2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Daerah Aliran Sungai
Menurut Undang-Undang RI No. 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air pasal 1 ayat 11, daerah aliran sungai DAS didefinisikan sebagai suatu wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari
curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batasnya di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan. Daerah aliran sungai merupakan satu kesatuan ekosistem alam yang dibatasi oleh pembatas topografi punggung bukit dan
membentuk tatanan hidro-orologis yang spesifik. Pada dasarnya, daratan Indonesia habis dibagi dalam wilayah DAS. Departemen Kehutanan 1990
menetapkan 61 DAS kritis yang terdiri dari 39 Satuan Wilayah Pengelolaan SWP DAS prioritas dan 22 SWP DAS super prioritas dan termasuk di dalamnya
DAS Citarum. Umumnya, DAS dibagi menjadi tiga wilayah yaitu hulu, tengah dan hilir.
Asdak 2004 mencirikan bagian hulu sebagai daerah konservasi, berkerapatan drainase tinggi, memiliki kemiringan topografi besar. Bagian hilir dicirikan
sebagai daerah pemanfaatan, kerapatan drainase rendah, kemiringan lahan kecil, dan sebagian diantaranya merupakan daerah banjir. Bagian tengah merupakan
transisi di antara hulu dan hilir. Masing-masing bagian tersebut saling berkaitan, bagaian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi
perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS. Hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biogeofisik melalui daur hidrologi. Hubungan antara masukan dan
keluaran dari DAS yang bersangkutan dapat dipakai untuk menganalisis dampak suatu aktivitas terhadap lingkungan, terutama pengaruhnya di daerah hilir.
Sebagai suatu ekosistem, DAS dapat menghasilkan produk berupa barang dan jasa lingkungan, baik yang dapat diukur tangible maupun yang tidak
terukur intangible. Oleh karenanya dalam pengelolaan DAS diperlukan adanya keseimbangan antara kepentingan ekologi dan ekonomi sehingga bisa
memberikan manfaat secara optimal dan berkelanjutan sustainable. Analisis biaya-manfaat sering digunakan sebagai alat bantu kebijakan dalam pengelolaan
lingkungan Pearce, et al 1994. Tideman 1996 menyatakan bahwa pengelolaan DAS adalah pemanfaatan
secara rasional sumberdaya lahan dan air untuk produksi maksimum dengan resiko kerusakan minimum terhadap sumberdaya alami. Setiap masukan ke dalam
DAS mengalami proses interaksi dan berlangsung dalam ekosistem. Sebagai contoh, curah hujan, bahan terlarut kimiawi dan erosi merupakan masukan ke
dalam ekosistem DAS, sedangkan debit air, sedimen dan limbah cair merupakan keluarannya. Vegetasi, tanah dan saluran air atau sungai merupakan komponen
DAS yang berfungsi sebagai prosesor. Pengelolaan DAS bertujuan untuk dapat menghasilkan produk air atau tata air yang baik bagi kepentingan pertanian,
perkebunan, kehutanan, peternakan, perindustrian dan masyarakat, seperti air minum, irigasi, industri, tenaga listrik dan pariwisata. Untuk itu, pengelolaan
bertujuan melakukan pengelolaan sumberdaya alam secara rasional agar dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkesinambungan dan diperoleh kondisi tata air
yang berkualitas Manan, 1977. Kondisi DAS bagian hulu yang baik sangat diperlukan karena berbagai alasan PJT II, 2002 diantaranya:
1. Bagi PLTA Pencemaran air sungai yang terus meningkat akan menyebabkan korosi pada
mesin turbin dan peralatan dari bahan logam lainnya, sehingga menurunkan produktivitas energi listrik, menurunkan umur pakai dan menimbulkan biaya
pemeliharaan yang besar. Erosi, banjir dan tanah longsor menyebabkan pendangkalan pada waduk, sehingga menurunkan kapasitas terpasang turbin
daya dorong air rendah, menurunkan umur pakai waduk, menimbulkan biaya pengerukan yang tinggi dan juga akan menurunkan produksi energi listrik.
2. Bagi PDAM Pencemaran air sungai sumber air baku akan meningkatkan kebutuhan bahan
kimia, kebutuhan akan peralatan pengolahan water treatment plant yang lebih canggih dan menimbulkan biaya yang besar. Kondisi ini akan
menaikkan harga jual, menurunkan margin keuntungan dan di sisi lain menurunkan pangsa pasar market share konsumen air.
3. Bagi irigasi Pertanian sangat membutuhkan sistem irigasi yang memadai dan dapat
mengalirkan air dalam jumlah, kualitas dan kontinuitas yang terjamin, sehingga memberikan kepastian penentuan musim tanam, peningkatan masa
budidaya indeks pertanaman dan prakiraan hasil panennya. 4. Bagi perikanan
Pencemaran air sungai sangat merugikan usaha perikanan terutama perikanan jaring apung di waduk. Kerugian terbesar umumnya disebabkan naiknya air
dalam ke permukaan upwelling sebagai akibat banjir dari hulu dan terjadinya denitrifikasi.
5. Bagi pariwisata Waduk yang luas dan air yang bersih merupakan tempat wisata yang sangat
menarik dan dapat dijadikan sebagai fasilitas olahraga air. Keadaan ini memberikan nilai ekonomi yang cukup besar bagi pengelola waduk.
Menurut Alikodra 2000, pengelolaan DAS secara terpadu merupakan jawaban atas permasalahan yang dihadapi, yaitu dengan :
1. Menyiapkan sumberdaya manusia SDM dan institusi pengelola, 2. Integrasi dengan pemerintah daerah, mengembangkan data dasar database
dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan stakeholders, 3. Menggunakan sumberdaya air dan sumberdaya alam lainnya secara
berkelanjutan, 4. Melindungi air dari pencemaran dan mempertahankan debit air sungai sesuai
daya dukung optimalnya, 5. Mempertahankan keanekaragaman biota perairan sungai,
6. Menerapkan pola produksi bersih, 7. Mempertahankan kawasan lindung yang berfungsi sebagai daerah resapan air.
Sungai Citarum memiliki panjang 300 km dari dataran Bandung hingga Bekasi, mengalir sepanjang wilayah DAS Citarum dengan luas 450.000 ha
merupakan sumberdaya air bagi PLTA Saguling, PLTA Cirata, PLTA Jatiluhur,
PDAM Purwakarta, PT. Thames PAM Jaya Jakarta, irigasi pertanian dan perikanan. Peta Wilayah Administrasi DAS Citarum disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Peta Wilayah Administrasi DAS Citarum.
Ada tiga pokok penting dalam pengelolaan DAS Sheng, 1968, yang berinteraksi satu dengan yang lain secara terpadu dan menghasilkan kesejahteraan
bagi masyarakat sebagai titik sentralnya. Ketiga faktor itu adalah air, lahan dan pengelolaan. Interaksi ketiga faktor tersebut secara optimal akan menghasilkan
air dan tata air yang cukup sepanjang waktu baik kuantitas maupun kualitas. Oleh karena itu, indikator dalam menilai interaksi dalam sistem pengelolaan DAS
adalah : 1. Indikator ekonomi, yaitu pengelolaan yang mampu mendukung produktivitas
optimal bagi hajat hidup dan kepentingan orang banyak. 2. Indikator sosial, yaitu pengelolaan yang mampu memberikan manfaat secara
merata bagi kepentingan hidup orang banyak.
3. Indikator lingkungan, yaitu pengelolaan yang mampu mempertahankan kondisi lingkungan untuk tidak terdegradasi.
4. Indikator teknologi, yaitu pengelolaan yang mampu memberikan nilai tambah bagi penggunaan sumberdaya alam.
2.2. Sistem Hidrologi dan Sumberdaya Air