Kesamaan equity erat hubungannya dengan rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompok-kelompok yang
berbeda dalam masyarakat. Kebijakan yang berorientasi pada pemerataan adalah kebijakan yang akibatnya misalnya unit pelayanan atau usaha misalnya biaya
didistribusikan secara adil. Jadi kebijakan tersebut berkenaan dengan pemerataan distribusi manfaat kebijakan. Satu program tertentu mungkin dapat efektif,
efisien, dan mencukupi tetapi mungkin ditolak karena menghasilkan distribusi biaya dan manfaat yang tidak merata. 5. Responsivitas responsiveness
berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Kriteria
responsivitas penting karena analisis yang dapat memuaskan semua kriteria lainnya seperti efektivitas, efisiensi, kecukupan, kesamaan masih gagal jika belum
menanggapi kebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya diuntungkan dari adanya suatu kebijakan. Kriteria ini menanyakan pertanyaan praktis: Apakah
kriteria efektivitas, efisiensi, kecukupan, dan kesamaan secara nyata mencerminkan kebutuhan, preferensi dan nilai-nilai dari kelompok-kelompok
tertentu? 6. Ketepatan atau kelayakan appropriateness. Kriteria ketepatan secara dekat berhubungan dengan rasionalitas substantif, karena pertanyaan
tentang ketepatan kebijakan tidak berkenaan dengan satuan kriteria individu tetapi dua atau lebih kriteria secara bersama-sama. Ketepatan merujuk pada nilai atau
harga dari tujuan program dan kepada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan- tujuan tersebut. Kriteria ketepatan mempertanyakan apakah tujuan yang ingin
dicapai tepat sasaran untuk suatu masyarakat? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dibutuhkan pertimbangan semua kriteria bersama-sama yaitu kriteria
yang merefleksikan hubungan antara berbagai bentuk rasionalitas dan menerapkan kriteria memiliki tingkat abstrak lebih tinggi metakriteria yang logis sebelum
efektivitas, efisiensi, kecukupan, kesamaan dan responsivitas.
4. Pemantauan Hasil Kebijakan dan Evaluasi.
Pemantauan atau monitoring merupakan prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat kebijakan
publik. Pemantauan setidaknya memainkan empat fungsi dalam analisis kebijakan, yaitu eksplanasi, akuntansi, pemeriksaan dan kepatuhan compliance.
Hasil kebijakan dibedakan antara keluaran outputs, yaitu produk layanan yang diterima kelompok sasaran kebijakan dan impak impacts, yaitu perubahan
perilaku yang nyata pada kelompok sasaran kebijakan.
Tabel 7 Tipe kriteria dan pertanyaan dalam evaluasi kebijakan
Tipe Kriteria Pertanyaan
Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai?
Efisiensi Berapa banyak dipergunakan sumber daya?
Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan telah memecahkan masalah?
Perataan equity Apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata kepada kelompok
target yang berbeda? Responsivitas
Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok tertentu?
Ketepatan Apakah hasil yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai?
Sumber: Dunn 2003.
41 Jika pemantauan menekankan pada pembentukan premis-premis faktual
mengenai kebijakan publik, maka evaluasi menekankan pada penciptaan premis- premis nilai dengan kebutuha
n untuk menjawab pertanyaan: ” Apakah perbedaan yang dibuat? Kriteria untuk evaluasi diterapkan secara retrospektif ex post,
sementara kriteria untuk rekomendasi diterapkan secara prospektif ex ante. Kriteria evaluasi kebijakan sama dengan kriteria rekomendasi kebijakan yang
dijabarkan pada Tabel 7. Analisis SWOT
Menurut Rangkuti 2009 analisis SWOT strengths, opportunities, weaknesses, threats adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan suatu strategi organisasi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan lingkungan internal kekuatan strengths dan kelemahan
weaknesses serta lingkungan eksternal peluang opportunities dan ancaman threats.
Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Hamel dan Prahalad 1995 dalam Rangkuti 2009 bahwa strategi merupakan tindakan
yang bersifat incremental senantiasa meningkat dan terus-menerus dan dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para
konsumen di masa yang akan datang. Dengan demikian perencaaan strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi, bukan dimulai dari apa yang
terjadi. Menurut David 2009 bahwa strategi didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi
keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi lebih mudah mencapai obyeknya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa proses strategi dan evaluasi terdiri dari
tiga tahap perumusan strategi yang meliputi pengembangan misi institusi, mengenali internal dan eksternal institusi.
1. Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal