Studi pengembangan agroindustri dan agrowisata terpadu di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Bekasi kabupaten Bogor

(1)

STUDIPENGEMBANGANAGROINDUSTRIDANAGROWISATA TERPADUDIDAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KALI BEKASI

KABUPATEN BOGOR

DISERTASI

DJAMUDIN

SEKOLAHPASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan, bahwa disertasi yang berjudul : Studi PengembanganAgroindustri dan Agrowisata Terpadu di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Bekasi, Kabupaten Bogor, merupakan hasil karya saya sendiri, dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang ada dalam tulisan disertasi ini, baik yang berasal atau dikutip dari karya yangditerbitkan maupun tidak diterbitkan dari para penulisyang tercantum didalamnya telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya.

Bogor, 04 Februari2013

Djamudin NRP.F. 361070081


(3)

DJAMUDIN.Studi of Integrated Agroindustry and Agrotourism Development in Kali Bekasi Watershed. Bogor District.Supervised byANAS MIFTAH FAUZI, HADI SUSILO ARIFIN dan SUKARDI

ABSTRACT

Integrated of agroindustry and agrotourism is needed to develop the rural economics in Kali Bekasi watershed. The research objective was to develop a sustainable integrated system of agroindustry and agrotourism. The metodhs used for this study include analytical hierarchy process (AHP), bayes method, and exponential comparison method (ECM). The results showed that top upstream watershed of Kali Bekasi was selected as the best location for the project. Five products of agroindustry, namely rice flour, tapioca, bamboo furniture, banana chips, and ground coffee were selected as the priority products to be developed with three scenarios of tourist attractions, namely cultivation, harvesting/post-harvesting, and processing. The integration project is economically feasible with IRR of 31 percent, Net B/C of 1.95, and the total revenue from all tourist attractions of Rp. 36, 905,000.- per week. The weekly value added of agroindustry for each tourist attraction were Rp. 11.760.000.-, Rp. 12.546.000.-, and Rp. 12.563.000.-, respectively. The involvement of stakeholders including farmer associations, NGO, local youth organization (Karang Taruna), financing institution, SMEs, and local government is essentially required to implement this project with a community-based development approach.


(4)

RINGKASAN

DJAMUDIN.Studi Pengembangan Agroindustri dan Agrowisata Terpadu DiDaerah Aliran Sungai (DAS) Kali Bekasi Kabupaten Bogor. Komisi Pembimbing:ANAS MIFTAH FAUZI, HADI SUSILO ARIFIN dan SUKARDI.

Pengembangan agroindustri dan agrowisata terpadu di DAS Kali Bekasi Kabupaten Bogor,merupakanupaya peningkatan nilai tambah ke dua sektor tersebut, peningkatan pendapatan petani dan home industry masyarakat lokal, serta pemberdayaan dan pemanfaatan kelompok-kelompok usaha ekonomi perdesaan penerima bantuan program pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk sistem pengembangan agroindustri dan agrowisata terpadu. Dalam upaya mencapai hal tersebut dilakukan melalui: (1) analisis potensi nilai tambah, (2) menyusun rancangan kawasan pengembangan agroindustri dan agrowisata terpadu berkelanjutan dan (3) memformulasikan implementasi kebijakan dari aspek sosial-budaya dan pengembangan ekonomi perdesaan.

Metode yang digunakan pada penelitian ini, adalah Analytical Hierarchy

Process (AHP) untuk menentukan lokasi potensial (2 tahapan),Metode Bayes untuk penentuan urutan prioritas komoditi prospektif dan Metode Perbandingan Eksponential (MPE) untuk penentuan prioritas agroindustri

unggulan.ParameterNPV,IRR,PBP,BEPdanNetB/C,digunakan untuk menganalisis kelayakan invetasi pengembangan kawasan terpadu. Analisis

potensi nilai tambah dengan berbagai skenario dilakukan menggunakan alat bantu

program microsoft excel solver. Focus group discussion digunakan untuk

menentukan jenis atraksi wisata.

Hasil penelitian memperlihatkan analisis AHP menunjukkan bahwa DAS hulu-atas Kali Bekasi adalah lokasi terbaik.Komoditi terpilih adalah padi, singkong, bambu, pisang dan kopi.Produk agroindustri unggulan terpilih adalah tepung beras, tepung tapioka, furnitur bambu, keripik pisang dan kopi bubuk.Jenis atraksi wisata dan analisis kelayakan finansial. Pengembangan agroindustri dan agrowisata terpadu menghasilkan nilai tambah berupa hasil penjualan produk agroindustri tepung beras, tepung tapioka, furnitur bambu, keripik pisang dan kopi bubuk untuk skenario jenis atraksi wisata budidaya tanaman sebesar Rp.11.796.000,-/minggu, skenario jenis atraksi wisata memanen/menetik dan laboratorium sebesar Rp. 12.546.000,-/minggu, dan skenario jenis dari atraksi wisata industri pengolahan/agroindustri sebesar Rp. 12.563.000,-/minggu.

Pengembangan agroindustri dan agrowisata terpadu dirancang agar berkelanjutan dari aspek bisnis, sosial dan kelembagaan serta lingkungan. Dari aspek bisnis dihasilkan IRR sebesar 31 persen, Net B/C sebesar 1,95, dan hasil penjualan produk agroindustri dari ke tiga jenis atraksi wisata sebesar Rp. 36.905.000,-/minggu. Dari aspek sosial dan kelembagaan melibatkan petani,


(5)

agroindustri, agrowisata, LSM, Gapoktan, lembaga keuangan, Karang Taruna/kelompok pemuda, industri pengolahan/agroindustri sebesar Rp. 12.563.000,-/minggu. danmasyarakat lokal, diberi nama Inagroita dan diaplikasikan dalam bentuk Desa Mandiri Inagroita.Dari aspek lingkungan Kecamatan Sukaraja diarahkan untuk pengembangan komoditi singkong, Kecamatan Babakan Madang diarahkan untuk komoditi bambu dan Kecamatan Sukamakmur diarahkan untuk komoditi kopi.Komoditi padi, singkong, bambu, pisang dan kopi serta produk agroindustri tepung beras, tepung tapioka, furnitur bambu, keripik pisang dan kopi bubuk.

Implementasi kebijakan dari aspek sosial budaya dan pengembangan ekonomi perdesaan untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas pelayanan sosial bagi masyarakat pedesaan dilakukan dengan cara mengusahakan kebijakan kelembagaan (peningkatan dan pemberdayaan fungsi kelembagaan menjadi jejaring atau sebagai mitra), kebijakan teknologi (pendampingan teknologi dan supervisi pelaksanaan program), ketersediaan modal atau pendanaan (pemberdayaan dan pengembangan Lembaga Keuangan Desa, Gapoktan, LM3, dan SPP usaha), kebijakan pemasaran (pemasaran hasil pertanian skala mikro), sumber daya manusia (meningkatkan kemampuan pelaku usaha agrobisnis), pemantapan pengembangan sarana dan prasarana/infrastruktur (pengembangan sarana prasarana kawasan agroindustri dan agrowisata terpadu), dan dukungan kebijakan (mengalokasikan sumber daya pada kegiatan pengembangan agroindustri dan agrowisata terpadu menjadi prioritas).


(6)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2013 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarangmengutipsebagian atauseluruh karya tulisinitanpa

mencatumkan atau menyebutkan sumber :

a. Pengutipanhanya untuk kepentingan pendidikan,penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajarInstitut Pertanian Bogor

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya


(7)

STUDI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI DAN AGROWISATA TERPADU DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KALI BEKASI

KABUPATEN BOGOR

D J A M U D I N

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(8)

2013

Penguji Luar Komisi

Ujian Tertutup :

1. Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sai’d, MA.Dev.

Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. 2. Prof. Dr. Ir. Suprihatin, Dip.Ing.

Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Ujian Tebuka :

1. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA.

Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. 2. Dr. Ir. Djoni Tarigan, MBA.


(9)

Judul Penelitian : Studi Pengembangan Agroindustri dan Agrowisata Terpadu di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Bekasi Kabupaten Bogor

Nama : Djamudin

NIM : F. 361070081

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng Ketua

.

Dr. Ir. Sukardi, M.M. Anggota

Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Machfud, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.


(10)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, ALLAH SWT,karena dengan berkah ridho, rahmat, karunia, inayah dandiberikan kesehatan serta petunjuk-Nyalah,maka disertasi ini dapat diselesaikan.Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada para personalia dibawah ini:

1. Prof. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng. selakuKetua Komisi Pembimbing, denganpenuhketulusan,dorongansemangatdanmotivasisertakesabaran, memberikan bimbingan untuk terus memperbaiki diri dan menyempurnakan ikhtiar kepada penulis guna memberikan yang terbaik.

2. Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S.selaku Anggota Komisi Pembimbing, dengan penuh perhatian memberikan bimbingan serta arahanagar diperoleh kegunaan dari setiap prosesyang dilakukan.

3. Dr. Ir. Sukardi, M.M.selaku Anggota Komisi Pembimbing, telah memberikanbimbingandanarahandalamupayamewujudkansegala hasilyang dicapai dan memiliki manfaat yang sebesar-besarnya.

4. Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa`id, MA.Dev. (Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor) dan Prof. Dr. Ir. Suprihatin, Dip.Ing. (Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor). selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup.

5. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA. (Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor) dan Dr. Ir. Djoni Tarigan,MBA. (Kepala Biro Perencanaan Kementerian Perindustrian Republik Indonesia). selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka.

6. Dirjen Dikti Departemen Kebudayaan dan Pendidikan Nasional RI,yang telah memberikan beasiswa melalui program BPPS,sehingga penulis mendapatkankesempatanuntukmelanjutkan pendidikan ke jenjang Program Doktor (S3) diProgramPascasarjana IPB.

7. Dekan SekolahPascasarjana Institut Pertanian Bogor, Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. A.gr. yang telah memberikan kesempatan untuk meraih jenjang pendidikan pada Program Doktor (S3).

8. Dekan Fakultas Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor, Dr. Ir. Sam Herodian, M.S. yang telah memberikan kesempatan untuk meraih jenjang pendidikan pada Program Doktor (S3).

9. Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB, Dr. Ir. Machfud, M.Sdan Sekretaris Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dr.Ir.Titi Candra Sunarti,


(11)

M.S.danDr. Eng. Taufik Jatna STP, M.S. yang telah banyak memberikan perhatian dan dukungan selama menimba ilmu pengetahuan di TIP-IPB.

10.Drs. H.M. Irsyad Sudiro, MSi. Ketua STIE Gotong Royong, yang telah mendukung dan memberikan izin waktu untuk meraih pendidikan Program Doktor (S3) pada Institut Pertanian Bogor.

11.SeluruhStafPengajarTIP-IPB, yang telah memberikan ilmu pengetahuan sangat berarti, dan para karyawan TIP-IPB yang banyak memberikan bantuan fasilitas pelayanan akademik, serta rekan-rekanS3TIP atas segala bantuan, kerjasamadandukunganyangdiberikankhusus kepada Dr. Suhardjito, Dikdik Wahdan, ST. M.M. yang telahmembantu dalam penyelesaian disertasi ini.

12.Para Penulis,baikdalambentuk buku,jurnal, teks, laporan, seminar, prosiding, maupun yang bersumber dari internet dan web,datadan sumber informasi dari instansi terkaityang sumber data dan tulisannya digunakan sebagai sumber rujukan dalam penulisan disertasi ini.

13.Para Pakar, yang telah menyediakan waktunya untuk pengisian kuisioner penelitian Disertasi ini.

14.Kelompok Tani (Gapoktan), Hendrik Setiawan, LSM PBPRI. Yadi dan kelompok pemuda desa Sirnajaya, Sukamulya, Sukamakmur Kecamatan Sukamakmur, Citeureup, Babakan Madang, yang telah membantu dalam penelitian lapangan.

15.Keluargatercinta:Istri Iin Sri Indah SE,Putera-PuteriRenitha Hertadiningtyas,Rangga Pangeran dan Raisah Zharifah Labibah atas segala dukungan lahiriah dan batiniah dan kesediaan mendampingi serta curahan kasih dan do’a. Khusus juga untuk Almarhum Ayahanda H. Muhammad Djambia Bin Karmen dan Ibunda Almarhumah Hj. Siti Fatimah Saribenah Binti Rohili, yang selalu memberikan wejangan dan amanah untuk terus mengejar pendidikan setinggi-tingginya, selama hayat masih di kandung badan.

Besar harapan kiranya karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat dan menjadi inspirasi serta motivasi untuk terus berkarya.

Bogor, 04 Februari2013


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada Tanggal, 27 Februari 1958 dari ayah H. Muhammad Djambia Bin Karmen dan Ibu Hj. Siti Fatimah Saribenah Binti Rohili. Pendidikan Sarjana (S1) penulis dimulai Tahun 1979 pada Fakultas Ilmu

Sosial danIlmu Politik UniversitasJayabaya Jakarta,Lulus Tahun

1985.PadaTahun2000mendapatkesempatanuntuk melanjutkan pendidikan keProgram Studi Magister Manajemen Agribisnis IPB Bogor,Lulus Tahun 2002.Tahun 2007,dengan mendapatkan Beasiswa BPPS dari Dirjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan ke Program Doktor (S3) pada

ProgramStudiTeknologiIndustriPertanianSekolahPascasarjanaInstitut Pertanian

Bogor.

PenulisbekerjadiSekolahTinggi IlmuEkonomi(STIE) Gotong Royong Jakarta, Sebagai staf Pengajar dan Pembantu Ketua I Bidang Akademik.Periode Masa Bhakti Tahun 2006 hingga saat ini.

Penulis Menikah dengan Iin Sri Indah,S.E. pada Tahun 1990,dan dikaruniai 3 (tiga) orang putera dan puteri yaitu: Renitha Hertadiningtyas (21 Tahun), Rangga Pangeran(18 Tahun)danRaisah Zharifah Labibah(8 Tahun).


(13)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……….. iv

DAFTAR GAMBAR ……...……….. vii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. x

I. PENDAHULUAN ………... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Manfaat Penelitian ... 4

1.4 Ruang Lingkup ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ...………. 6

2.1Pengembangan Agroindustri ... 6

2.2Pengembangan Agrowisata ... 8

2.3Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Bekasi ... 15

2.4Kebijakan Pembangunan Pertanian ... 18

2.5Pengembangan Ekonomi Perdesaan ... 23

2.6Rancangan Pengembangan Agroindustri dan Agrowisata Terpadu DAS Kali Bekasi ……… 25

2.7 Kajian Penelitian Terdahulu ... 28

III. METODE PENELITIAN ………. 33

3.1Waktu dan Tempat Penelitian ... 33

3.2Kerangka Pemikiran ... 33

3.3Metode Pengumpulan Data ... 35

3.3.1 Teknik Pengambilan Data ……… 35


(14)

ii

3.4Metode Analisis ... 37

3.5Rancangan Penelitian ... 52

3.6Tahapan Penelitian ... 54

3.7Formulasi Permasalahan ... 55

3.8Identifikasi Sistem ... 56

3.9 Pendekatan Sistem ... 57

3.10Analisis Kebutuhan ... 58

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 60

4.1HasilPenelitian………... 60

4.1.1Analisis Situasional Wilayah Penelitian …………... 60

4.1.2 Perencanaan Pengembangan Agroindustri Dan Agrowisata Terpadu... 67

4.1.2.1 Penentuan Lokasi Potensial (2 Tahapan) ... 67

4.1.2.2 Penentuan Komoditi Prospektif ... 70

4.1.2.3 Penentuan Produk Agroindustri Unggulan ... 73

4.1.2.4 Kelayakan Usaha Produk Agroindustri Unggulan ... 75

4.1.2.5 Jenis Atraksi Wisata ... 79

4.1.3Potensi Nilai Tambah Pengembangan Agroindustri dan Agrowisata Terpadu ... 88

4.1.3.1 Metode Pendekatan Komoditi Produk Agronomi dan Agroindustri ………... 88

4.1.3.2 Penilaian Kualitatif dan Kuantitatif... 90

4.1.4 Penyusunan Rancangan Pengembangan Kawasan Agroindustri dan Agrowisata Terpadu Berkelanjutan ... 98

4.1.4.1 Analisis Kelayakan Investasi ... 98

4.1.4.2 Manajemen Pengelolaan Atau Kelembagaan Pengembangan Agroindustri dan Agrowisata Terpadu ... 114

4.1.4.3 Kebijakan Pengembangan Kawasan Agroindustri dan Agrowisata Terpadu ... 115

4.1.4.4 Formulasi Implementasi Kebijakan Dari Aspek Sosial-Budaya dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan ... 117 4.1.4.4.1 Formulasi Implementasi Kebijakan dari Aspek Sosial Budaya ... 117


(15)

iii

4.1.4.4.2 Formulasi Implementasi Kebijakan dari

Aspek Pengembangan Ekonomi

Perdesaan ……… 119

4.2Pembahasan... 122 4.2.1 Analisis Situasional Wilayah Penelitian ... 122

4.2.2 Perencanaan Pengembangan Agroindustri dan Agrowisata

Terpadu ... 127

4.2.3 Potensi Nilai Tambah Pengembangan Agroindustri dan

Agrowisata Terpadu ... 140

4.2.4 Penyusunan Rancangan Pengembangan Kawasan

Agroindustri dan Agrowisata Terpadu ... 141

4.2.5 Formulasi Implementasi Kebijakan dari Aspek Sosial

Budaya dan Pengembangan Ekonomi Perdesaan ... 156

V. SIMPULAN DAN SARAN 160

5.1Simpulan ... 160 5.2Saran ... 161


(16)

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kemiringan lahan di Kabupaten Bogor ………... 18

2 Siklus berkesinambungan dalam pengembangan agroindustri dan agrowisata terpadu di DAS Kali Bekasi ……….. 29

3 Jenis data, unit, sumber, analisis, dan kegunaan ………. 37

4 Skala banding secara berpasangan ... 40

5 Payoff matrix………... 42

6 Bagan matriks metode perbandingan eksponensial ... 43

7 Permasalahan pelaku sistem pengembangan agroindustri dan agrowisata terpadu ... 55

8 Analisis kebutuhan pelaku sistem pengembangan agroindustri dan agrowisata terpadu ... 58

9 Luas berdasarkan jenis tanah di DAS Kali Bekasi ... 62

10 Luas wilayah DAS Kali Bekasi berdasarkan bentuk topografi ... 63

11 Luas wilayah DAS Kali Bekasi berdasarkan fungsi kawasan ... 65

12 Kelas bahaya erosi di DAS Kali Bekasi ... 66

13 Hasil pemberian penilaian bobot berdasarkan pendapat 5 (lima) pakar... 70

14 Hasil penentuan komoditi prospektif berdasarkan pendapat 5 (lima) pakar... 71

15 Hasil pemberian penilaian bobot produk agroindustri berdasarkan pendapat 3 (tiga) pakar ... 74

16 Hasil penentuan produk agroindustri unggulan menurut pendapat 3 (tiga) pakar ... 74

17 Analisis usaha pembuatan tepung beras ... 76

18 Analisis usaha pembuatan tepung tapioka ... 77

19 Analisis kelayakan usaha pembuatan furnitur bambu ... 78

20 Analisis kelayakan usaha keripik pisang ... 78

21 Analisis kelayakan investasi kopi bubuk ... 80

22 Data kunjungan wisatawan ke objek wisata di Kabupaten Bogor tahun 2011 ... 82

23 Kawasan minat khusus, buatan, relizi, dan situs budaya di wilayah DAS Kali Bekasi... 84


(17)

v

24 Seni tradisional DAS Kali Bekasi Kabupaten Bogor... 85

25 Harga produksi produk agroindustri... 89

26 Batas kapasitas dan distribusi produk agroindustri... 89

27 Potensi nilai tambah produk agroindustri ... 90

28 Proyeksi total penjualan pengembangan kawasan agroindustri dan agrowisata terpadu setelah masa pra investasi ... 103

29 Nilai sisa aset pengembangan kawasan agroindustri dan agrowisata terpadu ... 104

30 Biaya investasi pembangunan pengembangan kawasan agroindustri dan agrowisata terpadu ... 105

31 Besaran upah tiap jabatan untuk karyawan tetap ... 107

32 Biaya operasional rata-rata pengembangan kawasan agroindustri dan agrowisata terpadu ... 108

33 Hasil analisis kelayakan finansial pengembangan kawasan agroindustri dan agrowisata terpadu ... 110

34 Hasil analisis sensitivitas kenaikan harga bbm sebesar 100 persen pada tingkat diskon 15 persen ... 111

35 Hasil analisis sensitivitas penurunan jumlah wisatawan sebesar 50 persen pada tingkat diskon 15 persen ... 112 36 Hasil analisis sensitivitas pemunduran waktu proyek 2 (dua) tahun pada tingkat diskon 15 persen ... 113

37 Hasil analisis switching value pada tingkat diskonto 15 persen ... 114

38 Progran pengembangang produk pariwisata Kabupaten Bogor dalam RIPPDA Kabupaten Bogor tahun 2005 ... 120

39 Arah pengembangan potensi unggulan daerah ... 122

40 Luas wilayah DAS hulu dan hulu atas Kali Bekasi Kabupaten Bogor berdasarkan fungsi kawasan... 123

41 Jumlah penduduk DAS hulu dan DAS hulu-atas Kali Bekasi hasil sensus penduduk tahun 2010 Kabupaten Bogor... 124

42 Kondisi demografi Kabupaten Bogor tahun 2008-2011... 125

43 Pendapatan perkapita penduduk DAS hulu dan DAS hulu-atas Kabupaten Bogor... 125

44 Realisasi indikator makro ekonomi Kabupaten Bogor tahun 2009-2011……….. 126

45 Komoditi potensi unggulan dan komoditi unggulan kelompok lapangan usaha pertanian Kabupaten Bogor tahun 2011... 136

46 Komoditi potensi unggulan dan komoditi unggulan kelompok lapangan usaha industri Kabupaten Bogor tahun 2011... 136

47 Potensi komoditi pertanian dan area DAS hulu dan DAS hulu-atas Kali Bekasi... 137

48 Kelompok pengelolaan hasil pertanian (agroindustri) Kabupaten Bogor wilayah DAS hulu dan DAS hulu-atas Kali Bekasi ... 137


(18)

vi

49 Pengembangan agroindustri dan agrowisata terpadu di DAS Kali

Bekasi………... 138

50 Formulasi kebijakan penguatan pengembangan agroindustri dan


(19)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Peta DAS Kali Bekasi ... 34

2 Diagram alir kerangka penelitian ... 35

3 Mekanisme mengunjungi jenis atraksi ………... 45

3 Gambar Jenis Atraksi……….. 42

4 Diagram alir tahapan penelitian ... 54

5 Diagram input-output pengembangan agroindustri dan agrowisata terpadu ... 57

6 Persentase penutupan lahan di DAS Kali Bekasi ... 61

7 Peta luas berdasarkan jenis tanah di hulu DAS Kali Bekasi ………….. 63

8 Peta kemiringan lereng di hulu DAS Kali Bekasi ……….. 64

9 Peta luas wilayah di hulu DAS Kali Bekasi berdasarkan fungsi kawasan ……….. 65

10 Skema seleksi penentuan lokasi potensial tahap 1 ... 68

11 Skema seleksi penentuan lokasi potensial tahap 2 ... 69

12 Komoditi padi di area DAS hulu Kali Bekasi (Kecamatan Sukaraja, Babakan Madang dan Sukamakmur) ………. 71

13 Komoditi singkong di area DAS hulu Kali Bekasi (Kecamatan Sukaraja, Babakan Madang dan Sukamakmur) ………. 72

14 Komoditi bambu di area DAS hulu Kali Bekasi (Kecamatan Sukaraja, Babakan Madang dan Sukamakmur) ………. 72

15 Komoditi pisang di area DAS hulu Kali Bekasi (Kecamatan Sukaraja, Babakan Madang dan Sukamakmur) ………. 72

16 Komoditi kopi di area DAS hulu Kali Bekasi (Kecamatan Sukamakmur dan jonggol) ………. 72

17 Jenis atraksi wisata budidaya tanaman/komoditi ………... 86

18 Jenis atraksi wisata memetik/memanen dan labolatorium ………. 86

19 Jenis atraksi wisata industri pengolahan/agroindustri ……… 86

20 Mekanisme mengunjungi jenis atraksi wisata ……… 87

21 Kriteria penentuan lokasi potensial DAS Kali Bekasi ... 92

22 Kriteria seleksi penentuan lokasi potensial DAS hulu Kali Bekasi... 93


(20)

viii

menurut pendapat 3 (tiga) pakar ... 24 Seleksi penentuan produk agroindustri unggulan (tepung tapioka)

menurut pendapat 3 (tiga) pakar ... 96 25 Seleksi penentuan produk agroindustri unggulan (furnitur bambu)

menurut pendapat 3 (tiga) pakar ... 96 26 Seleksi penentuan produk agroindustri unggulan (keripik pisang)

menurut pendapat 3 (tiga) pakar ... 97 27 Seleksi penentuan produk agroindustri unggulan (kopi bubuk)

menurut pendapat 3 (tiga) pakar ... 97 28 Penilaian kriteria ketersediaan air berdasarkan kebutuhan para aktor.... 127 29 Penilaian kriteria ketersediaan listrik berdasarkan kebutuhan para

aktor ... 128 30 Penilaian kriteria tenaga kerja dan umr berdasarkan kebutuhan para

aktor ... 128 31 Penilaian kriteria sarana transportasi berdasarkan kebutuhan para

aktor ... 128 32 Penilaian kriteria sarana komunikasi berdasarkan kebutuhan para

aktor ... 129 33 Penilaian kriteria sosial ekonomi berdasarkan kebutuhan para

Aktor ... 129 34 Penilaian kriteria pengembangan komoditi berdasarkan kebutuhan

para aktor ... 129 35 Penilaian kriteria kesesuaian dengan pertanian berdasarkan kebutuhan

para aktor ... 130 36 Penilaian kriteria kesesuaian dengan wisata berdasarkan kebutuhan

para aktor ... 130 37 Penilaian kriteria kesesuaian dengan keindahan alam berdasarkan

kebutuhan para aktor ... 130 38 Penilaian kriteria kesesuaian dengan kenyamanan lingkungan

berdasarkan kebutuhan para aktor ... 131 39 Penilaian kriteria luas lahan berdasarkan kebutuhan para aktor ... 131 40 Penilaian kriteria ketersediaan lahan berdasarkan kebutuhan para

aktor ... 132 41 Penilaian kriteria kesesuaian lahan berdasarkan kebutuhan para aktor.. 132 42 Penilaian kriteria ketersediaan bibit/benih berdasarkan kebutuhan para

aktor ... 132 43 Penilaian kriteria ketersediaan teknologi berdasarkan kebutuhan para

aktor ... 133 44 Penilaian kriteria akses dan aspek pasar berdasarkan kebutuhan para

aktor ... 133 45 Penilaian kriteria sdm/pelaku tani berdasarkan kebutuhan para

aktor ... 133 46 Penilaian kriteria saranan dan prasarana/infrastruktur berdasarkan


(21)

ix

47 Penilaian kriteria aspek kelembagaan berdasarkan kebutuhan para

aktor ... 134 48 Penilaian kriteria aspek lingkungan berdasarkan kebutuhan para

aktor………. 134 49 Penilaian kriteria investasi/modal usaha berdasarkan kebutuhan para

aktor ... 135 50 Penilaian kriteria motivasi dan aspirasi berdasarkan kebutuhan para

aktor ... 135 51 Bagan struktur organisasi pengelola kawasan pengembangan


(22)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Arus kas (cashflow) pengembangan kawasan agroindustri dan

agrowisata pada tingkat diskon 15 persen ... 170

2 Arus kas analisis sensitivitas jika terjadi kenaikan harga bahan bakar

sebesar 100 persen pada tingkat diskon 15 persen ... 177

3 Arus kas analisis sensitivitas jika terjadi penurunan jumlah pengunjung

sebesar 50 persen pada tingkat diskon 15 persen ... 184

4 Arus kas analisis sensitivitas jika terjadi pemunduran waktu proyek

selama 2 tahunpada tingkat diskon 15persen... 191

5 Perhitungan arus kas switching value jika terjadi penurunan jumlah


(23)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumberdaya manusia (SDM) merupakan pilar utama dalam mencapai keberhasilan pembangunan di segala bidang. Syarief (2008) menyatakan bahwa sejak dulu, saat ini dan bahkan pada masa yang akan datang SDM ini adalah menjadi masalah pokok bangsa Indonesia. Selanjutnya, bahwa salah satu faktor yang mendasar dan menentukan kualitasnya yaitu faktor gizi masyarakat sebagai cerminan dari keadaan gizi individu. Faktor gizi ini antara lain berkaitan dengan budaya suatu daerah.

Budaya merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat 2007). Budaya ini telah dilahirkan dari beragam suku (Heriawan 2010: bahwa hasil sensus BPS ada 1128 suku) dan agama yang ada di Indonesia serta menjadi potensi kekayaan yang dimiliki bangsa. Potensi tersebut antara lain adalah keragaman makanan tradisional. Makanan ini sejak dahulu telah dipraktikkan, dikonsumsi dan menjadi kebiasaan para leluhur dalam kehidupan sehari-harinya. Menurut Sajogyo (1995) bahwa makanan tradisional adalah makanan daerah hasil ciptaan budaya masyarakat dari daerah masing-masing.

Makanan tradisional berhubungan erat dengan budaya dan identitas penduduk di mana tempat memproduksinya serta membawa nilai-nilai simbolik yang kuat (Guerrero et al. 2010). Oleh karena itu makanan tradisional sangat penting untuk dilestarikan dan dikembangkan. Seperti halnya pembelajaran makanan tradisional di Jepang dengan nama Shokuiku (food and nutrition education) yang bertujuan dapat mengantisipasi kemajuan zaman tanpa harus kehilangan nilai-nilai tradisionalnya. Menurut Watanabe (2006) bahwa pembelajaran Shokuiku memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan mental dan fisik, pembentukan karakter, dan pembinaan kesehatan mental dan fisik. Sementara jika yang terjadi membudayanya makanan modern yang notabene terbuat dari bahan makanan impor maka akan terjadi ketergantungan terhadap bahan makanan impor, akan kehilangan nilai-nilai sosial, ekonomi dan kecintaan terhadap produk yang dimiliki. Juga akan terjadi kecenderungan peningkatan berbagai penyakit degeneratif karena makanan tersebut mempunyai energi yang berlebihan. Sebelumnya di negara Uni Eropa pada tahun 1992 telah menetapkan standarisasi produk makanan tradisional mereka sehingga telah memberikan kesempatan pada produsen dalam mengembangkan makanan tradisional. Akibatnya makanan tradisional menjadi semakin menarik dari perspektif industri terutama industri kecil dan menengah (Kuznesof et al.1997).

Makanan tradisional dapat menunjang status gizi dan kesehatan serta kebugaran seseorang (Soerjodibroto 1995). Banyak hasil penelitian mengenai makanan tradisional bahwa ternyata hampir semua bahan makanan yang digunakan secara tradisional maupun resep-resep makanan tradisional Indonesia mempunyai khasiat terhadap kesehatan karena mengandung satu atau lebih komponen senyawa yang mempunyai sifat fungsional terhadap satu atau lebih reaksi metabolisme dan biokimia yang esensial bagi tubuh (Zakaria dan


(24)

2

Andarwulan 2001).

Bahan yang digunakan untuk membuat makanan tradisional adalah bahan lokal dan alami, tidak menggunakan bahan tambahan kimia yang cenderung dapat merugikan kesehatan tubuh. Menurut Winarno (1993) bahwa makanan tradisional Indonesia selain mengandung serat makanan yang tinggi, juga mengandung senyawa penghambat terbentuknya berbagai jenis penyakit dalam tubuh termasuk kanker yang terdapat dalam bumbu-bumbu yang digunakan dalam pengolahan makanan tradisional. Selain itu makanan tradisional mempunyai rasa yang enak atau sesuai dengan cita rasa masyarakat daerah dan menjadi dasar kesukaan masyarakat untuk mengonsumsinya. Menurut Setyo et al. (2001) bahwa orang yang pernah mengonsumsi makanan tradisional, menyukai makanan tradisional tersebut karena cita rasanya yang enak.

Diduga adanya globalisasi telah memberikan dampak perubahan pada berbagai hal diantaranya perubahan perilaku termasuk perilaku konsumsi makanan tradisional. Menurut Koen (2004) bahwa telah terjadi pola perubahan yang berbeda dalam berbagai tingkat analisis yang ditunjukkan oleh globalisasi. Selain itu pula perubahan perilaku dipengaruhi oleh berbagai keadaan yang saling terkait yang meliputi keadaan sosial, budaya, demografi dan lain-lain (Suhardjo, 1989).

Perilaku konsumsi makanan di kalangan remaja telah terjadi peralihan yang drastis dari makanan tradisional ke makanan siap saji (fast food) yang belum tentu mengandung zat-zat gizi yang seimbang sehingga mendukung kejadian kelebihan berat badan yang berdampak terjadinya berbagai penyakit degeneratif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Riyadi dan Faisal (1994) menunjukkan bahwa fast food merupakan makanan yang tinggi kandungan protein, lemak dan garam, tetapi rendah akan kandungan serat makanan yang dapat mengakibatkan penyakit

degeneratif (jantung koroner, kencing manis, dan kanker). Hal ini membutuhkan peran gizi yang tidak hanya berhubungan dengan penanggulangan penyakit dan defisiensi karena makanan itu sendiri, tetapi juga pada pencegahan penyakit sehingga fokus saat ini adalah meninjau kembali makanan yang dikonsumsi setiap hari (Melby et al, 2008).

Makanan tradisional sudah mulai kurang dikenal dan bahkan ditinggalkan oleh generasi muda. Ruang lingkup pelestarian dan pengembangannya juga sangat terbatas sehingga keragaman makanan tradisional ini banyak yang sudah tidak diketahui lagi oleh masyarakat terutama generasi muda tersebut. Ini sesuai dengan penelitian tentang konsumsi pangan tradisional yang dilakukan di kalangan remaja siswa di Sekolah Menengah Umum (SMU) favorit dan non-favorit di Semarang, hasilnya ternyata ada lebih dari 50% siswa tidak mengenal lagi makanan tradisional (Setyo et al. 2001).

Menurunnya pengetahuan tentang makanan tradisional pada generasi muda terjadi pula di Gorontalo yang ditandai oleh adanya perbedaan pengetahuan nama MTG oleh para siswa dibandingkan yang diketahui oleh para ibu siswa. Ini dibuktikan melalui survei pendahuluan pada bulan Januari 2011 terhadap 240 siswa SMP berumur 11-16 tahun dan 180 siswa SMU berumur 14-19 tahun serta 420 ibu dari siswa tersebut yang berumur antara 30-59 tahun. Hasil survei adalah: ada 10,4% siswa SMP dan 9,4% Siswa SMU yang mengetahui 1-2 nama MTG; 20% dan 19,4% mengetahui 3-4; 20,8% dan 20,6% mengetahui 5-6; 22,5% dan 22,8% mengetahui 7-8; serta 26,3% dan 27,8% mengetahui 9-10. Sementara pada


(25)

3

ibu siswa menunjukkan: ada 4,5% ibu siswa umur 30-34 tahun yang mengetahui 6-7 nama MTG; 13,8% umur 35-39 tahun mengetahui 10-11; 54,3% umur 40-44 tahun mengetahui 13-14; 19% umur 45-49 tahun mengetahui 16-17; 6% umur 50-54 tahun mengetahui 20-21; dan 2,4% umur 55-59 tahun mengetahui 21-22. Dari hasil survei ini ada juga siswa yang memberikan jawaban bahwa ayam kentuky dan donat adalah MTG, sementara diketahui bahwa makanan ini merupakan makanan yang berasal dari negara-negara barat sebagaimana yang terdapat pada restoran yang ada di kota-kota besar di Indonesia.

Dalam mengantisipasi perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional di Gorontalo maka dilaksanakan kebijakan pelestarian dan pengembangannya. Kebijakan ini merupakan kerja sama antara Dinas Kesehatan dengan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Gorontalo yang tertuang dalam bentuk kesepakatan kerja sama Nomor 3358a/43027/07 tanggal 12 Nopember 2007 tentang “Penerapan Mata Pelajaran Muatan Lokal (mulok) Ilmu Gizi Berbasis”. Pelaksanaannya melalui pembelajaran pendidikan formal pada mata pelajaran mulok di sekolah dasar (SD/sederajat) dan sekolah menegah (SMP/sederajat dan SMA/sederajat) yang dimulai pada tahun 2008. Ini seiring dengan apa yang dikatakan oleh Glanz (2009) bahwa pentingnya langkah-langkah pembangunan masa depan yang beradaptasi dengan pangan dan gizi dalam konteks budaya/sejarah.

Pembelajaran mulok Ilmu Gizi Berbasis MTG telah memperoleh dukungan dari berbagai kalangan. Ini ditunjukkan oleh hasil evaluasi pembelajaran dengan contoh para guru, komite sekolah dan orang tua siswa yang menyatakan bahwa dipandang sangat penting: (1). setiap manusia dalam kehidupan sehari-hari memahami ilmu gizi; (2). ilmu gizi berbasis MTG diterapkan dalam pendidikan formal; (3). ilmu gizi diterapkan dalam pendidikan formal sebagai upaya preventif terhadap terjadinya berbagai penyakit pada manusia; (4). pelestarian dan pengembangan MTG sebagai kekayaan budaya daerah (Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo 2008).

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya baik tentang kejadian perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional maupun kebijakan pelestarian dan pengembangannya maka dipandang penting untuk melakukan penelitian tentang perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional dan status gizi anak sekolah serta kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG.

Perumusan Masalah

Dari hasil penelitian pendahuluan dapat dilihat bahwa semakin muda seseorang maka semakin sedikit jumlah MTG yang diketahuinya. Ini sebagai bukti bahwa ada faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi makanan tradisional itu sendiri sehingga sudah kurang dikenal. Sementara hasil evaluasi mulok ilmu gizi berbasis MTG menunjukkan bahwa dipandang penting oleh para guru, komite sekolah dan orang tua siswa mulok tersebut untuk melestarikan dan mengembangkan makanan tradisional melalui pendidikan formal. Artinya bahwa mulok dianggap dapat berpengaruh terhadap perilaku konsumsi makanan tradisional.


(26)

4

Di masyarakat ada beberapa kelompok generasi yang terkait dengan makanan tradisional. Generasi ini saling berinteraksi yang sebagian besar dapat dikelompokan menjadi 3 yaitu anak, orang tua anak dan orang tua dari orang tua anak tersebut. Melalui 3 kelompok generasi ini, sejauh mana masalah perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional yang terjadi dapat diidentifikasi, terkait pula dengan kebijakan mulok sebagai upaya pelestarian dan pengembangan MTG. Secara spesifik dikembangkan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah terjadi perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional pada masyarakat Gorontalo?

2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku konsumsi makanan

tradisional pada masyarakat Gorontalo?

3. Bagaimana konsumsi MTG dan status gizi siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok?

4. Bagaimana kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG sebagai upaya

pelestarian dan pengembangan makanan tradisional berpengaruh pada perilaku konsumsi makanan tradisional masyarakat Gorontalo?

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian bertujuan menganalisis perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional dan status gizi anak sekolah serta kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG. Secara khusus bertujuan untuk:

1. Mengetahui perubahan pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi MTG pada 3 generasi yaitu siswa SMP yang mendapat mulok dan tidak mulok, ibu dari siswa dan nenek dari siswa.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku konsumsi

MTG.

3. Menganalisis konsumsi makanan dan status gizi siswa SMP yang mendapat mulok dan tidak mulok.

4. Menganalisis pelaksanaan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG.

5. Merumuskan pengembangan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG.

Manfaat Penelitian

Penelitian tentang perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional dan status gizi anak sekolah serta kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG, sampai saat ini belum ada. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan kepada semua pihak untuk upaya pelestarian dan pengembangan kekayaan budaya bangsa Indonesia khususnya tentang perilaku konsumsi makanan tradisional dalam pola makan yang sehat, bergizi, beragam dan seimbang.

Kerangka Pemikiran

Ide dasar penelitian ini berawal dari adanya kebijakan pemerintah Provinsi Gorontalo melalui Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo yang bekerja sama dengan


(27)

5

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Gorontalo dalam upaya pelestarian dan pengembangan MTG yang dilaksanakan pada pendidikan formal di SD, SMP dan SMA pada tahun 2007. Kebijakan ini dalam bentuk mata pelajaran muatan lokal ilmu gizi berbasis MTG. Hal ini dilatarbelakangi oleh berbagai permasalahan gizi dan kesehatan yang terjadi, seiring terabaikannya makanan tradisional yang memberikan perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional terutama pada remaja. Melalui survei pendahuluan terhadap 240 siswa SMP dan SMU serta pada ibu siswa tersebut maka yang terlihat adanya perbedaan jumlah makanan tradisional yang diketahui oleh siswa dan ibu siswa.

Adanya dukungan dari berbagai pihak tentang pelaksanaan mulok ilmu gizi berbasis MTG yang dibuktikan oleh hasil evaluasi Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo dan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Gorontalo pada para guru yang mengampu mata pelajaran mulok, komite sekolah dan para orang tua siswa. Hasil eveluasinya diantara bahwa penerapan mulok ini sangat penting dilaksanakan di institusi pendidikan formal sebagai upaya untuk melestarikan MTG dan pembelajaran pada masyarakat tentang gizi/kesehatan secara berkelanjutan serta dapat memutus mata rantai masalah gizi dan kesehatan. Pada akhirnya penerapan mulok tersebut dapat mendorong terbentuknya perilaku konsumsi MTG yang sehat, bergizi, beragam, dan seimbang.

Dari literatur yang ada dikatakan bahwa perilaku seseorang mempunyai 3 ruang lingkup yang tidak bisa terpisahkan yaitu pengetahuan, sikap dan praktik atau tindakan. Konsep perilaku ini teraktualisasikan dalam perilaku konsumsi makanan tradisional.

Belum diketahui bagaimana keadaan perilaku konsumsi makanan tradisional pada masyarakat, diwakili oleh siswa SMP, orang tua siswa (ibu) dan nenek siswa (ibu dari ibu siswa atau ibu dari bapak siswa) yang dapat dikatakan pada tiga generasi. Juga bagaimana perilaku konsumsi makanan tradisional pada siswa yang telah menerima pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG dan yang tidak mulok serta bagaimana status gizinya.

Untuk mengetahui perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional yang terjadi pada 3 generasi tersebut (nenek, ibu dan siswa) maka dapat diketahui dari perbedaan pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi makanan tradisional. Selanjutnya berdasarkan literatur yang ada bahwa perilaku konsumsi makanan tradisional pada siswa dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu keluarga, sekolah, peer group, keragaan makanan tradisional, citra makanan tradisional, iklan dan pasar.

Keluarga berpengaruh dalam konsumsi makanan tradisional siswa dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan, membiasakan, dan menyediakan makanan tradisional, juga aturan dalam berbelanja makanan jajanan setiap harinya; Sekolah sebagai tempat interaksi siswa dalam pengenalan dan pembiasaan serta ketersediaan makanan tradisional di kantin berpengaruh pada konsumsi makanan tradisional; Peer group yang merupakan kelompok sebaya mempunyai kekuatan dalam mempengaruhi konsumsi makanan tradisional siswa; Konsumsi makanan tradisional siswa dipengaruhi pula oleh keragaan makanan tradisional diantaranya rasa, warna, aroma, dan tekstur makanan; Citra makanan tradisional dalam pandangan masyarakat yang merupakan persepsi masyarakat terhadap prestise konsumsi makanan tradisional dapat mempengaruhi konsumsi makanan tradisional. Siswa yang terpapar oleh informasi makanan dalam bentuk


(28)

6

iklan melalui media televisi, internet, radio, dan media cetak, dapat mempengaruhi konsumsi makanan tradisionalnya; Faktor lain yang berpengaruh pada perilaku konsumsi makanan tradisional adalah pasar yang merupakan tempat masyarakat membeli atau memperoleh makanan tradisional.

Untuk mempelajari bagaimana perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional pada tiga generasi dan juga perbandingan antara siswa yang telah mendapat mulok ilmu gizi berbasis MTG dan yang tidak mulok, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi makanan serta pengaruh kebijakan penerapan mulok tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional.

Hipotesis

1. Siswa SMP mulok mempunyai perilaku konsumsi makanan tradisional yang

lebih tinggi dari pada yang tidak mulok. :

0

H µ mulok = µ tidak mulok

:

a

H µ mulok > µ tidak mulok

2. Semakin muda kelompok umur, semakin rendah perilaku konsumsi makanan

tradisional. :

0

H µ anak = µ ibu = µ nenek

:

a


(29)

7

3. Faktor keluarga, sekolah, peer group, keragaan makanan tradisional, citra makanan tradisional, iklan dan pasar mempengaruhi perilaku (pengetahuan, sikap dan praktik) konsumsi MTG.

faktor

H0: (k, s, pg, kmt, cmt, i, p) tidak berpengaruh pada pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi MTG.

faktor

Ha : (k, s, pg, kmt, cmt, i, p) berpengaruh pada pengetahuan, sikap

dan praktik konsumsi MTG.

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga bagian yaitu sebagai berikut:

1. Mengkaji perubahan perilaku konsumsi MTG dengan pendekatan perbedaan

pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi MTG pada 3 generasi yaitu siswa mulok dan tidak mulok, ibu siswa dan nenek siswa serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2. Menganalisis konsumsi makanan tradisional dan status gizi siswa SMP yang

mendapat mulok dan tidak mulok.

3. Menganalisis pelaksanaan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG dan membuat pengembangan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG.

Bagian 1

Pada bagian ini dilakukan pengkajian tentang perubahan perilaku konsumsi MTG melalui pendekatan perbedaan perilaku yang meliputi 3 ranah yaitu pengetahuan, sikap dan praktik baik pada siswa mulok dan tidak mulok juga pada ibu siswa dan nenek siswa. Selanjutnya dilakukan juga pengkajian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tersebut pada siswa mulok dan tidak mulok.

Data perilaku konsumsi MTG diperoleh langsung melalui wawancara oleh enumerator dengan contoh siswa, ibu siswa dan nenek siswa. Kemudian dilihat perbedaan perilaku konsumsi antara siswa mulok dan tidak mulok, ibu siswa dan nenek siswa melalui uji beda (t-test). Selanjutnya dilakukan juga uji anova untuk melihat perbedaan perilaku pada ketiga generasi sebagai pendekatan dalam melihat perubahan perilaku konsumsi MTG.

Penelitian ini juga menganalisis perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku konsumsi MTG pada contoh siswa serta tentang faktor-faktor yang mempengaruhinya yang meliputi: faktor keluarga, sekolah, peer group, keragaan MTG, citra MTG, iklan dan pasar. Analisis dilakukan dengan menggunakan uji regresi berganda guna melihat pengaruh faktor-faktor terhadap perilaku konsumsi MTG.

Bagian 2.

Penelitian pada bagian ke-2, dilakukan pengkajian tentang konsumsi MTG baik pada siswa mulok dan tidak mulok. Selanjutnya dilakukan pula pengkajian tentang status gizi siswa tersebut berdasarkan pengukuran antropometri dan juga biokimia (status anemia).

Data konsumsi makanan diperoleh melalui recall oleh enumerator pada contoh siswa mulok dan tidak mulok kemudian dibandingkan dengan AKG


(30)

8

berdasarkan berat badan dan umur. Kemudian dilihat perbedaan konsumsi tersebut melalui uji beda (t-test). Dianalisis pula pola konsumsi berdasarkan jenis makanan dan waktu konsumsi, tingkat kecukupan zat gizi dan serat makanan. Selain itu dilakukan juga analisis kontribusi gizi dari MTG dalam makanan yang dikonsumsi siswa. Data status gizi diperoleh dari pengukuran berat badan dan tinggi badan kemudian ditentukan IMT berdasarkan umur contoh siswa, lalu diuji beda (t-test). Selain itu IMT berdasarkan umur ini diklasifikasikan menurut umur yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan RI dan data Hemoglobin (Hb) ditetapkan menurut standar UNICEF/UNU/WHO 2001 guna melihat besaran keadaan status gizi dengan metode HemoCue.

Bagian 3

Penelitian pada bagian ke-3, menitikberatkan pada kebijakan mulok ilmu gizi bebasis MTG dengan menganalisis pelaksanaan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG dan membuat pengembangan kebijakan tersebut dalam rangka upaya pelestarian dan pengembangan MTG.

Data pelaksanaan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG dikumpulkan dari siswa mulok, guru mulok serta kepala sekolah dengan menggunakan kuesioner. Diperoleh pula data dari para stakeholders yang telah ditentukan secara

purposive yang meliputi analisis kebijakan mulok dan pengembangannya.

Data kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG yang diperoleh dari contoh siswa mulok, guru mulok dan kepala sekolah dianalisis secara deskriptif. Hal ini mengambarkan tentang proses pembelajaran yang dijalani oleh para siswa mulok dan guru mulok, serta yang dialami oleh pemimpin satuan pendidikan dalam hal ini kepala sekolah. Untuk data yang diperoleh dari faktor internal dan eksternal yang dinilai secara pairwise comparison dianalisis menggunakan metode SWOT guna memperoleh alternatif-alternatif strategi. Selanjutnya dilakukan pula

analitical hierarchy process (AHP) yang dilakukan guna mengambil keputusan terhadap strategi pengembangan kebijakan mulok. Penentuan prioritas strategi ini diputuskan dengan menggunakan penilaian pairwise comparison atau analisis pendapat pakar dengan menggunakan software Expert Chice 2000 v.10. Prioritas strategi ini meliputi faktor penentu, kriteria pendukung, prioritas strategi dan kesiapan pemerintah daerah dalam pengembangan kebijakan mulok tersebut.

Alir Pelaksanaan Penelitian

Sebelum penelitian, terlebih dahulu dilakukan pertemuan lintas sekor (Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Bappeda, Kanwil Agama) guna mendiskusikan tentang penelitian yang akan dilaksanakan dan dilakukan pula pelatihan untuk enumerator. Adapun alir pelaksanaan penelitian adalah seperti pada Gambar 3.


(31)

9

Gambar 2 Alir pelaksanaan penelitian.

Definisi Operasional

Makanan tradisional Goron-talo (MTG)

: makanan yang dibuat dengan menggunakan

resep khas hasil ciptaan masyarakat Gorontalo dan sudah ada dari generasi sebelumnya.

Muatan lokal (mulok) Ilmu Gizi Berbasis MTG

: kegiatan kurikuler dalam mempelajari ilmu

gizi berbasis MTG sebagai upaya

pelestarian dan pengembangan makanan tradisional tersebut.

Konsumsi MTG : penggunaan MTG, dalam kehidupan

sehari-hari masyarakat Gorontalo. Kebijakan mulok ilmu gizi

berbasis MTG

: kebijakan pelestarian dan pengembangan konsumsi MTG dalam bentuk mata pelajaran muatan lokal ilmu gizi berbasis MTG yang diterapkan melalui pendidikan formal di SMP.

Perilaku konsumsi MTG : pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi

MTG pada kelompok siswa, ibu siswa dan nenek siswa.

Perubahan perilaku konsum-si MTG

: perbedaan pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi MTG pada kelompok siswa, ibu siswa dan nenek siswa.


(32)

10

Siswa : anak yang sedang sekolah di SMP yang

dapat pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok

Siswa mulok ilmu gizi berbasis MTG

: anak yang sedang sekolah di SMP yang telah mendapatkan pembelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG, mempunyai ibu yang tinggal serumah dan mempunyai nenek serta suku Gorontalo.

Siswa tidak mulok ilmu gizi berbasis MTG

: anak yang sedang sekolah di SMP yang tidak mendapatkan pembelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG, mempunyai ibu yang tinggal serumah dan mempunyai nenek serta suku Gorontalo.

Ibu siswa : ibu dari siswa mulok ilmu gizi berbasis

MTG dan tidak mulok.

Nenek siswa : Ibu dari ibu siswa atau ibu dari bapak siswa

mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok.

Sekolah mulok ilmu gizi berbasis MTG

: sekolah yang mempunyai guru dan telah dilatih mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis MTG dari Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo dan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Gorontalo serta telah menerapkannya pada siswa.

Guru : tenaga pengajar SMP yang telah dilatih

mata pelajaran muatan lokal ilmu gizi berbasis MTG oleh Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo dan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Gorontalo serta telah menerapkannya pada siswa.

Kepala SMP : tenaga pengajar yang memimpin SMP yang

membelajarkan mulok ilmu gizi berbasis MTG dan tidak mulok

Pengetahuan tentang MTG : segala sesuatu yang diketahui tentang MTG

meliputi nama makanan, jenis makanan, bahan utama yang digunakan, kandungan gizi, cara pembuatan, dan penggunaannya.

Sikap tentang MTG : keyakinan terhadap MTG berdasarkan rasa

suka dengan alasan karena penampilan, tekstur, aroma, cita rasa, menyehatkan dan mudah memperolehnya pada siswa, ibu siswa, dan nenek siswa.

Praktik tentang MTG : praktik siswa, ibu siswa dan nenek siswa

dalam frekuensi konsumsi MTG.

Frekuensi konsumsi MTG : seberapa sering contoh mengonsumsi MTG

dalam satuan hari, minggu, bulan dan tahun.


(33)

11

Keluarga : unit terkecil tempat interaksi siswa dalam

mengonsumsi MTG yang meliputi kefami-lieran makanan tradisional, kebiasaan, ketersedian, dan aturan makan dalam keluarga.

Sekolah : tempat interaksi siswa tentang konsumsi

MTG meliputi pengenalan, kebiasaan, ketersediaan di kantin, dan aturan sekolah tentang MTG.

Peer group : kelompok sebaya siswa yang mempunyai status yang sama, minat yang sama terhadap MTG, dan menggunakan makanan tradisional ketika bertemu.

Keragaan makanan MTG : gambaran tentang MTG yang terdiri dari

rasa, warna, aroma, tekstur, bahan-bahan

yang digunakan, kepraktisan dalam

membawa, mempunyai nilai sejarah serta berhubungan dengan nilai adat istiadat dan agama.

Citra MTG dalam pandangan masyarakat

: persepsi masyarakat tentang prestise

konsumsi MTG, pengalaman mengon-sumsi, kelangkaan dalam ketersediaan dan kalangan yang mengonsumsinya.

Iklan : Frekuensi informasi makanan yang diakses

melalui media televisi, internet, radio, dan media cetak.

Pasar : tempat untuk memperoleh MTG di toko

khusus, mall, warung, restoran dan pasar. Perumusan kebijakan mulok

ilmu gizi berbasis MTG

: Perumusan kebutuhan kebijakan yang

belum terpenuhi meliputi makanan tradi-sional yang sudah mulai dilupakan, penerapan kebijakan mulok, mengatasi perubahan perilaku konsumsi makanan tradisional, dan kedudukan dasar pelaksa-naannya mulok.

Peramalan masa depan kebi-jakan mulok

: Prosedur informasi aktual dimasa depan tentang kebijakan mulok meliputi proyeksi, prediksi dan perkiraan.

Rekomendasi pelaksanaan

mulok

: Alternatif terbaik yang diusulkan untuk

kebijakan mulok yang actionable,

prosfektif, bermuatan nilai fakta dan bersi-fat etik, rasional, efisien, serta responsible.

Pengembangan kebijakan

mulok ilmu gizi berbasis MTG

: Proses merumuskan dan mendapatkan

alternatif-alternatif strategi dan prioritas strategi dalam pengembangan kebijakan mulok ilmu gizi berbasis MTG.


(34)

12

Alternatif strategi : Alternatif strategi yang ditetapkan melalui

proses analisis SWOT

Prioritas strategi : Prioritas strategi yang diputuskan melalui


(35)

13

TINJAUAN PUSTAKA

Perubahan Perilaku Konsumsi Makanan

Berbicara tentang perubahan, kita membayangkan sesuatu yang terjadi setelah jangka waktu tertentu; kita berurusan dengan perbedaan keadaan yang diamati antara sebelum dan sesudah jangka waktu tertentu. Sehingga konsep-konsep perubahan mencakup tiga gagasan yaitu tentang perbedaan, pada waktu yang berbeda, dan diantara keadaan sistem sosial yang sama (Sztompka 1993).

Menurut Kasali (2005) bahwa perubahan bisa sebagai akibat dari anggota masyarakat yang gagal melihat, gagal bergerak atau gagal menyelesaikan masalah. Selanjutnya bahwa perubahan dapat dikategorikan dalam dua hal: pertama, perubahan operasional yang merupakan perubahan-perubahan kecil yang bersifat parsial dan umumnya tidak menimbulkan dampak yang luar biasa bagi institusi (misalnya perubahan kemasan produk, perubahan penampilan institusi seperti visi dan misi). Kedua, perubahan strategis (strategic change) yang berdampak luas dan memerlukan koordinasi serta dukungan dari unit-unit terkait atau bahkan seluruh komponen institusi. Perubahan tersebut antara lain perubahan budaya, perubahan untuk meningkatkan efisiensi, perubahan pemakaian sumber daya-sumber daya yang tersedia. Dari pengertian ini maka perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat dapat dikatakan sebagai perubahan sosial (Kasali 2005).

Menurut Macionis (1987) dalam Sztompka (1993) bahwa perubahan sosial adalah transformasi dalam organisasi masyarakat, dalam pola berpikir dan perilaku pada waktu tertentu. Sehingga jika struktur organisasinya berubah maka unsur lain cenderung berubah pula. Perubahan sosial dapat dibedakan tergantung pada sudut pengamatan dan ini membuktikan bahwa sistem sosial itu tidak sederhana, tidak hanya berdimensi tunggal, tetapi muncul sebagai kombinasi atau gabungan hasil dari keadaan berbagai komponen seperti: unsur-unsur pokok (misalnya: jumlah dan jenis individu, serta tindakan mereka); hubungan antara unsur (misalnya: ikatan sosial, loyalitas, ketergantungan, hubungan antara individu, integrasi); berfungsinya unsur-unsur di dalam sistem (misalnya: peran pekerjaan yang dimainkan oleh individu atau diperlukannya tindakan tertentu untuk melestarikan ketertiban sosial); lingkungan (lingkungan alam). Sehingga menurut Sztompka (1993) bahwa perubahan sosial itu merupakan perbedaan keadaan dalam masyarakat tertentu dalam jangka waktu berbeda.

Perubahan sosial yang terjadi dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang diantaranya perilaku manusia. Menurut Lewin (1943) dalam Notoatmodjo (2010) bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang sehingga ada tiga kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang yaitu: Pertama, kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Ini terjadi karena adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan perilaku. Stimulus ini berupa informasi-informasi yang berhubungan dengan perilaku yang bersangkutan; Kedua, kekuatan penahan menurun, karena adanya stimulus-stimulus yang


(36)

14

memperlemah kekuatan penahan tersebut; dan ketiga, kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun.

Menurut Kasali (2005) bahwa berdasarkan adanya driving forces dan

restrining forces maka dirumuskan langkah-langkah yang diambil untuk mengelola perubahan sebelum dan setelah dilakukan perubahan yaitu: (a).

Unfreezing: yaitu suatu proses penyadaran tentang perlunya atau adanya kebutuhan untuk berubah. (b). Changing: yaitu langkah berupa tindakan baik

memperkuat maupun yang menahan atau memperlemah. (c). Refreezing:

membawa kembali institusi atau individu kepada keseimbangan yang baru (a new dynamic equilibrium).

Perubahan perilaku yang diharapkan dapat terjadi dengan menggunakan beberapa strategi yang dapat dikelompokan menjadi 3 yaitu: Pertama, menggunakan kekuatan (enforcement). Dalam hal ini perubahan perilaku dipaksakan kepada sasaran atau masyarakat sehingga ia mau melakukan (berperilaku) seperti yang diharapkan. Cara ini dapat ditempuh dengan menggunakan cara-cara kekuatan baik fisik maupun psikis. Kedua, menggunakan kekuatan peraturan atau hukum (regulation). Perubahan perilaku masyarakat melalui peraturan, perundangan, atau peraturan-peraturan tertulis yang sering disebut ”law enforcement” atau ”regulation”. Artinya masyarakat diharapkan berperilaku, diatur melalui peraturan atau undang-undang secara tertulis. Ketiga, pendidikan (education). Perubahan perilaku melalui cara pendidikan yang diawali dengan cara pemberian informasi-informasi yang dibutuhkan. Dengan memberikan informasi-informasi maka akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang apa yang ingin dicapai. Dengan pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran dan akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Hasil atau perubahan perilaku dengan cara ini memakan waktu lama, tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari oleh kesadaran mereka sendiri atau bukan karena paksaan (Notoadmojo 2010).

Konsep dan Pengukuran Perilaku Konsumsi Makanan

Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh manusia, baik yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung ataupun yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai hasil interaksi antara seseorang atau indvidu dengan lingkungannya (Thoha 1988). Selain itu menurut Notoatmodjo (2010) bahwa perilaku merupakan totalitas pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang datang dari dalam diri sendiri sehingga dia mau berperilaku seperti perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, sugesti dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal dapat meliputi faktor lingkungan baik fisik dan non fisik dan yang paling berperan dalam perilaku adalah faktor sosial dan budaya selain itu termasuk faktor ekonomi, politik dan sebagainya.

Perilaku merupakan hal yang sangat kompleks dan mempunyai wilayah bentangan yang sangat luas. Menurut Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2010) bahwa ada 3 tingkat ranah perilaku yang meliputi pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan praktik atau tindakan (practice). Selanjutnya dalam beradaptasi dengan lingkungannya pengetahuan, sikap dan praktik yang dimiliki seseorang diperoleh dari proses belajar (Koswana 2011).


(37)

15

Menyimak pengertian perilaku konsumsi makanan yang telah disampaikan sebelumnya adalah merupakan suatu totalitas pengetahuan, sikap dan praktik atau tindakan terhadap makanan, maka ini sama halnya dengan pernyataan Zeitlin (1977) dalam Syarief et al. (1988) bahwa karakteristik penilaian perilaku konsumsi makanan melalui pendidikan gizi bisa memakai model ”K-A-P” (Knowledge, Attitude, Practices) dengan asumsi bahwa perubahan dalam pengetahuan membawa perubahan dalam sikap dan selanjutnya mengakibatkan perubahan dalam kebiasaan.

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, lidah, kulit). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan menghasilkan pengetahuan tersebut yang dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran dan indra penglihatan. Menurut Madanijah (2003) bahwa pengertian pengetahuan yang lebih mudah adalah semua informasi yang disimpan dalam ingatan sebagai hasil belajar dan telah terakumulasi dalam pikiran seseorang. Ini merupakan bagian terpenting dalam proses pembelajaran, sehingga sebagai bukti apabila dia dapat mengingat kembali apa yang telah dipelajari (Kuswana 2012).

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai tingkat yang berbeda-beda. Menurut Notoatmodjo (2010) bahwa secara garis besar pengetahuan dapat dibagi dalam 6 tingkat yaitu: (a). Tahu (know). Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui seseorang tahu sesuatu dapat menggunakan

pertanyaan-pertanyaan. (b). Memahami (comprehension). Memahami suatu objek

bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut dapat mengintepretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. (c). Aplikasi (application). Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. (d).

Analisis (analysis). Analisis merupakan kemampuan seseorang untuk

menjabarkan dan memisahkan kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan terhadap pengetahuan atas objek tersebut. (e). Sintesis (synthesis). Sintesis ini menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan logis dari pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain bahwa sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. (f). Evaluasi (evaluation). Evaluasi berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

2. Sikap

Menurut Winardi (2009) sikap merupakan suatu keadaan mental menurut pengalaman dan yang menyebabkan timbulnya pengaruh khusus atas reaksi


(38)

16

seseorang terhadap objek-objek. Ini memberikan pengertian bahwa sikap memberikan landasan emosianal dari hubungan antara pribadi seseorang dengan objek yang dimaksud.

Menurut Notoatmodjo (2010) bahwa sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (Suka - tidak suka, senang- tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Selanjutnya bahwa seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkatannya berdasarkan intensitasnya meliputi 4 yaitu: (a). Menerima (receiving), diartikan bahwa orang atau subyek mau menerima stimulus yang diberikan. (b). Menanggapi (responding), diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau obyek yang dihadapi. Misalnya ibu yang mengikuti penyuluhan tentang makanan ibu hamil, ketika diminta oleh penyuluh untuk menanggapi, kemudian ia menjawab atau menanggapinya. (c). Menghargai (valuing), dapat diartikan oleh seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahas dengan orang lain bahkan mengajak atau mempengaruhi dan menganjurkan orang lain merespons. (d). Bertanggung jawab (responsible), adalah sikap yang paling tinggi tingkatannya terhadap apa yang diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya resiko lain.

3. Praktik atau Tindakan

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudkannya tindakan perlu adanya fasilitas atau sarana dan prasarana (Notoatmodjo 2010). Selanjutnya dikatakannya bahwa praktik dibedakan menjadi 3 tingkatan yakni: (a). Praktik terpimpin (guide response). Apabila seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntutan atau menggunakan panduan. Misalnya seorang ibu memeriksakan kehamilannya tetapi masih menunggu diingatkan oleh bidan atau tetangganya. Demikian juga seperti seorang anak kecil menggosok gigi namun masih selalu diingatkan oleh ibunya. Hal ini disebut sebagai praktik atau tindakan yang terpimpin. (b). Praktik secara mekanisme (mechanism). Jika seseorang atau subyek telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanisme. Sebagai contoh misalnya seorang ibu selalu membawa anaknya ke Posyandu untuk ditimbang, tanpa harus menunggu perintah dari kader atau petugas kesehatan. Demikian juga contoh lainnya seorang anak secara otomatis menggosok giginya setelah makan tanpa disuruh oleh ibunya. (c). Adopsi (adoption). Adopsi merupakan suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekadar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas. Misalnya menggosok gigi, bukan sekedar gosok gigi, melainkan dengan teknik-teknik yang benar. Seorang ibu memasak, memilih bahan masakan bergizi tinggi meskipun bahan makanan tersebut mahal harganya.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Makanan

Menurut Contento (2007) bahwa ada tiga hal yang mempengaruhi perilaku makan seseorang yaitu makanan (food), orang itu sendiri (person) dan lingkungan


(39)

17

(enviroment). Sebelumnya Krondl (1990) dalam Worobey (2006) mengatakan bahwa banyak sekali faktor-faktor yang membuat seseorang itu memilih makanan hal ini terangkum dalam tiga faktor yaitu who, where dan why. (a). Faktor ”who” menggambarkan tentang karakteristik mengenai individu (seperti umur, jenis kelamin), biologi (seperti kesehatan dan keturunan) atau keadaan seseorang (depresi, tingkat aktivitas). (b). Faktor ”where” dihubungkan dengan lingkungan fisik (seperti waktu dan tempat memilih makanan) dan sosial budaya yang

berpengaruh saat membuat keputusan memilih makanan. (c). Faktor ”why” yang

mengacu pada persepsi individu terhadap makanan seperti keyakinan dan sensori dasar dalam memilih makanan. Selanjutnya menurut Pieniak et al. (2009) bahwa berbagai motif orang dalam bersikap memilih makanan yaitu menyangkut tentang berat badan, harga, kelayakan, kenyamanan, kealamian makanan, kesehatan, sensorik daya tarik dan kefamilieran makanan itu sendiri.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku konsumsi makanan pada masyarakat dapat

dikelompokkan ke dalam faktor: Individu meliputi keluarga, peer group; faktor makanan meliputi: keragaan makanan dan citra makanan; dan faktor lingkungan meliputi: sekolah, iklan dan pasar.

1. Keluarga

Pengertian keluarga berdasarkan UU No 52 tahun 2009 tentang perkem-bangan kependudukan dan pembangunan keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah

dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Menurut Megawangi (1994) dalam

Puspitawati (2012) menjelaskan bahwa keluarga dijabarkan sebagai suatu sistem yang diartikan sebagai suatu unit sosial dengan keadaan yang menggambarkan individu secara intim terlibat untuk saling berhubungan timbal balik dan saling mempengaruhi satu dengan lainnya setiap saat dengan dibatasi oleh aturan-aturan di dalam keluarga. Pengertian ini menunjukkan bahwa cukup banyak interaksi yang terjadi dalam keluarga diantaranya tentang konsumsi makanan keluarga setiap hari.

Menurut Hunt et al. (2011) bahwa dalam rumah tangga pembelian makanan

dan aktivitas konsumsi makanan bervariasi, dan dalam banyak kasus bergantung pada anggota keluarganya. Ini juga erat kaitannya dengan pendapatan dalam rumah tangga terhadap konsumsi makan mereka setiap hari. Selanjutnya dikatakannya bahwa banyak dari perempuan muda memainkan peran penting dalam pembelian dan persiapan makanan untuk anggota keluarga. Makan bersama dengan orang lain dalam keluarga merupakan hal yang penting karena banyak nilai-nilai yang terdapat dalam proses makan bersama tersebut walaupun ada kendala yang signifikan untuk makan secara teratur dengan seluruh keluarga inti. Hal ini mencerminkan begitu pentingnya dalam hidup ini makanan yang dimasak di rumah.

Makin tinggi pendidikan ibu, akan meningkatkan wawasan ibu termasuk tentang gizi/makanan, kesehatan dan pengasuhan (Madanijah 2003). Lebih lanjut dikatakannya bahwa ibu dengan pendidikan tinggi maka pendidikan ayahnya juga tinggi yang memungkinkan memperoleh pandapatan yang tinggi sehingga akan lebih menunjang pengetahuan dan wawasan ibu karena tersedia sarana bacaan atau visual lainnya yang mendukung. Ini dapat menunjukkan bahwa tingkat


(40)

18

pendidikan ibu dalam keluarga memang sangat berarti dan memungkinkan dalam mentransformasi pengetahuannya tersebut pada anak yang setiap saat berinteraksi dengannya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Harker et al. (2010) menunjukkan bahwa siswa yang tinggal di rumah keluarga, mengonsumsi lebih baik buah dan sayuran setiap hari dibandingkan dengan orang dewasa muda yang hidup secara mandiri. Juga menemukan antara lain adanya perbedaan yang nyata pada sikap antara siswa yang beusia di bawah 21 tahun dan orang orang-orang di atas 21 tahun terhadap makanan yang sehat. Studi ini menunjukkan implikasi yang jelas untuk sejumlah orang yang berkepentingan dalam mengembangkan keterampilan pada pilihan makanan dan manajemen makanan termasuk tentang anggaran dalam keluarga.

Hasil penelitian Laska (2010) menunjukkan bahwa orang dewasa muda yang hidup dengan orang tua mereka atau di apartemen yang disewa/rumah sering konsumsi makanannya kurang, asupan makanan sedikit dan kurang sehat dibandingkan dengan mereka yang tinggal di kampus sehingga dibutuhkan strategi yang efektif dan sehat untuk orang dewasa tersebut. Namun menurut Dammann et al. (2010) bahwa di keluarga, pemilihan makanan pada anak-anak sering tidak sehat karena terbatasnya ketersediaan makanan terhadap anak tersebut dan beberapa keadaan yang dilaporkan bahwa terjadi penurunan perilaku makan.

Pola konsumsi makanan tradisional menjadi pelengkap makanan pokok selain beras yang pada sisi lain dapat memberikan kemudahan ekonomis terhadap kecukupan pangan dan dengan harga rendah sehingga pendapatan ril rumah tangga bisa meningkat. Makanan Tradisional dapat berperan sebagai suatu survival strategi untuk orang miskin dengan pendapatan terbatas sehingga mampu membangun kapasitas membangkitkan kemandirian untuk menolong diri sendiri

dan keluarganya dalam memenuhi kebutuhan pokok yang termurah (Lestari et al.

2007)

Pranadji (1988) mengatakan bahwa pengetahuan, sikap dan keterampilan gizi cenderung berhubungan dengan perilaku konsumsi makanan keluarga yang dipengaruhi oleh jenis dan tingkat pendidikan formal, besar keluarga, tingkat pendapatan keluarga, pengeluaran absolut untuk pangan, mobilitas dan nilai-nilai tentang makanan yang dianut oleh masyarakat setempat. Selanjutnya menurut Minarto (2010) bahwa kualitas konsumsi pangan dalam keluarga tersebut dipengaruhi juga oleh ketersediaan bahan pangan dan daya beli sehingga penting memanfaatkan bahan pangan lokal untuk kebutuhan sehari-hari.

2. Sekolah

Hasil penelitian Ritchie et al. (2010) tentang dampak pendidikan gizi di California menyatakan bahwa pendidikan gizi yang terkoordinasi secara signifikan dapat mempengaruhi konsumsi makanan ke arah yang lebih baik pada pilihan makanan sehat. Sementara menurut Rovner et al. (2011) menemukan bahwa sekolah berada dalam posisi yang kuat untuk mempengaruhi pola makan siswa sehingga perhatian pada makanan yang dijual di sekolah perlu untuk meningkatkan diet mereka. Selanjutnya Fredman dan Connors (2011) menyatakan bahwa memberikan informasi gizi di toko atau kedai lokasi pendidikan dapat mempromosikan pilihan makanan sehat.


(41)

19

Yeung (2010) menyatakan bahwa pendidikan gizi di sekolah di Hongkong dirancang harus menarik untuk anak laki-laki maupun perempuan dan program pelaksanaan pendidikan gizi yang efektif harus menanamkan kebiasaan makan yang sehat dan keterampilan memasak yang sehat serta memenuhi kebutuhan siswa yang mengacu pada perbedaan jenis kelamin. Pendekatan yang lebih beragam dapat digunakan melalui kurikulum formal dan informal, memprioritas-kan keterampilan memasak dan keragaan mamemprioritas-kanan di kurikulum. Pendidimemprioritas-kan dapat memperbaiki keadaan konsumsi makanan dengan merancang kurikulum yang menarik dalam pendidikan formal dan memprioritaskan memasak. Sungkowo (2009) menyatakan bahwa intervensi pengayaan pengetahuan pangan dan gizi di Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Lampung Barat memberikan dampak lebih baik dilihat dari kebiasaan, frekuensi dan tatacara makan.

Sebagai bukti positif bahwa pengaruh pendidikan orang dewasa tentang gizi anak berdampak pada tinggi badan dan berat badan. Temuan ini mendukung untuk memperluas fokus kebijakan program gizi dari pasangan ibu dan anak terhadap konteks yang lebih luas dari keluarga dan masyarakat karena banyak ibu di India dan Vietnam bekerja di luar rumah (Moestue et al. 2008). Selanjutnya hasil penelitian Shim et al. (2011) menunjukkan keprihatinannya (tidak sesuai anjuran) dalam penggunaan bahan pengawet, pewarna, dan pemanis buatan dalam makanan dimana lebih dari dua pertiga contoh menyatakan bahwa informasi mengenai bahan aditif cukup. Hal ini terkait dengan kurangnya informasi sehingga subyek sulit memahami bahan tambahan makanan dan juga pendidikan yang tidak cukup.

Devi (1996) melalui hasil penelitiannya menyatakan bahwa adanya hubungan makanan jajanan tradisional dengan lingkungan keluarga terutama pada tingkat pendidikan ibu dan frekuensi makanan di luar rumah. Adanya hubungan perilaku konsumsi makanan jajanan tradisional murid terutama pada pengetahuan gizi guru dan kegiatan makan bersama. Sementara itu hasil penelitian Napitu (1994) bahwa rata-rata frekuensi siswa jajan di perkotaan lebih tinggi dibanding di pinggiran kota karena sebagian besar tidak sarapan pagi di rumahnya masing-masing. Siswa cenderung lebih banyak konsumsi jajanan tradisional dibandingkan dengan makanan asing.

3. Peer Group

Peer group merupakan kelompok sosial informal yang terdiri dari orang-orang sebaya, mempunyai status yang sama, minat serta terikat oleh premis kesamaan, berusia sekitar sama, dan saling berinteraksi. Khusus untuk peer group

dalam remaja didorong oleh kebebasan dan jiwa individual yang tinggi yang membutuhkan suport emosional dan sosial yang tinggi, juga belajar tentang keterampilan sosial dalam kelompoknya tetapi mereka tidak belajar dari orang tua atau gurunya (Muus, 1990 dalam Cobb 2001).

Escamilla et al. (2008) melakukan penelitian dengan tujuan untuk menilai dampak pendidikan gizi pada kelompok sebaya dan mengidentifikasi kebutuhan penelitian masa depan, diperoleh hasil bahwa pendidikan gizi pada kelompok sebaya memiliki pengaruh positif terhadap hasil pengelolaan diabetes dan menyusui, serta pada pengetahuan gizi umum dan perilaku asupan makanan.

Peer group dapat berpengaruh pada kesehatan seseorang. Hal ini ditunjukan oleh hasil penelitian Salvy et al. (2011) yang melihat efek singkat dikucilkannya


(1)

324


(2)

(3)

325

Lampiran 47 Format penilaian kesiapan pemerintah daerah dalam Pengembangan Kebijakan Mulok Ilmu Gizi Berbasis Makanan Tradisional Gorontalo (MTG)

Kategori Skor Kriteria skoring

Item A1 100 Badan/ Kantor

50 UPTD/ hanya melekat di dinas

0 Tidak ada

Item A2 100 Ada perda khusus

75 Tercakup di RPJMD

50 Tercakup di renstra/ renja

25 ada program/ renaksi/ kegiatan yang relevan 0 Tidak ada program/ renaksi/ kegiatan yang relevan

Item A3 100 Anggaran sepenuhnya dari APBD (Provinsi dan kabupaten/kota) dan tersedia dalam jumlah memadai dan sudah memenuhi untuk memberikan dampak yang relevan

75 Anggaran sepenuhnya dari APBN dan APBD (Provinsi dan kabupaten/kota) dan tersedia dalam jumlah memadai dan sudah memenuhi untuk memberikan dampak yang relevan

50 Anggaran tersedia dari APBN dan APBD (Provinsi dan kabupaten/kota) tetapi dalam jumlah terbatas sehingga belum mencukupi untuk memberikan dampak yang relevan

25 Anggaran hanya tersedia dari APBN atau APBD (Provinsi dan kabupaten/kota) tetapi dalam jumlah terbatas sehingga belum mencukupi untuk memberikan dampak yang relevan

0 Anggaran belum tersedia baik dari APBN maupun APBD (Provinsi dan kabupaten/kota)

Item B1 s/d B4

100 Aktif, dinamis, responsive, berkelanjutan, terlibat secara langsung 75 Aktif, berkelanjutan, terlibat secara langsung

50 Aktif, berkelanjutan, terlibat secara tidak langsung 25 Aktif, terlibat secara langsung tetapi belum berkelanjutan 0 Sama sekali belum berperan serta

Item C1 100

Pembelajaran tentang makanan yang sehat, bergizi, beragam dan seimbang berbasis MTG yang berdampak pada status gizi/kesehatan (dilihat dokumen pembelajaran)

75 50 25 0

Item C2 100

Pembelajaran Ilmu Gizi berbasis MTG sebagai upaya pelestarian dan

pengembangan budaya Gorontalo (khususnya makanan tradisional) (dilihat dari dokumen pembelajaran

75 50 25 0

Item C3 100

Jumlah dan jenis industri MTG (Dokumen perindustrian) 75

50 25 0

Item C4 100

Berdasarkan daya terima masyarakat tentang mulok Ilmu Gizi berbasis MTG (contoh siswa, ibu siswa, nenek siswa, guru, kepala sekolah, stakeholders) 75 50 25 0 Item D1 dan D2

100 Terlibat dan tingkat koordinasi/jalinan komunikasi sangat baik 75 Terlibat dan tingkat koordinasi/jalinan komunikasi cukup baik

50 Terlibat tetapi tingkat koordinasi/jalinan komunikasi terbatas/ kurang baik 25 Belum terlibat/dilibatkan secara langsing


(4)

326

Lampiran 48 Analisis regresi linear berganda faktor-faktor (keluarga, sekolah, peer group, keragaan makanan tradisional, citra makanan tradisional, iklan dan pasar) yang mempengaruhi perilaku konsumsi MTG

Variabel terikat R

R-

Square Variabel bebas

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients Sig

Uji Anova

B Std. Error Beta F Sig

Pengetahuan

.303 .092 (Constant) 30.079 41.451 .469

3.313 .001

dummy 7.792 4.638 .120 .014*

keluarga .049 .934 .003 .958

peergroup .386 1.144 .021 .736

keragaan -.621 .703 -.052 .378

citra .787 .654 .077 .230

iklan .043 .387 .006 .911

pasar .783 1.454 .032 .591

Pendptn Kel. -3.836E-7 .000 -.017 .762

Penddkn ibu 2.101 .732 .190 .004*

Sikap

.186 .035 (Constant) 177.730 181.979 .330

1.171 .313

dummy 40.039 20.360 .144 .050*

keluarga -3.512 4.101 -.054 .392

peergroup 5.117 5.024 .066 .309

keragaan 1.029 3.085 .020 .739

citra .960 2.870 .022 .738

iklan -.862 1.699 -.029 .612

pasar 4.156 6.384 .039 .515

Pendapatan Kel 2.343E-6 .000 .024 .673

Penddkn ibu .045 3.215 .001 .989

Praktik

.422 .178 (Constant) 1394.156 1140.185 .222

5.786 .000

dummy 473.283 128.348 .253 .000*

keluarga 17.134 25.689 .039 .505

peergroup 22.909 31.475 .044 .467

keragaan MTG -34.107 19.339 -.100 .079

citra MTG 20.244 17.997 .069 .262

iklan -7.360 10.633 -.037 .489

pasar -13.981 39.959 -.020 .727

Pendapatan Kel 3.692E-5 .000 .057 .288 Penddkn ibu 6.294 20.449 .020 .758 Pengetahuan -4.580 1.779 -.159 .011*

sikap 2.115 .405 .313 .000*

*signifikan

a. Variabel bebas: (Constant), dummy, keluarga, peergroup, keragaan, citra MTG, iklan, pasar, pendapatan keluarga, pendidikan ibu, dengan variabel terikat pengetahuan

b. Variabel bebas: (Constant), dummy, keluarga, peergroup, keragaan, citra MTG, iklan, pasar, pendapatan keluarga, pendidikan ibu, dengan variabel terikat sikap

c. Variabel bebas: (Constant), dummy, keluarga, peergroup, keragaan, citra MTG, iklan, pasar, pendapatan keluarga, pendidikan ibu, pengetahuan, sikap, dengan variabel terikat praktik


(5)

RINGKASAN

DJAMUDIN.Studi Pengembangan Agroindustri dan Agrowisata Terpadu DiDaerah Aliran Sungai (DAS) Kali Bekasi Kabupaten Bogor. Komisi Pembimbing:ANAS MIFTAH FAUZI, HADI SUSILO ARIFIN dan SUKARDI.

Pengembangan agroindustri dan agrowisata terpadu di DAS Kali Bekasi Kabupaten Bogor,merupakanupaya peningkatan nilai tambah ke dua sektor

tersebut, peningkatan pendapatan petani dan home industry masyarakat lokal,

serta pemberdayaan dan pemanfaatan kelompok-kelompok usaha ekonomi perdesaan penerima bantuan program pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk sistem pengembangan agroindustri dan agrowisata terpadu. Dalam upaya mencapai hal tersebut dilakukan melalui: (1) analisis potensi nilai tambah, (2) menyusun rancangan kawasan pengembangan agroindustri dan agrowisata terpadu berkelanjutan dan (3) memformulasikan implementasi kebijakan dari aspek sosial-budaya dan pengembangan ekonomi perdesaan.

Metode yang digunakan pada penelitian ini, adalah Analytical Hierarchy

Process (AHP) untuk menentukan lokasi potensial (2 tahapan),Metode Bayes

untuk penentuan urutan prioritas komoditi prospektif dan Metode Perbandingan Eksponential (MPE) untuk penentuan prioritas agroindustri

unggulan.ParameterNPV,IRR,PBP,BEPdanNetB/C,digunakan untuk menganalisis kelayakan invetasi pengembangan kawasan terpadu. Analisis

potensi nilai tambah dengan berbagai skenario dilakukan menggunakan alat bantu

program microsoft excel solver. Focus group discussion digunakan untuk

menentukan jenis atraksi wisata.

Hasil penelitian memperlihatkan analisis AHP menunjukkan bahwa DAS hulu-atas Kali Bekasi adalah lokasi terbaik.Komoditi terpilih adalah padi, singkong, bambu, pisang dan kopi.Produk agroindustri unggulan terpilih adalah tepung beras, tepung tapioka, furnitur bambu, keripik pisang dan kopi bubuk.Jenis atraksi wisata dan analisis kelayakan finansial. Pengembangan agroindustri dan agrowisata terpadu menghasilkan nilai tambah berupa hasil penjualan produk agroindustri tepung beras, tepung tapioka, furnitur bambu, keripik pisang dan kopi bubuk untuk skenario jenis atraksi wisata budidaya tanaman sebesar Rp.11.796.000,-/minggu, skenario jenis atraksi wisata memanen/menetik dan laboratorium sebesar Rp. 12.546.000,-/minggu, dan skenario jenis dari atraksi wisata industri pengolahan/agroindustri sebesar Rp. 12.563.000,-/minggu.

Pengembangan agroindustri dan agrowisata terpadu dirancang agar berkelanjutan dari aspek bisnis, sosial dan kelembagaan serta lingkungan. Dari aspek bisnis dihasilkan IRR sebesar 31 persen, Net B/C sebesar 1,95, dan hasil penjualan produk agroindustri dari ke tiga jenis atraksi wisata sebesar Rp. 36.905.000,-/minggu. Dari aspek sosial dan kelembagaan melibatkan petani,


(6)

agroindustri, agrowisata, LSM, Gapoktan, lembaga keuangan, Karang Taruna/kelompok pemuda, industri pengolahan/agroindustri sebesar Rp. 12.563.000,-/minggu. danmasyarakat lokal, diberi nama Inagroita dan diaplikasikan dalam bentuk Desa Mandiri Inagroita.Dari aspek lingkungan Kecamatan Sukaraja diarahkan untuk pengembangan komoditi singkong, Kecamatan Babakan Madang diarahkan untuk komoditi bambu dan Kecamatan Sukamakmur diarahkan untuk komoditi kopi.Komoditi padi, singkong, bambu, pisang dan kopi serta produk agroindustri tepung beras, tepung tapioka, furnitur bambu, keripik pisang dan kopi bubuk.

Implementasi kebijakan dari aspek sosial budaya dan pengembangan ekonomi perdesaan untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas pelayanan sosial bagi masyarakat pedesaan dilakukan dengan cara mengusahakan kebijakan kelembagaan (peningkatan dan pemberdayaan fungsi kelembagaan menjadi jejaring atau sebagai mitra), kebijakan teknologi (pendampingan teknologi dan supervisi pelaksanaan program), ketersediaan modal atau pendanaan (pemberdayaan dan pengembangan Lembaga Keuangan Desa, Gapoktan, LM3, dan SPP usaha), kebijakan pemasaran (pemasaran hasil pertanian skala mikro), sumber daya manusia (meningkatkan kemampuan pelaku usaha agrobisnis), pemantapan pengembangan sarana dan prasarana/infrastruktur (pengembangan sarana prasarana kawasan agroindustri dan agrowisata terpadu), dan dukungan kebijakan (mengalokasikan sumber daya pada kegiatan pengembangan agroindustri dan agrowisata terpadu menjadi prioritas).