430
ini ditunjukkan dengan fakta-fakta empiris mengenai korupsi di Indonesia. Adanya kecenderungan perilaku korupsi di era otonomi
daerah selain disebabkan karena faktor sosial, ekonomi, budaya masyarakat juga karena strategi pemberantasan Korupsi Kolusi dan
Nepotisme KKN belum efektif. Oleh karena itu diperlukan serangkaian kebijakan yang menyeluruh holistik baik jangka
panjang maupun pendek untuk memberantas perilaku Korupsi Kolusi dan Nepotisme KKN di Indonesia.
D. Model Pengelolaan Keuangan Daerah.
1. Paradigma Pengelolaan Keuangan Daerah.
Pada masa sebelum desentralisasi, pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-
pokok Pemerintahan di Daerah. Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1974 menjelaskan pola hubungan keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1974 pemerintah dilengkapi dengan seperangkat
kemampuan pembiayaan untuk bisa menjalankan tugas-tugas dan fungsi-fungsi yang dimilikinya. Menurut Pasal 55 Undang-Undang
Nomor. 5 Tahun 1974,
343
sumber pembiayaan pemerintah daerah terdiri dari 3 komponen besar yaitu:
1. Pendapatan Asli Daerah PAD, yang meliputi: a Hasil pajak daerah;
b Hasil retribusi daerah; c Hasil perusahaan daerah BUMD;
d Lain-lain hasil usaha daerah yang sah;
2. Pendapatan yang berasal dari pusat, meliputi: a Sumbangan dari pemerintah;
b Sumbangan-sumbangan lain
yang diatur
dengan peraturan perundang-undangan;
3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah: Pendapatan yang berasal dari pusat mencerminkan
ketergantungan pendanaan
pemerintah daerah
terhadap pemerintah pusat. Disamping itu terdapat konsekuensi dari
343
Pasal 55Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah
431
besarnya dana dari pusat kepada kebijakan proyek pemerintah pusat yang secara fisik implementasinya berada di daerah, sehingga
terdapat beberapa proyek Pemerintah Pusat yang dilaksanakan di daerah yang dibiayai oleh pemerintah pusat melalui APBN namun
dana pembiayaan proyek tersebut juga termasuk di dalam Anggaran Pemerintah Daerah APBD yang disebut double counting.
Apabila potensi keuangan daerah belum mencukupi, maka pemerintah pusat memberikan sejumlah sumbangan kepada
pemerintah daerah. Peranan pendapatan yang berasal dari pusat sangat
dominan.Ketergantungan ini
menjadi sarana
bagi pemerintah pusat untuk menjalankan praktek sentralisasi
terselubung. Dengan adanya desentralisasi, pemerintah mengeluarkan
Undang-Undang otonomi daerah, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah,
sumber-sumber keuangan daerah terdiri dari;
1. Pendapatan Asli Daerah PAD yang terdiri dari a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah lainnya 2. Lain-lain pendapatan yang sah
a Dana Perimbangan b Pinjaman Daerah
c Lain-lain pendapatan yang sah hibah dan dana darurat.
Sumber-sumber Pendapatan Asli daerah PAD masih mengacu pada Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah yang sangat membatasi kreativitas daerah dalam menggali sumber penerimaan aslinya, dengan adanya
pembatasan jenis retribusi dan pajak yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah.
Secara garis besar, manajemen keuangan daerah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu manajemen penerimaan daerah
dan manajemen
pengeluaran daerah.
Evaluasi terhadap
432
pengelolaan keuangan daerah dan pembiayaan pembangunan daerah mempunyai implikasi yang sangat luas. Kedua komponen
tersebut akan sangat menentukan kedudukan suatu pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerah.
Paradigma baru pengelolaan keuangan daerah dan Anggaran Pemerintah Daerah APBD dilatar-belakangi oleh hal-hal
berikut:
1. Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pengelolaan keuangan publik secara transparan dan memenuhi prinsip
akuntabilitas publik; 2. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 1999
Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor. 25 Tahun
1999 tentang
Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang kemudian diikuti dengan
dikeluarkannya peraturan pemerintah untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah, diantaranya:
a Peraturan Pemerintah Nomor. 104 Tahun 2000 tentang
Dana Perimbangan; b Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah; c Peraturan Pemerintah Nomor. 106 Tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;
d Peraturan Pemerintah Nomor. 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah;
e Peraturan Pemerintah Nomor. 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah;
f Peraturan Pemerintah Nomor. 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah; g Peraturan Pemerintah Nomor. 110 Tahun 2000 tentang
Kedudukan Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 3. Sistem, prosedur, format, dan struktur Anggaran Pemerintah
Daerah APBD yang berlaku selama ini kurang mampu mendukung tuntutan perubahan sehingga perlu perencanaan
Anggaran Pemerintah Daerah APBD yang sistematis, terstruktur dan komprehensif.
Sedangkan dalam perencanaan Anggaran Pemerintah Daerah APBD dengan paradigma baru tersebut adalah:
1. Anggaran Pemerintah Daerah APBD yang berorientasi pada kepentingan publik;
433
2. Anggaran Pemerintah Daerah APBD disusun dengan pendekatan kinerja;
3. Terdapat keterkaitan yang erat antara pengambil kebijakan decision maker di DPRD dengan perencanaan operasional
oleh pemerintah daerah dan penganggaran oleh unit kerja; dan 4. Terdapat upaya untuk mensinergikan hubungan antara
Anggaran Pemerintah Daerah APBD, sistem dan prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah, Lembaga Pengelola Keuangan
Daerah dan Unit-unit Pengelola Layanan Publik dalam pengambilan kebijakan.
Beberapa hal yang melatarbelakangi perubahan sistem pengelolaan keuangan Negara Daerah antara lain:
1. Amandemen keempat Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden ;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan PemerintahanDaerah
5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
6. Undang-Undang Nomor
1 Tahun
2004 tentang
Perbendaharaan Negara; 7. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara; 8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan SAP. 10. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Perubahan yang cukup revolusionir bagi pemerintah daerah, dapat terlihat di dalamPasal 6 Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 Tentang Keuangan Negara, yakni sebagai berikut: 1. Presiden
selaku Kepala
Pemerintahan memegang
kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan
2. Kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1: huruf c. diserahkan kepada GubernurBupatiWalikota selaku
kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan
434
daerah dan
mewakili pemerintah
daerah dalam
kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
344
Dengan demikian Kepala Daerah mempunyai otoritas penuh terhadap Anggaran Pemerintah Daerah APBD dalam hal
menyusun dan
merencanakan, membahas,
menetapkan, melaksanakan serta mempertanggungjawabkan. Tujuan dan desain
utama pengelolaan keuangan daerah: Mempertajam esensi sistem penyelenggaraan pemerintahan Daerah dalam konteks pengelolaan
keuangan daerah, Memperjelas distribusi kewenangan distribution of authority dan memperjelas derajat pertanggungjawaban clarity
of responsibility pada level penyelenggaraan pemerintahan Daerah di
bidang pengelolaan
keuangan daerah.
Spirit Utama
Penyempurnaan: Peningkatan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah, Memperjelas distribution of
authority dan level of responsibility antar tingkat pemerintahan dalam melakukan pembinaan dan pengawasan keuangan daerah,
Adanya pergeseran dari sentralistik ke desentralistik dalam pengelolaan keuangan daerah adanya pelimpahan kekuasaan
sebagian atau seluruhnya dari pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah kepada pejabat pengelola keuangan daerah dan
pengguna anggaran, Mempertimbangkan kapasitas Sumber Daya Manusia SDM, infrastruktur, dan pengembangan teknologi.
Tatacara Penyusunan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 Tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah. Penatausahaan dan Perbendaharaan disesuaikan dengan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, Pengawasan Keuangan Daerah disesuaikan dengan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara, Laporan Keuangan disusun dan disajikan sesuai
344
Pasal 6 ayat 1-2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
435
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Sistem Akuntansi Pemerintahan SAP.
Salah satu pokok penyempurnaan yang menarik adalah aspek pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pemerintah
Daerah APBD dimana, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan,
aset, utang dan ekuitas dana serta menyiapkan laporan pelaksanaan anggaran dan barang yang dikelolanya, Pejabat
pengelola keuangan daerah menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang dan ekuitas dana, pembiayaan dan
perhitungannya serta menyusun laporan keuangan Pemerintahan Daerah. Laporan keuangan terdiri dari laporan realisasi Anggaran
Pemerintah Daerah APBD, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan yang dilampiri laporan ikhtisar realisasi
kinerja dan laporan keuangan Badan Usaha Milik Daerah BUMD, Seluruh laporan keuangan disiapkan dalam rancangan peraturan
daerah
tentang laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan
Anggaran Pemerintah Daerah APBD yang disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Bahwa pemerintah
daerah sampai pada level Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan
keuangan sudah sejalan dengan konsep good governance yaitu suatu konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan yang
bersih, demokratis, dan efektif.
2. Paradigma Baru Pengelolaan Keuangan Daerah