Pendapatan Jumlah tanggungan Simpulan

182 maka akan berakibat defisitnya sumber air sehingga tidak tecukupinya kebutuhan akan air.

e. Pendapatan

Koefisien yang positif terdapat pada pekerjaan. Keadaan ini menunjukkan bahwa pekerjaan seseorang sebagai petani lebih mempunyai peluang membayar yang lebih besar dibandingkan dengan mata pencaharian lain. Keadaan ini diasumsikan karena masyarakat yang mempunyai pekerjaan sebagai petani mempunyai tingkat pendapatan yang relatif lebih tinggi dan stabil dibandingkan dengan yang mempunyai pekerjaan lain. Dari hasil analisis logit diketahui bahwa peluang membayar sebagai petani 1,00 kali lebih besar dibandingkan dengan profesi lainnya.

f. Jumlah tanggungan

Lain halnya kondisi jumlah tanggungan yang mempunyai koefisien negatif -1,1831. Keadaan ini menunjukkan semakin banyak jumlah tanggungan seseorang maka akan semakin rendah keinginan seseorang dalam membayar kompensasi. Nilai ratio odd sebesar 0,31 dapat diartikan semakin sedikit jumlah tanggungan responden maka keinginan membayar akan semakin besar 3 kali.

8.5. Simpulan

Kerugian ekonomi yang menjadi tambahan biaya marginal cost akibat kerusakan lingkungan DAS Citarum Wilayah Hulu masing-masing PLTA per tahun adalah sebesar Rp. 18,835 miliar atau Rp. 7.985MWh atau Rp. 7,27m 3 PLTA Saguling, Rp. 16,252 miliar atau Rp. 11.732MWh atau Rp. 3,19m 3 PLTA Cirata, Rp 12,430 miliar atau Rp 15.346MWh atau Rp 2,25m³ PLTA Jatiluhur dan Rp. 47,517 miliar atau Rp. 10.434MWh atau Rp. 3,60m 3 3 PLTA. Biaya bahan kimia yang dikeluarkan oleh PDAM Tirta Dharma adalah sebesar Rp 212,43 per m³ air minum yang diproduksi dan PT. Thames PAM Jaya sebesar Rp 821,46 per m³ air minum yang diproduksi dengan kenaikan marjinal per tahun Rp 64,0 per m³. Kesediaan membayar masyarakat hulu Sub DAS Saguling untuk peningkatan kualitas sumberdaya air adalah sebesar Rp 28,33m³ air yang digunakan. 9. PEMBAHASAN UMUM 9.1. Perubahan Tutupaan Lahan dan Karakteristik Hidrologis Masalah utama dalam pengelolaan sumberdaya air adalah kuantitas, kualitas, penyebaran dan waktu aliran. Kekeringan dan banjir merupakan dua contoh klasik yang kontras tentang perilaku aliran air sebagai akibat perubahan kondisi tataguna lahan dan faktor meteorologi terutama hujan. Pembangunan waduk, kecuali untuk PLTA juga dimaksudkan untuk menampung aliran air hujan ketika musim hujan di wilayah hulu dan mengalirkannya kembali pada musim kemarau, sehingga pasokan air untuk irigasi di wilayah hilir dapat stabil pada kuantitas tertentu. Pengelolaan vegetasi di wilayah hulu DAS juga dapat menurunkan aliran sedimen yang masuk kedalam waduk sehingga meningkatkan umur pemanfaatan service life waduk. Vegetasi hutan juga dapat mengatur aliran air stream regulator yaitu dengan menyimpan air selama musim hujan dan mengalirkannya pada musim kemarau. Perubahan tataguna lahan DAS Citarum Wilayah Hulu pada periode 1992–2002 telah menyebabkan perubahan pada karakteristik hidrologis berupa terjadinya kecenderungan penurunan debit dan volume air air masuk lokal dan air keluar, fluktuasi debit air masuk lokal yang ditandai dengan meningkatnya rasio Q max-min dan peningkatan laju sedimentasi dari tahun ke tahun. Dengan demikian, kondisi ekosistem DAS Citarum Wilayah Hulu telah mengalami degradasi yang cukup kritis ditandai dengan tingginya laju perubahan penutup lahan dan pengalihan fungsi tataguna.

9.1.1. Perubahan Penutup Lahan dan Curah Hujan

Sebagaimana diuraikan pada Bab 5, pada periode pengamatan 1993 – 2003 secara keseluruhan DAS Citarum Wilayah Hulu mengalami penurunan jumlah CH yang cukup tinggi yaitu rata-rata sebesar 8,21 mmth. Pada periode yang sama, musim kemarau April-September di wilayah DAS Citarum Wilayah Hulu memiliki CH bulanan rata-rata sebesar 118,35 mm dengan simpangan baku 45,08 mm, dan musim hujan Oktober-Maret, CH bulanan rata-rata sebesar 246,09 mm dengan simpangan baku 43,85 mm. Adanya kecenderungan penurunan curah