Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal Perumusan Alternatif Strategi

41 Jika pemantauan menekankan pada pembentukan premis-premis faktual mengenai kebijakan publik, maka evaluasi menekankan pada penciptaan premis- premis nilai dengan kebutuha n untuk menjawab pertanyaan: ” Apakah perbedaan yang dibuat? Kriteria untuk evaluasi diterapkan secara retrospektif ex post, sementara kriteria untuk rekomendasi diterapkan secara prospektif ex ante. Kriteria evaluasi kebijakan sama dengan kriteria rekomendasi kebijakan yang dijabarkan pada Tabel 7. Analisis SWOT Menurut Rangkuti 2009 analisis SWOT strengths, opportunities, weaknesses, threats adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan suatu strategi organisasi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan lingkungan internal kekuatan strengths dan kelemahan weaknesses serta lingkungan eksternal peluang opportunities dan ancaman threats. Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Hamel dan Prahalad 1995 dalam Rangkuti 2009 bahwa strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental senantiasa meningkat dan terus-menerus dan dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para konsumen di masa yang akan datang. Dengan demikian perencaaan strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi, bukan dimulai dari apa yang terjadi. Menurut David 2009 bahwa strategi didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi lebih mudah mencapai obyeknya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa proses strategi dan evaluasi terdiri dari tiga tahap perumusan strategi yang meliputi pengembangan misi institusi, mengenali internal dan eksternal institusi.

1. Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal

Organisasi atau institusi sangat dipengaruhi oleh lingkungan internal dan eksternal David 2009. Selanjutnya faktor lingkungan ini akan mempengaruhi kemajuan suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Untuk menganalisis kedua lingkungan tersebut pada organisasi atau institusi dapat digunakan teknik IFE internal factor evaluation dan EFE eksternal factor evaluation yang merupakan tahap input the input stage perumusan suatu strategi. Analisis faktor internal dan eksternal dilakukan dengan mengolah data dan informasi yang diperoleh dengan menggunakan matriks IFE dan EFE. Untuk mengevaluasi faktor internal organisasi menggunakan matriks IFE yaitu lingkungan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Untuk mengevaluasi faktor eksternal menggunakan matriks EFE yaitu lingkungan yang berkaitan dengan peluang dan ancaman.

2. Perumusan Alternatif Strategi

Menurut David 2009 bahwa setelah melakukan input kemudian melakukan tahap lanjutan dari perumusan strategi yaitu tahap pencocokan the matching stage. Pada tahap ini ada beberapa alat analisis yang dapat digunakan diantaranya adalah SWOT strengths, opportunities, weaknesses, threats. Analisis SWOT merupakan alat pencocokan yang penting untuk membantu seseorang pimpinan mengembangkan tipe strategi yang meliputi S-O, W-O, S-T, dan W-T David 2009. Alat analisa ini lebih fleksibel dalam penggunaan faktor internal dan eksternal. Tujuan dari alat pencocokan adalah menghasilkan strategi alternatif yang layak, bukan untuk memilih atau menetapkan strategi mana yang terbaik. Oleh karena itu tidak semua strategi dapat dikembangkan dalam matriks SWOT tergantung dari implementasinya. Strategi S-O atau strategi kekuatan-peluang menggunakan kekuatan internal organisasi untuk memanfaatkan peluang eksternal. Organisasi pada umumnya menjalankan W-O, S-T, dan W-T untuk menerapkan S-O. Organisasi yang mempunyai kelemahan utama akan berusaha keras untuk mengatasinya dan membuatnya menjadi kekuatan. Tatkala organisasi menghadapi ancaman besar maka berusaha menghindarinya agar dapat memusatkan perhatian pada peluang. Strategi W-O atau strategi kelemahan-peluang yang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal. Ada banyak organisasi mempunyai kelemahan internal untuk memanfaatkan peluang, sehingga strategi W-O perlu diterapkan. Strategi S-T atau strategi kekuatan-ancaman yang menggunakan kekuatan internal organisasi untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Organisasi yang kuat pada umumnya sering menghadapi ancaman yang besar dalam lingkungan eksternalnya. Strategi W-T atau strategi kelemahan-ancaman merupakan taktik bertahan yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman lingkungan eksternal. Organisasi yang memiliki ancaman eksternal dan kelemahan internal akan berada pada posisi yang penuh resiko sehingga harus berjuang untuk tetap dapat bertahan. Proses Hierarki Analitik Setelah matching stage, tahap selanjutnya adalah the decision stage tahap keputusan. Untuk melakukan analisis guna membuat keputusan berdasarkan prioritas strategi, alat analisis yang dapat digunakan diantaranya AHP analitical hierarchy process atau proses hierarki analitik. Proses hierarki analitik adalah untuk mengorganisasikan informasi dan pendapat judgment dalam memilih alternatif yang paling disukai Saaty, 1991. Selanjutnya bahwa dalam memecahkan persoalan ada tiga prinsip yang dibuat yaitu prinsip menyusun hierarki, prinsip menetapkan prioritas dan prinsip konsistensi. Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan akan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang sesuai atas persoalan tersebut. Jadi proses AHP untuk menyederhanakan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya serta tertata dalam suatu hierarki. Metode ini memasukkan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis. Proses tersebut tergantung pada imajinasi, pengalaman dan pengetahuan untuk menyusun hierarki suatu masalah pada logika, intuisi, dan pengalaman untuk memberikan pertimbangan Marimin 2004. Menurut Saaty 1991 bahwa terdapat beberapa prinsip yang perlu dipahami untuk memecahkan masalah dengan AHP, diantaranya: a. Decomposition yaitu memecahkan masalah yang utuh menjadi unsur-unsurnya sampai dengan tidak 43 mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut.b. Comparative Judgement yaitu proses pemberian penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya. Penyajian ini dalam bentuk matriks pairwise comparison. c. Synthesis of priority, dari matriks pairwise comparison kemudian dicari egen vectornya untuk mendapatkan lokal priority. Kemudian dilakukan sintesis diantara lokal priority untuk mendapatkan global priority. d. Logical Consistency, konsistensi logis dengan dua makna. Pertama adalah obyek-obyek yang serupa dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansinya. Kedua, menyangkut tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Tabel 8 Skala dasar penilaian tingkat kepentingan Skala Definisi Penjelasan 1. Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen penyumbang sama kuat pada sifatnya 3. Elemen yang satu sedikit lebih penting ketimbang lainnya Pengalaman dan pertimbangan sedikit lebih menyokong satu elemen atas elemen yang lainnya 5. Elemen yang satu sangat penting atau esensial ketimbang lainnya Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen yang lainnya 7. satu elemen jelas lebih penting dari elemen lainnya Satu elemen dengan kuat disokong dan dominasinya telah terlihat dalam praktik. 9. Satu elemen mutlak lebih penting ketimbang elemen lainnya Bukti yang menyokong elemen yang satu memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan 2,4,6,8 Nilai-nilai diantara 2 dua pertimbangan Kompromi diperlukan diantara 2 dua perimbangan Kebalikan Jika untuk aktivitas i baris mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j kolom, maka j kolom mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan baris Sumber, Saaty 1991 Pada dasarnya metode AHP merupakan suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio dari perbandingan pasangan yang diskrit maupun kontinyu. Perbandingan-perbandingan dapat diambil dari ukuran aktual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif, menggunakan intuisi sebagai input utamanya yang harus datang dari pengambil keputusan yang cukup informatif dan memahami masalah keputusan yang dihadapi melalui pakar. Menurut Saaty 1991 dalam penyusunan skala kepentingan digunakan acuan seperti pada Tabel 8. PERUBAHAN PERILAKU KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI The Change of Traditional Food Consumption Behavior and the Influenced Factors Abstrak Perubahan perilaku dapat merupakan perbedaan yang terjadi pada masyarakat menyangkut pengetahuan, sikap dan praktik dalam sistem sosial yang sama diantaranya perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional. Dalam mengantisipasinya, sejak tahun 2008 di Gorontalo telah dilaksanakan kebijakan pelestarian dan pengembangannya melalui mata pelajaran muatan lokal mulok ilmu gizi berbasis makanan tradisional Gorontalo MTG. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perubahan perilaku konsumsi MTG pada tiga generasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Penelitian ini adalah deskriptif cross-sectional, metode survey dengan analisis t-tes dan Anova. Pelaksanaannya di Provinsi Gorontalo 1 kota dan 5 kabupaten dengan contoh siswa ditentukan secara stratified random sampling. Ada 153 contoh siswa mulok, mempunyai ibu yang tinggal serumah dan mempunyai nenek, serta suku Gorontalo dan ada 152 contoh tidak mulok dengan kriteria yang sama, jadi totalnya ada 915 contoh. Telah terjadi perbedaan perilaku konsumsi MTG yang siknifikan P0,05 antara siswa mulok dan tidak mulok. Contoh siswa mulok mempunyai perilaku konsumsi MTG yang lebih tinggi dibandingkan dengan tidak mulok, artinya bahwa faktor sekolah yang membelajarkan mulok ini berpengaruh pada perilaku konsumsi MTG siswa. Selanjutnya telah terjadi perubahan perilaku konsumsi MTG pada tiga generasi dan ditemukan bahwa semakin muda usia semakin rendah perilaku konsumsi MTG. Kata kunci: makanan tradisional, perilaku, perubahan, tiga generasi Abstract Behavior change can be defined as the differences in society regarding knowledge, attitude, and social system practices such as the change of traditional food consumption. In order to anticipate this matter, since 2008 Gorontalo local government has implemented a policy to preserve and develop the traditional food through a local content subject mulok contained with nutrition science based on Gorontalo traditional food GTF. The research objective was to determine the change in consumption behavior of GTF on three generations and the factors that influence those changes. This research was a descriptive cross-sectional, survey method using t-test analysis and Anova. The research took place in Gorontalo Province 1 city and 5 regencies and the students as the samples were determined 45 using stratified random sampling. There were 153 students studying local content subject, with criteria such as Gorontalo descendant, has a mother who stayed at home and has a grandmother and also 152 students not studying the subject with the same criteria. Therefore, there were 915 total samples. The significant change of consumption behavior has been occurred P0,05 between each group sample. The students who took the subject have higher consumption behavior than those who did not. It can be concluded that the school who teach the subject will give the effect to the students on how they consume food. Furthermore, there has been a change in consumption behavior on three generations and found that the younger the age the lower they will be in consumption behavior of GTF. Keywords: behavior, change, three generations, traditional food Pendahuluan Sejak dulu, saat ini dan bahkan pada masa yang akan datang sumberdaya manusia SDM menjadi masalah pokok bangsa Indonesia Syarief 2008. Selanjutnya, bahwa salah satu faktor yang mendasar dan menentukan kualitasnya yaitu faktor gizi masyarakat sebagai cerminan dari keadaan gizi individu. Faktor gizi ini antara lain berkaitan dengan budaya suatu daerah. Menurut Koentjaraningrat 2007 bahwa budaya merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Budaya ini telah dilahirkan dari beragam suku Heriawan 2010: bahwa hasil sensus BPS ada 1128 suku dan agama yang ada di Indonesia serta menjadi potensi kekayaan yang dimiliki bangsa. Potensi tersebut antara lain adalah keragaman makanan tradisional. Makanan tradisional merupakan makanan hasil ciptaan budaya masyarakat dari daerah masing-masing Sajogyo 1995. Selanjutnya menurut Guerrero et al. 2010 bahwa makanan tradisional berhubungan erat dengan budaya dan identitas penduduk di mana tempat memproduksinya serta membawa nilai-nilai simbolik yang kuat. Sementara Jordana 2000 menyatakan bahwa agar produk makanan dikatakan tradisional maka harus terkait dengan daerah, menjadi bagian dari tradisi daerah tersebut serta telah dilakukan dalam waktu yang lama. Menurut Sztompka 1993 bahwa perubahan adalah sesuatu yang terjadi setelah jangka waktu tertentu; Lebih lanjut dikatakannya bahwa konsep-konsep tentang perubahan mencakup tiga gagasan yaitu tentang perbedaan, pada waktu yang berbeda, dan diantara keadaan sistem sosial yang sama. Perubahan ini diantaranya adalah perubahan perilaku. Menurut Thoha 1988 bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh manusia, baik yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung ataupun yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai hasil interaksi antara seseorang atau individu dengan lingkungannya. Dari pengertian ini maka dapat dikatakan bahwa perilaku merupakan hal yang sangat kompleks dan mempunyai wilayah bentangan yang sangat luas. Menurut Bloom 1908 dalam Notoatmodjo 2010 bahwa ada 3 tingkat ranah perilaku yang meliputi pengetahuan knowledge, sikap attitude dan praktik atau tindakan practice. Penjelasan sebelumnya tentang perubahan dan tentang perilaku dapat disimpulkan bahwa perubahan perilaku merupakan perbedaan yang terjadi pada masyarakat menyangkut pengetahuan, sikap dan praktik dalam sistem sosial yang sama. Salah satu perubahan yang terjadi dalam sistem sosial yang sama adalah perilaku konsumsi makanan tradisional. Perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional ini diduga karena adanya globalisasi, Mubah 2011: bahwa budaya lokal menghadapi ancaman serius di era globalisasi. Oleh karena itu pentingnya memasyarakatkan makanan tradisional yang ada, sehingga suku-suku bangsa lain di Indonesia dapat menyukainya dan diversitas boga di negara kita dapat dimanfaatkan dengan cepat Koentjaraningrat 1995. Hal penting lainnya adalah keberlanjutan ketersediaan pangan yang saat ini sedang dihadapkan pada beberapa masalah dan tantangan diantaranya kapasitas produksi pangan yang semakin terbatas akibat peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas ekonominya Tanziha 2010. 47 Beberapa studi yang ada menunjukkan bahwa perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional dapat ditandai dengan sudah mulai kurang dikenalnya makanan tradisional dan bahkan ditinggalkan oleh generasi muda Muhillal 1995; Setyo et al. 2001; Eliawati et al. 2001 termasuk di Gorontalo Survei penelitian pendahuluan 2011. Hal ini jika tidak segera diatasi dikhawatirkan akan punah dan tergantikan oleh makanan lainnya yang belum tentu lebih baik dari makanan tradisional yang mempunyai nilai-nilai luhur budaya daerah tersebut. Menurut Achir 1995 bahwa dalam jangka panjang pendidikan mengenai makanan tradisional harus merupakan bagian dari pendidikan formal di sekolah. Oleh karena itu dalam mengantisipasi kepunahan makanan tradisional, di Gorontalo sejak tahun 2008 telah dilaksanakan kebijakan pelestarian dan pengembangan makanan tradisional melalui mata pelajaran muatan lokal mulok ilmu gizi berbasis MTG di pendidikan dasar SD, SMP dan pendidikan menengah SMASMK DinKes Provinsi Gorontalo 2008. Wilayah pembelajarannya mencakup seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Gorontalo dan merupakan jenis muatan lokal yang pertama di Indonesia. Ini seiring dengan apa yang dikatakan oleh Glanz 2009 bahwa pentingnya langkah-langkah pembangunan masa depan yang beradaptasi dengan pangan dan gizi dalam konteks budayasejarah. Berbagai faktor dapat berpengaruh pada perilaku konsumsi makanan. Menurut Contento 2007 bahwa ada tiga hal yang mempengaruhinya yaitu makanan food, orang itu sendiri person dan lingkungan enviroment. Sebelumnya Krondl 1990 dalam Worobey 2006 mengatakan bahwa banyak sekali faktor-faktor yang membuat seseorang itu memilih makanan hal ini terangkum dalam tiga faktor yaitu faktor ”who” menggambarkan tentang karakteristik mengenai individu; faktor ”where” dihubungkan dengan lingkungan fisik dan sosial budaya yang berpengaruh saat membuat keputusan memilih makanan; ketiga faktor ”why” yang mengacu pada persepsi individu terhadap makanan seperti keyakinan dan sensori dasar dalam memilih makanan. Selain itu Lewin 1943 dalam Suhardjo 1989 telah mempelajari apa yang dianggap sebagai nilai dasar yang menentukan pilihan makanan meliputi rasa taste, nilai sosial, manfaat bagi kesehatan dan harga. Beberapa penjelasan ini dapat dikelompokkan ke dalam 3 faktor yaitu: Individu meliputi keluarga, peer group; faktor makanan meliputi: keragaan makanan dan citra makanan; dan faktor lingkungan meliputi: sekolah, iklan dan pasar. Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka apakah terjadi perubahan perilaku konsumsi MTG pada masyarakat Gorontalo dan apa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan perilaku tersebut? Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perubahan pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi MTG pada 3 generasi yaitu siswa SMP yang mendapat mulok dan tidak mulok, ibu dari siswa dan nenek dari siswa serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku konsumsi MTG. Metode Penelitian Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross-sectional dengan metode survei untuk memperoleh fakta-fakta perubahan perilaku konsumsi MTG, menguji hipotesis, mendapatkan makna dan implikasi dari masalah yang ingin dipecahkan dengan instrumen dalam bentuk kuesioner Nasir 2009. Penelitian ini sebagian didanai oleh Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Gorontalo pada 1 kota dan 5 kabupaten yang masing-masing bertempat di perwakilan Sekolah Menengah Pertama SMP. Sekolah tersebut adalah sekolah yang telah melaksanakan mata pelajaran Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG dan tidak mulok yang ditentukan secara purposive. Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan sejak bulan Oktober – Maret 2011. Populasi dan Contoh Penelitian Populasi penelitian adalah siswa SMP kelas IX yang sedang bersekolah di Provinsi Gorontalo, mempunyai ibu dan nenek yang merupakan suku Gorontalo serta serumah dengan ibunya. Contoh siswa SMP ini mempunyai contoh ibu yang belum lanjut usia demikian juga neneknya yang belum uzur sehingga memudahkan dalam berkomunikasi. Bukan siswa SMU, karena berdasarkan hasil survei pendahuluan bahwa pengetahuan MTG siswa SMP dan SMU menunjukkan angka persentase yang hampir sama. Juga bukan siswa SD, karena dianggap belum dapat memberikan penjelasan yang lebih baik. Ibu dan nenek yang diambil menjadi contoh, karena mereka inilah dalam hidupnya paling banyak berkecimpung dengan proses persiapan, pemasakan dan penghidangan makanan dalam keluarga. Kelas VII dan VIII tidak dijadikan contoh karena belum selesai menerima mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG. Penentuan contoh penelitian pada masing-masing kabupatenkota dilakukan dengan cara stratified random sampling karena populasi terdiri dari siswa yang mendapat mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok. Secara purposive ditentukan contoh SMP yaitu 2 sekolah mulok dan 2 tidak mulok dengan cara: pertama, informasi didapatkan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupatenkota 2 sekolah mulok yang dijadikan contoh dengan kriteria sekolah tersebut melaksanakan mulok ilmu gizi berbasis MTG pada kelas VII dan VIII; kedua, setelah itu ditentukan pula 2 sekolah tidak mulok yang mempunyai kesamaan dengan sekolah mulok tersebut meliputi letak geografi, dan tingkat akreditasi. Dengan demikian contoh sekolah berjumlah 24 SMP yang terdiri dari 12 sekolah mulok dan 12 tidak mulok. Contoh sekolah mulok dan tidak mulok ini terdapat di 1 kota dan 5 kabupaten di Provinsi Gorontalo, sehingga masing-masing kabupatenkota terdapat 2 contoh sekolah mulok dan 2 contoh tidak mulok. Populasi siswa mulok dianggap homogen dan populasi siswa tidak mulok dianggap pula homogen karena mempunyai latar belakang budaya yang sama ditandai oleh sebutan nama MTG yang sama, bahasa yang sama, dan adat isitiadat yang sama. 49 Diketahui bahwa siswa SMP di Provinsi Gorontalo berjumlah 51002 orang pada 300 SMP Dikpora Provinsi Gorontalo 2010. Ada 30 SMP yang telah mendapat pelajaran mulok dan sisanya belum tersebar di 6 kabupatenkota di Provinsi Gorontalo Dinkes Provinsi Gorontalo 2010. Untuk penentuan siswa yang menjadi contoh dilakukan secara acak berlapis yaitu membagi elemen- elemen populasi ke dalam kelompok-kelompok yang tidak tumpang tindih dan kemudian memilih contoh secara acak sederhana dari tiap lapisan atau strata Scheaffer et al. 1990. Dari rumus berikut ini diperoleh jumlah n adalah 277. Kemudian untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal tak terduga yang akan mempengaruhi jumlah maka contoh ditambahkan 10 sehingga menjadi 277 + 27.7 = 304.7 atau digenapkan menjadi 305. Secara purposive contoh ini dibagi dua 305:2 = 152.5 digenapkan 153 yang masing-masing untuk sekolah mulok dan tidak mulok dengan maksud agar ada kesamaan jumlah contoh. Kemudian contoh tersebut diambil secara acak. Adapun rumus yang digunakan: n = 2 2 2 2 i Ni D N wi i Ni N: Populasi yang terdiri dari populasi mulok N 1 dan non mulok N 2 n : contoh δ : Ragam populasi D= B 2 4 B= Batas eror Rincian jumlah siswa yang dijadikan contoh adalah sebagai berikut: - SMP mulok: [153 siswa] dibagi [12 SMP mulok kabupatenkota] menjadi 12,75 yang digenapkan menjadi 13 siswa. - SMP yang tidak mulok: [153 siswa] dibagi [12 SMP kabupatenkota] menjadi 12,75 digenapkan menjadi 13 siswa. Rincian contoh menjadi [13 siswa x 12 SMP mulok kabupatenkota = 156 siswa mulok] + [13 siswa x 12 SMP tidak mulok kabupatenkota = 156 siswa tidak mulok]. Sehingga total contoh menjadi 312 siswa dari 12 SMP mulok dan 12 SMP tidak mukok kabupatenkota Provinsi Gorontalo yang mempunyai ibu dan tinggal serumah dengan contoh dan mempunyai nenek. Berdasarkan penentuan contoh yang telah dijelaskan sebelumnya maka contoh siswa dari 24 SMP kabupatenkota terdiri dari 12 SMP yang melaksanakan mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG dan 12 SMP tidak mulok. Sekolah ini telah terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional SekolahMadrasah tingkat Provinsi Gorontalo tahun 2010 yaitu: ada 12 sekolah yang terakreditasi A, 10 sekolah terakreditasi B dan 2 sekolah terakreditasi C. Terdapat 973 siswa yang memenuhi kriteria menjadi contoh yang terdiri dari 576 siswa SMP mulok dan 397 siswa tidak mulok. Dari populasi contoh ini diambil sebanyak 312 contoh sehingga setiap sekolah secara acak sederhana diwakili oleh 13 contoh. Ada 3 SMP yang contohnya kurang dari 13 siswa yaitu: 1 contoh SMP mulok hanya mempunyai 10 orang siswa yang memenuhi kriteria dan ada 2 contoh SMP yang tidak mulok masing-masing terdiri dari 12 dan 10 contoh. Contoh siswa pada kedua sekolah tidak mulok ini sesungguhnya telah ditetapkan 13 siswa. Pada saat pemeriksaan kesehatan, 4 orang contoh siswa dari kedua sekolah ini tidak bersedia diperiksa, sehingga contoh tersebut tidak dapat dilibatkan lagi sebagai subyek penelitian. Jadi total contoh yang diperoleh adalah 305 siswa yang terdiri dari 153 siswa dari contoh SMP mulok dan 152 siswa dari contoh SMP tidak mulok. Lihat Tabel 9. Tabel 9 Sebaran siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok yang memenuhi kriteria dan menjadi contoh Siswa Mulok Tidak mulok Total n n n Memenuhi kriteria Laki-laki 216 37.50 165 41.56 381 39.16 Perempuan 360 62.50 232 58.44 592 60.84 Total 576 100.00 397 100.00 973 100.00 Menjadi contoh Laki-laki 56 36.60 65 42.76 121 39.67 Perempuan 97 63.40 87 57.24 184 60.33 Total 153 100.00 152 100.00 305 100.00 Penentuan Enumerator Pengumpulan data dilakukan oleh enumerator dan peneliti. Syarat enumerator adalah sebagai ahli gizi lulusan D3 Gizi, belum ada keterikatan kerja dengan institusi manapun, mendapat izin dari orang tua atau keluarga dan bersedia melaksanakan pengumpulan data dengan penuh rasa tanggung jawab. Enumerator yang direkrut direkomendasi oleh dinas kesehatan kabupatenkota. Gambar 3 Skema penentuan jumlah contoh. 51 Mereka diberikan pelatihan selama 2 hari dengan narasumber yang terdiri dari peneliti, 1 orang dari Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo dan 1 orang dosen dari Jurusan Gizi Poltekes Gorontalo. Materi yang diberikan meliputi teori tentang survei termasuk tentang penentuan jumlah siswa yang akan dijadikan contoh, simulasi survei berdasarkan kuesioner, praktik wawancara pada siswa, ibu siswa dan nenek dan dilakukan evaluasi terhadap hasil uji coba kuesioner tersebut sebelum diperbanyak. Lihat Lampiran 15. Sebelum pengumpulan data dilaksanakan, enumerator mengumpulkan contoh yang memenuhi kriteria dan telah ditetapkan secara acak, kemudian memberikan penjelasan umum tentang pelaksanaan penelitian. Contoh diwawancarai berdasarkan kuesioner lalu membuat janji untuk dapat mewawancarai ibu dan nenek contoh tersebut. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data terdiri dari data primer berupa data yang diperoleh langsung dari contoh dengan wawancara dan pengamatan langsung, sementara data sekunder diperoleh dari dokumen yang ada pada institusi sekolah dan instansi yang terkait dalam penelitian. 1. Perubahan Perilaku Konsumsi Makanan Tradisional Unit analisis perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional adalah siswa, ibu siswa dan nenek siswa. Jenis data yang dikumpulkan meliputi karakteristik contoh umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan; pengetahuan, sikap, praktik atau tindakan konsumsi MTG. Pengumpulan data pada siswa, ibu dan nenek dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan chek list yang diwawancarai langsung. Menurut Sztompka 1993 bahwa konsep-konsep tentang perubahan mencakup tiga gagasan yaitu perbedaan, pada waktu yang berbeda dan di antara keadaan sosial yang sama. Perbedaan adalah menyangkut tentang perbedaan pengetahuan, sikap dan praktik antara contoh siswa mulok dan tidak mulok demikian juga perbedaan hal tersebut diberlakukan pada ibu siswa dan nenek siswa baik mulok dan tidak mulok. Pada waktu yang berbeda adalah yang tergambarkan pada umur siswa, ibu siswa dan nenek siswa yang masing-masing berbeda. Selanjutnya di antara keadaan sosial yang sama yang ditunjukan oleh adanya kesamaan suku yaitu suku Gorontalo dengan latar budaya yang sama. Contoh menyebutkan nama makanan yang diketahuinya, kemudian enumerator mengkroscek dalam daftar kuesioner yang telah disiapkan. Makanan yang telah disebutkan dicatat oleh enumerator berdasarkan jawaban dari contoh apakah termasuk sebagai makanan pokok, lauk pauk, sayuran, atau snackkue sesuai dengan penggolongan buku menu khas daerah Gorontalo Napu et al. 2008. Kemudian makanan yang telah disebutkan tersebut ditanyakan menggunakan bahan utama apakah beras, jagung, tepung beras, sagu, ketela, ubi, ikan, daging, sayur, dan buah. Ditanyakan pula kandungan gizi yang terdapat dalam makanan tersebut: karbohidrat sebagai sumber zat tenaga: memberikan tenaga, membuat kuat, tidak lemah; Lemak: membuat gemuk, bertambah berat badan; protein: sumber zat tenaga, membuat vitalitas; vitamin dan mineral: mata sehat, tubuh terasa segar. Akhirnya dari nama makanan yang telah disebutkan ditanyakan dikonsumsi pada waktu apa saja. Pengukuran sikap konsumsi MTG dilakukan dengan pendekatan penerimaan MTG pada contoh. Enumerator menanyakan tentang kesukaan MTG pada contoh, dilanjutkan dengan alasannya berdasarkan penampilan, tekstur, aroma khas, cita rasa, menyehatkan, dan mudah diperoleh. Pengukuran sikap ini menggunakan skala likert dengan alternatif jawaban yaitu sangat suka SS, suka S cukup suka CS, kurang suka KS dan tidak suka TS. Selanjutnya untuk praktik dilakukan dengan menanyakan frekuensi konsumsi MTG meliputi konsumsi: a. perhari, b. perminggu, c. perbulan, dan d. pertahun. Lihat Lampiran 2.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku Konsumsi MTG