tidak  hanya  terbatas  pada  aparat  di  pusat  tetapi  juga  aparat daerah.  Hanya  jika  terdapat  Sumber  Daya  Manusia  SDM  yang
memiliki  integritas  dan  moral  yang  tinggi  serta  kemampuan manajerial  dan  operasional  yang  tinggi  baru  langkah-langkah
reformasi  keuangan  pemerintah  yang  telah  dirumuskan  dalam berbagai paket kebijakan tersebut berhasil diimplementasikan.
4. Membangun