Model Pembelajaran Metaphorical Thinking

berbeda makna. 2 hal yang berbeda makna ini sama halnya seperti yang telah dipaparkan sebelumnya pada paradigma metafora maupun pada metafora konseptual bahwa keterkaitan keduanya yang dimaksudkan adalah dari topik utama dengan topik tambahan topik pendukung dalam bentuk pernyataan sebagai perumpamaan. Berdasarkan beberapa definisi yang telah diuraikan diatas, model pembelajaran metaphorical thinking dalam penelitian ini didefinisikan sebagai proses berfikir dengan mengkomunikasikan suatu konsep matematika menggunakan pengalaman siswa sebagai perumpamaan untuk mengilustrasikan suatu konsep. Dalam menggunakan model pembelajaran metaphorical thinking dalam pembelajaran, diawali dengan pemberian masalah dari suatu konsep, kemudian mengilustrasikan konsep tersebut menggunakan pengalaman sehari-hari sebagai perumpamaan sehingga siswa akan memahami dan dapat mengungkapkan suatu konsep tersebut dengan bahasanya sendiri tanpa mengubah makna konsep yang diajarkan. Dari gagasan yang disampaikan oleh masing-masing siswa, akan ditarik kesimpulan mengenai konsep matematika yang sedang dipelajari. Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran menggunakan metaphorical thinking secara sistematis yaitu: 17 1. Menggabungkan strategi pengajaran yang berbeda, termasuk instruksi direktif, di mana guru menyampaikan informasi untuk siswa, dan instruksi mediative, di mana guru membimbing siswa untuk mengetahui wawasan dan pemahamannya. 2. Memberikan siswa sebuah konsep tunggal, seperti pengetahuan, dan siswa memilih suatu objek yang dapat digunakan untuk membentuk sebuah metafora untuk konsep tersebut. 3. Memberikan beberapa contoh kepada siswa dan biarkan mereka memilih kedua konsep dan objek yang mereka akan kerjakan. Pelajaran ini dapat ditingkatkan dengan siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil. 17 Sharon L. Pugh, et. Al., Bridging to A Teachers Guideto Metaphorical Thinking, Urbana: ERIC Clearinghouse on Reading and Communication SkillsIndiana University, Smith Research Center, National Council of Teachers of English, p. 5-8. 4. Mendefinisikan kembali konsep abstrak dengan menggunakan metafora yang telah dipilih. 5. Siswa menjelaskan objek sebagai konsep yang mereka pilih. Mereka membahas bagaimana masing-masing komponen dari metafora berkaitan dengan komponen lainnya. Mereka juga menjelaskan perbedaan-perbedaan. Mendorong penggunaan metafora asli dalam semua bentuk komunikasi lisan dan tertulis. Dijelaskan bahwa langkah pembelajaran menggunakan metaphorical thinking ini diawali dengan intruksi direktif dari guru, yaitu menyampaikan informasi yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari, kemudian tugas guru selanjutnya yaitu intruksi mediative atau sebagai fasilitator. Kemudian siswa memilih objek yang dapat digunakan sebagai metafora. Misalnya pada operasi aljabar, siswa memilih kehidupan binatang sebagai sebuah metafora. Variabel yang berbeda akan bertindak sebagai hewan. Sebagai contoh x adalah anjing, y adalah kucing. Maka pada operasi penjumlahan antara x dan y tidak dapat dilakukan, karena x dan y adalah 2 jenis hewan yang berbeda. Setelah masing- masing siswa menggunakan perumpamaannya, siswa dapat mendefinisikan kembali konsep awal secara bersama-sama. Adapun menurut M. Afrilianto dalam tesisnya mengenai Pembelajaran Matematika dengan pendekatan Metaphorical Thinking untuk Meningkatkan Pemahaman konsep dan Kompetensi Strategis Matematis Siswa SMP meliputi tahap-tahap sebagai berikut: 18 a. Tahap petama, Kegiatan awal Pada tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa dan materi yang akan dipelajari, memberi motivasi kepada siswa, melakukan apersepsi dan mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok heterogen. Setiap kelompok terdiri dari 4 sampai 5 siswa. 18 M. Afrilianto , “Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Metaphorical Thinking untuk meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis Siswa SMP ”, Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2012, tidak dipublikasikan, h. 22-23. b. Tahap kedua, Kegiatan inti Pada tahap ini, guru memberikan materi pengantar sesuai pokok bahasan yang akan diajarkan, memberikan contoh memetaforakan masalah matematika, memberi kesempatan kepada siswa dalam kelompok untuk mencari dan memikirkan metafora lain, dan membagikan LKS. Pada saat siswa berdiskusi dalam kelompoknya, guru berkeliling dan memberikan bimbingan. Selanjutnya siswa diberikan kesempatan untuk menyampaikan hasil diskusi kelompok berupa jawaban soal latihan dan metafora yang tepat untuk menggambarkan masalah matematika yang ada. c. Tahap ketiga : Kegiatan penutup Pada tahap ini bersama-sama membuat rangkuman hasil diskusi. Guru memberikan evaluasi menyeluruh terhadap hasil kegiatan siswa. Selanjutnya siswa diberikan kesempatan untuk memberikan penjelasan tentang materi yang sudah dipelajari. Penjelasan dilengkapi dengan metafora yang tepat kemudian guru bersama siswa membuat kesimpulan dan melakukan refleksi. Langkah terakhir adalah guru memberikan PR untuk dapat dikerjakan siswa. Menurut Indira Sunito ada empat tahapan dalam proses pembelajaran menggunakan metafor, yaitu: 19 1. Koneksi connection Menghubungkan dua atau lebih hal yang memiliki tujuan untuk memahami sesuatu. Pada peristiwa ini digunakan berbagai macam bentuk dari perbandingan, yaitu metafora, analogi, cerita, legenda, symbol, dan hipotesis. 2. Penemuan discovery Suatu penemuan melibatkan pengamatan dan pengalaman. Guru dapat menggambarkan kearah materi pelajaran terkait akan diarahkan, tujuan apa yang akan dicapai setelah koneksi dilakukan, dan ke arah mana peserta didik 19 Indira Sunito,dkk, Metaphorming: Beberapa Strategi Berfikir Kreatif, Jakarta: Indeks, 2013, h.62-64. diajak untuk berfikir dan memiliki pengalaman untuk merasakan bahwa suatu pelajaran bermanfaat untuk dirinya. 3. Penciptaan invention Suatu penemuan memerlukan suatu proses dari menghubungkan sesuatu dengan hal lain, dan juga memerlukan pengamatan yang dapat menghasilkan suatu produk. 4. Aplikasi application Aplikasi adalah aktifitas yang mengarah pada produk yaitu hasil pikir dan dapat juga dalam bentuk nyata, yaitu suatu produk. Dari diuraikan yang telah dipaparkan diatas, maka tahapan-tahapan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Tahap 1: Memberikan masalah kontekstual Bentuk konseptual metafora yang digunakan adalah Grounding metaphor yaitu salah satu bentuk konseptual metafora yang merupakan dasar untuk memahami ide matematika yang dihubungkan dengan pengalaman sehari- hari. Oleh karenanya, guru memberikan masalah kontekstual kepada siswa kemudian memberikan contoh metafora dalam kehidupan sehari-hari sebagai dasar agar siswa dapat memahami ide matematika yang akan disampaikan. b. Tahap 2: Memilih dan menggunakan metafora Linking metaphor berarti membangun keterkaitan antara dua hal, yaitu memilih, menegaskan, memberi kebebasan. Pengalaman setiap orang tentunya berbeda-beda. Oleh karena itu guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih sebuah metafora yang akan digunakan. Sebuah metafora yang dipilih oleh siswa merupakan hak kebebasan sesuai dengan pengetahuan masing-masing siswa. Perumpamaan yang dipilih dan digunakan oleh siswa yaitu yang mempunyai kemiripan dengan masalah awal, sehingga hendaklah metafora tersebut menghasilkan sebuah makna dari suatu konsep awal. c. Tahap 3: Diskusi kelompok Kebebasan yang diberikan kepada siswa dalam memilih sebuah metafora mengakibatkan keberagaman metafora. Agar siswa menemukan suatu persamaan dan maksud dari konsep awal, maka guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dalam kelompok heterogen. Kelompok ini sebagai wadah diskusi siswa untuk saling bertukar metafora kepada teman-teman kelompoknya dan membandingkan metafora-metafora yang digunakan oleh teman-teman kelompoknya. Siswa berdiskusi untuk menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru. d. Tahap 4: Memberikan kesimpulan Adanya proses diskusi kelompok tidak menutup kemungkinan akan menghasilkan gagasan yang berbeda pada masing-masing kelompok. Oleh karenanya hasil yang telah diperoleh masing-masing kelompok di-share dipresentasikan dan akan ditanggapi oleh kelompok lain. Guru hanya memberikan arahan dan tambahan jika diperlukan. Pada akhir pembelajaran, siswa dan guru membuat kesimpulan konsep utama secara bersama-sama dengan landasan pemahaman berpikir metaforis serta menganalisis alasan- alasan yang melatarbelakangi metafora yang dipilih.

3. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang sering digunakan oleh guru setiap harinya termasuk pada mata pelajaran matematika. Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan metode ekspositori. Metode ekspositori adalah metode pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi secara optimal. 20 Pembelajaran ini merupakan pembelajaran klasikal yang pada proses belajar-mengajarnya masih berpusat pada guru. Sehingga peran guru bukanlah menjadi fasilitator, melainkan sebagai sumber utama dalam belajar. Dengan demikian yang terjadi pada proses belajar-mengajar adalah komunikasi satu arah, dimana guru mentransfer ilmu kepada siswa, dan siswa hanya dituntut untuk mencatat apa yang telah diberikan oleh guru. Pada 20 Wina sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2009, cet VI, h. 177. proses seperti ini mengakibatkan pembelajaran menjadi tidak hidup, karena siswa cenderung pasif. Adapun beberapa karakteristik strategi ekspositori, yaitu: 21 1. Strategi ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan strategi ini. 2. Biasanya materi yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berfikir ulang. 3. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkandapat memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan. Ada beberapa langkah dalam menerapkan strategi ekspositori, yaitu: 22 1. Persiapan 2. Penyajian 3. Menghubungkan 4. penerapan Berdasarkan pemaparan mengenai pembelajaran konvensional tersebut dapat diketahui bahwa pembelajaran konvensional memiliki beberapa poin dalam mengkomunikasikan ide matematika. Pembelajaran konvensional berpusat pada guru dengan karakteristik pertama adalah penyampaian materi secara verbal. hal ini berarti penyampaian materi kepada siswa lebih banyak secara lisan dengan pusat pembelajaran penyampaian oleh guru. Hal ini kurang melatih siswa dalam kemampuan komunikasi matematis siswa terutama kemampuan komunikasi matematis secara tertulis dan gambar. Materi yang disajikan adalah materi dan konsep yang sudah jadi. Ini berarti siswa hanya bertugas untuk menghafal materi tersebut, sehingga materi yang disampaikan belum tentu dipahami oleh siswa. Selain itu siswa tidak diberikan kesempatan untuk menemukan ide gagasan 21 ibid. 22 Ibid., h. 183. sendiri. Dengan demikian pembelajaran konvensional kurang mampu untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan model pembelajaran metaphorical thinking dan kemampuan komunikasi matematis dapat dijadikan sebagai referensi dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang relevan dalam penelitian ini mengambil penelitian yang dilakukan oleh M. Afrilianto dan Berta Sefalianti. a. Penelitian mengenai “Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis Siswa SMP dengan Pendekatan Metaphorical Thinking ” oleh M. Afrilianto di SMP Negeri 12 Bandung menemukan bahwa terdapat perbedaan peningkatan pemahaman konsep dan kompetensi strategis matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran Metaphorical Thinking dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa dan siswa menunjukkan sikap yang positif terhadap pembelajaran Metaphorical Thinking. 23 b. Penelitian yang dilakukan oleh Berta Sefalianti dengan judul “Penerapan Pendekatan Inkuiri Terbimbing terhadap Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa ” dilaksanakan di SMP Negeri 2 Way Seputih yang menemukan adanya perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa baik pada semua tingkat kemampuan awal matematika siswa maupun untuk keseluruhan kelompok, antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. 24 23 M. Afrilianto, “Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis Matematis Siswa SMP dengan Pendekatan Metaphorical Thinking”, Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol. 1, No. 2, 2012, h. 196-200. 24 Berta Sefalianti “Penerapan Pendekatan Inkuiri Terbimbing terhadap Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa” Disertasi pada Program Pasca Sarjana Universias Terbuka, Jakarta, 2013, hal 22-88, tidak dipublikasikan.

C. Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat disajikan pada bagan di bawah ini. Gambar 2.2 Bagan kerangka berfikir Memiliki kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika bagi siswa merupakan hal yang sangat penting karena matematika merupakan bahasa, Masalah Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa arah Model pembelajaran teacher center Siswa kesulitan menyampaikan gagasan dimana proses interaksi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa sangat diperlukan. Selain itu, belajar matematika tidak hanya seputar berhitung, namun belajar matematika juga menuntut siswa untuk dapat menyampaikan ide gagasan dengan bahasanya sendiri. Pentingnya komunikasi ini didukung oleh uraian yang telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu tujuan pembelajaran matematika yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu “mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah”. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kemampuan komunikasi matematis di Indonesia sebagai salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa ini ternyata masih pada tingkat rendah. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya karena pada proses belajar kurang melibatkan siswa, yang ada hanyalah transfer ilmu dari guru kepada siswa sehingga proses belajar hanya terjadi pada satu arah yang mengakibatkan siswa hanya belajar menghafal materi yang disampaikan oleh guru. Faktor lainnya adalah model pembelajaran yang digunakan masih kurang efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Untuk itu diperlukan suatu model pendekatan pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Model pembelajaran metaphorical thinking diharapkan mampu menjadi solusi untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis tersebut. Hal ini sesuai dengan pemaparan sebelumnya bahwa Heris Hendriana dalam penelitiannya mendefinisikan metaphorical thinking sebagai suatu proses berpikir untuk memahami dan mengkomunikasikan konsep-konsep abstrak dalam matematika menjadi hal yang lebih konkrit dengan membandingkan 2 hal yang berbeda makna. Di dalam pembelajaran matematika penggunaan metafora oleh siswa merupakan suatu cara untuk menghubungkan konsep-konsep matematika dengan konsep-konsep yang telah dikenal siswa dalam kehidupan sehari-hari, dimana siswa mengungkapkan konsep matematika dengan bahasanya sendiri yang menunjukkan pemahaman siswa terhadap konsep tersebut. Hal ini tentu sangat berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematis siswa mengingat kesesuaian