Merekomendasikan Kebijakan Studi pengembangan agroindustri dan agrowisata terpadu di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Bekasi kabupaten Bogor

37 tersebut. Masalah dan solusi berada dalam perubahan-perubahan yang konstan; dan karenanya masalah tidak secara konstan terpecahkan malahan solusi terhadap masalah dapat menjadi usang meskipun barangkali masalah itu sendiri belum usang. 2. Peramalan Masa Depan Kebijakan Peramalan atau forecasting adalah prosedur untuk membuat informasi aktual tentang situasi sosial di masa depan atas dasar informasi aktual tentang situasi sosial di masa depan dan atas dasar informasi yang telah ada tentang masalah kebijakan. Peramalan mengambil tiga bentuk yaitu peramalan proyeksi, prediksi dan perkiraan. a. Peramalan proyeksi, yaitu ramalan yang didasarkan atas ekstrapolasi hari ini ke masa depan, dan produknya disebut proyeksi. Teknik yang digunakan antara lain analisis antar waktu, estimasi tren linier, dan transpormasi data. Peramalan ini menggunakan pernyataan yang tegas berdasarkan argumen dan kasus dimana asumsi mengenai validitas metode tertentu misalnya analisis antar waktu atau kemiripan kasus misalnya kebijakan masa lalu dan masa depan yang digunakan untuk memperkuat suatu pernyataan. Proyeksi dapat diperkuat dengan argumen dari pemegang otoritas seperti para pakar dan logika kausal yang menyangkut tentang teori yang digunakan. b. Peramalan merupakan sebuah prediksi ádalah ramalan yang didasarkan pada asumsi teoritik yang tegas. Asumsi ini dapat berbentuk hukum teoritis, proporsi teoritis misalnya pecahnya masyarakat sipil diakibatkan kesenjangan antara harapan dan kemampuan, atau analogi misalnya analogi antara pertumbuhan organisasi pemerintah dengan pertumbuhan organisme biologis. Sifat terpenting dari prediksi adalah bahwa prediksi menspesifikan kekuatan penyebab dan konsekuensi akibat, atau proses suatu hubungan yang paralel analog yang diyakini mendasari suatu hubungan. Prediksi dapat dilengkapi dengan argumen dari mereka yang berwenang misalnya penilaian yang informatif dan metode. c. Suatu perkiraan conjecture adalah ramalan yang didasarkan pada penilaian yang informatif atau penilaian pakar tentang situasi masyarakat masa depan. Penilaian ini dapat berbentuk penilaian yang intuitif, dimana diasumsikan adanya kekuatan batin dan kreatifitas dari para intelektual atau pengetahuan terpendam dari para pelaku kebijakan. Perkiraan dapat diperkuat dengan argumen, metode dan kausalitas dari pakar.

3. Merekomendasikan Kebijakan

Tugas membuat rekomendasi kebijakan mengharuskan analisis kebijakan menentukan alternatif yang terbaik. Oleh karena itu prosedur analisis kebijakan berkaitan dengan masalah etika dan moral. Rekomendasi pada dasarnya adalah pernyataan advokasi dan advokasi tersebut mempunyai empat pertanyaan yang harus dijawab yaitu: a. Apakah pernyataan advokasi dapat ditindaklanjuti actionable? Pernyataan advokasi memusatkan pada tindakan yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah kebijakan. Meskipun pernyataan advokasi mensyaratkan informasi sebelumnya mengenai apa yang akan terjadi dan apa yang benilai, pernyataan seperti ini berada di luar pernyataan-pernyataan fakta dan nilai serta mengandung argumen mengenai tindakan tertentu yang dapat memuaskan kebutuhan, nilai-nilai dan kesempatan untuk perbaikan. b. Apakah pernyataan advokasi bersifat prosfektif? Pernyataan ini dibuat sebelum dilakukannya tindakan ex ante. Jika prosedur analisis kebijakan pemantauan dan evaluasi bersifat retrosfektif, karena pernyataan ini dibuat setelah tindakan diambil ex post, maka peramalan dan rekomendasi keduanya diterapkan secara prospektif ex ante dan ex post. c. Apakah pernyataan advokasi bermuatan nilai selain fakta? Pernyataan advokatif tergantung pada fakta dan juga pada nilai. Untuk menyatakan bahwa alternatif kebijakan tertentu harus diadopsi memerlukan tidak hanya bahwa tindakan yang direkomendasikan akan mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang terprediksi, tetapi juga bahwa konsekuensi- konsekuensi yang terprediksi tersebut dinilai oleh individu-individu, kelompok- kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. d. Apakah pernyataan advokasi bersifat etik? Nilai-nilai yang mendasari pernyataan advokatif secara etika kompleks. Nilai tertentu seperti kesehatan dapat difahami sebagai nilai intrinsik maupun ekstrinsik. Nilai intrinsik adalah nilai yang dilihat sebagai tujuan di dalam dirinya sendiri, sedangkan nilai ekstrinsik adalah nilai yang bernilai karena akan menghasilkan nilai-nilai lain. Kesehatan dapat dilihat sebagai tujuan akhir di dalam dirinya dan sebagai kondisi yang diperlukan bagi pencapaian nilai-nilai lain, termasuk keamanan kebebasan, dan aktualisasi diri. Analisis kebijakan ini memunculkan isu berupa advokasi-multiple, yaitu banyaknya kepentingan yang harus dipertimbangkan dalam memilih alternatif kebijakan. Untuk ini dalam memutuskan alternatif kebijakan, salah satu pendekatan yang paling banyak digunakan adalah rasionalitas, juga berarti multirasionalitas, yang berarti terdapat dasar-dasar rasionalitas ganda yang mendasari sebagian besar pilihan-pilihan kebijakan yaitu: a. Rasionalitas teknis, berkenaan dengan pilihan efektif. Rasionalitas teknis merupakan karakteristik pilihan yang meliputi perbandingan berbagai alternatif atas dasar kemampuan masing-masing memecahkan masalah-masalah publik secara efektif. b. Rasionalitas ekonomis, berkenaan dengan efisiensi. Rasionalitas ini merupakan karakteristik pilihan yang bernalar yang membandingkan berbagai alternatif atas dasar kemampunannya untuk menemukan pemecahan masalah publik yang efisien. c. Rasionalitas legal, berkenaan dengan legalitas. Rasionalis legal merupakan karakteristik pilihan yang bernalar meliputi perbandingan alternatif menurut kesesuaian hukumnya terhadap peraturan-peraturan dan kasus-kasus penyelesaian perkara sebelumnya. d. Rasionalitas sosial, berkenaan dengan akseptabilitas. Rasionalitas sosial merupakan karakteristik pilihan yang bernalar menyangkut perbandingan alternatif menurut kemampuannya dalam memper- tahankan atau meningkatkan institusi-institusi sosial yang bernilai, yaitu untuk menyelenggarakan kelembagaan. e. Rasionalitas substantif, merupakan karakteristik pilihan yang bernalar menyangkut perbandingan berbagai bentuk rasionalitas teknis, ekonomis, legal, sosial dengan maksud agar dapat dibuat pilihan yang paling layak di bawah kondisi yang ada. Akhirnya untuk rekomendasi kebijakan beberapa tipe pilihan rasionalitas dapat diletakkan sebagai kriteria keputusan yang digunakan untuk menyarankan pemecahan masalah kebijakan. Kriteria keputusan terdiri dari enam tipe utama yaitu efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas, dan kelayakan. 1. Efektivitas effectiveness berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil akibat yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Efektivitas, yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit 39 produk atau layanannya. Sebagai contoh adalah kebijakan kesehatan yang efektif adalah kebijakan penyediaan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu, dengan asumsi bahwa kualitas pelayanan kesehatan adalah hasil yang bernilai tujuan. 2. Efisiensi efficiency berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi, adalah merupakan hubungan antara efektivitas dan usaha, yang terakhir umumnya diukur biaya totalitas. 3. Kecukupan adequacy berkenaan dengan seberapa jauh tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah. Kriteria kecukupan menekankan pada kuatnya hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan. Kriteria kecukupan dapat dibagi dalam empat tipe masalah seperti pada Tabel 6. Tabel 6 Empat tipe masalah Efektivitas Biaya Tetap Berubah Tetap Tipe IV biaya – sama – efektivitas – sama Tipe II efektivitas-sama Berubah Tipe I biaya- sama Tipe III biaya berubah- efektivitas berubah Sumber: Dunn 2003 a. Masalah tipe I. Masalah dalam tipe ini meliputi biaya tetap dan efektivitas yang berubah. Jika pengeluaran biaya maksimum yang dapat diterima menghasilkan biaya tetap, tujuannya adalah memaksimalkan efektivitas pada batas sumberdaya yang tersedia. Masalah tipe I ini disebut analisis biaya – sama equal-cost analysis, karena analisis membandingkan alternatif efektivitas yang berubah tetapi biaya tetap. Di sini kebijakan yang paling memadai adalah yang dapat memaksimalkan pencapaian tujuan dengan biaya tetap yang sama. b. Masalah tipe II. Masalah tipe ini menyangkut efektivitas yang sama dan biaya yang berubah. Jika tingkat hasil yang dihargai sama, tujuannya adalah meminimalkan biaya. Masalah tipe II disebut analisis efektivitas-sama equal- effectiveness analysis, karena analisis membandingkan beberapa alternatif dengan biaya yang berubah tetapi efektivitasnya tetap. Di sini kebijakan yang paling memadai adalah yang dapat meminimalkan biaya dalam mencapai tingkat efektivitas yang tetap. c. Masalah tipe III. Masalah tipe ini menyangkut biaya yang berubah dan efektivitas yang berubah. Masalah ini disebut analisis biaya- berubah-efektivitas berubah variable-cost- variable- effectiveness analysis, karena biaya dan efektivitas dapat berbeda. Di sini kebijakan yang paling memadai adalah yang dapat memaksimalkan rasio efektivitas terhadap biaya. d. Masalah tipe IV. Masalah pada tipe ini mengandung biaya sama dan juga efektivitas tetap. Masalah tipe IV, yang menuntut analisis biaya-sama-efektivitas- sama, sulit dipecahkan. Analisis tidak hanya dibatasi oleh persyaratan agar biaya tidak melebihi tingkat tertentu tetapi juga dibatasi oleh kendala bahwa alternatif harus mencapai tingkat efektivitas tertentu. Misalnya jika fasilitas kesehatan publik harus melayani minimal 100 000 orang per tahun, sementara biaya telah dibatasi pada tingkat yang tidak realistis, maka setiap alternatif kebijakan haruslah memuaskan kedua kendala tersebut atau menolaknya. Dalam hal ini, satu-satunya alternatif yang tersedia barangkali adalah tidak melakukan sesuatu pun. 4. Kesamaan equity erat hubungannya dengan rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Kebijakan yang berorientasi pada pemerataan adalah kebijakan yang akibatnya misalnya unit pelayanan atau usaha misalnya biaya didistribusikan secara adil. Jadi kebijakan tersebut berkenaan dengan pemerataan distribusi manfaat kebijakan. Satu program tertentu mungkin dapat efektif, efisien, dan mencukupi tetapi mungkin ditolak karena menghasilkan distribusi biaya dan manfaat yang tidak merata. 5. Responsivitas responsiveness berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Kriteria responsivitas penting karena analisis yang dapat memuaskan semua kriteria lainnya seperti efektivitas, efisiensi, kecukupan, kesamaan masih gagal jika belum menanggapi kebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya diuntungkan dari adanya suatu kebijakan. Kriteria ini menanyakan pertanyaan praktis: Apakah kriteria efektivitas, efisiensi, kecukupan, dan kesamaan secara nyata mencerminkan kebutuhan, preferensi dan nilai-nilai dari kelompok-kelompok tertentu? 6. Ketepatan atau kelayakan appropriateness. Kriteria ketepatan secara dekat berhubungan dengan rasionalitas substantif, karena pertanyaan tentang ketepatan kebijakan tidak berkenaan dengan satuan kriteria individu tetapi dua atau lebih kriteria secara bersama-sama. Ketepatan merujuk pada nilai atau harga dari tujuan program dan kepada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan- tujuan tersebut. Kriteria ketepatan mempertanyakan apakah tujuan yang ingin dicapai tepat sasaran untuk suatu masyarakat? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dibutuhkan pertimbangan semua kriteria bersama-sama yaitu kriteria yang merefleksikan hubungan antara berbagai bentuk rasionalitas dan menerapkan kriteria memiliki tingkat abstrak lebih tinggi metakriteria yang logis sebelum efektivitas, efisiensi, kecukupan, kesamaan dan responsivitas.

4. Pemantauan Hasil Kebijakan dan Evaluasi.