konsep utama dengan metafora-metafora tersebut. Ketika siswa ditantang untuk berfikir tentang matematika dan mengkomunikasikannya kepada siswa lain secara
lisan maupun tertulis, secara tidak langsung siswa dituntut untuk membuat ide matematika dengan metafora yang meyakinkan sehingga ide-ide tersebut menjadi
mudah dipahami, khususnya oleh diri mereka sendiri. Hal tersebut sesuai dengan proses komunikasi yang dapat membantu siswa membangun pemahaman terhadap
ide-ide matematika dan membuatnya mudah dipahami. Ada 4 saran yang diberikan Baroody dalam kaitannya dengan
mengenalkan dan menggunakan matematika sebagai bahasa komunikasi, yakni i gunakan language-experience approach, yakni pendekatan yang didasarkan pada
realitas yang meliputi aktivitas: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis; dalam aktivitas tersebut siswa dipandu untuk mengekspresikan reaksi,
ide, dan perasaan berkenaan dengan situasi yang ada di kelas, ii definisi dan notasi formal harus dibangun melalui situasi informal, iii kaitkan istilah-istilah
matematika dengan ekspresi yang dijumpai sehari-hari, iv penting bagi siswa untuk dapat membandingkan dan membedakan bahasa matematika dengan bahasa
sehari-hari.
9
Berdasarkan uraian di atas, terlihat hubungan erat antara model pembelajaran Metaphorical Thinking terhadap kemampuan komunikasi
matematis siswa. Hal ini mendorong penulis untuk mengetahui bagaimana pengaruh model pembelajaran Metaphorical Thinking terhadap kemampuan
komunikasi matematis siswa. Oleh karena itu penelitian tertarik melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Model Pembelajaran Metaphorical Thinking terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan sebelumnya, maka permasalahan penelitian dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa.
9
Umar, op. cit.,
2. Guru menggunakan model pembelajaran “teacher center” yang kurang
melibatkan siswa, sehingga siswa masih cenderung pasif dalam proses pembelajaran.
3. Siswa kesulitan dalam menyampaikan gagasannya dalam proses diskusi
maupun presentasi.
C. Batasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya permasalahan dalam penelitian ini, maka permasalahan ini dibatasi pada :
a. Penelitian ini terbatas pada peningkatan kemampuan komunikasi matematis
siswa meliputi indikator-indikator : 1 Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa matematika, 2 Menyajikan pernyataan matematika secara
tertulis dan gambar, dan 3 Menarik kesimpulan dari pernyataan. b.
Materi ajar pada penelitian ini adalah Bangun Ruang Sisi Datar c.
Penelitian ini dilakukan di kelas VIII SMP
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang telah diidentifikasi dan dibatasi, maka perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kemampuan komunikasi matematis siswa dengan model
pembelajaran Metaphorical Thinking? 2.
Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa dengan model pembelajaran Metaphorical Thinking lebih tinggi daripada kemampuan
komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran konvensional?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa dengan model pembelajaran Metaphorical Thinking.
2. Mengetahui apakah kemampuan komunikasi matematis siswa dengan model
pembelajaran Metaphorical Thinking lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran konvensional.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Bagi guru, dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk
meningkatkan kemampuan berpikir komunikasi matematis siswa dalam
proses pembelajaran.
b. Bagi siswa, dapat melatih dan meningkatkan kemampuan berpikir
komunikasi matematis siswa.
c. Bagi sekolah, dapat dijadikan sebagai bahan sumbangan pemikiran dalam
rangka memperbaiki proses pembelajaran matematika serta untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa.
d. Bagi peneliti selanjutnya, dapat digunakan sebagai salah satu sumber
informasi dan bahan rujukan untuk mengadakan penelitian yang lebih
lanjut.
8
BAB II KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teoritik 1.
Kemampuan Komunikasi Matematis
Matematika yang merupakan induk dari berbagai ilmu tentu memiliki peran penting dalam kehidupan. Matematika tidak hanya sebatas mengenai
bilangan-bilangan dan operasinya, namun lebih dari itu, sasaran matematika ditujukan pula kepada pola, hubungan, bentuk-bentuk, dan struktur. Oleh karena
itu dapat dikatakan bahwa matematika berkenaan dengan gagasan berstruktur yang hubungan-hubungannya diatur secara logis. Selain itu, dapat dikatakan
bahwa matematika merupakan alat komunikasi karena matematika merupakan alat untuk menyampaikan ide atau gagasan yang semula dianggap abstrak menjadi
sesuatu yang konkrit dan dapat diterima secara logis. Baroody menyatakan bahwa pembelajaran harus dapat membantu siswa mengkomunikasikan ide matematika
melalui lima aspek komunikasi, yaitu representing, listening, reading, discussing, dan writing.
1
Oleh karena itu, kemampuan komunikasi matematis wajib dimiliki oleh siswa dan guru, karena komunikasi merupakan hal mendasar yang selalu
digunakan dalam berinteraksi. Komunikasi matematis adalah kemampuan siswa untuk menyatakan ide-
ide matematika baik secara lisan maupun tertulis.
2
Sejalan dengan pengertian komunikasi matematis yang telah dipaparkan, The Intended Learning Outcomes
mendefinisikan komunikasi
matematis adalah
kemampuan untuk
mengekspresikan ide-ide matematika secara kohern kepada teman, guru, dan
1
Wahid Umar, Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis dalam Pembelajaran Matematika, Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 1 No. 1,
2012.
2
Dwi Rachmayani, Penerapan Pembelajaran Reciprocal Teaching untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Matematika Siswa, Jurnal Pendidikan UNSIKA, Vol. 2, No. 1, 2014, h. 14.
lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan.
3
Sehingga dapat dikatakan bahwa komunikasi matematis merupakan sebuah kemampuan dalam menyampaikan ide,
gagasan, pikiran, atau informasi oleh seseorang kepada orang lain baik secara lisan maupun tulisan dengan bahasa sendiri agar orang lain mampu memahami
makna pesan yang disampaikan dalam pembelajaran matematika. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa matematika adalah
bahasa. Setiap orang yang mempelajari matematika tidak akan jauh dari mengenal tentang simbol-simbol dalam matematika. Simbol inilah yang akan bertindak
sebagai bahasa dalam komunikasi matematika. Hal ini didukung oleh pernyataan Usiskin bahwa sebagai bahasa yang sifatnya unik, matematika mempunyai
beberapa nama, misalnya matematika sebagai “extention language” atau
matematika sebagai “fomal language” atau sebagai “symbolic language”.
4
Mempelajari dan memahami mengenai simbol matematika menjadi suatu kewajiban bagi orang yang belajar matematika. Misalnya simbol + dalam
matematika diartikan sebagai penambahan atau penjumlahan, symbol - diartikan sebagai pengurangan, si
mbol sigma ∑ diartikan sebagai jumlah keseluruhan, dan lain sebagainya. Siswa juga harus mampu menyampaikannya dalam suatu
gagasan berdasarkan bahasanya sendiri dan dapat menyampaikannya kepada orang lain baik siswa ataupun guru. Tanggapan dan ide lain akan muncul sebagai
timbal balik atas gagasan yang diberikan sehingga pada akhirnya akan menemukan makna yang sama. Dengan demikian terjadilah proses komunikasi
matematis yang nantinya akan mampu membantu siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran matematika, kesulitan siswa untuk
mengkomunikasikan gagasannya juga terjadi pada bahasa penyampaian yang digunakan. Karena beda tingkatan pemahaman akan beda pula bahasa yang
digunakan. Umumnya siswa memilih solusi untuk menghafalnya tanpa mengetahui maksud dari suatu materi tersebut. Dengan demikian siswa cenderung
3
Yosmarniati, dkk.,Upaya Meningkatkan Komunikasi Matematika Siswa Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik, Jurnal Pendidikan MatematikaPart 3, Vol. , No.1,
2012, h. 66.
4
Rochman Notowidjadja, dkk., Rujukan Filsafat, Teori, dan Praksis Ilmu Pendidikan, Bandung: UPI Press, 2005, cet 1, h. 678