15 Prinsip 15 Analisis dampak lingkungan sangat penting bagi pengelolaan wilayah
pesisir secara efektif. Dari studi mengenai Analisis dampak lingkungan ANDAL didapatkan tiga macam keuntungan 1 hubungan sebab-akibat dari kegiatan
pembangunan terhadap ekosistem pesisir dapat diperkirakan dengan tingkat ketelitian yang dapat dipertanggungjawabkan dan dijadikan dalam format yang
dimengerti oleh para pengambil keputusan; 2 hasil prakiraan dampak dapat memperbaiki serta mempertajam peencanaan dan proses pengambilan
keputusan; dan 3 pemerintah dapat melaksanakan keputusan-keputusan tentang pengelolaan sumberdaya pesisir berdasarkan pada hasil studi ANDAL.
2.2 Karakteristik Sumberdaya Pesisir
Daerah penangkapan ikan dari nelayan artisanal umumnya adalah wilayah perairan pesisir. Wilayah pesisir adalah daerah peralihan interface area
antara ekosistem darat dan laut. Batas ke arah darat: 1 secara ekologis, kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang surut,
intrusi air laut dan percikan gelombang; 2 secara administratif, batas terluar sebelah hulu dari desa pantai atau jarak definitif secara arbiter 2 km, 20 km dan
20 km dari garis pantai; dan 3 secara perencanaan, bergantung pada permasalahan yang menjadi fokus pengelolaan wilayah pesisir, misalnya
pencemaran dan sedimentasi atau hutan mangrove. Sedangkan batas ke arah laut: 1 secara ekologis, kawasan laut yang masih dipengaruhi proses-proses
alamiah dan kegiatan manusia di daratan seperti aliran sungai, limpahan air permukaan, sedimentasi dan bahan pencemar; 2 secara administratif jarak 4
mil, 8 mil, dan 12 mil dari garis pantai; dan 3 segi perencanaan, suatu kawasan yang bergantung pada permasalahannya yaitu kawasan yang masih dipengaruhi
oleh dampak pencemaran atau sedimentasi, atau proses-proses ekologi lainnya Bengen 2003; Dahuri et al. 1996.
Menurut Bengen 2002 dan Ortolano 1984 berdasarkan prinsip ekosistem pesisir dan laut mempunyai 4 fungsi pokok bagi kehidupan manusia,
yaitu: 1 sebagai penyedia sumberdaya alam seperti sumberdaya ikan, mangrove, terumbu karang dan lain-lain; 2 sebagai penerima limbah, yang
menampung limbah dari aktivitas di darat dan laut; 3 sebagai penyedia jasa- jasa pendukung kehidupan, misalnya air bersih dan tempat budidaya perikanan
payau tambak dan laut; dan 4 sebagai penyedia jasa-jasa kenyamanan amenity seperti tempat rekreasi dan pengembangan pariwisata bahari, dan lain-
lain. Dengan demikian, untuk mengoptimalkan pemanfatan sumberdaya pesisir agar dikelola secara bijaksanana dan penuh kehati-hatian precautionary, dan
terpadu karena banyak stakeholder di kawasan pesisir. Dalam ekosistem pesisir terdapat potensi sumberdaya alam pesisir yang
kaya. Sebagai suatu ekosistem, wilayah pesisir menyediakan sumberdaya alam yang produktif yang dapat dikonsumsi langsung maupun tidak langsung seperti
sumberdaya alam hayati yang dapat pulih renewable resources seperti perikanan, terumbu karang, mangrove, dan padang lamun; dan sumberdaya
alam nir-hayati yang tidak dapat pulih unrenewable resources, diantaranya mineral dan migas. Sehingga begitu pentingnya keberadaan sumberdaya pesisir
bagi kemakmuran bersama masyarakat suatu bangsa, karena di kawasan pesisir terdapat beragam dan intensitas aktivitas pembangunan ekonomi.
Tabel 1 Jenis kegiatan sektor pembangunan berdasarkan zona di wilayah pesisir dan lautan
ZONA Lahan Pesisir-12 mil
12 mil -Laut Nusantara
12-200 mil - Laut Lepas
Laut Internasional
diluar 200 mil 1
Perikanan Pelagis kecil
1 Perikanan Pelagis kecil
1 Perikanan
Pelagis kecil 1
Perikanan Pelagis kecil
2 Perikanan Ikan
Karang 2 Perikanan
Pelagis besar 2
Migas 2
Mineral 3
Perikanan Demersal
3 Perikanan Demersal
3 Perhubungan 3
Perhubungan 4
Perikanan Udang
4 Migas 4
Riset 4
Riset 5
Marikultur 5 Perhubungan
5 Pertahanan
dan Keamanan
6 Budidaya
Tambak 6 Riset
7 Pariwisata
7 Pertahanan dan Keamanan
8 Konservasi
9 Pelabuhan
Perikanan 10 Pelabuhan
Umum 11 Galangan Kapal
12 Industri Maritim 13 OTEC Ocean
Bio-termal 14 Riset
15 Pertahanan dan Keamanan
Sumber: Dahuri 2003b
Dahuri 2003b berpendapat bahwa wilayah pesisir dan lautan dapat dibagi menjadi 5 zona pembangunan. Zona pertama adalah meliputi lahan pesisir
coastal land sampai perairan laut sejauh 12 mil dari garis pantai. Sesuai dengan sifat biofisiknya, dalam zona ini dapat dikembangkan berbagai macam
kegiatan pembangunan seperti pertanian pesisir coastal agriculture, kehutanan mangrove, perikanan budidaya tambak, marikultur, perikanan tangkap,
pariwisata, kepelabuhan dan perhubungan, pertambangan dan energi, indusri maritim, dan lain-lain lihat Tabel 1. Zona kedua, mencakup wilayah laut
nusantara archipelagic waters di luar 12 mil laut. Zona ketiga meliputi wilayah laut dari 12 mil sampai 200 mil ke arah laut lepas batas terluar Zona Ekonomi
Ekslusif. Zona keempat adalah wilayah laut bebas international seas di luar beyond Zona Ekonomi Ekslusif ZEE. Kemudian Zona kelima adalah wilayah
gugusan pulau-pulau kecil seperti Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka-Belitung, Kepulauan Seribu, Kepulauan Wakatobi, Kepulauan Sangihe Talaud, dan Maluku
Tenggara Barat. Berdasarkan Tabel 1, secara potensi sumberdaya hayati biological
resources , zona pertama yang merupakan kawasan pesisir yang paling produktif. Kondisi ini disebabkan ketersediaan unsur hara nutrient cukup
melimpah baik yang berasal dari aliran sungai dan aliran permukaan run-off daratan maupun dari fenomena “up-welling” pembalikan massa air dari kolom air
di dasar ke atas serta sinar matahari yang dapat menembus hampir seluruh kolom air laut di zona ini yang umumnya dangkal, sehingga proses fotosintesis
dapat berlangsung sepanjang tahun untuk menghasilkan komunitas produsen primer primery producers, seperti fitoplankton dan makro algae, dalam
biomassa yang besar; yang kemudian diikuti oleh kelimpahan komunitas herbivora grazers, seperti zooplankton dan ikan; komunitas karnivora; dan
seterusnya Dahuri 2003b. Lahan pesisir coastal land yang sebagian besar terbentuk oleh endapan
aluvial, juga merupakan lahan pertanian yang subur. Oleh karena itu, selain untuk tambak udang atau bandeng, lahan pesisir biasanya juga merupakan lahan
pertanian yang subur sebagai lumbung pangan, seperti Kerawang, Subang, dan Indramayu. Selain itu, zona pesisir juga pada umumnya merupakan bentang
alam dengan panorama yang indah, seperti pantai berpasir putih, terumbu karang, lokasi selancar air, pemandangan sunset, dan lain-lainnya, sehingga
kegiatan pariwisata pantai dan bahari pun berkembang pesat. Kemudian untuk
media transportasi, mendapatkan air pendingin cooling water untuk pabrik- pabrik dan kondisi geomorfologi yang umumnya landai juga menjadikan zona
pesisir ini sebagai lokasi pusat-pusat pemukiman, kawasan industri dan bisnis, dan pelabuhan.
Menurut Dahuri 2003a; b bahwa kawasan pesisir zona pertama seperti yang dikemukakan diatas, memang merupakan zona pemanfaatan yang serba-
neka a multiple development zone. Secara lebih lengkap Bengen 2003 mengemukakan bahwa kawasan pesisir memiliki karakteristik yang khas, yaitu:
1 terdapat keterkaitan ekologis yang erat antara wilayah pesisir dengan daratan dan lautan; 2 memiliki tingkat produktivitas hayati yang tinggi; 3 sangat
dinamis dan fluktuatif; 4 terdapat lebih dari satu sumberdaya alam dan jasa lingkungan di wilayah pesisir; 5 terdapat lebih dari 2 kelompok masyarakat
dengan preferensi yang berbeda; 6 terdapat lebih dari satu jenis pemanfaatan sumberdaya pesisir, karena pemanfaatan secara single use lebih rentan
ketimbang multiple use, baik secara ekologis maupun ekonomis; 7 sumberdaya wilayah pesisir merupakan milik bersama common pool resources; dan 8
merupakan tempat penampungan akhir limbah baik dari lahan atas maupun laut lepas. Dengan keadaan yang demikian, maka pola-pola pemanfaatan
sumberdaya pesisir memerlukan sistem pengelolaan sumberdaya pesisir secara terpadu integrated coastal resource management system agar sumberdaya
pesisir dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan. Berdasarkan karakteristik wilayah pesisir tersebut diatas, maka untuk
melaksanakan pembangunan kawasan pesisir berkelanjutan sustainable coastal development memerlukan pendekatan terpadu dan holistik. Disamping itu untuk
pengembangan wilayah pesisir juga dibutuhkan penataan kelembagaan yang berbasis pada budaya yang berkembang dalam masyarakat lokal indegenous
knowledge seperti hak-hak kepemilikan tradisional dan hak ulayat laut. Kinseng 1997 mengemukakan bahwa hak ulayat laut merupakan suatu sistem
“pemilikan” dan penguasaan sumberdaya alam yang banyak dijumpai pada masyarakat lokal atau suku-suku di Indonesia. Bila bentuk pengelolaan
sumberdaya resource management regimes itu dibagi empat kelompok, yakni state property regimes, private property regimes, common property regimes dan
open acces regimes, maka hak ulayat laut termasuk kedalam kelompok common property regimes. Dalam sistem ini, suatu sumberdaya “dimiliki” dan dikuasai
oleh suatu kelompok atau komunitas tertentu yang jelas dan dapat diidentifikasi
identisiable. Mereka memiliki aturan-aturan tertentu menyangkut pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan tersebut. Komunitas ini
mempunyai hak yang eksklusif dan orang luar pada dasarnya tidak memiliki hak atas sumberdaya milik komunitas tersebut.
Menurut Adiwibowo 2002, dalam sistem pengelolaan sumberdaya perikanan pantai ada beberapa karakteristik dari sumberdaya pesisir dan lautan
yang perlu dipahami, agar model pengelolaan yang akan dikembangkan adaptif dengan kondisi ekologis, dan situasi sosial, ekonomi dan politik masyarakat
setempat, yakni antara lain: 1 Kondisi kelimpahan dan tingginya mobilitas sumberdaya hayati perairan
pesisir dan laut seperti ikan, udang dan lain-lain; 2 Pengaruh bulan dan matahari terhadap dinamika pasang dan surut air laut;
3 Perbedaan gender yang sangat tajam di sektor ekonomi produktif, khususnya penangkapan ikan di laut;
4 Rumah tangga pesisir umumnya mempunyai nafkah ganda, bermata pencaharian dilaut dan di darat;
5 Sumberdaya pesisir dan laut Indonesia merupakan common property resource, atau yang oleh Ostrom 1997 diistilahkan sebagai common-pool
resouce. Dikatakan demikian karena seseorang atau lembaga tidak bisa atau sulit menolak pihak lain yang juga berkeinginan mengeksploitasi
sumberdaya pesisir tersebut exclusion problems. Sementara itu kalau dieksploitasi bersama joint use, yang terjadi adalah berkurangnya
sumberdaya pesisir tersebut, atau terjadi rivalitas di kalangan para pengguna stakeholders;
6 Ditinjau dari peraturan perundangan yang berlaku, sumberdaya pesisir dan laut di Indonesia tergolong sebagai state property right. Secara de Jure,
akses dan kontrol terhadap sumberdaya pesisir dan laut ini sebenarnya masih berada dipihak negara dahulu seluruhnya berada ditangan
Pemerintahan Pusat, dan sekarang dengan adanya UU No. 32 tahun 2004 berada ditangan KabupatenKota, Propinsi dan Pusat. Namun pada
kenyataannya de facto, karena lemahnya penegakan hukum, sumberdaya pesisir tersebut merupakan open access no property right. Situasi ini
menjadi bertambah runyam, manakala state property right tersebut hanya terbuka untuk sekelompok pengusaha atau golongan tertentu yang dekat
dengan pemegang kekuasaan, dan tertutup untuk masyarakat umum, dan
bahkan negara menggunakan kekuatan paksa coersive power untuk menutup sumberdaya alam tersebut.
Sumberdaya perikanan terdiri dari sumberdaya ikan, sumberdaya lingkungan, serta segala sumberdaya buatan manusia yang digunakan untuk
memanfaatkan sumberdaya ikan. Oleh karena itu, pengelolaan atau manajemen sumberdaya perikanan mencakup penataan pemanfaatan sumberdaya ikan,
pengelolaan lingkungannya serta pengelolaan kegiatan manusia. Bahkan secara lebih ekstrim dapat dikatakan bahwa manajemen sumberdaya perikanan adalah
manajemen kegiatan manusia dalam memanfaatakan sumberdaya ikan Nikijuluw 2002.
Berdasarkan UU No. 31 Tahun 2002 tentang Perikanan definisi dari sumberdaya ikan adalah potensi semua jenis ikan. Sifat dari sumberdaya ikan
adalah sumberdaya yang dapat dipulihkan renewable. Sifat dapat dipulihkan berarti jika sumberdaya diambil sebagian, sisa ikan yang tertinggal memiliki
kemampuan untuk memperbaharui dirinya dengan berkembang biak. Dengan sifat dapat dipulihkan ini, berarti stok atau populasi sumberdaya ikan tidak boleh
diambil atau dimanfaatkan secara sembrono tanpa memperhatikan struktur umum ikan dan rasio kelamin dari populasi ikan yag tersedia. Jika saja umur dan
struktur populasi ikan yang tersisa sedemikian rupa sehingga kemampuan memulihkan diri sangat rendah atau lambat, berarti sumberdaya ikan tersebut
berada pada kondisi hampir punah. Sumberdaya ikan terdiri dari beberapa jenis atau kelompok jenis. Ikan-
ikan pelagis adalah jenis ikan yang hidup di kolom atas atau permukaan air. Umumnya, ikan-ikan jenis ini memiliki kemampuan gerak dan mobilitas yang
tinggi. Ikan-ikan demersal adalah jenis yang biasanya tinggal di dasar perairan dan memiliki kemampuan gerak yang rendah dan tinggi. Jenis ikan lainnya
adalah ikan yang sangat rendah dan lambat mobilitasnya sehingga terkesan menetap atau tinggal di dasar perairan. Jenis ikan yang terakhir ini dikenal
dengan nama ikan sedentari Nikijuluw 2002. Pada umumnya, ikan tetap bergerak dari suatu tempat ke tempat lain.
Jenis-jenis ikan tertentu dapat berenang, berpindah, atau bermigrasi dari suatu perairan ke perairan lain, bahkan hingga melintasi samudera. Ikan-ikan lainnya
hanya bergerak di perairan tertentu secara cepat dan lambat. Namun, dengan sifat ikan bergerak ini, upaya menduga atau memperkirakan jumlah ikan serta
ukuran stok ikan menjadi pekerjaan yang relatif sulit. Implikasi lainnya, pengelolaan sumberdaya ikan menjadi tidak mudah untuk dilakukan.
2.3 Definisi dan Karakteristik Nelayan