Kegiatan Penebangan Hutan Analisis Perubahan Karakteristik Hidrologis DAS

dapat mengurai secara sempurna Wahyudi dan Bilal, 1976. Pengklasifikasian tingkat pencemaran dari limbah domestik berdasarkan beberapa parameter kualitas air disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Pengklasifikasian tingkat pencemaran dari limbah domestik berdasarkan beberapa parameter kualitas air. Parameter Satuan Pencemaran berat Pencemaran sedang Pencemaran ringan 1. Padatan total 2. Bahan padatan terendapkan 3. BOD 4. COD 5. Nitrogen total 6. Ammonia-Nitrogen 7. Klorida 8. Alkalinitas 9. Minyak dan lemak mgl mll mgl mgl mgl mgl mgl mgl mgl 1.000 12 300 800 85 30 175 200 40 500 8 200 600 50 30 100 100 20 200 4 100 400 25 15 15 50 Sumber : Wahyudi dan Bilal 1976.

c. Kegiatan Penebangan Hutan

Keberadaan hutan pada suatu DAS dapat mengurangi terjadinya erosi dan sedimentasi, sehingga dapat menghasilkan kualitas air yang lebih tinggi. Luas hutan dan perlakuan yang dilakukan dalam pengelolaannya, secara langsung akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas air yang dihasilkannya Manan, 1995. Pengalihfungsian atau konversi hutan menjadi peruntukan lain menyebabkan hilangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menyimpan air. Penutup hutan yang berkurang menyebabkan tingginya aliran permukaan yang membawa butiran-butiran tanah erosi. Erosi mengalir ke aliran sungai dan menjadi sedimen. Zat padat yang terendap disebut sebagai sedimen Kimmins, 1987. Sedimen meliputi tanah dan pasir, bersifat tersuspensi, yang masuk ke badan perairan. Keberadaan sedimen pada badan air mengakibatkan peningkatan kekeruhan perairan yang selanjutnya menghambat penetrasi cahaya dan transfer oksigen dari atmosfer ke perairan, juga menghambat daya lihat aquatik. Sedimen juga menyebabkan hilangnya tempat memijah yang sesuai bagi ikan. Sedimen menutupi substrat, sehingga organisme yang membutuhkan substrat sebagai tempat hidup dan sebagai tempat berlindung menjadi terganggu Effendi, 2000.

d. Kegiatan Industri dan Pertambangan

Pencemaran oleh kegiatan industri dan pertambangan sangat tergantung pada jenis kegiatan industri dan pertambangan. Sebagai contoh industri penyamakan kulit, pada umumnya meliputi jenis zat pencemar yang tinggi dari zat tersuspensi protein, CaCO 3 , CaOH 2 , CaSO 4 , Na 2 S, asam tanat, zat warna, H 2 SO 4 , Cr dan logam lainnya dihasilkan dari proses perendaman, pengapuran, pengasaman dan penyamakan Rao dan Datta, 1979. Logam berat yang berasal dari industri dan pertambangan dapat bersifat racun bagi tanaman. Metcalf dan Eddy 1991 menyebutkan, bahwa logam berat penting yang terlarut dalam air dan berpengaruh terhadap pertumbuhan makhluk hidup serta bersifat racun adalah Ni, Mn, Pb, Cr, Cd, Zn, Fe dan Hg. Menurut Sutamiharja 1978, pengaruh logam berat terlarut dalam air terhadap tanaman tergantung dari jenis tanaman, umur tanaman dan variasi bentuk kimianya. Pengaruh tersebut dapat menyebabkan adanya kerusakan kimia biologik, yaitu terakumulasinya pada sel-sel yang mengandung gugus sulfida, sehingga mengakibatkan struktur sel rusak, tidak berfungsinya pembelahan sel dan tidak berfungsinya sistem pembagian air dalam sel. Kandungan maksimum unsur pencemar dalam air sungai yang digunakan untuk kegiatan pertanian Bronson, et al., 1975 dalam Shainberg dan Oster, 1978 terdapat pada Tabel 2. Kegiatan pertambangan yang dilakukan akan dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan perairan dengan terbentuknya endapan, perubahan pH, masuknya logam-logam berat beracun dan merubah arah saluran dan aliran air. Pertambangan terbuka merupakan sumber pencemar yang menimbulkan kerusakan paling tinggi berupa pelumpuran dan kekeruhan yang berasal dari kerusakan pinggiran sungai. Tabel 2. Kandungan maksimum unsur pencemar dalam air pertanian. Unsur Untuk pemberian air terus menerus mg l Untuk penggunaan sampai 20 tahun, pada tekstur tanah sangat halus, pH 6,0 – 8,5 mgl Al Alumunium As Arsen Be Berylium B Boron Cd Kadmium Cr Krom Co Kobalt Cu Tembaga F Fluor Fe Besi Pb Timbal Li Litium Mn Mangan Mo Molibdenum Ni Nikel Se Selenium V Vanadium Zn Seng 5,00 0,10 0,10 0,75 0,01 0,10 0,05 0,20 1,00 5,00 5,00 2,50 0,20 0,01 0,20 0,02 0,10 2,00 20,00 2,00 0,50 2,00-10,00 0,50 1,00 5,00 5,00 15,00 20,00 10,00 2,5 2 10,00 0,050 2 0,020 0,020 1,00 10,00 Sumber : Shainberg dan Oster 1978. Menurut Darmono 1995, kegiatan pertambangan merupakan sumber pencemaran logam berat. Pencemaran logam berat ini dapat menimbulkan berbagai permasalahan diantaranya 1 berhubungan dengan estetika seperti bau, warna, rasa 2 berbahaya bagi tumbuhan dan hewan, 3 mengganggu kesehatan manusia, 4 menimbulkan kerusakan ekosistem.

2.3.2. Sedimentasi

Asdak 2004 menyatakan bahwa sedimen adalah hasil proses erosi baik berupa erosi permukaan, erosi parit dan erosi tanah lainnya. Hasil sedimen sediment yield adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi di daerah tangkapan air, diukur pada periode dan tempat tertentu. Hasil sedimen biasanya diperoleh dari pengukuran sedimen terlarut dalam sungai suspended sediment atau pengukuran langsung di dalam waduk. Hasil sedimen pada waduk sangat ditentukan oleh tingkat erosi lahan di wilayah hulu. Faktor - faktor yang mempengaruhi erosi juga merupakan penentu hasil sedimen yaitu kondisi fisik lahan, aliran permukaan, debit, tataguna lahan, tindakan konservasi, erodibilitas, kerapatan drainase dan luas DAS Julien, 1992; Morris dan Fan, 1998; Sa’ad, 2002; Syarif dan Kodoati, 2005. Secara sederhana hasil sedimen dapat dihitung dengan menggunakan rumus Asdak, 2004 yaitu Qs = 0,0864 . C . Q, dimana Qs = debit sedimen tonha, C = konsentrasi sedimen, Q = debit sungai m³ dt. Penelitian yang dilakukan oleh Sa’ad 2002, di DAS Hulu Ciliwung menyimpulkan bahwa untuk menduga hasil sedimen pada sungai dapat menggunakan rumus : Y = 1.445 x 10 -2 . Ep 0,704 . Ro 0,646 . CP 0,005 . A -0,747 Keterangan : Y = sedimen sungai ton ha¯¹, Ep = erosi permukaan dari soilpan ton ha¯¹, Ro = volume aliran permukaan satu periode hujan m³, CP = faktor tanaman dan tindakan konservasi tanah, A = luas Sub DAS ha. Rumus tersebut dapat digunakan untuk DAS – DAS lain yang memiliki kemiripan tinggi berdasarkan koefisien Nash. Hubungan antara perubahan tataguna lahan dan hutan DAS dengan erosi, sedimentasi, kuantitas dan kualitas air telah banyak dilakukan. Misalnya, Sihite 2004 menyimpulkan bahwa perubahan penggunaan lahan hutan menjadi kebun kopi di DAS Besai Lampung telah menyebabkan peningkatan erosi dari 8,29 tonha 1975 menjadi 49,85 tonha 1997 dan rasio debit maksimum minimum naik dari 7-16 1975-1981 menjadi 25-41 1996-1997, sehingga mendatangkan kerugian per tahun 1975-1981 sebesar Rp 16,473 milyar naik menjadi Rp 63,493 milyar 1996- 1997. Di DAS Krueng Aceh ditemukan bahwa telah terjadi penurunan volume aliran sungai tahunan sebesar 417,4 mm dan debit aktual turun sebesar 32,1 antara tahun 1996-2003 Balai Agroklimat dan Hidrologi, 2004. 2.4. Jasa Lingkungan DAS Selain Air 2.4.1. Keanekaragaman Hayati Disamping air, DAS menghasilkan jasa lingkungan yang lain berupa keanekaragaman hayati, sekuestrasi karbon, rekreasi dan penelitian Pagiola et. al, 2002. Jasa lingkungan keanekaragaman hayati dikonsumsi oleh konsumen yang sulit diidentifikasi ambang batas permintaan dan pasokan, sehingga sulit mencari pembeli individual. Disamping itu, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan pengusaha telah berpartisipasi aktif dalam mengkonservasi keanekaragaman hayati dengan kesediaan membayar. Peningkatan kesadaran publik akan manfaat dan ancaman keanekaragaman hayati menyebabkan individu dan komunitas menjadi penjual yang proaktif, sehingga pertumbuhan dan diversifikasi pasar telah menghasilkan inovasi yang nyata dalam desain komoditas dan mekanisme pembayarannya Williams, et al, 2001. Setiap mekanisme berusaha mengurangi resiko pasar, mengatasi pengaruh ambang batas dan meminimalkan biaya transaksi. Dengan penurunan resiko dan biaya transaksi, maka partisipasi pasar akan semakin meningkat. Kendala utama adalah biaya transaksi yang berhubungan dengan pembentukan dan pelaksanaan perdagangan terutama di negara berkembang. Landell-Mills and Porras, 2002.

2.4.2. Sekuestrasi Karbon

Pohon hutan dalam proses fotosintesis melakukan pengikatan gas CO 2 dari udara dan membentuk biomas yang terdiri dari karbohidrat C 6 H 12 O 6 dan oksigen O 2 dan melepaskan sejumlah energi. Kemampuan pohon dalam menyerap gas CO 2 dan kaitannya dengan penurunan jumlah gas CO 2 gas rumah kaca di atmosfer telah banyak diteliti Hairiah et al, 2001. Di dalam CoP7 Conference of Parties ke-7 bulan November 2001 di Marakesh Maroko diputuskan bahwa kegiatan LULUCF Land use and land use change of forestry di negara-negara maju diizinkan sebagai rosot karbon carbon sequestration di bawah CDM clean development mechanisme pada periode komitmen pertama dan berpedoman pada Protokol Kyoto 1997 pasal 3.3 dan 3.4. Kegiatan yang dilakukan secara domestik atau melalui JI jointly implementation dalam proyek deforestasi, ini dapat menghasilkan unit penyerapan remove unit RMU untuk memenuhi target penurunan emisi negara-negara maju Murdiyarso, 2003. Pasar bagi penggantian kapasitas pohon dalam sekuestrasi dan simpanannya sebagai jasa lingkungan belum terwujud. Proses pembentukan pasar tidaklah mudah dan belum tercapai satu platform perdagangan tingkat transaksi lokal, nasional, regional, dan internasional mekanisme pembayaran dan derajat partisipasi pemerintah. Perdagangan karbon dengan jumlah komoditas ekuivalen 1 ton karbon telah meminimalisasi biaya transaksi. Perdagangan internasional dalam bentuk AIJ activities jointly implementation dan CDM untuk penggantian karbon umumnya dilakukan melalui negosiasi individual dengan industri pengembangan pasar yang masih terbatas Sulandri, 2005. Walaupun diizinkan LULUCF dalam skema CDM masih diwarnai perdebatan dan pembahasan antara lain hanya berlaku pada periode pertama 2008–2012, terbatas pada kegiatan reforestasi dan tidak lebih dari 1 total emisi pihak investor, namun Indonesia memliki potensi yang sangat besar untuk berperan dalam mitigasi pemanasan global dan perubahan iklim global melalui CDM dan mekanisme lainnya seperti CER certified emission reduction Murdiyoso, 2003.

2.4.3. Rekreasi dan Penelitian

Keindahan lansekap dan keanekaragaman hayati yang terdapat dalam suatu DAS merupakan komoditas yang ditawarkan di pasar ekoturisme wisata alami. Saat ini, pasar bagi ekoturisme dirasakan perkembangannya masih lambat terutama disebabkan pandangan operator turisme yang menganggap keindahan lansekap dan keanekaragaman hayati sebagai komoditi gratis dan belum mampu membangkitkan kesediaan membayar konsumen. Bila kondisi ini berlangsung terus, maka dikhawatirkan jasa rekreasi yang ditawarkan DAS kurang mendapat tanggapan dari pasar baik domestik maupun manca negara Pagiola, et. al, 2002. Kondisi DAS memilki ekosistem dan keindahan lansekap yang spesifik dan keanekargaman hayati yang tinggi baik dalam jenis maupun jumlah telah mengundang peneliti lokal, nasional dan internasional untuk melakukan penelitian dan pengembangan dalam berbagai hal terutama berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penemuan jenis tanaman berhasiat obat madicinal plant, pengembangan bioteknologi dan industri biogenetika yang spektakuler telah menjadikan penelitian terhadap keanekaragaman hayati dipandang sebagai komoditas yang dapat dipasarkan bahkan dengan harga jual yang tinggi. Bauman et.al 2001 menyatakan bahwa sebagian besar keanekaragaman hayati dunia terdapat di negara-negara selatan berkembang, akan tetapi yang lebih mendapatkan manfaat darinya adalah negara-negara utara maju. Negara - negara maju dengan dalih melakukan penelitian telah meraup hasil yang sangat besar berupa hak paten dan intelektual, industri biogenetika dan perdagangan produknya ke negara-negara berkembang yang sebenarnya didapatkan dari negara berkembang. Pembentukan pasar bagi penelitian dan hasilnya yang adil fair merupakan upaya yang harus dilakukan untuk melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan dunia.

2.5. Analisis Perubahan Karakteristik Hidrologis DAS

Perubahan karakteristik hidrologis sangat dipengaruhi oleh perubahan karakteristik biofisik seperti perubahan penutup lahan, morfometrik dan geometrik DAS. Perubahan penutup dan tataguna lahan merupakan faktor yang paling rentan dan dominan berpengaruh terhadap karakteristik hidrologis suatu DAS Puslitbang Tanah dan Agroklimat, 2005. Ada beberapa cara untuk melihat hubungan antara hujan-aliran permukaan pada suatu skala DAS, diantaranya adalah Andreassian, 2003 : 1. Berdasarkan perbandingan antara dua DAS yang berdekatan. Perbandingan antara dua DAS yang hampir sama Hewlett 1982 dalam Andreassian, 2003, yang pengawasannya terus menerus hingga diperoleh perilaku-perilaku hidrologis yang cukup stabil. Kemudian, salah satu dari kedua DAS tersebut diberi perlakuan, sementara yang lainnya tetap tidak diberi perlakuan. Setelah adanya perlakuan, hubungan awal yang diperoleh digunakan untuk merekonstruksi kembali perlakuan DAS. Perbandingan diperoleh antara aliran aktual yang diukur dan berdasarkan aliran yang direkonstruksikan diduga dari pengaruh hidrologis perlakuan DAS. 2. Simulasi DAS kontrol sebenarnya. Seringkali tidak memungkinkan untuk mengidentifikasi sebuah DAS yang terkontrol. Biasanya dibatasi oleh ketersediaan data jangka panjang curah hujan–aliran permukaan untuk DAS yang diperlakukan. Pada kondisi ini sangat sulit untuk memutuskan efek-efek perubahan sebagaimana masa sebelum dan sesudah perubahan yang berbeda di Stasiun Klimatologi Hewlett, 1982, Cosandey dan Robinson, 2000. Untuk mengembalikan kepada situasi DAS-DAS yang berpasangan, maka dapat diperoleh dengan melakukan simulasi DAS kontrol yang nyata, sebagai sebuah model hujan-aliran permukaan. Sebagai contoh, kalibrasi sebuah model sebelum perlakuan, dan menggunakannya dengan curah hujan observasi untuk merekonstruksi aliran permukaan setelah perlakuan. DAS kontrol yang sebetulnya akan terdiri dari model kalibrasi sebelum perlakuan, yang dapat digunakan untuk mensimulasi aliran kontrol. Pengaruh dari perlakuan merupakan pengurangan dari perbandingan antara aliran simulasi dengan aliran hasil pengamatan. Selanjutnya, Andressian 2003 memperkenalkan model GR4J untuk menduga pengaruh perlakuan suatu DAS terhadap karakteristik aliran permukaan, dengan struktur model sebagaimana ditampilkan pada Gambar 5. Gambar 5. Struktur model GR4J Sumber : Perrin 2003. Untuk mendeteksi sebuah DAS berdasarkan model curah hujan – aliran permukaan Lorup et.al 1998 menggambarkan 3 langkah metodologi yang menggunakan model curah hujan – aliran permukaan dengan maksud : 1. Menyeleksi suatu periode referensi, bagian dari periode ini digunakan untuk mengkalibrasi model parameter mewakili periode referensi. 2. Validasi dari model curah hujan–aliran permukaan pada bagian kedua periode referensi dan menggunakan sebuah pendekatan statistik. 3. Gunakan model kalibrasi tersebut untuk mensimulasi aliran permukaan dan membandingkan aliran permukaan simulasi dengan observasi yang diijinkan.

2.6. Valuasi Ekonomi Jasa Lingkungan