Lokasi dan Waktu Penelitian Curah Hujan

5. PERUBAHAN KARAKTERISTIK DEBIT, VOLUME DAN SEDIMEN 5.1. Latar Belakang Perubahan tataguna lahan di wilayah hulu dari 15 SWS di Jawa dan Madura Departemen Pekerjaan Umum dan Prasarana Wilayah, 2001 telah menyebabkan kondisi kritis bagi penyediaan air baik dalam aspek kuantitas, kualitas maupun kontinuitas dan mengalami defisit air yang serius pada musim kemarau. Keadaan tersebut juga menyebabkan terjadinya erosi, sedimentasi dan pencemaran kimia air sungai atau waduk. Hal ini berdampak pada pendangkalan waduk, korosivitas pada peralatan produksi PLTA dan PDAM dan kerugian bagi pengguna air di wilayah hilir. Perubahan penutup lahan DAS Citarum di wilayah hulu up-stream akan menyebabkan perubahan pada karakteristik hidrologi wilayah tengah in-stream dan wilayah hilir down-stream. Perubahan karakteristik tersebut meliputi defisit, volume dan sedimentasi. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui perubahan karakteristik hidrologis DAS Citarum Wilayah Hulu.

5.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian perubahan karakteristik hidrologis debit, volume dan sedimen dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder di beberapa Bagian Lingkungan Kantor UBP Saguling, PJB - UP Cirata dan Perum Jasa Tirta II. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Sumberdaya Air, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2006 sampai bulan Juli 2006.

5.3. Bahan dan Metode Analisis Perubahan Fungsi Hidrologis DAS

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan dari seluruh data dan informasi historis historical data. Bahan- bahan tersebut terdiri dari : 99 1. Data curah hujan harian, bulanan dan tahunan periode 1993–2003 Sub DAS Saguling, Sub DAS Cirata dan Sub DAS Jatiluhur. Data curah hujan tersebut diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika BMG dan laporan hasil pengukuran UBP Saguling. 2. Data evaporasi harian diperoleh dari laporan hasil pengukuran UBP Saguling 1993-2003. 3. Data debit dan volume air masuk dan keluar diperoleh dari laporan hasil pengukuran PLTA Saguling, PLTA Cirata dan PLTA Jatiluhur 1993-2003. 4. Data sedimentasi diperoleh dari laporan hasil pemeruman Waduk Saguling 1985-2004, Waduk Cirata 1987-2002 dan Waduk Jatiluhur 1987-2000. Analisis terhadap data-data sekunder tersebut dilakukan dengan menggunakan metode regresi linear. Pendugaan perubahan karakteristik debit dan volume dan sedimentasi antara tahun 1993-2003 dilakukan simulasi dengan menggunakan software GR4J.

5.3.1. Analisis Perubahan Debit dan Volume Pada Dua Sistem Penggunaaan

Lahan. Analisis perubahan karakteristik hidrologis DAS dilakukan berdasarkan aplikasi model prediksi debit harian GR4J Perrin, 2003. Model ini merupakan pengembangan lebih lanjut model GR3J yang dikembangkan oleh CEMAGREF, Perancis. Struktur model seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5 Bab 2. Untuk mensimulasi debit harian, model GR4J membutuhkan input data hujan, evapotranspirasi potensial ETP dan debit harian serta 4 parameter model yang dibangkitkan saat validasi. Keempat parameter tersebut adalah : 1. X 1 ; kapasitas maksimum simpanan produksi maximum capacity of the production store. 2. X 2 ; koefisien tukar air water exchange coefficient. 3. X 3 ; kapasitas maksimum simpanan pengalihan maximum capacity of the routing store. 4. X 4 ; waktu dasar hidrograf satuan time base of unit hydrograph. 100 Dalam penelitian ini debit air terdiri dari 3 jenis yaitu debit air masuk DAM, debit air keluar DAK dan debit air masuk lokal DAML. Debit air masuk adalah debit air yang bersumber dan mengalir dari wilayah hulu masing- masing Sub DAS dan memasuki badan air sungai utama dan waduk. Debit air keluar adalah debit air yang keluar dari outlet masing-masing PLTA untuk menggerakkan turbin. Debit air masuk lokal adalah debit air masuk yang bersumber dari anak sungai dan mengalir dari wilayah hulu masing-masing Sub DAS dan tidak termasuk debit air masuk yang bersumber dari debit air keluar PLTA yang berada di wilayah hulu sungai utama Citarum. Dengan demikian DAK PLTA Saguling tidak merupakan DAML bagi PLTA Cirata dan DAK PLTA Cirata tidak merupakan DAML bagi PLTA Jatilihur. Karena citra satelit foto yang digunakan dalam penelitian ini dibuat pada November 1992 maka untuk menduga pengaruh perubahan penutup lahan kondisi biofisik DAS Citarum Wilayah Hulu 1992-2002 terhadap karakteristik hidrologis maka data yang digunakan dalam simulasi model GR4J adalah curah hujan CH, evaporasi waduk ETP dan debit air masuk lokal DAML harian dari tahun 1993-2003. Pada Tabel 14 disajikan hasil simulasi dengan tahapan pemodelan software GR4J adalah : a. Menentukan parameter simulasi X 1 , X 2 , X 3 dan X 4 dengan memasukkan input data CH, ETP dan DAML harian tahun inisial 1993 dengan hasil Q1. Parameter default standar yang digunakan menurut Perrin 2003 adalah X 1 = 5,9, X 2 = 2,0, X 3 = 4,5 dan X 4 = 0,2. b. Validasi parameter tahun inisial 1993 dengan meng-input nilai parameter baku ke dalam fungsi tranfer dan melakukan solver. Validasi terhadap parameter tersebut menghasilkan nilai kemiripan koefisien Nash dengan besaran antara 0-100. Model dinyatakan valid apabila koefisien Nash memiliki nilai yang lebih besar dari 50. c. Parameter hasil validasi digunakan untuk mensimulasi tahun selanjutnya dengan input data tahun tersebut tanpa melakukan solver. 101 d. Besaran parameter tersebut digunakan untuk simulasi debit dengan input data curah hujan pada tahun selanjutnya 1994 dengan hasil sebesar Q2, tahun 1995 sebesar Q3, dan seterusnya sampai tahun 2003 sebesar Q11. e. Nilai Q2 sampai dengan Q11 hasil simulasi dibandingkan dengan Q1 hasil validasi. f. Perbedaan nilai-nilai dQ tersebut diduga merupakan pengaruh perlakuan perubahan penutup lahan DAS terhadap debit. Tabel 14. Hasil simulasi debit dengan aplikasi model GR4J. Parameter Kondisi Penutup Lahan simulasi 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 x1 q1.1 q1.2 q1.3 q1.4 q1.5 q1.6 q1.7 q1.8 q1.9 q1.10 q1.11 x2 q2.1 q2.2 q2.3 q2.4 q2.5 q2.6 q2.7 q2.8 q2.9 q2.10 q2.11 x3 q3.1 q3.2 q3.3 q3.4 q3.5 q3.6 q3.7 q3.8 q3.9 q3.10 q3.11 x4 q4.1 q4.2 q4.3 q4.4 q4.5 q4.6 q4.7 q4.8 q4.9 q4.10 q4.11 Hasil Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 Q8 Q9 Q10 Q11 dQ1 – dQ10 Q1-Q2 sampai dengan Q10-Q11 Validasi Q Q Aktual Kalibrasi Parameter Standar Perrin 2003 dan Koefisien Nash Sebagaimana diuraikan tedahulu bahwa untuk menganalisis adanya perubahan karakteristik debit akibat perubahan kondisi biofisiknya, terlebih dahulu model GR4J divalidasi dengan menggunakan input data tahun inisial, yang dianggap merepresentasikan kondisi biofisik DAS saat belum mengalami perubahan 1992. Setelah validasi, akan didapatkan parameter model pada tahun inisial, yang selanjutnya parameter tersebut digunakan untuk simulasi debit dengan menggunakan input data pada tahun selanjutnya yang diduga merepresentasikan kondisi biofisik DAS yang telah berubah 2002. Dengan membandingkan debit pengukuran dengan debit simulasi melalui analisis neraca air DAS, tingkat perubahan aliran sungai akibat perubahan kondisi biofisik DAS dapat diketahui. Permodelan GR4J telah diformulasikan dalam bahasa excel tahun 2003 oleh CEMAGREF Perancis. Hasil simulasi debit harian akan digunakan untuk menghitung volume air harian dan tahunan. Regresi linear digunakan dalam pengujian hubungan CH, debit dan volume air hasil simulasi dengan nilai hasil pengukuran. 102

5.3.2. Pendugaan Sedimentasi

Perilaku sedimen dipelajari dari dua hal yaitu berdasarkan data hasil pemeruman yang pernah dilakukan di ketiga waduk dan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus sedimen. Pemeruman adalah pengukuran tingkat perkembangan sedimentasi yang terjadi di dasar waduk terutama pada kapasitas “tampung mati” dead storage. Jumlah sedimen yang terdapat di sungai atau waduk atau kolam penampungan juga dapat diprediksi melalui persamaan regresi berganda dengan 4 variabel yaitu erosi lahan Ep, volume aliran permukaan Ro, faktor tanaman dan konservasi CP, dan luas Sub DAS A, pada tingkat akurasi 86,40 Sa’ad, 2002 dengan persamaan sebagai berikut : Y = bo. Ep b1 . Ro b2 . CP b3 . A b4 ; Keterangan : Y = sedimen sungai ton ha¯¹ Ep = erosi permukaan dari soilpan ton ha¯¹ Ro = volume aliran permukaan satu periode hujan m³ CP = faktor tanaman tindakan konservasi tanah A = luas Sub DAS ha bo, b1, b2, b3, b4 = konstanta Dalam penelitian ini beberapa asumsi yang digunakan adalah : 1. Erosi permukaan pada soil pan Ep Sa’ad, 2002 sama dengan erosi lahan yang besarnya berdasarkan penelitian Sutono et. al 2003 di DAS Citarum. 2. Volume air permukaan satu periode hujan Ro Sa’ad, 2002 sama dengan volume air masuk lokal VAML hasil simulasi model GR4J. 3. Faktor tanaman dan konservasi tanah CP Sa’ad, 2002, besarnya didasarkan pada hasil penelitian Abdurahman et. al 1984, Ambar dan Syafrudin 1979 dalam Asdak 2004 dan Amarjan 2003 khusus pada nilai CP permukiman. 4. Luas Sub DAS A sama dengan luas masing-masing Sub DAS sesuai dengan hasil pengolahan digitasi peta tataguna lahan dan citra satelit 1992 dan 2002. Penggunaan GIS dalam pendugaan sedimentasi waduk dengan penggunaan model telah digunakan di Thailand sebagaimana dilaporkan Lorsirirat 1997. 103

5.4. Hasil dan Pembahasan

5.4.1. Sifat hujan dan hubungannya dengan DAML dan VAML

a. Curah Hujan

Jumlah dan distribusi aliran permukaan di DAS Citarum Wilayah Hulu ditentukan oleh beberapa faktor antara lain curah hujan, karakteristik biofisik dan manajemen DAS. Hasil pengolahan data curah hujan CH harian periode 1993 – 2003 didapatkan informasi bahwa curah hujan tahunan rata-rata di Sub DAS Saguling adalah 2.250,48 mm, Sub DAS Cirata sebesar 3.495,46 mm, Sub DAS Jatiluhur sebesar 2.637,50 mm dan DAS Citarum Wilayah Hulu sebesar 2.186,62 mm per tahun. Pada periode pengamatan 1993 – 2003, walaupun CH tahunan di sub DAS Saguling mengalami kenaikan rata-rata 2,39 mmth, namun secara keseluruhan DAS Citarum Wilayah Hulu mengalami penurunan jumlah CH yang cukup tinggi yaitu rata-rata sebesar 8,21 mmth. Penurunan jumlah CH tersebut sesuai dengan hasil penelitian Pawitan 2004 yang menyatakan bahwa di DAS Citarum telah terjadi penurunan CH tahunan sebesar 10 mmth selama periode pengamatan 1896 – 1994 dan akan menurunkan ketersediaan air untuk berbagai penggunaan di wilayah tersebut. Hal tersebut juga sesuai dengan Boer et.al 2004 yang menyatakan bahwa penurunan curah hujan tahunan di wilayah DAS Citarum sebesar 6 mmth. Secara umum pada periode 1993 - 2003 musim kemarau April- September di wilayah DAS Citarum Wilayah Hulu memiliki CH bulanan rata- rata sebesar 118,35 mm dengan simpangan baku 45,08 mm, dan musim hujan Oktober-Maret, CH bulanan rata-rata sebesar 246,09 mm dengan simpangan baku 43,85 mm. Pada Tabel 15 ditampilkan Keragaman CH di DAS Citarum Wilayah Hulu pada periode 1993 – 2003. 104 Tabel 15. Keragaman CH di DAS Citarum Wilayah Hulu pada periode 1993 – 2003. Wilayah CH Bulanan mm Musim mean-stdev mean mean+stdev stdev Sub DAS Saguling MK 95,39 132,96 170,53 37,57 MH 198,02 242,12 286,22 44,1 Sub DAS Cirata MK 151,03 215,77 280,51 64,74 MH 303,89 366,80 429,72 62,92 Sub DAS Jatiluhur MK 152,13 240,85 329,57 88,72 MH 286,59 365,40 444,21 78,81 DAS Citarum Wil. Hulu MK 73,27 118,35 163,43 45,08 MH 202,24 246,09 289,94 43,85 Keterangan : MK=musim kemarau April-September, MH=musim hujan Oktober-Maret, mean- stdev=rerata dikurangi simpangan baku, mean=rerata, mean+stdev=rerata ditambah simpangan baku, stdev=simpangan baku. Secara grafis, keragaman CH bulanan yang terjadi di wilayah masing- masing Sub DAS disajikan pada Gambar 18. Dari Tabel 15 dan Gambar 18 diperoleh gambaran bahwa secara kuantitas jumlah CH bulanan rata-rata DAS Citarum Wilayah Hulu relatif kecil yaitu sebesar 118,35 mm MK dengan keragaman yang cukup besar 45,08 mm dan 246,09 mm MH dengan keragaman 43,85 mm. Hal ini menunjukkan bahwa pada musim kemarau cenderung semakin kering keragaman besar dan pada musim hujan cenderung semakin basah keragaman kecil. Keadaan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Boer et.al 2004 yang menyatakan bahwa ada kecenderungan CH musim hujan di wilayah selatan Indonesia khususnya Lampung, Jawa dan sebagaian kawasan Indonesia timur akan semakin basah, sebaliknya CH musim kemarau akan semakin kering. Sebaliknya, untuk Indonesia bagian utara Sulawesi Utara, Kalimantan Utara, dan Sumatera bagian utara CH musim hujan akan semakin berkurang sedangkan CH musim kemarau akan semakin basah. Kondisi seperti hal tersebut mengindikasikan telah terjadi perubahan iklim di Indonesia Boer et.al, 2004. 105 Ke ragaman CH Bulanan DAS Citarum Wil. Hulu 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 MK MH MK MH MK MH MK MH Saguling Cirata Jatiluhur Citarum CH Bu la n a n m m b ln m ean+s tdev m ean m ean-s tdev Gambar 18. Keragaman CH di DAS Citarum Wilayah Hulu pada periode 1993 – 2003 .Keterangan : MK = musim kemarau April-September, MH = musim hujan Oktober-Maret, mean-stdev = rerata dikurangi simpangan baku, mean = rerata, mean+stdev = rerata ditambah simpangan baku, stdev = simpangan baku.

b. Debit dan Volume Air Masuk Lokal