Berdasarkan data monografi Kelurahan Pulau Abang pada tahun 2005 wilayah Kelurahan Pulau Abang terdiri dari tanah kering, tanah hutan, dan tanah
rawa. Tanah kering seluas 1 000 ha dan tanah hutan yang ada termasuk di dalamnya hutan lebat 5 225 ha, hutan belukar 437 ha, dan tanah rawa seluas
150 ha Pemko Batam 2005d.
4.2 Kondisi Prasarana dan Sarana Fisik
Secara umum kondisi lingkungan pesisir Kelurahan Pulau Abang mempunyai pantai yang landai, berpasir dan pusat pemukiman terkonsentrasi di
kawasan pantai. Di sekitar pemukiman ini ditumbuhi pohon kelapa. Pada beberapa bagian pantai pulau tersebut ditemukan hutan mangrove. Densitas
mangrovenya masih cukup tinggi dan tersebar hampir di semua pulau. Di bagian tengah pulau merupakan kawasan perbukitan dan tanpa penghuni. Kawasan ini
biasanya masih ditumbuhi pepohonan yang tergolong hutan primer dan semak belukar.
Salah satu infrastruktur yang ada di Kelurahan Pulau Abang Pulau Abang Kecil, Air Saga, dan pulau Petong saat ini adalah listrik, sedangkan
pulau-pulau kecil lainnya belum tersedia, kecuali genset yang dimiliki RTP kaya seperti Tauke. Energi listrik yang ada di pulau Abang Kecil mempunyai kapasitas
sebesar 190 000 VA. Sedangkan kebutuhan listrik di Kelurahan Pulau Abang Kecil sebesar 800 000 VA Pemko Batam 2005d. Karena kapasitas listrik yang
disediakan oleh PLN Cabang Tanjung Pinang dengan sumberdaya PLTD belum memadai, maka energi listrik disediakan hanya untuk malam hari yakni dimulai
nyala dari pukul 17.30 wib dan listrik padam sampai 24.00 wib. Di Kelurahan Pulau Abang juga tersedia infrastruktur lain seperti jalan
desa. Jalan desa yang ada di pulau Abang Kecil berfungsi sebagai penghubung antara pusat Kelurahan Pulau Abang dengan perkampungan nelayan Air Saga
sepanjang 3 000 m dengan lebar 1.2 m. Jalan yang ada di Pulau Abang Kecil dan pulau Petong merupakan jalan yang diperkeras dengan paving block untuk
pejalan kaki dan kendaraan roda dua, dan baru dibangun oleh Pemko Batam sejak 2-3 tahun yang lalu.
Kondisi rumah penduduk berdasarkan karakteristik bahan bangunan di Kelurahan Pulau Abang sangat beragam. Ada rumah yang bangunan permanen,
semi permanen terbuat dari kayu, dan bahan bambu. Kondisi rumah permanen relatif sedikit sebanyak 8 unit dan semi permanen sebanyak 4 unit. Sedangkan
rumah papan atau kayu mendominasi sebanyak 402 unit, dan bambu 4 unit.
Jumlah bangunan rumah penduduk di kelurahan Abang Pemko Batam 2005d terdapat sebanyak 412 unit yang hampir seluruhnya berbentuk rumah panggung
bertiang sesuai kondisi lingkungan pantai, dan budaya masyarakat lebih menyukai rumah panggung di atas air laut. Menurut mereka sebagai nelayan
dengan rumah panggung di pinggir pantai, memudahkan mereka untuk pergi melaut, dan mendaratkan hasil tangkapan ikan, serta menyimpan peralatan
tangkap seperti armada kapal penangkapan, sampan dan perahu dayung. Kondisi sarana pendidikan yang mendukung fasilitas pendidikan di
Kelurahan Pulau Abang yaitu sebanyak 3 buah gedung yang terdiri dari 1 gedung untuk SD dan SMP yang terletak di pulau Abang Kecil, 1 gedung SD
yang juga terletak di Air Saga, dan 1 gedung SD yang terletak di pulau Petong. Prasarana sekolah ini merupakan sekolah negeri, yang baru selesai dibangun 2-
3 tahun terakhir setelah adanya kebijakan otonomi daerah yang diselenggarakan Pemerintahan Kota Batam. Sedangkan, sarana peribadatan yang ada di
Kelurahan Pulau Abang adalah masjid sebanyak 5 buah untuk penduduk yang beragama Islam. Sarana peribadatan lain seperti gereja Kristen, pura atau kuil
yang permanen untuk penduduk beragama Budha atau Konghucu untuk etnis Tionghoa di Kelurahan Pulau Abang belum ada, kecuali sarana ibadah pura yang
masih sangat sederhana Pemko Batam 2005d. Kondisi sarana perdagangan yaitu terdapat 20 kios kelontong dan pasar
belum tersedia. Untuk sarana air bersih, ketersediaan air bersih di pulau Abang dari segi kuantiítas sangat terbatas dengan hanya mempunyai 1 sumur pompa
dan 15 buah sumur gali dengan tidak ada sungai. Dengan jumlah penduduk sebanyak 2 282 jiwa per Juni 2006, tentu saja kebutuhan air bersih bagi
penduduk tidak bisa mencukupi, terutama pada musim kemarau Pemko Batam 2005d. Berdasarkan pengamatan di lapangan sebagaimana karakter
masyarakat yang hidup di pantai sebagian besar dari keluarga masih menggunakan bak penampungan drum-drum air hujan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti: air minum, mencuci, kakus dan mandi. Namun demikian pada musim kemarau penduduk di Kelurahan Pulau Abang
mengalami kesukaran untuk memecahkan masalah kelangkaan dalam pemenuhan kebutuhan air. Kondisi yang demikian itu sering menimbulkan
berbagai penyakit menular, akibat kebersihan dan kesehatan lingkungan yang tidak terjamin. Sedangkan, sarana dan prasarana fisik mandi-cuci dan kakus
MCK juga kurang memadai, dimana hampir semua rumah di pulau Abang tidak
memiliki WC sehat. Hal ini berdampak pada sanitasi lingkungan yang kurang baik, dimana sebagian masyarakat banyak yang membuang kotoran ke pantai
dan hutan terutama pada musim kemarau, karena masyarakat kesulitan air. Umumnya kondisi negatif seperti ini bisa mengakibatkan masyarakat mudah
terkena serangan penyakit malaria dan diare. Berdasarkan data yang terdapat di wilayah Kelurahan Pulau Abang,
wilayah ini terdiri dari tanah kering, tanah hutan, dan tanah rawa. Tanah kering seluas 1 000 ha dan tanah hutan yang ada termasuk di dalamnya hutan lebat
5 225 ha diperkirakan sekitar 59 dari luas kelurahan, hutan belukar 437 ha, dan tanah rawa 150 ha. Sedangkan diperkirakan hanya sekitar 41 dari luas
kelurahan ini, dimanfaatkan untuk pemukiman penduduk, fasilitas umum, kebun karet dan kebun kelapa Pemko Batam 2005c.
Intensitas penyinaran matahari di wilayah Kelurahan Pulau Abang dapat dikatakan tergolong tinggi, namun curah hujan masih dalam keadaan baik.
Tingkat intensitas penyinaran matahari tersebut diperkirakan rata-rata sekitar 75 . Sedangkan jumlah curah hujan rata-rata diperkirakan sekitar 190 mmtahun,
dengan rata-rata jumlah hari hujan sebanyak 90 hari per tahun. Aksesibilitas ke kawasan Kelurahan Pulau Abang merupakan masalah
utama dihadapi masyarakat lokal, karena dukungan terhadap pengembangan wilayah agak terhambat dari Pemko Batam dan Pemprop Kepulauan Riau.
Hubungan wilayah ini dengan daerah luar sekitarnya, terutama mainland Batam seharusnya sudah merupakan jaringan transportasi yang terintegrasi untuk
mendukung pergerakan manusia, dan distribusi barang dan jasa dengan aman dan lancar, tetapi dalam kenyataannya belum terwujud.
Kondisi prasarana dan sarana perhubungan antar pulau hingga kini masih sangat buruk, untuk mencapai kantor Kelurahan Pulau Abang yang terletak di
Pulau Abang Kecil hanya dapat ditempuh dengan menggunakan perahu sewaan melalui pelabuhan pribadi milik Hasyim, seorang Tauke yang bermukim di pulau
Abang Kecil yang terdapat di pulau Galang Baru mainland Barelang dengan jarak tempuh 80 km jalan darat dari pusat kota Batam. Disebabkan tidak ada
fasilitas transportasi umum yang terjadwal menuju pulau-pulau tersebut, maka waktu tempuh dari pelabuhan milik Hasyim menuju pelantar-pelantar di kawasan
pulau Abang berbeda-beda tergantung jenis sarana angkutan laut yang dipakai. Ada 3 jenis sarana transportasi yang biasa digunakan penduduk, yaitu kapal,
motor tempel, dan perahu. Apabila menggunakan motor tempel pancung waktu
tempuh untuk mencapai pelantar-pelantar di pulau Abang Kecil kurang dari 30 menit Gambar 17. Apabila menggunakan kapal penangkap ikan memerlukan
waktu 60 menit. Spesifikasi armada angkutan laut antar pulau-pulau kecil, yang juga berfungsi sebagai unit penangkapan ikan di Kelurahan Pulau Abang,
Kecamatan Galang kondisinya sebagaimana Tabel 14. Tabel 14 Struktur armada angkutan laut di Kelurahan Pulau Abang Kec.Galang
Jenis Armada Jumlah
Persentase Kapal
40 25.81
Motor tempel pancung 20
12.90 Perahu pompong
95 61.29
Jumlah 155
100.00 Sumber:
Coremap 2005c
Untuk mengatasi permasalahan aksesibilitas tersebut. Pemerintah Kota Batam telah menyusun rencana pengembangan sistem transportasi laut antar
pulau di wilayah kota Batam, dengan mengembangkan pelabuhan lokal Sijantung bekas Camp pengungsi Vietnam di pulau Galang. Menurut rencana fungsi
pelabuhan tersebut adalah untuk melayani pergerakan penduduk dari pulau Rempang, terus ke pulau Galang kemudian ke pulau-pulau kecil lainnya di
sekitarnya yang berada di sebelah barat-selatan atau sebaliknya. Sistem pergerakan penduduk yang dilayani oleh pelabuhan Sijantung ini meliputi:
a. Pelabuhan lokal Pulau Panjang b. Pelabuhan lokal Pulau Petong
c. Pelabuhan lokal Air Saga d. Pelabuhan lokal Pulau Tanjung Kubu
e. Pelabuhan lokal Pulau Sembur f. Pelabuhan lokal Pulau Abang Kecil
g. Pelabuhan lokal Pulau Jalkal h. Pelabuhan lokal Pulau Pengelap Coremap 2005c
Gambar 17 Pelantar pelabuhan Abang Kecil Air Saga, yang sedang dibangun DKP melalui proyek Coremap 2006
4.3 Kondisi Kualitas Perairan