Seke di Kabupaten Sangihe Talaud, Sulawesi Utara

3. Ekologi • komposisi hasil tangkap • hasil tangkap per satuan upaya CPUE • kelimpahan relatif spesies target • dampak langsung alat tangkap terhadap spesies non target • dampak tidak langsung penangkapan seperti struktur trofik • dampak langsung alat tangkap terhadap habitat perubahan luas area dan kualitas habitat penting perikanan 4. Governance • hak kepemilikan property rights • ketaatan terhadap peraturan perundangan compliance regime • transparansi dan partisipasi Sumber: Dahuri 2003b Selanjutnya dalam setiap sistem pengelolaan pembangunan, termasuk pengelolaan sumberdaya ikan, memerlukan indikator kinerja performance indicators. Indikator kinerja digunakan sebagai tolok ukur, apakah segenap kebijakan dan program pengelolaan sumberdaya ikan sesuai dengan tujuan atau bahkan menyimpang. Karena tujuan pengelolaan sumberdaya ikan di Indonesia adalah untuk mencapai kondisi pemanfaatan sumberdaya ikan secara berkelanjutan sustainable bagi kesejahteraan seluruh rakyat, maka indikator kinerja yang digunakan juga seharusnya mengacu pada indikator pembangunan berkelanjutan, dimana indikator pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan sumberdaya ikan minimal haruslah meliputi empat dimensi, yaitu: 1 ekonomi, 2 sosial, 3 ekologi, dan 4 pengaturangovernance Dahuri, 2003b. Secara lengkap beberapa contoh indikator pembangunan berkelanjutan untuk pengelolaan sumberdaya ikan disajikan pada Tabel 6 diatas.

2.8 Studi Komparasi Sistem Pengelolaan Perikanan Artisanal Berbasis Hak-Hak Kepemilikan

2.8.1 Kelembagaan Perikanan Artisanal di Dalam Negeri Pada studi ini dikemukan 3 sistem kelembagaan sosial tradisional yang cukup menonjol dalam pengelolaan perikanan artisanal yang pernah diteliti secara mendalam, diantaranya Seke, Sasi dan Rompong sebagai pembanding komparasi. Berikut ini dijelaskan secara ringkas darai masing-masing sistem kelembagaan tersebut.

2.8.1.1 Seke di Kabupaten Sangihe Talaud, Sulawesi Utara

a. Lokasi dan Batas Wilayah Seke adalah mekanisme kelembagaan tradisional dalam pengelolaan sumberdaya ikan yang dijumpai di Desa Para, Kabupaten Sangihe Talaud, Propinsi Sulawesi Utara. Wahyono et al. 1993, mengatakan bahwa masyarakat Desa Para mengenal 3 jenis wilayah perairan yang dijadikan sebagai tempat penangkapan ikan fishing ground yaitu: 1 Sanghe, 2 Inahe, dan 3 Elie. b. Organisasi dan Keanggotaan Organisasi masyarakat Desa Para membentuk sebuah kelompok nelayan yang diberi nama Seke. Dalam organisasi Seke, dikenal istilah lokal mengenai keanggotaan berdasarkan fungsi dan tugasnya masing-masing, yaitu Lekdeng, Tatalide, Seke Kengkang, Matobo, Tonaas, Mandora, dan Mendoreso. Lekdeng berarti anggota. Sedangkan Tatalide adalah sebutan untuk anggota yang ditugaskan memegang talontong sejenis tongkat yang digunakan untuk menjaga Seke agar posisinya tegak lurus di atas permukaan laut. Tugasnya adalah menggerak-gerakan Seke supaya ikan yang sudah berada di dalamnya tidak lari ke luar. Seke Kengkang adalah sebutan untuk anggota yang berada di atas perahu tempat meletakkan Seke perahu kengkang. Anggota ini bertugas menurunkan Seke ke laut jika sudah ada aba-aba yang diberikan pemimpin pengoperasian Seke. Matobo adalah anggota yang bertugas menyelam dan melihat posisi gerombolan ikan layang sebelum Seke diturunkan ke laut. Tonaas adalah pemimpin pengoperasian Seke, sedangkan wakilnya disebut Tonaseng Karuane. Mandore adalah orang yang selalu membangunkan anggota Seke setiap kali pergi beroperasi dan membagi hasil tangkapan kepada anggota. Mandore ini berkemampuan dalam menaksir jumlah hasil tangkapan yang akan dibagikan ke seluruh anggota. Mendoreso adalah sebutan untuk orang yang menjadi bendahara organisasi Seke Wahyono 1993. Dari uraian ini maka organisasi tradisional Seke telah menerapkan konsep bagi hasil sebagaimana yang terdapat pada organisasi modern. Wahyono 1993 mengatakan bahwa sistem bagi hasil yang ada di Desa Para paling tidak diarahkan kepada 4 pertimbangan yaitu : 1 Bagi hasil tangkapan yang diberikan kepada warga desa yang sudah berkeluarga termasuk jandaduda; 2 Bagi hasil tangkapan untuk warga desa yang belum berkeluarga; 3 Bagi hasil tangkapan yang didasarkan dari status sosial tertentu, antara lain seperti kepala desa, guru, pendeta, perawat dan sebagainya; serta 4 Bagi hasil tangkapan yang diberikan menurut status keanggotaan dalam organisasi Seke, yaitu tonaas, mandor, juru selam dan sebagainya. Kelompok Seke dalam operasinya menerapkan konsep lokasi penangkapan ikan yang eksklusif dalam arti bahwa terdapat kaitan antara satu lokasi dengan satu jenis alat tangkap. Dalam kelompok Seke terdapat juga pengaturan operasi di tempat-tempat penangkapan yang dilakukan secara bergilir. Dalam setiap harinya, kecuali Hari Minggu, ada empat Seke yang dioperasikan pada empat tempat penangkapan ikan. Salah satu contoh pengaturan Seke dalam satu minggunya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Jadwal pengoperasian Seke di empat lokasi penangkapan di desa Para, Sangihe Talaud, Sulawesi Utara Hari Lokasi Penangkapan Ikan Tatumbango Binuwu Mangareng Lanteke Senin Ramenusa Balaba Lembo Lumairo Selasa Lembo Lumairo Lembe Ramenusa Rabu Lembe Ramenusa Kampiun Lembo Kamis Kampiun Lembo Balaba Lembe Jumat Balaba Lembe Lumairo Kampiun Sabtu Lumairo Kampiun Ramenusa Balaba Sumber : Wahyono 1993 Apabila terdapat pelanggaran lokasi, pihak yang melanggar dikenakan sanksi ganti rugi berupa barang yaitu 5-10 zak semen atau uang senilai barang itu. Barang ini nantinya digunakan untuk keperluan pembangunan gereja atau fasilitas umum lainnya di Desa Para. Pelajaran yang dapat diambil dari pengelolaan sumberdaya ikan dengan organisasi tradisional Seke ini adalah : Pertama, Seke mengatur sekelompok masyarakat untuk senantiasa memberikan perhatian kepada distribusi dan alokasi pemanfaatan sumberdaya alam khususnya ikan kepada seluruh anggota masyarakat pesisir. Hal ini tercermin dari adanya pembagian waktu dan lokasi untuk setiap kelompok Seke dalam satu periode waktu misalnya 1 minggu. Dengan demikian konflik pemanfataan diantara kelompok masyarakat akan tereliminasi. Kedua, selain distribusi penangkapan ikan, tradisi Seke juga mengajarkan pentingnya kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari sistem bagi hasil yang diterapkan di mana seluruh komponen masyarakat mendapat bagi hasil dari penangkapan ikan yang diperoleh oleh sebuah kelompok Seke tertentu. Dalam konteks modern, sistem distribusi pendapatan seperti ini mencirikan adanya konsep pemerataan yang kuat di kalangan masyarakat Desa Para, Sangihe Talaud, Sulawesi Utara.

2.8.1.2 Sasi di Kabupaten Maluku Tengah