Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu

Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumberdaya, dan kegiatan pemanfaatan pembangunan secara terpadu integrated guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan. Dalam konteks ini, keterpaduan integration mengandung tiga dimensi: sektoral, bidang ilmu, dan keterkaitan ekologis Dahuri et al. 1996, Selanjutnya Cicin-Sain dan Knecht 1998 menyebutkan bahwa keterpaduan dalam pengelolaan wilayah pesisir mengandung lima dimensi yaitu : keterpaduan antar sektoral intersectoral integration,keterpaduan antar lembaga pemerintah intergoverment integration, keterpaduan kawasan spatial integration, keterpaduan ilmu dan manajemen science management integration, dan keterpaduan internasional international integration. Keterpaduan secara sektoral berarti bahwa perlu ada koordinasi tegas, wewenang dan tanggung jawab antar sektor atau instansi pemerintah pada tingkat pemerintah tertentu horizontal integration; dan antar tingkat pemerintahan dari mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, sampai tingkat pusat vertical integration. Keterpaduan sudut pandang keilmuan mensyaratkan bahwa di dalam pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar pendekatan interdisiplin ilmu interdisciplinary approaches, yang melibatkan bidang ilmu: ekonomi, teknik, sosiologi, hukum, dan lainnya yang relevan. Ini wajar karena wilayah pesisir pada dasarnya terdiri dari sistem sosial dan sistem alam yang terjalin secara kompleks dan dinamis Dahuri et al. 1996; Cicin-Sain dan Knecht 1998. Wilayah pesisir pada dasarnya tersusun dari berbagai macam ekosistem mangroves, terumbu karang, estuaria, pantai berpasir dan lainnya yang satu sama lain saling terkait, tidak berdiri sendiri. Perubahan atau kerusakan yang menimpa satu ekosistem akan menimpa pula ekosistem lainnya. Selain itu, wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh berbagai macam kegiatan manusia maupun proses-proses alamiah yang terdapat di lahan atas upland areas maupun laut lepas ocean. Kondisi semacam ini mensyaratkan bahwa Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu PW PLT harus memperhatikan segenap keterkaitan ekologis ecological linkages tersebut, yang dapat mempengaruhi suatu wilayah pesisir Dahuri et al. 1996. Sehubungan dengan karakteristik dan dinamika ekosistem pesisir dan lautan, menurut Dahuri et al. 1996 dan Clark 1992 menyebutkan bahwa ada lima belas prinsip dasar kaidah yang patut diperhatikan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu PWPLT adalah sebagai berikut: 1 Prinsip 1 Wilayah pesisir adalah suatu sistem sumberdaya resource system yang unik, yang memerlukan pendekatan khusus dalam merencanakan dan mengelola pembangunannya. Wilayah pesisir merupakan sistem alam yang sangat kompleks, beragam, dan dinamis. Dari sisi perencanaan, kebanyakan komponen, peristiwa dan proses-proses ekologis yang ada di kawasan pesisir, khususnya di kawasan perairannya. Tidak dapat diamati secara langsung oleh mata kita dan sedikit sekali informasi tentang hal-hal tersebut. Contohnya adalah proses abrasi pantai, migrasi ikan, dan biota laut lainnya, nasib bahan pencemar dalam laut, dan proses makan-memakan antar organisme biota di dalam laut. Oleh karena itu, sekali lagi, bahwa pendekatan perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam yang biasa diterapkan di ekosistem daratan tidak akan relevan jka diaplikasikan di kawasan pesisir. Pendekatan sistem dan interdisiplin sangat diperlukan di dalam mengelola pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan secara berkelanjutan. 2 Prinsip 2 Air merupakan faktor kekuatan penyatu utama the major integrating force dalam ekosistem wilayah pesisir. Oleh karena itu wilayah pesisir merupakan kawasan peralihan antara ekosistem laut dan daratan, maka setiap aspek dari Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu PWPLT baik secara langsung maupun tidak langsung selalu berhubungan dengan air. Melalui pergerakan air sungai, aliran air limpasan run off, dan aliran air tanah ground water, air tawar beserta segenap isinya, seperti unsur nutrien, bahan pencemar, dan sedimen, dari ekosistem daratan akhirnya bermuara di perairan pesisir. Unsur dan senyawa kimiawi, termasuk bahan pencemar, dapat juga diangkut dari ekosistem daratan atau atmosfir udara dan ditumpahkan ke ekosistem pesisir melalui air hujan. Pola sedimentasi dan erosi abrasi pantai juga ditentukan oleh pergerakan berupa arus, pasang surut dan gelombang. 3 Prinsip 3 Tata ruang daratan dan lautan harus direncanakan serta dikelola secara terpadu. Penyusunan tata ruang penggunaan lahan wilayah daratan, terutama yang memiliki sungai, harus mempertimbangkan penggunaan kawasan pesisir. Apabila penggunaan kawasan pesisir adalah untuk kawasan lindung, maka tata ruang kawasan daratan yang ada di sebelah hulunya harus lebih bersifat konservatif daripada kalau penggunaan kawasan pesisirnya untuk kawasan budidaya. Kawasan budidaya berupa pariwisata bahari dan pertambakan udang memerlukan kualitas perairan pesisir yang baik, sehingga tata ruang kawasan dataran rendah low land sampai ke lahan atas dari suatu sistem Daerah Aliran Sungai DAS harus disesuaikan dengan persyaratan tersebut. Misalnya tidak diperkenankan adanya industri yang limbahnya dapat mencemari perairan pesisir. 4 Prinsip 4 Daerah perbatasan antara laut dan darat hendaknya dijadikan fokus utama focus point dalam setiap program pengelolaan wilayah pesisir. Meskipun batas wilayah pesisir dapat meliputi daerah yang luas atau sempit, wilayah ini selalu mempunyai tepian laut the edge of the sea atau daerah perbatasan antara daratan dan laut yang meliputi daerah subtidal, intertidal pasang surut, dan supratidal. Di daerah perbatasan inilah terdapat habitat-habitat yang produktif mangroves, terumbu karang dan estuaria. Akan tetapi, sekaligus juga merupakan tempat berlangsungnya berbagai macam kegiatan pembangunan secara intensif, seperti pembangunan waterfront city, rekreasi pantai, tambak udang lainnya. Di daerah perbatasan ini pula, kompetisi atau konflik pemanfaatan ruang dan sumberdaya pesisir antar para pengguna coastal resources users berlangsung hebat. Oleh karenanya, meskipun batas wilayah pengelolaan suatu wilayah pesisir dari perspektif perencanaan planning zone biasanya sangat luas, tetapi untuk batas pengelolaan wilayah pesisir secara operasional day-to- day management atau regulation zone pada umumnya difokuskan hanya di daerah perbatasan ini. 5 Prinsip 5 Batas suatu wilayah pesisir harus ditetapkan berdasarkan pada isu dan permasalahan yang hendak dikelola serta bersifat adaptif. Batas wilayah pesisir untuk program Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu PWPLT harus ditetapkan dengan maksud agar dapat menangkap dan memecahkan semua isu serta permasalahan yang ada. Mengingat permasalahan pembangunan wilayah pesisir biasanya sangat beragam dan kompleks, maka batas pengelolaan wilayah pesisir juga bervariasi. Batasan yang sempit, seperti yang dipraktekan oleh Costa Rica, sangat cocok untuk mengatasi permasalahan atau konflik yang hanya berlangsung di daerah perbatasan antara darat dan laut, seperti abrasi pantai. Akan tetapi, jika permasalahannya adalah pencemaran atau sedimentasi yang sumber penyebabnya ada di hulu sungai, maka batas wilayah pesisir untuk perencanaan sampai ke hulu sungai adalah lebih sesuai. 6 Prinsip 6 Fokus utama dari pengelolaan wilayah pesisir adalah untuk mengkonservasi sumberdaya milik bersama common property resources. Batas wilayah intertidal dan daerah dangkal biasanya merupakan bagian yang terlupakan pada wilayah pantai milik bersama dan merupakan satu-satunya dari seluruh kebutuhan pengelolaan melalui program PWPLT. Oleh karena itu, dalam fase perencanaan PWPLT, prioritas mesti diberikan untuk pemahaman dalam pemanfaatan, hak atas hukum, dan masalah yang menyangkut sumberdaya- sumberdaya tersebut. 7 Prinsip 7 Pencegahan kerusakan akibat bencana alam dan konservasi sumberdaya alam harus dikombinasikan dalam satu program PWPLT. Program PWPLT adalah alat terbaik untuk pencegahan bencana alam yang menimpa wilayah pesisir dan konservasi sumberdaya. Seperti banyak perencana dan manajer berpengalaman telah mengetahui, bahwa teknik pengelolaan yang sesuai untuk konservasi sumberdaya alam pesisir seringkali dapat berfungsi ganda untuk melindungi lahan pesisir serta sarana dan prasarana yang ada di atasnya dari amukan gelombang dan badai. 8 Prinsip 8 Semua tingkat pemerintahan dalam suatu negara harus diikutsertakan dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir. Pemerintah daerah setempat perlu diikutsertakan karena mereka mengelola tempat dimana pembangunan dilaksanakan, sumberdaya ditemukan, dan keuntungan atau bahkan hukuman sebagian besar dijatuhkan. Pemerintah pusat harus terlibat sebab pertanggungjawaban dan kekuasaan untuk masalah kelautan sudah pasti ada disitu navigasi, keamanan nasional, migrasi ikan, hubungan internasional, dan lain-lain. Pemerintah tingkat menengah seperti propinsi harus diikutsertakan karena seluruh pihak-pihak yang bertanggungjawab di wilayah pesisir mempunyai suatu peran dalam proses PWPLT. Wilayah pesisir merupakan kawasan yang kompleks ditinjau dari segi pemerintahan dan membutuhkan suatu koordinasi yang baik antar instansi. 9 Prinsip 9 Pendekatan pengelolaan yang disesuaikan dengan sifat dan dinamika alam adalah tepat dalam pembangunan wilayah pesisir. Pendekatan yang paling efektif dalam pembangunan pantai dan rekayasa pantai coastal engineering adalah disesuaikan dengan kekuatan alam atau beradaptasi dengan kekuatan alam atau beradaptasi dengan kekuatan-kekuatan tersebut. Pendekatan ini disebut pendekatan nature-synchonous atau design with nature. 10 Prinsip 10 Evaluasi manfaat ekonomi dan sosial dari ekosistem pesisir serta partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan wilayah pesisir. Burbridge dan Koesoebiono 1981 yang diacu dalam Dahuri et al. 1996 mengungkapkan bahwa memang sulit untuk menilai ekosistem secara tepat dengan menggunakan teknik aplikasi ekonomi yang konvensional yang biasa diterapkan dalam suatu perencanaan proyek. Pertama, banyak barang dan jasa yang diproduksi oleh sistem ini dalam kondisi alami tidak mudah diekspresikan dalam suatu nilai pasar. Kedua, banyak barang dan jasa dipanen di luar lokasi, jadi barang dan jasa tersebut adalah eksternal bagi ekosistem yang lain dan menjadi eksternalitas secara ekonomi bagi sistem yang berdekatan. Ketiadaan nilai pasar bagi banyak barang dan jasa lingkungan tidak menimbulkan suatu problem yang tidak dapat diatasi, sebab perkiraan kualitatif dari keberadaannya dapat dihubungkan dengan suatu analisis yang terencana dan hati-hati. Bagaimanapun, bila beberapa faktor dapat dihitung sedangkan faktor lainnya tidak dampak gaya hidup tradisional. Kemudian, tipe efek harus diteliti dan dibawa bersama dengan informasi terkait lainnya sebagai suatu paket yang dipertimbangkan. 11 Prinsip 11 Konservasi untuk pemanfaatan yang berkelanjutan adalah tujuan utama dari pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir. Pemanfaatan yang berkelanjutan adalah alternatif dari pengurangan sumberdaya yang terkait dengan eksploitasi besar-besaran untuk keuntungan jangka pendek. PWPLT dibangun dari suatu ide bahwa sistem sumberdaya dapat pulih harus dikelola untuk menyediakan suatu hasil pada tingkat yang berkelanjutan. 12 Prinsip 12 Pengelolaan multiguna multiple-use sangat tepat digunakan untuk semua sistem sumberdaya wilayah pesisir. Pemanfaatan eksklusif suatu unit sumberdaya untuk satu tujuan ekonomi kurang sesuai dengan konsep PWPLT. Hal tersebut disebabkan masih belum dipakainya prinsip keseimbangan antara keuntungan ekonomi dengan kepentingan sosial dan konservasi. Tujuan multiguna yang sesuai harus selalu didukung dengan tujuan penguatan program, perbaikan efisiensinya, dan jaminan keuntungan terbesar yang dirasakan oleh masyarakat melalui pemanfaatan sumberdaya yang adil. Aliran maksimum barang dan jasa alami dari suatu sistem sumberdaya pesisir dapat dinutrientkan dalam suatu pendekatan PWPLT multiguna. 13 Prinsip 13 Pemanfaatan multiguna multiple-use merupakan kunci keberhasilan dalam pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan. Peran serta semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan wilayah pesisir sangat penting di dalam menentukan keberhasilan pendekatan perencanaan dan pengelolaan pembangunan sumberdaya pesisir secara multiguna muliple-use dan multi sektor. Mengingat bahwa manusia adalah subjek, bukan objek dari proses pembangunan, maka peran serta masyarakat adalah esensial bagi keberhasilan pembangunan secara menyeluruh. 14 Prinsip 14 Pengelolaan sumberdaya pesisir secara tradisional harus dihargai. Masyarakat pesisir coastal communities yang sudah beratus-ratus tahun, secara turun-temurun, memanfaatkan ruang atau sumberdaya pesisir biasanya memiliki kearifan ekologis ecological wisdom untuk dapat mengelola pemanfaatan sumberdaya pesisir, seperti Sasi di Maluku, Panglima Laot di Aceh, Andofi di Papua dan Rompong di Makasar. Oleh karena itu, di dalam menerapkan konsep pengelolaan terpadu dari suatu wilayah pesisir perlu kiranya mempertimbangkan pengelolaan sumberdaya pesisir yang sudah mentradisi digunakan oleh masyarakat pesisir setempat. 15 Prinsip 15 Analisis dampak lingkungan sangat penting bagi pengelolaan wilayah pesisir secara efektif. Dari studi mengenai Analisis dampak lingkungan ANDAL didapatkan tiga macam keuntungan 1 hubungan sebab-akibat dari kegiatan pembangunan terhadap ekosistem pesisir dapat diperkirakan dengan tingkat ketelitian yang dapat dipertanggungjawabkan dan dijadikan dalam format yang dimengerti oleh para pengambil keputusan; 2 hasil prakiraan dampak dapat memperbaiki serta mempertajam peencanaan dan proses pengambilan keputusan; dan 3 pemerintah dapat melaksanakan keputusan-keputusan tentang pengelolaan sumberdaya pesisir berdasarkan pada hasil studi ANDAL.

2.2 Karakteristik Sumberdaya Pesisir