Praktik Konsumsi MTG Studi pengembangan agroindustri dan agrowisata terpadu di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Bekasi kabupaten Bogor

Keterangan: D : dummy variabel Kel : keluarga PG : peer group K : keragaan MTG C : citra MTG I : iklan Psr : pasar Pdptn K : pendapatan keluarga Pddkn I : pendidikan ibu

3. Praktik Konsumsi MTG

Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik konsumsi MTG adalah faktor dummy, pengetahuan dan sikap. Sementara faktor pendapatan keluarga dan pendidikan ibu adalah tidak nyata. Ini berarti bahwa praktik konsumsi MTG dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap yang dimiliki oleh siswa karena adanya proses pembelajaran mulok tersebut. Ini pula membuktikan bahwa sekolah mempunyai posisi yang kuat dalam mempengaruhi praktik konsumsi MTG. Model ini dapat menjelaskan 17,8 keragaman praktik itu sendiri. Adapun model persamaan regresinya adalah: Praktik MTG = 1394,156 + 473,283 D + 17,134 Kel + 22,909 PG + -34,107 K + 20,244 C + -7,360 I + -13,981 Psr + 3,692E-5 Pdptn K + 6,294 Pddkn I + -4,580 P + 2,115 S Keterangan: D : dummy variabel Kel : keluarga PG : peer group K : keragaan MTG C : citra MTG I : iklan Psr : pasar Pdptn K : pendapatan keluarga Pddkn I : pendidikan ibu P : pengetahuan S : sikap Penjelasan sebelumnya telah menyatakan bahwa proses pembelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG mempengaruhi pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi MTG pada siswa secara nyata. Faktor pembelajaran ini merupakan stimulus yang meningkatkan pengetahuan MTG siswa kemudian dengan pengetahuan MTG yang dimiliki, dapat mempengaruhi sikap MTGnya. Sementara dalam model ini pengetahuan berpengaruh negatif terhadap praktik konsumsi MTG siswa. Hal ini sebagai bukti bahwa peningkatan pengetahuan MTG yang dimiliki siswa belum tentu dapat meningkatkan secara linier konsumsi MTG siswa karena MTG yang diketahuinya tidak semuanya yang dapat dipraktikkan. Selanjutnya bahwa faktor yang berpengaruh langsung secara nyata pada praktik tersebut adalah dummy pembelajaran mulok, pengetahuan dan sikap MTG. Pembuktian ini seiring dengan pernyataan oleh Notoatmodjo 2010 bahwa proses stimulus dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap seseorang. Kemudian pengetahuan yang dimiliki ini dapat mempengaruhi sikap. Selanjutnya dengan sikap tersebut maka dapat mempengaruhi terjadinya reaksi terbuka yaitu berupa praktik atau tindakan. 91 Berdasarkan penjelasan sebelumnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi MTG maka faktor keluarga, sekolah, peer group, keragaan makanan tradisional, citra makanan tradisional, iklan dan pasar mempengaruhi perilaku pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi MTG adalah tidak terbukti semuanya. Yang terbukti adalah variabel dummy yang menggambarkan perbedaan antara siswa mulok dan tidak mulok secara nyata. Maka ini membuktikan bahwa faktor pembelajaran yang notabene adalah sekolah mempengaruhi peningkatan perilaku pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi MTG. Ini menjelskan bahwa sekolah mempunyai pengaruh yang kuat dalam mempengaruhi perilaku konsumsi MTG. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Rovner et al. 2011 bahwa sekolah berada dalam posisi yang kuat untuk mempe- ngaruhi pola makan siswa. Simpulan Secara keseluruhan terdapat perbedaan yang nyata p0,05 pengetahuan MTG antara contoh siswa yang memperoleh mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG dengan yang tidak mulok. Sementara pada contoh ibu siswa dan nenek siswa baik mulok dan tidak mulok tidak terdapat perbedaan yang nyata p0,05 pengetahuan MTG. Selanjutnya melalui analisis komparatif yaitu anova, terdapat perbedaan yang nyata pengetahuan MTG antara contoh siswa dengan ibu siswa, antara contoh siswa dengan nenek siswa. Antara contoh ibu siswa dengan nenek siswa tidak terdapat perbedaan yang nyata p0,05. Kriteria sikap terhadap MTG meliputi suka dengan alasan penampilan, tekstur, aroma khas, cita rasa, menyehatkan dan mudah diperoleh. Secara keseluruhan terdapat perbedaan yang nyata p0,05 sikap contoh siswa memperoleh mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok. Sementara sikap contoh ibu siswa dan nenek siswa mulok dan tidak mulok tidak terdapat perbedaan yang nyata p0,05. Melalui analisis komparatif yaitu anova, terdapat perbedaan yang nyata sikap tentang MTG antara contoh siswa dengan ibu siswa, antara contoh siswa dengan nenek siswa. Terdapat perbedaan yang nyata p0,05 praktik konsumsi MTG contoh siswa yang mendapatkan mulok ilmu gizi berbasis MTG dengan tidak mulok. Pada contoh ibu siswa mulok dan tidak mulok terdapat perbedaan yang nyata frekuensi konsumsi MTG dalam perminggu dan total dalam setahun. Sementara nenek siswa mulok dan tidak mulok tidak terdapat perbedaan yang nyata. Dengan analisis komparatif yaitu anova, praktik konsumsi MTG pada contoh siswa, ibu siswa dan nenek siswa tidak terdapat perbedaan yang nyata p0,05. Namun frekuensi konsumsi MTG siswa cenderung lebih tinggi. Dari temuan tentang pengetahuan, sikap dan praktik maka disimpulkan pertama, bahwa contoh siswa yang mendapat mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG mempunyai perilaku konsumsi MTG yang lebih tinggi dibandingkan dengan tidak mulok. Kedua, bahwa telah terjadi perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional pada tiga generasi yang ditandai oleh semakin rendah pengetahuan MTG dan sikap tentang MTG. Hal ini telah membuktikan bahwa semakin muda usia contoh semakin rendah perilaku konsumsi MTG. Dari 7 faktor yang diasumsikan berpengaruh pada perilaku konsumsi MTG, terdapat 3 faktor yang mempunyai perbedaan yang nyata p0,05 antara contoh siswa mulok dan tidak mulok yaitu faktor sekolah, keragaan MTG dan citra MTG. Variabel dummy menggambarkan perbedaan pengaruh pada peningkatan perilaku konsumsi MTG antara siswa mulok dan tidak mulok secara nyata p0,05. Maka faktor pembelajaran yang notabene adalah sekolah mempengaruhi peningkatan perilaku pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi MTG. Saran Perubahan perilaku yang ditandai oleh perbedaan pengetahuan dan sikap terhadap MTG dapat berdampak pada beralihnya masyarakat dari makanan tradisional ke makanan modern. Oleh karena itu, kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG menjadi salah satu upaya yang dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang ilmu gizikesehatan berbasis MTG dan ini mendukung pelayanan ketahanan pangan. Pembelajaran mulok mempengaruhi pengetahuan, sikap dan praktek konsumsi MTG. Pembelajaran ini dapat diterapkan pada semua tingkat pendidikan formal, non formal dan informal sehingga ke depan dapat menjadi salah satu upaya memutus rantai permasalahan gizikesehatan yang disebabkan oleh makanan dan sebagai upaya pelestarian dan pengembangan budaya. Hal ini seiring dan menunjang prioritas program pembangunan Gorontalo yaitu pendidikan dan pelayanan kesehatan. Perlu penelitan lanjutan yang lebih detail tentang fungsi-fungsi dari masing-masing makanan tradisional dengan pendekatan bidang kesehatan, ekonomi, sosial, budaya dan bahkan politik sehingga memperkaya referensi tentang makanan tradisional. Daftar Pustaka Achir YA, Wirosuhardjo K. 1995. Pengembangan Sikap Menyukai Makanan Tradicional Melalui Pendidikan. Di dalam: Winarno FG. Puspitasari NL, Kusnandar Feri. Editor. Prosiding Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. FKUI, 9-11 Juni 1995. Jakarta. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia. hlm: 259-264. Andreyeva A, Kelly IR, Harris JL. 2011. Exposure to food advertising on television: Associations with childrens fast food and soft drink consumption and obesity Original Research Article Economics Human Biology, 9:221-233 Aningati T. 2004. Analisis Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengetahuan Ibu dan Pendapatan terhadap Peningkatan Gizi Balita. Jurnal Ekonomi Manajemen. Vol. 3, No. 2: 54-61 [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo. 2010. Gorontalo dalam Angka. Gorontalo: BPS. Cobb NJ. 2001. Adolescence continuity, Chang and Diversity. Los Angeles. California State University. Mayfield Publishing Company. 93 Contento IR. 2007. Nutrition Education Linking Research, Theori dan Practice. Canada. Jones ada Bartlett Publishers. De Boer A, Ter Horst GJ, Lorist MM. 2013. Physiological and psychosocial age- related changes associated with reduced food intake in older persons. Review Article Ageing Research Reviews, Vol. 12: 316-328. Dwiriani CM, Rimbawan, Riyadi H, Martianto D. 2011. Pengaruh Pemberian Zat Multi Gizi Mikro dan Pendidikan Gizi Terhadap Pengetahuan Gizi, Pemenuhan Zat gizi dan Status Besi Remaja Putri. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol.6 No.3 171-177. Eliawati T, Hardinsyah, Dwiriani CM. 2001. Konsumsi Pangan Tradisional pada Siswa Remaja di Kota Bogor. Di dalam Nuraida L, Hariyadi RD. Editor. Pangan Tradisional Basis Bagi Industri Pangan fungsional dan Suplemen. Pusat Kajian Makanan Tradisional IPB. hlm: 329-343. Galindo MM, Schneider NY, Stähler F, Töle J, Meyerhof W. Taste Preferences Progress in Molecular Biology and Translational Science, Volume 108, 2012, Pages 383-426. Glanz K. 2009. Measuring food Environments: A Historical Perspective Review. American Journal of Preventive Medicine, 36;S93-S98 Guerrero L et al. 2010. Perception of traditional food products in six European regions using free word association. Food Quality and Preferences, 21: 235- 233 Jordana J. 2000. Traditional foods: Challenges Facing the European Food Industry. Food Research International, 33, 147 –152. Khomsan A. 2000. Tehnik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Khomsan A, Anwar F, Mudjajanto SE. 2009. Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Gizi Ibu Peserta Posyandu. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol. 4 No. 2: 32-40 Koentjaraningrat. 1995. Antropologi dan Sejaran Pangan. Di dalam: Winarno FG. Puspitasari NL, Kusnandar Feri. Editor. Prosiding Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. FKUI, 9-11 Juni 1995. Jakarta. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia. hlm: 11-19. ____________ 2007. Pengantar Ilmu Antropologi. Cet. ke-8. Jakarta. PT Rineka Cipta. Kühne B, Vanhonacker F, Gellynck X, Verbeke W. 2010. Innovation in tradisional food products in Europe: Do sector innovation activities match consumers’ acceptance? Original Research Article Food Quality and Preference, 21: 629-638. Mubah AS. 2011. Strategi Meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam Menghadapi Arus Globalisasi. Jurnal Unair Vol. 24. No. 4: 302-308. Muhilal. 1995. Makanan Tradisional Sebagai Sumber Zat Gizi dan Non Gizi dalam Meningkatkan Kesehatan Individu dan Masyarakat. Di dalam: Winarno FG. Puspitasari NL, Kusnandar Feri. Editor. Prosiding Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradicional. FKUI, 9-11 Juni 1995. Jakarta. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia. hlm: 217-222. Napu A, Tambipi S, Mohammad S. 2008. Menu Khas Daerah Gorontalo. Gorontalo. Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo. Nasir M. 2009. Metode Penelitian. Bogor. Ghalia Indonesia. Nor NM, Sharif MM, Zahari MSM, Isha N, Muhammad R. 2012. The Transmission Modes of MalayTraditional Food Knowledge within Generations Original Research Article Procedia - Social and Behavioral Sciences, Vol.50:79-88 Notoatmodjo S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta. Pieniak Z, Verbeke W, Vanhonacker F, Guerrero dan Hersieth Margrethe. 2009. Association between traditional food consumtion and motives for food choice six European Contries. Journal Homepage Appetite: 53: 101-106. Rachmadewi A, Khomsan A. 2009. Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Asi Eksklusif serta Stauts Gizi Bayi Usia 4-12 Bulan di Pedesaan dan Perkotaan. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol. 4 No. 2: 84-91 Ritchie LD, Whaley SE, Spector P, Gomez J, Crawford PB. 2010. Favorable Impact of Nutrition Education on California WIC Families Original Research Article Journal of Nutrition Education and Behavior. 42:S2-S10. Roberts MS, Pobocik SR, Deek R, Besgrove A, Prostine AB. 2009. A Qualitative Study of Junior High School Principals and School food Service Directors Experiences with the Texas School Nutrition policy. Journal of Nutrition Education and behavior, 41; 293-299 Roose SG, Hogenkamp PS, Mars M, Finlayson G, Graaf C. 2012. Taste of a 24- h diet and its effect on subsequent food preferences and satiety. Original Research Article Appetite, Volume 59: 1-8 Rovner AJ, Nansel TR, Wang J, Iannotti RJ. 2011. Food Sold in school Vending Machines Is Associated With Overall Student Dietary Intake Original. Research Article Journal of Adolescent Health, 48:13-19. Sajogyo. 1995. Promosi, Pemasaran dan Pendidikan. Di dalam: Winarno FG. Puspitasari NL, Kusnandar Feri. Editor. Prosiding Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. FKUI, 9-11 Juni 1995. Jakarta. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia. hlm: 11-19. Scheaffer RL, Mendenhall W, Ott L. 1990. Elementary Survei Sampling Fouth Edition. United States of America. PWS-KENT Publishing Company. Setyo I, Hardinsyah, Dwiriani CM. 2001. Konsumsi Pangan Tradisional di Kalangan Remaja Siswa SMU Favorit dan Non-Favorit di Semarang. Di dalam Nuraida I, Dewanti R. Riyadi. Editor. Pangan Tradisional Basis Bagi Industri Pangan fungsional dan Suplemen. Pusat Kajian Makanan Tradisional IPB. hlm: 313-328. Shariff MZ. at al. 2008 Nutrition Education Intervention Improves Nutrition Knowledge, Attitude and Practices of Primary School Children: A Pilot Study. International Electronic Journal of Health Education, 2008; 11:119- 132 Soekirman , Thaga AR, Hardinsyah, Hadi H, Jus’at I, Achadi El, Atmarita. 2010. Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Jakarta. Kompas Gramedia. Suhardjo, Hardinsyah, Riyadi H. 1988. Survei Konsumsi Pangan. Pusat Antar Universitas IPB Bekerja Sama dengan Lembaga Sumberdaya Informasi- IPB. 95 Syarief H. 2008. Membangun Sumberdaya Manusia Berkualitas: Suatu Telaah Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Di dalam: Kusumantanto T, Sumarwan U, Poerwanto R, Manalu W, Haluan J, Rahayu IHS, Kusmana C, Setiawan BI, Koesmaryono Y. Penyunting. Dewan Guru Besar Institut Pertanian Bogor. Persfektif Ilmu-Ilmu Pertanian dalam Pembangunan Nasional. Jakarta. Penebar Swadaya. hlm: 339-342. Sztompka P. 1993. The Sociology of Social Change. Jakarta. Prenada Media Group. Tanziha I. 2010. Analisis Perencanaan Ketersediaan Pangan Berdasarkan Daya Dukung Pangan Wilayah untuk Memenuhi Kebutuhan Konsumsi Pangan di Kabupaten Lebak. Jurnal Ilmiah Agropolitan 3; 320-335 Thoha M. 1988. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Ed. Ke-1, Cet. Ke-3. Jakarta. CV Rajawali. Turrell G, Bentley R, Lindal R. Tomas, Jolley D, Subramanian SV, Kavanagh AM. 2009. A Multilevel Study of Area Socio-Economic Status and Food Purchasing Behavior. Public Health Nutrition: 12: 2074-2083 Van Der Laan LN, De Ridder DTD, Viergever MA, Smeets PAM. 2011. The first taste is always with the eyes: A meta-analysis on the neural correlates of processing visual cuesOriginal Research Article NeuroImage, Volume 55: 296-303. Waysima, Sumarwan U, Khomsan A, Zakaria FR. 2010. Sikap Afektif Ibu Terhadap Ikan Laut Nyata Meningkatkan Apresiasi Anak Mengonsumsi Ikan Laut. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol. 5 No. 3: 1994-201 Winarno FG. 1993. Makanan tradisional, Keamanan, Gizi dan Khasiat. Jakarta 1993. Seminar Pangan Tradisional dalam Rangka Penganekaragaman Pangan. Worobey J, 2006. Research Methods and Analitis Strategies. Di dalam Worobey J, Tepper BJ, Kanarek R. Nutrition and Behavior A Multidisciplenary Approach. Cabi Publishing. Zakaria FR, Andarwulan N. 2001. Khasiat Berbagai Pangan Tradisional untuk Pangan Fungsional dan Suplemen. Di dalam Nuraida I, Dewanti R. Riyadi. Editor. Pangan Tradisional Basis Bagi Industri Pangan fungsional dan Suplemen. Pusat Kajian Makanan Tradisional IPB. hlm: 41-53. KONSUMSI MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO DAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH The Consumption of Gorontalo Traditional Food and Student Nutritional Status Abstrak Tujuan penelitian mengkaji konsumsi makanan tradisional Gorontalo MTG dan status gizi anak sekolah yang mendapat mata pelajaran muatan lokal mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok. Penelitian ini adalah deskriptif cross-sectional, metode survei dengan recall 2 kali 24 jam pada siswa sebagai unit analisis baik siswa SMP mulok maupun tidak mulok. Juga pengukuran status gizi secara antropometri dan biokimia. Asupan energi 2307 kkal pada mulok dan 2277 kkal tidak mulok tidak berbeda nyata p0,05 dengan kontribusi protein adalah 13,51 pada mulok dan 13,42 pada tidak mulok, lemak 35,67 pada mulok dan 35,78 tidak mulok, karbohidrat 50,82 pada mulok dan 50,80 tidak mulok. Kontribusi energi dari MTG siswa mulok lebih tinggi 32,84 dibandingkan tidak mulok, 29,45, namun kontribusi karbohidrat sangat rendah yaitu 19,58 pada siswa mulok dan 18,40 tidak mulok, lemak adalah 45,61 pada mulok dan 41,07 tidak mulok serta protein 41,29 pada mulok dan 41,78 pada tidak mulok. Selanjutnya kontribusi serat dari MTG terdapat perbedaan yang siknifikan p0,05. Rata-rata IMT tergolong dalam kategori normal yaitu pada contoh siswa mulok 19,03±2,94 kgm 2 dan 19,02±3,26 kgm 2 pada tidak mulok. Namun ada kecenderungan peningkatan status gizi gemuk dan obesitas. Untuk Hemoglobin Hb antara contoh siswi mulok dan tidak mulok tidak ada perbedaan p0,05 dengan rata-ratanya 12,45±1,34 gdl dan 12,39±1,42 gdl. Kata kunci: Gorontalo, konsumsi makanan, status gizi, tradisional Abstract The objective of the research was to examine the consumption of Gorontalo traditional food GTF and nutritional status of students who study local content subject mulok contained with nutrition science based on GTF and non mulok. This research is a descriptive cross-sectional survey method with recall twice in 24 hours as an analysis unit to each group of student. As well as anthropometric measurements of nutritional status and biochemistry. Energy intake was 2307 kkal on mulok group and 2277 kkal on the other group which showed no significant difference p0,05 with contribution of protein was at 13,51 on mulok group and at 13,42 on non-mulok group. Fat was 35,67 on mulok group and 35,78 on non-mulok group, carbohydrate rate was 50,82 on mulok group and 50,80 on non-mulok group. Energy contribution of GTF mulok students were higher 32,48 compare to the other group 29,45, but carbohydrate intake was very low at 19,58 on mulok group and 18,40 on non-mulok group, fat was 45,61 on 97 mulok group and 41,07 on non-mulok group as well as protein rate was 41,29 on mulok group and 41,78 on non-mulok group. Furthermore, the contribution of fibers from MTG there are significant differences p 0.05. The average BMI was classified as normal for example the average of mulok student was 19,03±2,94 kgm 2 and non-mulok student was 19,02±3,26 kgm 2 . However, there was an increasing trend of fat and obesity. There was no significant difference for Hemoglobin Hb on schoolgirls of mulok and non-mulok group, which the average was 12,45±1,34 gdl and 12,39±1,42 gdl, respectively. Keywords: food consumption, Gorontalo, nutritional status, traditional Pendahuluan Makanan tradisional terbentuk sebagai akibat dari adanya hasil suatu evolusi pengalaman yang sudah turun temurun selama bertahun-tahun bahkan berabad- abad yang tersusun dalam hidangan sehari-hari Soerjodibroto 1995. Kesanggupan menyusun hidangan ini tidaklah diturunkan dalam pengertian herediter, tetapi merupakan kepandaian yang diajarkan dari leluhur melalui orang tua, terus ke generasi yang lebih muda Suhardjo 1989. Selanjutnya menurut Nor et al. 2012 bahwa proses transformasi pengetahuan makanan tradisional Melayu di kalangan generasi yaitu dari ibu ke anak-anak perempuan mereka dengan penjelasan tentang bahan-bahan yang digunakan, metode memasak, peralatan yang digunakan dan keterampilan memasaknya. Dari penjelasan ini maka dapatlah dikatakan bahwa makanan tradisional adalah makanan yang dibuat dengan menggunakan resep khas hasil ciptaan masyarakat daerah tertentu dan sudah ada dari generasi sebelumnya. Makanan tradisional dapat menunjang status gizi dan kesehatan serta kebugaran seseorang Soerjodibroto 1995. Banyak hasil penelitian mengenai makanan tradisional bahwa ternyata hampir semua bahan makanan yang digunakan secara tradisional maupun resep-resep makanan tradisional Indonesia mempunyai khasiat terhadap kesehatan karena mengandung satu atau lebih komponen senyawa yang mempunyai sifat fungsional terhadap satu atau lebih reaksi metabolisme dan biokimia yang esensial bagi tubuh Zakaria dan Andarwulan 2001. Hal ini yang dapat mendasari bahwa makanan tradisional penting untuk dilestarikan dan dikembangkan sebagai bagian dari budaya bangsa. Di Gorontalo sejak tahun 2008 telah dilaksanakan kebijakan pelestarian dan pengembangan makanan tradisional melalui mata pelajaran muatan lokal mulok ilmu gizi berbasis MTG di pendidikan dasar SD, SMP dan pendidikan menengah SMUSMK DinKes Provinsi Gorontalo, 2008. Mulok ini dibelajarkan di seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Gorontalo dan merupakan jenis muatan lokal yang pertama di Indonesia. Tujuan mulok ilmu gizi berbasis MTG diantaranya adalah meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang MTG, gizi dan kesehatan. Menurut Dwiriani et al. 2011 bahwa intervensi pendidikan gizi dapat meningkatkan pengetahuan gizi. Harapan dari peningkatan pengetahuan dan pemahaman tersebut adalah agar terjadi pola konsumsi yang baik sehingga dapat berdampak pula pada status gizi dan kesehatannya. Menurut Muhilal 1995 bahwa ada empat kelompok makanan Indonesia beserta fungsinya yaitu pertama, makanan pokok sebagai sumber karbohidrat atau sumber energi berupa beras, jagung, ubi, sagu, yang fungsinya membuat rasa kenyang dan diangap baik untuk kesehatan. Kedua, lauk sebagai sumber protein dan lemak berupa daging, ikan, telur, tempe dan tahu yang membuat hidangan terasa lebih enak. Ketiga, sayur yang fungsinya dalam menu memperlancar pengunyahan dan makanan lebih mudah ditelan. Sayuran merupakan sumber vitamin dan mineral, karena sebagian besar wilayah Indonesia umumnya sayuran dimasak lebih dahulu sebelum dimakan maka vitamin C sebagian besar menjadi rusak. Keempat, buah yang fungsinya untuk menetralkan rasa dari berbagai hidangan dan sering disebut pula pencuci mulut. Buah merupakan sumber vitamin dan mineral. Buah ini biasanya dimakan mentah maka vitamin yang dikandungnya terutama vitamin C tidak mengalami kerusakan. 99 Berdasarkan ulasan sebelumnya maka dapat dirumuskan bahwa bagaimanakah konsumsi MTG dan status gizi anak sekolah baik yang mendapat mata pelajaran Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG dan tidak mulok? Tujuan penelitian ini adalah menganalisis konsumsi MTG siswa mulok dan tidak mulok yang meliputi pola konsumsi; tingkat kecukupan energi, protein, lemak dan karbohidrat; tingkat kecukupan vitamin A, C dan serat; tingkat kecukupan mineral Ca, Fe, dan Zn; kontribusi zat gizi dari MTG. Selain itu menganalisis status gizi contoh siswa. Metode Penelitian Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross-sectional dengan metode survei untuk memperoleh fakta-fakta konsumsi MTG dan status gizi anak sekolah serta mendapatkan makna dan implikasi dari masalah yang ingin dipecahkan dengan instrumen dalam bentuk kuesioner Nasir 2009. Penelitian ini sebagian didanai oleh Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Gorontalo pada 1 kota dan 5 kabupaten yang masing-masing bertempat di perwakilan Sekolah Menengah Pertama SMP. Sekolah tersebut adalah sekolah yang melaksanakan mata pelajaran Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG dan tidak mulok yang ditentukan secara purposive. Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan sejak bulan Oktober – Maret 2011. Populasi dan Contoh Penelitian Populasi penelitian adalah siswa SMP kelas IX yang sedang bersekolah di Provinsi Gorontalo. Ditentukan contoh dengan cara stratified random sampling karena populasi terdiri dari dua kelompok. Secara purposive ditentukan contoh 2 SMP mulok dan 2 SMP tidak mulok pada setiap daerah kabupatenkota yang mempunyai kesamaan letak geografi, dan tingkat akreditasi. Dengan demikian diperoleh contoh sekolah berjumlah 24 SMP yang terdiri dari 12 sekolah mulok dan 12 tidak mulok, sehingga di kabupatenkota diwakili 2 contoh sekolah mulok dan 2 tidak mulok. Sekolah ini ada 12 yang terakreditasi A, 10 terakreditasi B dan 2 terakreditasi C. Setiap sekolah secara acak sederhana diwakili oleh 13 contoh tetapi ada 3 SMP yang contohnya kurang dari 13 siswa yaitu: 1 contoh SMP mulok hanya mempunyai 10 siswa yang memenuhi kriteria dan 2 contoh SMP tidak mulok masing-masing terdiri dari 12 dan 10 contoh. Diperoleh 153 contoh siswa SMP mulok, ibu siswa, dan nenek siswa; dan 152 SMP tidak mulok yang sama kriterianya, sehingga total contoh ada 915. Pengukuran Konsumsi Makanan Konsumsi makanan pada siswa dilakukan dengan metode recall 24 jam Recall dilakukan pada siswa sebagai unit analisis baik siswa SMP mulok maupun tidak mulok. Recall dilakukan 2 kali 24 jam yaitu konsumsi makanan pada hari sekolah Senin – Sabtu dan pada hari Minggu. Ini akan mengetahui totalitas konsumsi makanan setiap hari dan zat gizi meliputi energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin meliputi A dan C mineral meliputi Ca, Fe dan Zn, serta serat. Jenis vitamin dan mineral yang dipilih tersebut karena dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Perhitungan zat-zat gizi ini dengan menggunakan perangkat lunak Nutrisurvey Indonesia. Untuk menghitung tingkat kecukupan energi dan zat gizi maka digunakan angka kecukupan gizi AKG berdasarkan Widya Karya Pangan dan Gizi WNPG tahun 2004 dan juga dikoreksi dengan berat badan individu yang bersangkutan. Khusus untuk menghitung kecukupan lemak berdasarkan persentase dari total energi yaitu sebesar 20 Hardinsyah dan Tambunan 2004. Dalam menghitung karbohidrat berdasarkan selisih dari total energi yang dikurangi dengan total energi protein dan lemak kemudian dibagi dengan 4. Sebagai contoh anak laki-laki umur 13-15 tahun Tabel 51 dengan kecukupan energi berdasarkan AKG 2400 kkal, protein 60 g 240 kkal; lemak 20 dari total energi 2400 adalah 480 g atau 53,3 g. Jadi komponen karbohidrat adalah 2400 - 240 + 480 kemudian dibagi dengan 4, karena 1 gram karbohidrat adalah 4 kkal, sehingga hasilnya adalah 420 g. Lihat Tabel 51. Tabel 51 Angka kecukupan gizi laki-laki dan perempuan tahun 2004 umur 13 - 18 tahun Umur tahun BB kg TB cm Energi kkal Protein g Lemak g KH g Vit.A RE Vit.C mg Ca mg Fe mg Zn mg Laki-laki 13-15 48 155 2400 60 53.3 420 600 75 1000 19 18.2 16-18 55 160 2600 65 57.8 455 600 90 1000 15 16.9 Perempuan 13-15 49 152 2350 57 52.2 413 600 65 1000 26 15.8 16-18 50 155 2200 55 48.9 385 600 75 1000 26 14 Sumber: WNPG tahun 2004, kecuali lemak dan karbohidrat yang baru direkomendasikan. Jumlah asupan zat gizi dibandingkan dengan AKG kemudian diklasifikasi Depkes 1996, lihat Tabel 52. Sementara klasifikasi tingkat kecukupan vitamin dan mineral digolongkan dalam 2 kategori meliputi kategori kurang adalah 70 dan kategori cukup adalah 70 Gibson 2005. Tabel 52 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein Cut of point Defisit berat ≤70 Defisit sedang 70.0-79.9 Defisit ringan 80.0-89.9 Normal 90.0-109.9 Kelebihan ≥110 Sumber DepKes tahun 1996 Kecukupan serat yang direkomendasikan melalui WNPG 2004 adalah antara 19-30 goranghari. Untuk mempermudah perhitungan penulis tentukan kecukupan rata-rata serat adalah 25 goranghari. Untuk klasifikasi tingkat kecukupan serat makanan juga digolongkan dalam 2 kategori meliputi kategori kurang adalah 70 dan kategori cukup 70. Selanjutnya dibuat penggolongan makanan berdasarkan jenis makanan pokok, lauk pauk, sayur-sayuran, snackkue. Sementara untuk buah termasuk dalam jenis snackkue. 101 Pengukuran Status Gizi dan Kesehatan Makanan tradisional dapat digunakan sebagai aset atau modal untuk meningkatkan status gizi masyarakat dan kualitas sumber daya manusia Winarno 2004. Pengukuran status gizi dengan unit analisisnya adalah contoh siswa SMP yang mendapat mulok dan yang tidak mulok pada semua contoh sekolah. Adapun pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran antropometri yang meliputi berat badan dan tinggi badan. Pengukuran berat badan dilakukan dengan contoh menggunakan pakaian yang seminimal mungkin, tidak memakai jaket, mengeluarkan isi kantong, tidak mengenakan sepatu, sandal dan topi. Pengukuran berat badan dengan menggunakan alat timbang injak digital SECA ketelitian 0,1 kg merek Tanita HD 312 dan pengukuran tinggi badan dengan menggunakan mikrotois ketelitian 0,1 cm. Untuk interpretasi data dilakukan melalui perhitungan Indeks massa tubuh IMT berdasarkan umur dan juga berdasarkan jenis kelamin. Lihat Tabel 53. Tabel 53 Klasifikasi standar penilaian status gizi anak secara antropometri Indeks Kategori status gizi Ambang batas z-score Indeks massa tubuh menurut umur IMTU 13-18 tahun Sangat kurus -3 SD Kurus -3SD sampai -2 SD Normal -2SD sampai +1SD Gemuk +1 SD sampai +2SD Obesitas +2 SD Keputusan Menkes No. 1995MenkesSKXII2010. Dilakukan pula pengukuran status gizi secara biokimia yakni status anemia. Contoh adalah berjenis kelamin wanita yang terdiri dari siswi SMP mulok dan tidak mulok. Pengambilan contoh pada siswi dengan alasan bahwa kejadian anemia sebagian besar terjadi pada wanita, demikian juga pada masa tersebut wanita sudah banyak yang mengalami perubahan fisiologi tubuh diantaranya ditandai oleh menstruasi setiap bulan. Pengambilan darah dilakukan pada contoh yang sebelumnya telah menyetujui informed consent yang diwakili oleh orang tuanya. Dilakukan pengukuran Hemoglobin Hb pada darah tersebut dengan kriteria dikatakan anemia jika 12 gdl UNICEFUNUWHO 2001. Briawan et al. 2011 dalam penelitiannya bahwa penggolongan anemia yaitu ringan 10,0 - 11,9 gdl, sedang 7,0 - 9,9 gdl dan berat 7,0 gdl. Alat yang digunakan dalam pengukuran hemoglobin adalah HemoCue Hb 201 + yang memberikan hasil yang berkualitas secara mudah dan cepat. Setelah darah kapiler atau arteri diambil dengan menggunakan smartcare yang berisi blood lancets, kemudian darah diletakkan pada microvcuvette dan langsung dimasukan pada HemoCue yang sebelumnya telah dijalankan. Adapun proses pengukuran Hb dengan alat tersebut adalah: 1. Setelah tanda start ditekan, layar akan menampilkan tiga strip berkedip dan simbol HemoCue. 2. Pastikan tangan contoh dalam keadaan hangat dan contoh dalam keadaan santai. 3. Untuk pengambilan darah dilakukan pada jari tengah yang sebelumnya telah dibersihkan dengan desinfektan yaitu alkohol 70 dan dibiarkan kering. 4. Digunakan ibu jari untuk menekan jari tengah dari atas buku jari sehingga merangsang aliran darah ke bagian titik sampling. 5. Agar aliran darah baik dan nyerinya sedikit, contoh darah diambil pada sisi ujung jari. 6. Sementara menekan pergelangan jari untuk menangkal ujung jari, tusukan jari menggunakan jarum blood lancets yang telah dipasangkan pada tempatnya yaitu smartcare. Darah yang keluar 2 atau 3 tetes pertama dihapus dengan kapas steril. 7. Kembali menekan lingkarang jari ke arah ujung jari sampai setetes darah keluar. Ketika tetesan darah cukup banyak, kemudian microcuvette diisi dengan darah tersebut microcuvette ini hanya digunakan sekali. 8. Darah yang berlebih di bagian luar ujung microcuvette dibersihkan dan dipastikan tidak ada darah yang keluar dari microcuvette selama prosedur ini. 9. Tempatkan microcuvette dalam tempat kuvet di HemoCue. dorong pemegang kuvet dan proses pembacaan dimulai. Setelah 15-60 detik nilai hemoglobin contoh ditampilkan pada HemoCue. Pemeriksaan kesehatan dilakukan oleh seorang dokter dari Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan fisik, anamnesa keluhan dan riwayat penyakit. Kemudian berdasarkan data yang ada dokter menentukan diagnosa contoh yang diperiksa. Instrumen Pengumpulan Data 1. Tabel untuk recall makanan 24 jam dan kuesioner untuk frekuensi makanan Lampiran 2 point praktik. 2. Tabel pengukuran status gizi Lampiran 3 Analisis Data Dianalisis dengan melakukan uji beda t-test antara contoh siswa mulok dengan yang tidak mulok tentang konsumsi makanan dan status gizi contoh siswa. Konsumsi makanan dianalisis secara keseluruhan, kemudian dianalisis pula kontribusi zat gizi dari MTG. Sementara status gizi dianalisis berdasarkan IMT menurut umur dan juga berdasarkan kandungan hemoglobin darah contoh. Analisis data menggunakan SPSS Statistical Program for Sosial Sciences V. 16. Hasil dan Pembahasan Pola Konsumsi Pola konsumsi adalah jumlah macam makanan dan jenis serta banyaknya bahan pangan dalam pola makanan disuatu daerah tertentu Suhardjo et al. 1988. Selanjutnya menurut Sandjaja et al. 2009 bahwa pola konsumsi adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah makanan rata-rata perorang perhari yang umum dikonsumsi atau dimakan penduduk dalam waktu tertentu. Ditinjau dari jenis makanan yang dikonsumsi berdasarkan hasil recall 2 kali 24 jam, konsumsi makanan contoh siswa mulok dan tidak mulok dengan 6 klasifikasi jenis makanan yang dikonsumsi. Tabel 54 menunjukkan bahwa pola konsumsi contoh siswa mulok dan tidak mulok sesungguhnya tidak jauh berbeda. Ada yang pola konsumsinya terdiri dari makanan pokok dan lauk pauk sebesar 3,92 pada contoh siswa mulok dan 7,24 tidak mulok. Sementara pola konsumsi makanan pokok dan sayuran tidak terdapat di Gorontalo karena dalam konsumsinya bahwa pasangan makanan pokok adalah lauk pauk. Paling banyak pola konsumsi makanan contoh terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah yang masing-masing ada 40,52 pada contoh siswa mulok dan 32,89 tidak mulok. Sementara yang lainnya yaitu terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayuran, buah, dan snack ada 103 16,99 pada contoh siswa mulok dan 17,76 tidak mulok. Snack yang dimaksudkan di sini adalah kue, roti bungkus, gorengan, atau jenis camilan baik yang tradisional maupun modern. Tidak ditemukan pola konsumsi makanan pokok dan sayuran, ini dimungkinkan karena kebiasaan yang terjadi dalam masyarakat Gorontalo bahwa selamanya pendamping atau pasangan makanan pokok apakah dari beras, jagung, umbi-umbian, sagu, adalah lauk berupa ikan, udang, atau daging ayam, sapi, kambing. Temuan ini hampir sama dengan hasil penelitian Sudiarti 1997 yaitu pola konsumsi di Kota Depok Jawa Barat terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur lalapan dan buah. Lalapan yang di konsumsi ini menjadi salah satu pembeda jenis sayuran yang dikonsumsi, karena di Gorontalo tidak terdapat lalapan tersebut. Tabel 54 Jenis makanan yang dikonsumsi siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok Jenis makanan yang dikonsumsi Siswa mulok Siswa tdk mulok Total n n n Pokok+lauk 6 3.92 11 7.24 17 5.57 Pokok+lauk+buah 2 1.31 3 1.97 5 1.64 Pokok+lauk+sayur 55 35.95 59 38.82 114 37.38 Pokok+lauk+sayur+buah 62 40.52 50 32.89 112 36.72 Pokok+lauk+sayur+snack 2 1.31 2 1.32 4 1.31 Pokok+lauk+sayur+buah+snack 26 16.99 27 17.76 53 17.38 Tingkat Kecukupan Energi, Protein, Lemak dan Karbohidrat Tingkat kecukupan gizi diukur berdasarkan kelompok umur dan berat badan contoh siswa yang dibandingkan dengan angka kecukupan gizi AKG tahun 2004 bagi orang Indonesia kecuali lemak dan karbohidrat. Penelitian ini menemukan bahwa kontribusi gizi siswa mulok dengan tidak mulok tidak jauh berbeda. Rata- rata kontribusi protein sebesar 13,51 pada mulok dan 13,42 tidak mulok; lemak 35,67 pada mulok dan 35,78 pada tidak mulok; serta karbohidrat 50,82 pada mulok dan 50,80 tidak mulok. Temuan Oenzil 1993 pada penelitiannya tentang gaya hidup kebiasaan makan masyarakat pedesaan dan perkotaan di Sumatra Barat ditemukan bahwa kontribusi protein dan lemak di daerah perkotaan adalah 11,3 dari total energi dan 9,8 di daerah pedesaan, lemak sebesar 20,4 dan 15. Protein dalam MTG sebagian besar bersumber dari protein hewani berupa ikan. Sumber protein ini dikenal sebagai bahan makanan yang banyak mengandung asam lemak tak jenuh termasuk omega 3 yang berperan dalam mencegah terjadinya penyumbatan lemak pada dinding pembuluh darah Soekirman et al. 2003. Protein ini sangat penting untuk anak usia sekolah karena sebagai zat pembangun dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya. Sumber karbohidrat MTG meliputi beras, jagung, dan umbi-umbian. Penganekaragaman sumber karbohidrat ini dapat saling melengkapi unsur zat-zat gizinya. Dua atau lebih jenis bahan makanan yang dimasak bersama-sama sebagai sumber energi seperti beras dan jagung, dipadukan dengan ikan sebagai sumber protein serta dipadukan juga dengan sayuran sebagai sumber vitamin, mineral dan serat. Ini dapat memberikan pemenuhan kebutuhan pada tubuh, tetapi sebaiknya pula harus ditambah dengan buah. Kontribusi lemak telah melebihi pola konsumsi pangan yang baik, juga diatas kontribusi energi zat gizi rata-rata penduduk Indonesia yaitu sebesar 20 Hardinsyah dan Tambunan 2004. Sekalipun kandungan lemak dari MTG tersebut tinggi tetapi sumbernya paling banyak berasal dari lemak nabati yaitu dalam bentuk minyak kelapa, santan kelapa dan juga kelapa parut yang mengandung asam lemak jenuh rantai sedang. Menurut Almatsier 2003 bahwa lemak nabati ini, dibutuhkan oleh tubuh karena tidak lebih berbahaya jika dibandingkan dengan lemak hewani yang mengandung asam lemak jenuh dan juga dibutuhkan untuk aktivitas yang seimbang. Tidak ditemukan perbedaan yang nyata p0,05 asupan gizi contoh siswa mulok dan tidak mulok. Adapun rata-rata asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat adalah seperti Tabel 55, 56. Tabel 55 Rata-rata asupan dan persentase AKG energi dan protein siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok Zat gizi Siswa mulok Siswa tidak mulok Sig 2- tailed Rata-rata AKG Rata-rata AKG Energi kkal 2307±503 a 97.15±20.98 2277±572 a 95.91±23.86 0.634 Protein g 77.93±17.08 a 133.21±29.20 76.43±19.78 a 130.65±33.81 0.479 Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5. Rata-rata asupan energi siswa mulok dan tidak mulok masing-masing adalah 2307 kkal dan 2277 kkal. Asupan energi ini masih lebih rendah 93-122 kkal dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi tahun 2004 umur 13-15 tahun yaitu 2400 kkal. Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan asupan energi rata-rata usia 13-15 tahun ditingkat provinsi Gorontalo adalah 76,6±26,5 dari AKG 1838±636 kkal dan secara nasional hanya 74,7±23,6 1792±556 kkal. Jadi temuan ini menunjukkan tingkat kecukupan energi pada kedua kelompok siswa tersebut adalah lebih dari 95 dan tergolong sebagai kategori asupan energi normal. Ini berbeda dengan hasil penelitian Tanziha 2011 yang menemukan tingkat kecukupan energi di Desa Pasindangan dan Desa Banjarsari adalah lebih tinggi dengan masing-masing rata-ratanya adalah 128,4 dan 131,6 atau rata-ratanya 129,9. Sementara hasil peneltian Dwiriani et al. 2011 menunjukkan bahwa asupan energi siswa di tiga SMP kabupaten Bogor adalah lebih rendah dari yang ditemukan dalam penelitian ini dan riskesda dengan rata-ratanya 1557 kkal. Rata-rata asupan protein antara siswa mulok dan tidak mulok tidak terdapat perbedaan yang nyata p0,05. Pada contoh siswa mulok terdapat 77,93 ghari dan tidak mulok 76,43 ghari. Tingkat kecukupan kedua kelompok contoh siswa ini adalah diatas dari AKG yaitu 133,21±29,20 pada contoh siswa mulok dan 130,65±33,81 tidak mulok. Ini lebih tinggi dari hasil Riskesdas 2010 yang menunjukkan rata-rata asupan protein anak usia 13-15 tahun Provinsi Gorontalo adalah 67,56±41,94 ghari atau 115,5±71,70 dari AKG, sementara secara nasional adalah 102,8±52,5. Hasil penelitian Budi 2012 di SMP Tegalrejo Kabupaten Magelang bahwa asupan protein adalah hanya rata-rata 31,3 ghari atau 64 dari AKG dan temuan Dwiriani et al. 2011 adalah 38,5 ghari protein yang menunjukan hanya 67,8 dari AKG. 105 Rata-rata asupan lemak antara siswa mulok dan tidak mulok tidak terdapat perbedaan yang nyata p0,05. Penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata asupan lemak siswa mulok dan tidak mulok melebihi 20 dari energi. Adapun rata-rata asupan lemak tersebut yaitu 91,45±25,35 ghari pada siswa mulok dan 90,56±30,61 ghari siswa tidak mulok. Sementara rata-rata hasil Riskesdas 2010 untuk golongan umur ini hanya 55,7±34,7 ghari. Berarti terdapat selisih yang sangat besar yaitu ±34,86 - 35,75 ghari. Sementara hasil penelitian Oktaviani et al. 2012 bahwa sebagian besar 65 siswa SMA di Semarang menunjukkan tingkat kecukupan lemak ≥120. Tabel 56 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok Zat gizi Siswa mulok Siswa tidak mulok Sig 2- tailed Rata-rata Tingkat kecukupan Gizi Rata-rata Tingkat kecukupan Gizi Lemak g 91.45±25.35 a 173.36±48.06 90.56±30.61 a 171.68±58.03 0.784 Karbohidrat g 319.88±202.50 a 76.80±48.62 303.96±131.46 a 72.98±31.56 0.418 Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5. Proses memasak MTG paling banyak menggunakan minyak goreng dan santan kelapa. Ini sebagai penyebab terjadinya asupan lemak yang tinggi. Bahwa memang sumber lemak makanan tradisional di Indonesia pada umumnya adalah minyak kelapa dan santan yang meskipun mengandung lemak yang tinggi tetapi penggunaannya selama berabad-abad tidak memberikan bahaya kesehatan yang berarti Soerjodibroto 1995. Makanan tradisional Gorontalo yang menjadi pilihan utama setiap hari oleh contoh siswa mulok dan tidak mulok adalah dimasak dengan cara digoreng, ditumis, diliwetkukus dengan santan. Ini terjadi baik pada: jenis makanan pokok yaitu nasi kuning sebanyak 42,86; bilenthango pada jenis lauk pauk sebanyak 85,71, kando tilumiti jenis sayuran 70,97 dan sanggala jenis snackkue sebanyak 31,95 Tabel 47. Selanjutnya temuan rata-rata asupan karbohidrat adalah lebih tinggi dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2010 umur 13-15 tahun yang hanya 257±115 g, sementara pada kedua kelompok siswa tersebut rata-ratanya adalah 319,88±202,50 ghari pada siswa mulok dan 303,96±131,46 ghari siswa tidak mulok. Lihat Tabel 56. Tabel 57 menunjukkan kategori kecukupan energi terbanyak ada pada kategori normal dan kelebihan yaitu pada contoh siswa mulok ada 49,67 normal dan 36,60 kelebihan. Sementara untuk contoh siswa tidak mulok ada 44,08 normal dan 31,58 kelebihan. Riskesdas 2010 menetapkan bahwa asupan energi di bawah kebutuhan minimal adalah bila konsumsinya kurang dari 70 AKG 2004. Penelitian ini menunjukkan bahwa kontribusi energi yang kurang dari 70 adalah berada pada kategori defisit berat yaitu contoh siswa mulok ada 1,31 dan tidak mulok sebanyak 3,29 sehingga totalnya adalah 2,30. Asupan minimal energi hasil penelitian ini menunjukkan jauh lebih rendah dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2010 yaitu kurang dari 70 AKG umur 13-15 tahun di tingkat provinsi Gorontalo dan nasional masing-masing 53,9 dan 54,5. Tabel 57 Sebaran siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan kategori kecukupan energi dan protein Kategori Energi Protein Siswa mulok Siswa tdk mulok Total Siswa mulok Siswa tdk mulok Total Defisit berat ≤ 70 n 2 5 7 1 1 2 1.31 3.29 2.30 0.65 0.66 0.66 Defisit ringan 70.0 - 79.9 n 3 12 15 1 1 1.96 7.89 4.92 0.00 0.66 0.33 Defisit sedang 80.0 - 89.9 n 16 20 36 3 3 10.46 13.16 11.80 0.00 1.97 0.98 Normal 90.0 - 109.9 n 76 67 143 17 21 38 49.67 44.08 46.89 11.11 13.82 12.46 Kelebihan ≥ 110 n 56 48 104 135 126 261 36.60 31.58 34.10 88.24 82.89 85.57 Terdapat 88,24 siswa mulok dengan kontribusi protein berkategori kelebihan dan 82,89 pada siswa tidak mulok. Ini sehubungan dengan konsumsi setiap hari lauk pauk MTG berbahan ikan diantaranya yaitu bilenthango pada seluruh contoh siswa mulok dan tidak mulok sebanyak 85,71 Tabel 47. Kontribusi protein di bawah kebutuhan minimal adalah kurang dari 80 AKG 2004 yang dalam penelitian ini tergolong dalam kategori defisit berat dan defisit sedang. Konribusi protein yang kurang dari 80 ini terlihat pada Tabel 23 sebesar 0,65 siswa mulok dan 1,32 siswa tidak mulok. Kontribusi protein di bawah kebutuhan minimal hasil penelitian ini adalah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2010 umur 13-15 tahun baik di tingkat provinsi Gorontalo maupun nasional yaitu masing-masing 22,4 dan 38,1 dari AKG. Tingkat Kecukupan Vitamin A, C, dan Serat Asupan vitamin A antara siswa mulok dan tidak mulok tidak terdapat perbedaan yang nyata p0,05. Asupan rata-rata dibandingkan dengan AKG 2004 adalah pada siswa mulok sebesar 127,06±106,88 dan 109,69±94,04 siswa tidak mulok. Temuan ini berbeda jauh dengan hasil penelitian Tanziha 2011 yaitu sebesar 609,9. Tingkat kecukupan vitamin A terbanyak adalah kategori cukup dengan total 78,03 yang masing-masingnya ada 83,66 pada siswa mulok dan 72,37 siswa tidak mulok. Lihat Tabel 58, 59. Asupan vitamin A ini sebagian besar diperoleh dari jagung kuning, minyak goreng, kangkung, dan daun singkong, serta ditambah dari sumber lainnya seperti dari ikan yang digoreng. Menurut Gibson 2005 bahwa sumber vitamin A yang berasal dari tumbuhan yang disebut karoten diantaranya sayuran yang berwarna hijau tua seperti yang dikonsumsi oleh contoh siswa, minyak kelapa, jagung kuning, juga dari ikan dan telur untuk sumber vitamin A. Menurut Tarwotjo 107 1990 bahwa vitamin A ini selain berhubungan dengan kesehatan mata seseorang juga yang terpenting dalam dimensi yang lebih luas adalah berhubungan dengan pertumbuhan, morbiditas dan mortalitas. Asupan vitamin C pada contoh siswa mulok dan tidak mulok tidak terdapat perbedaan yang nyata p0,05. Penelitian ini menunjukkan tingkat kecukupan vitamin C berdasarkan AKG 2004 yaitu 79,13±52,67 pada siswa mulok dan 85,07±65,10 siswa tidak mulok. Hanya terdapat 50,49 contoh dengan tingkat kecukupan vitamin C berada pada kategori cukup dengan masing- masing rata- ratanya adalah 50,33 pada siswa mulok dan 50,66 siswa tidak mulok. Secara keseluruhan terdapat 49,51 siswa dengan asupan vitamin C di bawah AKG. Kemungkinan ini terjadi karena konsumsi buah-buahan yang rendah terjadi pada contoh siswa tersebut. Lihat Tabel 58, 59. Menurut Gibson 2005 bahwa sumber vitamin C adalah buah-buahan terutama jeruk dan sayuran. Vitamin C berhubungan dengan peningkatan kekebalan tubuh, termasuk dalam proses penyembuhan penyakit infeksi dan pencegahannya. Hemila et al. 2011 menemukan manfaat vitamin C dalam mengatasi penyakit asma pada anak-anak di Mesir. Tabel 58 Rata-rata asupan dan persentase AKG vitamin A, vitamin C dan serat siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok Vitamin serat Siswa mulok Siswa tidak mulok Sig 2- tailed Rata-rata AKG Rata-rata AKG Vit. A RE 762.34±641.31 a 127.06±106.88 658.14±564.23 a 109.69±94.04 0.134 Vit. C mg 55.39±36.87 a 79.13±52.67 59.55±45.57 a 85.07±65.10 0.383 Serat g 12.37±4.9 a 49.48±19.60 13.12±5.03 a 52.48±20.12 0.192 Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5. Tingkat kecukupan serat pada contoh siswa mulok dan tidak mulok tidak terdapat perbedaan yang nyata p0,05, tetapi masih jauh di bawah rekomendasi WNPG 2004 yaitu antara 19-30 groranghari. Adapun rata-rata asupan serat siswa mulok adalah 49,48±19,60 dan 52,48±20,12 tidak mulok. Masih rendahnya asupan serat ini akan dapat menjadi masalah yang berhubungan dengan saluran pencernaan dan juga penyakit degeneratif. Menurut Kusharto 2006 bahwa hampir semua fungsi metabolisme serat berkaitan dengan kolon, dan serat ini tidak dicerna di dalam usus, sehingga tidak berkepentingan dengan pembentukan energi; Sihombing dan Riyadina 2009 bahwa asupan serat berpeluang terhadap kejadian anemia sebesar 1,1 kali dibanding yang cukup serat tidak bermakna. Menurut Muchtadi et al. 2002 dalam penelitiannya bahwa serat yang terdapat dalam sayuran adalah bersifat hipokolesterolemik seperti taoge kacang hijau, bayam, daun singkong, wortel, terung. Selanjutnya bahwa terong dan kangkung menurunkan kadungan trigliserida. Terong, bayam, dan taoge dapat menurunkan kandungan kolesterol LDL juga dapat meningkatkan kandungan kolesterl HDL. Rata-rata ada 82,95 siswa dengan asupan serat dengan kategori cukup yang masing-masingnya 79,08 pada siswa mulok dan 86,84 tidak mulok. Lihat Tabel 58. Ini berkaitan dengan MTG jenis sayuran yang dikonsumsi setiap hari Tabel 47 yaitu kando tilumiti sebesar 70,97, pilitode lo poki-poki 16,13 dan ihu tilinanga 6,45. Selain itu sumber serat lainnya yang banyak dikonsumsi adalah MTG jenis snackkue yaitu sanggala yang terbuat dari bahan pisang masak sebanyak 31,95 Tabel 47. Tabel 59 Sebaran siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan kategori kecukupan vitamin A, vitamin C dan serat Kategori Vitamin A Vitamin C Serat Siswa mulok Siswa tdk mulok Total Siswa mulok Siswa tdk mulok Total Siswa mulok Siswa tdk mulok Total Kurang 70 n 25 42 67 76 75 151 32 20 52 16.34 27.63 21.97 49.67 49.34 49.51 20.92 13.16 17.05 Cukup ≥70 n 128 110 238 77 77 154 121 132 253 83.66 72.37 78.03 50.33 50.66 50.49 79.08 86.84 82.95 Tingkat Kecukupan Mineral Ca, Fe dan Zn Asupan mineral pada setiap individu sangat dipengaruhi oleh jenis makanan yang dikonsumsinya setiap hari. Dalam penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang nyata asupan mineral siswa mulok dan tidak mulok. Rata-rata asupan Ca, Fe dan Zn masih dibawah dari AKG yaitu kurang dari 54. Lihat Tabel 60. Tingkat kecukupan kalsium pada contoh siswa mulok dengan kategori kurang sebanyak 29,41 dan 22,37 pada tidak mulok. Di sini terlihat bahwa kategori cukup melebihi 70 yaitu ada 70,59 pada contoh siswa mulok dan 77,63 tidak mulok. Menurut Park et al. 2013 bahwa konjugasi asam linoleik dengan kalsium memiliki potensi besar digunakan untuk mencegah keropos tulang dan penurunan berat badan. Menurut Gibson 2005 bahwa sumber kalsium yang tinggi adalah ikan terutama ikan kecil-kecil yang dapat dimakan dengan tulangnya juga susu dan produk susu lainnya. Dalam penelitian ini sebagian besar contoh mengonsumsi jenis ikan kecil-kecil namun konsumsi susu dan produk susu masih rendah karena belum merupakan kebutuhan yang dimungkinkan berhubungan dengan faktor ekonomi. Tabel 60 Rata-rata asupan dan persentase AKG Ca, Fe, dan Zn siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok Mineral Siswa mulok AKG Siswa tidak mulok AKG Sig 2- tailed Ca mg 502.63±402.96 a 50.26±40.30 536.80±625.64 a 53.68±62.56 0.572 Fe mg 10.06±10.22 a 44.71±45.42 11.09±15.00 a 49.29±66.67 0.485 Zn mg 7.17±2.30 a 42.18±13.53 7.32±5.70 a 43.06±33.53 0.764 Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5. Selanjutnya untuk kecukupan zat besi pada contoh siswa mulok diperoleh bahwa yang berkategori cukup sebanyak 89,54 dan 86,84 pada tidak mulok. Jadi ada 10,46 contoh siswa mulok kecukupan zat besinya berkategori kurang dan ada 13,36 pada tidak mulok. Kwong et al. 2004 dalam hasil penelitiannya tentang interaksi zat besi dengan keracunan timah pada manusia ditemukan bahwa asupan zat besi yang tinggi dan zat besi yang cukup dapat mengurangi risiko keracunan timah. Selain itu secara klinis bahwa Fe merupakan mineral terpenting dalam tubuh dengan banyak fungsinya terutama diperlukan dalam pembentukan 109 hemoglobin, sehingga manifestasi dari kekurangan zat besi berkaitan dengan konsekuensi fungsional yang merugikan Jain dan Sharma 2012, sementara kecukupan zat besi yang memadai dapat juga merupakan salah satu penentu utama kebugaran pada siswa Basan dan Tanziha 2012. Tingkat kecukupan mineral seng pada penelitian ini berkategori cukup adalah melebihi 95 baik pada contoh siswa mulok dan tidak mulok. Seng merupakan mineral mikro trace element yang sangat penting setelah besi, berperan dalam banyak enzim untuk metabolisme tubuh, produksi hormon pertumbuhan, sebagai antioksidan dan diperlukan dalam fungsi imunitas yang dapat mencegah infeksi seperti infeksi saluran nafas, malaria dan diare Agustian et al. 2009. Sebelumnya temuan Bhandari et al. 2007 bahwa suplementasi seng menunjukan penurunan morbiditas diare dan pneumonia. Menurut Kartono dan Soekatri 2004 bahwa ikan merupakan sumber zat besi dan seng. Sumber ini sebagian besar selalu dikonsumsi oleh contoh siswa. Sementara susu dan produk susu lainnya masih terbatas yang kemungkinan disebabkan oleh faktor kebiasaan dan juga ekonomi seperti telah dijelaskan sebelumnya. Lihat Tabel 61 dan 51. Tabel 61 Sebaran siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan kategori kecukupan Ca, Fe, dan Zn Kategori Ca Fe Zn Siswa mulok Siswa tdk mulok Total Siswa mulok Siswa tdk mulok Total Siswa mulok Siswa tdk mulok Total Kurang 70 n 45 34 79 16 20 36 5 5 10 29.41 22.37 25.90 10.46 13.16 11.80 3.27 3.29 3.28 Cukup ≥70 n 108 118 226 137 132 269 148 147 295 70.59 77.63 74.10 89.54 86.84 88.20 96.73 96.71 96.72 Kontribusi Zat Gizi dari MTG Makanan tradisional Gorontalo memberikan kontribusi dalam asupan zat gizi setiap hari. Kontribusi zat-zat gizi dari MTG terlihat lebih tinggi pada siswa mulok dibandingkan dengan tidak mulok, tetapi kontribusi ini tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara keduanya p0,05 kecuali asupan serat. Lihat Tabel 62. Terlihat bahwa kontribusi rata-rata energi dari MTG pada siswa mulok sebesar 757±279 kkal atau 32,84±55,45 dari total energi dan 679±185 kkal atau 29,45±32,31 pada tidak mulok. Kontribusi protein dari MTG ini adalah lebih dari setengah kecukupan protein berdasarkan AKG yaitu 32,18±11,17 gram pada siswa mulok dan 32,56±10,76 gram tidak mulok. Untuk kontribusi energi dari lemak adalah tertinggi, yaitu pada mulok sebesar 45,61±59,53 dari total asupan energi dan 41,07±37,18 tidak mulok. Kontribusi energi dari karbohidrat merupakan yang terendah yaitu sebesar 19,58±20,21 pada mulok dan 18,40±20,25 tidak mulok. Tabel 62 Rata-rata kontribusi dan persentase sumbangan zat gizi dari MTG siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok Zat gizi Siswa mulok dari total asupan Siswa tidak mulok dari total asupan Sig. 2- tailed Energi kkal 757±279 a 32.84±55.45 679±185 a 29.45±32.31 0.149 Protein g 32.18±11.17 a 41.29±65.40 32.56±10.76 a 41.78±54.40 0.876 Lemak g 41.71±15.09 a 45.61±59.53 37.56±11.38 a 41.07±37.18 0.174 Karbohidrat g 67.81±39.64 a 19.58±20.21 58.86±26.62 a 18.40±20.25 0.245 Vitamin A RE 345.17±175.76 a 51.52±23.56 339.08±132.95 a 45.28±27.41 0.864 Vitamin C mg 33.25±15.77 a 60.03±42.77 33.83±13.18 a 56.81±28.92 0.861 Serat g 7.34±3.50 a 59.34±71.43 5.91±2.17 b 45.12±43.14 0.033 Ca mg 228.72±231.05 a 45.50±57.34 165.90±156.20 a 30.91±24.97 0.164 Fe mg 3.52±1.30 a 34.99±12.72 3.17±0.90 a 28.58±6.00 0.163 Seng mg 2.44±0.98 a 34.03±42.61 2.37±0.88 a 32.38±15.44 0.757 Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5. Kontribusi energi dari MTG banyak yang berasal dari jenis lauk pauk yaitu ikan, dengan makanan pokoknya dari jagung, sehingga ini memberikan kontribusi lebih dari setengah kecukupan vitamin A yaitu sebesar 51,52±23,56 pada siswa mulok dan 45,28±27,41 tidak mulok. Sementara kontribusi vitamin C mendekati separuh dari kecukupan gizi yang dianjurkan yaitu 60,03±42,77 pada siswa mulok dan 56,81±28,92 tidak mulok yang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata P0,05. Kontribusi serat dari MTG yang diasup oleh kedua kelompok siswa menunjukkan perbedaan yang nyata p0,05. Hal ini dibuktikan oleh jenis MTG sayuran yang dikonsumsi berbahan kangkung, terong, daun pepaya serta dari snackkue yang terbuat dari pisang Lampiran 36, 37. Rata-rata asupan serat dari MTG pada siswa mulok yakni 59,34±71,43 dan 45,05±43,14 tidak mulok. Kontribusi zat gizi lainnya seperti Ca, Fe, dan Zn dibawah dari 50 dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Lihat Tabel 63. Status Gizi dan Kesehatan Sebelum menentukan status gizi, maka dapat dilihat terlebih dahulu keadaan berat badan BB dan tinggi badan contoh siswa mulok dan tidak mulok. Kedua indikator antropometri ini tidak menunjukkan perbedaan yang nyata p0,05 antara BB dan TB baik pada contoh siswa mulok dan tidak mulok. Adapun rata- rata BB contoh siswa mulok yaitu 43,70±8,14 kg dan 44,62±9,32 kg tidak mulok. Sementara rata-rata TB siswa mulok adalah 151,36±7,63 cm dan 152,90±6,60 cm pada tidak mulok, lihat Tabel 63. Rata-rata berat badan dan tinggi badan yang ditemukan tidak jauh berbeda dibandingkan dengan review data berat badan dan tinggi badan penduduk Indonesia yang dilakukan oleh Jahari dan Jus’at 2004 yaitu rata-rata berat badan 44,7±6,73 kg dan tinggi badan 152,3±4,63 cm. Dari berat badan dan tinggi badan ditentukan IMT berdasarkan umur kedua kelompok contoh dengan hasil tidak menunjukkan perbedaan yang nyata p0,05, lihat Tabel 63. Rata-rata IMT contoh siswa mulok 19,03±2,94 kgm 2 dan 19,02±3,26 kgm 2 pada contoh siswa tidak mulok. Rata-rata kedua kelompok ini berdasarkan standar antropometri penilaian status gizi anak termasuk dalam kategori normal. Kemungkinan keadaan status gizi ini berhubungan dengan 111 keseimbangan makanan yang dikonsumsi dengan aktivitas contoh siswa. Ini berbeda dan lebih rendah dibandingkan temuan Sungkowo et al. 2008 bahwa tidak berbeda nyata IMT antara kelompok yang diintervensi pendidikan gizi dan yang tidak dengan masing-masingnya adalah 25,6 kgm 2 dan 24,8 kgm 2 status gizi ini cenderung dalam kategori gemuk. Tabel 63 Berat badan dan tinggi badan siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok Antropometri Siswa mulok Siswa tdk mulok Sig. 2-tailed Berat badan kg 43.70±8.14 a 44.62±9.32 a 0.362 Tinggi badan cm 151.36±7.63 a 152.90±6.60 a 0.061 Angka yang diikuti oleh huruf yang sama baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5. Terdapat 5 kategori status gizi yaitu sangat kurus, kurus, normal, gemuk dan obesitas. Pada Tabel 64 menunjukkan bahwa kategori status gizi normal adalah terbanyak yaitu ada 90,85 pada contoh siswa mulok dan 81,58 tidak mulok. Hasil penelitian Budi 2012 di SMP Tegalrejo Kabupaten Magelang ditemukan bahwa status gizi siswa sebagian besar adalah normal yaitu 86,5. Selanjutnya total status gizi kurus dan sangat kurus ada 5,91. Total keadaan gemuk dan obesitas berjumlah 24 siswa atau 7,87. Ini juga dapat dikatakan sebagai penggambaran beban ganda yang dialami daerah yaitu selain terdapatnya status gizi kurus dan sangat kurus juga kecenderungan meningkatnya status gizi gemuk dan obesitas yang dapat disebabkan oleh kelebihan asupan lemak ada 97,38 . Dalam temuan ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwiriani et al. 2012 pada siswa kelas 7 dan 8 di 3 SMP di Bogor status gizi kurus dan sangat kurus adalah 3,6, sementara status gizi gemuk dan obesitas yakni 9,8, sedangkan untuk status gizi normal tidak jauh berbeda yaitu 86,6. Tabel 64 Sebaran siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan status gizi Status Gizi Siswa mulok Siswa tdk mulok Total Sig. 2-tailed n n n Sangat kurus 0.00 2 1.32 2 0.66 0.980 Kurus 5 3.27 11 7.24 16 5.25 Normal 139 90.85 124 81.58 263 86.23 Gemuk 7 4.58 10 6.58 17 5.57 Obesitas 2 1.31 5 3.29 7 2.30 Dilakukan pula penentuan status kesehatan secara biokimia yang lebih dikenal sebagai penentuan kadar hemoglobin Hb dengan menggunakan alat HemoCue. Pengukuran ini dilakukan pada 184 siswa putri yang terdiri dari 97 contoh siswa putri mulok dan tidak mulok berjumlah 87. Sebelumnya diketahui bahwa siswi mulok yang haid berjumlah 16,49 16 siswi dan tidak haid 85,51 81 siswi, sementara pada siswi tidak mulok yang tidak haid ada 79,31 69 siswi dan haid ada 20,69 18 siswi. Total yang haid ada 18,48 34 siswi dan tidak haid 81,52 150 siswi dengan umur haid pertama berkisar antara umur 10-15 tahun. Hal ini berbeda dengan dengan hasil penelitian Indriani et al. 2009 pada remaja putri di Kabupaten Bogor yaitu antara 9 - 15 tahun, Dwiriani et al. 2011 antara 10 -14 tahun. Selanjutnya hasil uji beda terhadap Hb tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang nyata p0,05. Kadar hemoglobin darah contoh siswa berkisar antara 8,0 - 15,5 gdl. Temuan ini hampir sama dengan hasil penelitiannya Dwiriani 2011 yang berkisar antara 9,2-15,2 gdl. Rata-rata Hb contoh siswi berada dalam kategori normal yaitu ≥ 12 gdl dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata p=0,760. Pada contoh siswi mulok rata-rata 12,45±1,34 gdl dan 12,39±1,42 gdl pada tidak mulok. Temuan rata-rata Hb ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Briawan 2008 pada remaja putri sebelum diberikan intervensi gizi yaitu rata-rata 12,61±1,47 gdl, selanjutnya temuan Marudut 2012 rata-rata Hb siswi pesantren putri kelas 9-12 adalah lebih rendah dari temuan yang telah disebutkan sebelumnya yaitu 10,63±1,13 gdl. Tabel 65 menunjukkan bahwa terdapat 62,5 siswi dengan kadar Hb ≥ 12 gdl, sementara yang lainnya adalah 12 gdl ada 37,5. Temuan ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Briawan 2008 yaitu sebesar 25,1 yang Hbnya 12 gdl. Jika ditinjau hasil recall dari Fe yang menunjukkan hampir 90 berkategori cukup 89,54 siswi mulok dan 86,84 tidak mulok, sementara tingkat kecukupan vitamin C dengan kategori kurang hampir 50 49,67 mulok dan 49,34 tidak mulok. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa kemungkinan faktor yang kurang mendukung ini yang menyebabkan penggunaan absorbsi Fe di dalam tubuh menjadi tidak optimal. Selain itu rendahnya asupan vitamin C juga yang menyebabkan Hb siswi dalam kategori rendah karena diketahui bahwa vitamin tersebut sangat berperan dalam absorbsi dan metabolisme Fe. Vitamin C mereduksi besi feri menjadi fero di dalam usus sehingga mudah dan meningkatkan absorbsi Fe Johnston et al. 2001. Hasil penelitian Zulaekah 2009 menunjukkan bahwa intervensi dengan zat besi, vitamin C dan pendidikan gizi memberikan peningkatan kadar hemoglobin relatif lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberikan pendidikan gizi. Tabel 65 Sebaran contoh siswi mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok berdasarkan status anemia Status anemia Hb gdl Mulok Tidak mulok Total n n n Normal ≥ 12 61 62,9 54 62,1 115 62,5 Ringan 10.0 - 11.9 31 32,0 29 33,3 60 32,6 Sedang 7.0 - 9.9 5 5,2 4 4,6 9 4,9 Berat 7.0 0,0 0,0 0,0 Total 97 100,0 87 100,0 184 100,0 Keadaan anemia memang menimbulkan resiko, seperti yang ditemukan oleh Briawan et al. 2001 bahwa faktor resiko pada remaja putri diantaranya adalah menstruasi dan status gizi. Lebih lanjut dikatakannya bahwa remaja putri pada kelompok usia 13-15 tahun memiliki kecenderungan mengalami anemia 2,73 kali lebih besar dibandingkan yang berusia 10-12 tahun karena berhubungan dengan menstruasi lebih 50 yang belum haid pertama. Selain itu, yang berstatus gizi 113 kurus cenderung mengalami anemia 8,32 kali lebih besar dibandingkan yang berstatus gizi gemuk. Status kesehatan berkaitan erat dengan status gizi begitu pula sebaliknya. Menurut hasil pemeriksaaan dokter, bahwa pada contoh siswa mulok dan tidak mulok tidak terdapat perbedaan status kesehatan. Ada 98,7 contoh yang sehat dan tidak mempunyai riwayat penyakit yang kronis. Ada 3 contoh siswa mulok yang mempunyai riwayat penyakit yaitu 2 siswa dengan riwayat penyakit asma dan 1 siswa dengan riwayat penyakit kelainan jantung bawaan. Sementara contoh siswa tidak mulok terdapat 1 contoh siswa yang mempunyai riwayat penyakit asma. Simpulan Terdapat 6 klasifikan jenis makanan yang dikonsumsi. Contoh siswa mulok paling banyak dengan jenis makanannya berupa makanan pokok, lauk pauk, sayur, dan buah sebesar 20,33 dan 16,39 contoh siswa tidak mulok. Selanjutnya untuk contoh siswa tidak mulok pola konsumsi terbanyak adalah makanan pokok, lauk pauk, dan sayur sebesar 37,38 dan contoh siswa mulok sebesar 18,03. Rata-rata asupan energi siswa mulok dan tidak mulok masing-masing adalah 2307 kkal dan 2277 kkal; kontribusi protein 13,51 pada mulok dan 13,42 tidak mulok; lemak pada mulok 35,67 dan 35,78 pada tidak mulok; serta karbohidrat 50,82 pada mulok dan 50,80 tidak mulok. Tingkat kecukupan vitamin A sebagian besar dalam kategori cukup yaitu sebesar 83,66 pada siswa mulok dan 72,37 tidak mulok; Vitamin C hanya terdapat 50,49 berada pada kategori cukup; serat tingkat kecukupannya pada siswa mulok baru mencapai 49,48±19,60 dari rekomendasi WNPG 2004 dan 52,48±20,12 tidak mulok. Demikian pula tidak terdapat perbedaan yang nyata asupan Ca, Fe dan Zn antara siswa mulok dan tidak mulok masih di bawah AKG yaitu kurang dari 54. Kontribusi zat-zat gizi dari MTG terhadap energi terlihat lebih tinggi pada siswa mulok dibandingkan dengan tidak mulok, tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata p0,05 kecuali asupan serat. Kontribusi ini masih rendah dengan rata-rata energi dari MTG pada siswa mulok sebesar 32,84±55,45 dari asupan energi dan 29,45±32,31 tidak mulok; kontribusi protein sebesar 41,29±65,40 ghari pada mulok dan 41,78±54,40 ghari atau ini lebih dari setengah kecukupan protein; lemak adalah tertinggi yaitu sebesar 41,71±15,09 pada mulok dan 41,07±37,18 tidak mulok; kontribusi energi dari karbohidrat adalah terendah yaitu sebesar 19,58±20,21 pada mulok dan 18,40±20,25 tidak mulok. Ini dapat mengandung pengertian bahwa kontribusi energi dari MTG lebih banyak dari makanan bukan sumber karbohidrat. Kontribusi energi dari MTG banyak yang berasal dari jenis lauk pauk yaitu ikan, dengan makanan pokoknya dari jagung, ini memberikan kontribusi lebih dari setengah kecukupan vitamin A yaitu sebesar 57,53±29,29 pada siswa mulok dan 56,51±22,16 tidak mulok. Sementara kontribusi vitamin C mendekati separuh dari kecukupan gizi yang dianjurkan yaitu 48,33±18,83 pada siswa mulok dan 47,50±22,53 tidak mulok yang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata P0,05. Kontribusi zat gizi lainnya seperti Ca, Fe, dan Zn dibawah 50 dari total asupan mineral dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Kontribusi serat dari MTG yang dikonsumsi oleh kedua kelompok siswa adalah terdapat perbedaan yang nyata. Rata-rata IMT tergolong dalam kategori normal yaitu pada contoh siswa mulok 19,03±2,94 kgm 2 dan 19,02±3,26 kgm 2 pada tidak mulok. Hal ini terimplikasi pada jumlah status gizi sangat kurus, kurus, normal, gemuk dan obesitas yang jumlahnya tidak jauh berbeda pada siswa mulok dan tidak mulok. Hemoglobin antara contoh siswi mulok dan tidak mulok tidak ada perbedaan p0,05 dengan rata-ratanya 12,45±1,34 gdl dan 12,39±1,42 gdl, namun yang berstatus anemia sebanyak 37,5. Saran Baik pada siswa mulok dan tidak mulok rata-rata kontribusi lemak adalah lebih dari 35 dan sumber lemak tertinggi berasal dari makanan yang digoreng dengan penggunaan minyak kelapa, santan dan kelapa. Hal ini perlu tetap diseimbangkan dengan aktivitas yang dilakukan oleh siswa karena dapat menjadi pemicu terjadinya peningkatan status gizi gemuk dan obesitas. Contoh siswa sebagian besar berstatus gizi normal, namun terdapat status anemia yang tinggi. Oleh karena itu pentingnya meningkatkan konsumsi MTG yang memberikan konstribusi zat-zat gizi terutama dari bahan pangan yang tinggi kandungan zat besi seperti dari ikan, sayur dan buah. Juga penting ditingkatkan upaya-upaya dalam menurunkan masalah anemia pada siswa yang diketahui dapat menurunkan produktivitas mereka diantaranya dengan pemberian suplementasi zat besi dan multivitamin lainnya. Daftar Pustaka Agustian L, Sembiring T, Ariani A. 2009. Peran Zinkum Terhadap Pertumbuhan Anak. Sari Pediatri Vol.11 No.4:244-249. Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Basan DT, Tanziha I. 2012. Determinan Tingkat Kebugaran Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah Agropolitan Vol. 5. No. 2: 705-716. Bhandari N, Taneja S, Mazumder S, Bahl R, Fontaine O, Bhan MK, and Ohter members of the Zinc Study Group. 2007. Adding Zinc to Supplemental Iron and Folic Acid Does Not Affect Mortality and Severe Morbidity in Young Children. Journal of Nutrition. Vol. 137 Num. 1: 112-117. Briawan D. 2008. Efikasi Suplementasi Besi-Multivitamin Terhadap Perbaikan Status Gizi Remaja Wanita. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjan Institut Pertanian Bogor. Briawan D, Arumsari E, Pusporini. 2011. Faktor Risiko Anemia pada Siswi Peserta Program Suplementasi. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol. 6 No. 1: 74-83. Budi M. 2012. Hubungan Tingkat Konsumsi Energi, Protein, dan Iodium dengan Kejadian Menarche pada Remaja Putri di SMP Negeri 1 Tegalrejo Kabupaten Magelang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 1. No. 2: 605-616. 115 Dwiriani CM, Rimbawan, Hardinsyah, Riyadi H, Martianto D. 2011. Pengaruh Pemberian Zat Multi Gizi Mikro dan Pendidikan Gizi Terhadap Pengetahuan Gizi, Pemenuhan Zat Gizi dan Status Besi Remaja Putri. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol. 6 Nomor 3: 171-177. Gibson RS. 1990. Principles of Nutirional Assessment. New York: Oxford University Press. Hardinsyah, Tambunan V. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak dan Serat Makanan. Widyakarya Pangan dan Gizi WNPG VIII. 2004. Jakarta, 17-19 Mei 2004. Hemila H, Al-Biltagi M, Bast AA. 2011. Vitamin C and asthma in children: modification of the effect by age, exposure to dampness and the severity of asthma. Journal of Imflammation. http:www.ctajournal. comcontent119. Indriani Y, Amir M, Mirza I. 2009. Kebiasaan Makan yang Berhubungan dengan Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di Kabupaten Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol. 4 Nomor 3: 133-140. Jahari AB , Jus’at I. 2004. Review Data Berat dan Tinggi Badan Penduduk Indonesia. dalam prosiding Angka Kecukupan Gizi dan Acuan Label Gizi. Widyakarya Pangan dan Gizi WNPG VIII. 2004.Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jain M, Sharma S. 2012. Iron Deficiensy and Anaemia. Indian Journal of Fundamental and Applied Life Sciences Vol. 2. No.2:101 -107. Johnson CM, Sharkey JR, Dean WR, McIntosh WA, Kubena KS. 1997. Its who I am and what we eat. Mothers’ Food-related identities in family food choice Original Research Article Appetite, 57: 220-228. Kartono D, Soekatri M. 2004. Angka Kecukupan Mineral: Besi, Iodium, Seng, Mangan, Selenium. Di dalam: Prosiding Angka Kecukupan Gizi dan Acuan Label Gizi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi WNPGVIII, 2004. Jakarta. Direktorat Standarisasi Produk Pangan. hlm: 127-140. [KEMENKES] Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1995MenkesSKXII2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. [KEMENKES] Kementrian Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2010. Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2010. Jakarta. Kushato CM. 2006. Sera Makanan dan Perannya Bagi Kesehatan. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol. 1 No. 2: 45-54 Kwong WT, Friello P, Semba RD. 2004. Interactions between iron deficiency and lead poisoning: epidemiology and pathogenesis Original Research Article Science of The Total Environment, Vol. 330:21-37 Muchtadi D, Amira N, Astawan M, Wijaya H. 2002. Kajian Terhadap Serat Makanan dan Antioksidan dalam Berbagai Jenis Sayuran untuk Pencegahan Penyakit Degeneratif. Di dalam: Aunuddin, Gunawan AW, Achmadi SS, Wigena AM, Hadiyanto, Rustiadi E. Menuju Kemandirian Pertanian Unggul. Kumpulan Hasil Penelitian Pilihan 1997-2002. Bogor. Lembaga Penelitian IPB. Edisi 2003: 67-68. Muhilal. 1995. Makanan Tradisional Sebagai Sumber Zat Gizi dan Non Gizi dalam Meningkatkan Kesehatan Individu dan Masyarakat. Di dalam: Winarno FG. Puspitasari NL, Kusnandar Feri. Editor. Prosiding Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradicional. FKUI, 9-11 Juni 1995. Jakarta. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia. hlm: 217-222. Nasir M. 2009. Metode Penelitian. Bogor. Ghalia Indonesia. Nor NM, Sharif MM, Zahari MSM, Isha N, Muhammad R. 2012. The Transmission Modes of MalayTraditional Food Knowledge within Generations Original Research Article Procedia - Social and Behavioral Sciences, Vol.50:79-88. Oenzil F. 1993. Coronary Rrisk in West Sumatran Men. Asia Pacific J Clin Nutr 2, 97-100. Oktaviani WD, Saraswati LD, Rahfiludin MZ. 2012. Hubungan Kebiasaan Konsumsi Fast Food, Aktivitas Fisik, Pola Konsumsi, Karakteristik Remaja dan Orang Tua dengan Indeks Massa Tubuh IMT Studi Kasus pada Siswa SMA Negeri 9 Semarang Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 1. No. 2: 542-553. Park Yooheon, Kim J, Scrimgeour AG, Condlin ML, Kim D, Park Yeonhwa.2013. Conjugated linoleic acid and calcium co-supplementation improves bone health in ovariectomised mice. Original Research Article Food Chemistry, In Press, Accepted Manuscript, Available online. Sandjaja, Budiman B, Herarti R, Afriansyah N, Soekatri M, Sofia G, Suharyati, Sudikno, Permaesih D. 2009. Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Di dalam; Sandjaja, Atmarita, Editor. Jakarta. PT Kompas Media Nusantara. Sihombing M, Riyadina W. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Anemia pada Pekerja Di Kawasan Industri Pulo Gadung Jakarta. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Vol. XIX No. 3: 116-124. Soerjodibroto W. 1995. Hubungan antara Makanan Tradisional dan Tingkat Kebugaran Masyarakat Indonesia. Di dalam: Winarno FG. Puspitasari NL, Kusnandar Feri. Editor. Prosiding Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. FKUI, 9-11 Juni 1995. Jakarta. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia. hlm: 223-233. Sudiarti T. 1997. Pola Konsumsi Makanan Tradisional Rumah Tangga Pedesaan dan Perkotaan. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjan Institut Pertanian Bogor. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Suhardjo, Hardinsyah, Riyadi H. 1988. Survei Konsumsi Pangan. Pusat Antar Universitas IPB Bekerja Sama dengan Lembaga Sumberdaya Informasi- IPB. Sungkowo, Setiawan B, dan Madanijah S. 2008. Intervensi Pengayaan Pengetahuan Pangan dan Gizi pada Muatan Lokal Untuk Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Lampung Barat. Jurnal Gizi dan Pangan, Vol. 3. No. 3: 156 – 166. Tanziha I. 2011. Model Pemberdayaan Petani Menuju Ketahanan Pangan Keluarga. Jurnal Gizi dan Pangan. Vo. 6 No.1: 90-99. Tarwotjo I. 1990. Hubungan Kurang Vitamin A dengan Status Gizi Khususnya Pertumbuhan Sebagai Suatu Dasar Upaya Peningkatan Kesehatan Anak di Purwakarta Jawa Barat. [disertasi]. Universitas Diponegoro Semarang. 117 UNICEFUNUWHO [United Nations Children’s FundUnited Nations UniversityWorld Health Organization]. 2001. New York. Iron Deficiency Anaemia Assessment, Prevention, and Control A guide for programme managers. Zakaria FR, Andarwulan N. 2001. Khasiat Berbagai Pangan Tradisional untuk Pangan Fungsional dan Suplemen. Di dalam Nuraida I, Dewanti R. Riyadi. Editor. Pangan Tradisional Basis Bagi Industri Pangan fungsional dan Suplemen. Pusat Kajian Makanan Tradisional IPB. hlm: 41-53. Zulaekah S. 2009. Peran Pendidikan Gizi Komprehensif untuk Mengatasi Masalah Anemia di Indonesia. Jurnal Kesehatan. Vol. 2 No. 2: 169-178. KEBIJAKAN MULOK ILMU GIZI BERBASIS MAKANAN TRADISIONAL GORONTALO The Policy of Nutrition Science Local Content Subject Based on Gorontalo Traditional Food Abstrak Kebijakan mulok ilmu gizi berbasis makanan tradisional Gorontalo MTG merupakan kebijakan pelestarian dan pengembangan konsumsi MTG dalam bentuk mata pelajaran muatan lokal ilmu gizi berbasis MTG yang diterapkan melalui pendidikan formal di Gorontalo. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pelaksanaan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG dan merumuskan pengembangan kebijakan tersebut. Penelitian ini adalah deskriptif cross-sectional dengan metode survey untuk memperoleh fakta-fakta tentang kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG, membuat prediksi , mendapatkan makna dan implikasi dari masalah yang ingin diatasi dengan instrumen dalam bentuk kuesioner. Jumlah contoh siswa ada 153, 12 guru mulok, 12 kepala sekolah mulok dan 12 tidak mulok. Stakeholders atau pemangku kepentingan yang ditentukan secara purposive berjumlah 26 orang yang berperan sebagai players, contest setter dan subyek. Dibutuhkan payung hukum berupa peraturan daerah tentang pelaksanaan pembelajaran mulok sebagai dasar untuk menjamin keberlangsungan di tingkat para stakeholders maupun dalam proses pembelajaran di sekolah. Mulok diyakini meningkatkan pengetahuan ilmu gizikesehatan, upaya pelestarian dan pengembangan budaya khususnya MTG dan salah satu upaya dalam memutus mata rantai permasalahan gizikesehatan khususnya yang disebabkan oleh makanan. Peran stakeholders yaitu pemerintah sebagai prioritas utama dalam membuat kesinambungan pelaksanaan kebijakan mulok karena sebagai pemegang kewenangan wilayah. Selanjutnya prioritas strategi yang utama dalam rangka merumuskan pengembangan kebijakan ini adalah peraturan daerah tentang kebijakan tersebut. Kata kunci: gizi, Gorontalo, kebijakan, makanan tradisional Abstract The policy regarding local content subject mulok based on Gorontalo traditional food GTF contained with nutrition science is an act to preserve and develop GTF consumption in the form of local content subject implemented through formal education in Gorontalo. The purpose of this study was to analyze the implementation of policy local content subject mulok contained with nutrition science based on Gorontalo traditional food GTF and formulate development policy. This was a descriptive cross-sectional survey method to gain the facts about the policy, make predictions, obtains means and implication of the issues to be addressed using instrument in the form of questionnaires. The 119 samples were 153 students, 12 mulok teachers, 12 principals each from mulok and non-mulok schools. There were 26 stakeholders that were determined purposively to act as players, contest setters, and subjects. Law protection is needed in the form regional regulation regarding the application of local content subject as a basis for ensuring continuity at stakeholders’ level as well as at school. Local content subject has improved the knowledge about nutritionhealth, as an act of preservation and development of culture especially GTF, and as an effort to break the chain of nutritionhealth problems caused by lack of nutrition in foods. The role of stakeholders is the government as the main priority to provide sustainability of mulok policy implementation since the government holds the authority of an area. Furthermore, the main strategy priority in policy development is to construct local regulation regarding the policy. Keywords: Gorontalo, nutrition, policy, traditional food Pendahuluan Kebijakan merupakan intervensi, cara dan pendekatan pemerintah untuk mencari solusi atas masalah pembangunan atau untuk mencapai tujuan pembangunan dengan mengeluarkan keputusan, strategi, perencanaan maupun implementasinya di lapangan dengan menggunakan instrumen tertentu Djogo, et al. 2003. Oleh karena itu suatu kebijakan yang diberlakukan penting untuk dilakukan analisis dalam rangka mengkaji sejauh mana relevansimya dengan keadaan yang ada dan dapat pula dilakukan pengembangannya. Selanjutnya dalam proses analisis kebijakan terdapat 5 aksi yang dilaksanakan yaitu perumusan masalah, peramalan masa depan kebijakan, merekomendasikan, pemantauan dan evaluasi kebijakan Dunn 2003. Di Gorontalo terdapat kebijakan pelestarian dan pengembangan makanan tradisional yang lebih dititikberatkan melalui pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan dalam bentuk mata pelajaran muatan lokal Dinkes Prov. Gorontalo 2007. Mata pelajaran muatan lokal ini bernama Ilmu Gizi Berbasis Makanan Tradisional Gorontalo yang diterapkan di pendidikan dasar SD dan SMP atau sederajat dan menengah SMASMK atau sederajat sejak tahun 2008. Tujuannya adalah: pertama, meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang MTG, gizi, dan kesehatan; kedua, upaya memutus mata rantai permasalahan gizi dan kesehatan; ketiga, upaya pelestarian dan pengembangan budaya daerah yaitu MTG. Selanjutnya wilayah pembelajarannya mencakup seluruh kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Gorontalo dan ini merupakan jenis muatan lokal yang pertama di Indonesia. Berbagai keadaan yang mendasari dilaksanakannya mulok ilmu gizi berbasis MTG diantaranya adalah hasil evaluasi pasien yang dirujuk untuk konsultasi gizi yang mayoritas berpenyakit degeneratif termasuk juga gizi lebih dan gizi kurang; pengamatan yang disimak melalui pemberitaan media cetak dan elektronik tentang banyaknya masalah kesehatan yang sesungguhnya dimulai dari masalah konsumsi makanan yang dianggap sepele tetapi telah meluas menjadi masalah kesehatan Napu 2007. Kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG baru merupakan kesepakatan dalam bentuk kerja sama antara Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Gorontalo sekarang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis terhadap kebijakan, dibutuhkan rumusan- rumusan kebijakan dan strategi sebagai upaya keberlangsungan pembelajaran mulok guna mencapai tujuan pembelajarannya. Penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya dapat dirumuskan bahwa bagaimanakah kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG sebagai upaya pelestarian dan pengembangan makanan tradisional Gorontalo? Studi ini bertujuan menganalisis pelaksanaan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG dan merumuskan pengembangan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG. 121 Metode Penelitian Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross-sectional dengan metode survei untuk memperoleh fakta-fakta tentang kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG, membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari masalah yang ingin diatasi dengan instrumen dalam bentuk kuesioner Nasir 2009. Penelitian ini sebagian didanai oleh Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Provinsi Gorontalo pada 1 kota dan 5 kabupaten yang masing-masing bertempat di perwakilan Sekolah Menengah Pertama SMP. Sekolah tersebut adalah sekolah yang telah melaksanakan mata pelajaran Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG dan tidak mulok yang ditentukan secara purposive. Lokasi yang lainnya adalah di institusi yang mempunyai keterkaitan dengan stakeholders. Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan sejak bulan Oktober – Maret 2011. Populasi dan Contoh Penelitian Siswa SMP kelas IX yang sedang bersekolah di Provinsi Gorontalo merupakan populasi dalam penelitian ini. Ditentukan contoh dengan cara stratified random sampling karena populasi terdiri dari dua kelompok. Secara purposive ditentukan contoh 2 SMP mulok dan 2 tidak mulok pada setiap daerah kabupatenkota yang mempunyai kesamaan letak geografi, dan tingkat akreditasi. Dengan demikian diperoleh contoh sekolah berjumlah 24 SMP yang terdiri dari 12 sekolah mulok dan 12 tidak mulok, sehingga di kabupatenkota diwakili 2 contoh sekolah mulok dan 2 tidak mulok. Sekolah ini ada 12 yang terakreditasi A, 10 terakreditasi B dan 2 terakreditasi C. Setiap sekolah secara acak sederhana diwakili oleh 13 contoh tetapi ada 3 SMP yang contohnya kurang dari 13 siswa yaitu: 1 contoh SMP mulok hanya mempunyai 10 siswa yang memenuhi kriteria dan 2 contoh SMP tidak mulok masing-masing terdiri dari 12 dan 10 contoh. Diperoleh 153 contoh siswa mulok dan 152 tidak mulok yang sama kriterianya, sehingga total contoh ada 305 metode seperti pada bab sebelumnya. Untuk bab ini yang menjadi contoh adalah siswa mulok, guru mulok dan kepala sekolah dari sekolah mulok dan tidak mulok. Lihat Tabel 66. Tabel 66 Jumlah siswa, guru dan kepala sekolah yang menjadi contoh Contoh Jumlah Siswa SMP mulok : Siswa yang dapat mulok ilmu gizi berbasis MTG yang menjadi contoh 153 Guru mulok : Tenaga pengajar Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG di SMP mulok 12 Kepala sekolah : Kepala SMP yang dapat Mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG dan tidak mulok. 24 Hasim et al. 2012 dalam penelitiannya tentang Analisis Dimensi Kelembagaan dilakukan penentuan stakeholders berdasarkan tiga hal yaitu pertama, Contest setter adalah stakeholders yang mempunyai kepentingan kecil dan pengaruh yang besar. Ini dapat diartikan sebagai stakeholders yang memiliki fungsi perencana makro dari pembangunan, koordinasi yang karena lingkup kerjanya sangat luas maka dianggap minatnya kecil; Kedua, players adalah stakeholders yang mempunyai kepentingan dan kewenangan besar, dapat diartikan sebagai pelaksana kunci yang berkepentingan dan memiliki pengaruh besar; Ketiga, Subyek adalah stakeholders yang mempunyai kepentingan besar namun pengaruh kecil. Pihak stakeholders ini mempunyai kesungguhan walaupun tidak mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi atau membuat kebijakan atau aturan. Stakeholders atau pemangku kepentingan yang dijadikan contoh ditentukan secara purposive. Berdasarkan diskusi pada pertemuan lintas sektor yang membahas tentang Riset Mulok Ilmu Gizi dan juga didukung oleh konsultasi langsung dengan beberapa pimpinan Satuan Kerja Pemerintah Daerah SKPD, maka institusi yang masuk dalam ketiga kriteria tersebut adalah: Contest setter: DPRD Provinsi Gorontalo dan Bappeda Provinsi Gorontalo; Players: Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, Dinas Pendidikan dan kebudayaan Provinsi Gorontalo, dan Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo; Subyek: Akademisi, tokoh masyarakatagama. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 67. Tabel 67 Nama institusi dan pejabat berwenang yang menjadi contoh Nama institusi Pejabat yang berwenang Jumlah contoh orang Keterangan Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo Kepala dinas Bidang Pelayanan kesehatan masyarakat Sub bagian perencanaan seksi gizi 1 1 1 1 Players Dinas Pendidikan dan kebudayaan Provinsi Gorontalo Kepala dinas Sekertaris Bidang yang menangani sekolah menengah Seksi yang menangani SMP Bidang pengemban kurikulum Seksi yang menangani mulok 1 1 1 1 1 1 Players Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo Kepala dinas Bidang ketahanan pangan Seksi konsumsi pangan 1 1 1 Players Bappeda Provinsi Gorontalo Kepala Bappeda Bidang kesehatan Sub bagian yang menangani kesehatan 1 1 1 Contest setter DPRD Provinsi Gorontalo Komisi IV bidang kesehatan dan kesejahteraan 1 Contest setter Akademisi Ketua prodi gizi Poltekes Gorontalo Ketua prodi Kesehatan Masyarakat UNG Tim pengemban kurikulum tingkat provinsi Tim pengemban mulok Dosen Gizi 1 1 1 1 1 Subyek Tokoh masyarakatagama Pemuka adat Gorontalo Majelis Ulama Ketua LSM kesehatan Pengusaha 1 1 1 1 Subyek T o t a l : 26 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Untuk data primer tentang kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG dilakukan melalui wawancara langsung dengan para stakeholders atau pemangku kepentingan. Data primer tersebut adalah analisis kebijakan meliputi: perumusan permasalahan kebijakan mulok, peramalan masa depan kebijakan mulok, dan rekomendasi pelaksanaan kebijakan mulok Dunn 2003. Lihat Lampiran 8 dan 123 10. Data sekunder tentang kebijakan mulok diperoleh dari institusi yang telah disebutkan juga dari sumber lainnya. Untuk keberlangsungan pembelajaran muatan lokal ilmu gizi berbasis MTG dengan unit analisisnya proses pelaksanaan mulok di sekolah meliputi: kesesuaian tujuan kebijakan mulok dengan isi materi mulok; kesesuaian tenaga pengajar mulok dengan materi mulok; kesesuaian perangkat pembelajaran mulok; pencantuman waktu pelaksanaannya: pembelajaran mulok tersebut apakah sudah sesuai dengan kebutuhan pembelajaran itu sendiri baik teori maupun praktik; dan kelengkapan isi materi yang telah diterapkan dikaitkan dengan data pendukung Bungin 2010. Dalam merumuskan pengembangan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG, maka dibuat analisis Internal factor evaluation IFE dan eksternal factor evaluation EFE yang merupakan alat analisis yang digunakan untuk faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi kekuatan dan kelemahan, sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan peluang dan ancaman yang mempengaruhi kebijakan mulok itu sendiri. Dalam penyusunan faktor internal dan eksternal tersebut didasari oleh referensi yang ada, pemikiran yang logis, kenyataan di lapang, dan hasil diskusi dengan para stakeholders. Kemudian dilakukan analisis faktor internal dan eksternal yaitu mengolah data dan informasi yang diperoleh dengan menggunakan matriks IFE dan EFE. Menurut David 2009 kedua tahapan ini adalah sebagai berikut:

1. Matriks IFE